Anda di halaman 1dari 19

NAMA : FLORA FANTASI

NIM : P17124019016

KELAS : 2A KEBIDANAN

RESUME PERKULIAHAN OBSTETRI KELOMPOK 8

“Komplikasi Persalinan Kala III & IV, Perlukaan Alat Genital dan
Syok dalam Kebidanan”

PENDARAHAN POSTPARTUM

Pendarahan postpartum dibagi dalam :


1. Pendarahan postpartum dini yaitu bila pendarahan terjadi dalam 24
jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih setelah kala III.
Perdarahan jenis ini yaitu ada atonia uteri, laserasi jalan lahir, ruptur
uteri, hematoma, inversio uteri.
2. Pendarahan postpartum lambat yaitu pendarahan terjadi setelah 24
jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih. Pendarahan
postpartum lambat biasanya terjadi pada 6 – 10 hari setelah
persalinan. Sebab yang tersering adalah sisa plasenta, sebab lain
yaitu infeksi, gangguan involusi pada insersi plasent, terbukanya
jahitan episiotomi atau terbukannya jahitan seksio sesarea.
Gejalannya berupa pendarahan yang berlangsung terus menerus atau
berulang – ulang.
Penyebab langsung perdarahan postpartum terbagi atas 4T (Tonus,
Tissue, Trauma, Thrombine). Perdarahan yang diakibatkan karena
pemasalahan Tonus (kontraksi uterus yang tidak baik) adalah atonia uteri;
permasalahan pada Tissue (jaringan) adalah retensio plasenta dan sisa
plasenta; permasalahan yang disebabkan karena Trauma (perlukaan)
seperti laserasi/robekan jalan lahir, inversio uteri, ruptur uteri; dan yang
terakhir permasalahan yang disebabkan oleh Thrombine yaitu
permasalahan yang diakibatkan karena gangguan faktor pembekuan
darah.

Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama:


1. pemberian suntikan oksitosin
a. serahkan bayi yang sudah terbungkus kain kepada ibu untuk diberi
ASI
b. letakkan kain bersih pada perut ibu, untuk mencegah kontaminasi
dari tangan penolong
c. periksa uterus untuk memastikan apakah ada janin kedua. Karna
pemberian oksitosin akan menyebabkan uterus berkontraksi,
sehingga jika masih terdapat janin kedua dapat menyebabkan
kekurangan suplai oksigen diakibatkan oleh kontraksi uterus.
d. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
e. Segera (setelah 1 menit kelahiran bayi) suntikan oksitosin 10 iu
pada 1/3 bagian atas paha luar (aspektus lateralis)
2. Penegangan tali pusat terkendali
a. Berdiri dikanan ibu
b. Pindahkan klem tali pusat 5-10 cm dari vulva ibu. Memegang tali
pusat lebih dekat dapat mencegah avulsi
c. Letakkan tangan yang lain diatas simfisis ibu. Gunakan tangan ini
untuk menilai kontraksi uterus dan menahan uterus saat dilakukan
penegangan tali pusat terkendali
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu uterus agar berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit berselang) ulangi peregangan tali pusat
terkendali
e. Saat uterus berkontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat
tambah Panjang) tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan
tekanan dorso kranial hingga tali pusat semakin menjulur  dan
korpus uteri bergerak keatas menandakan plasenta telah lepas dan
dapat dilahirkan
f. Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dilakukan
penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya tali pusat, pegang klem dan tali pusat 
tunggu sampai terjadi kontraksi selanjutnya. Pindahkan klem
mendekati perineum setiap kali tali pusat memanjang.
g. Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu meneran untuk membantu
kelahiran plasenta
h. Saat plasenta sudah terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang tali pusat
dengan tangan lainnyauntuk meletakkan dalam wadah
penampung.
i. Jika selaput plasenta robek dan ada bagian plasenta yang
tertinggal dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan
seksama. Gunakan jari tangan atau forsep untuk mengeluarkan
sisa plasenta
j. Jika plasenta belum lahir setelah 15 menit diberikan oksitosin,
maka berikan suntikan oksitosin kedua dan pantau kandung
kemih. Karna kandung kemih yang penuh dapat memengaruhi
kontraksi uterus. Jika kandung kemih teraba penuh maka anjurkan
ibu untuk BAK atau pasangkan kateter nelaton untuk membantu
ibu BAK.

3. Rangsangan taktil (massase) fundus uteri


a. Segera setelah plasenta lahir lakukan massase pada fundus uteri
untuk mencegah terjadinya atonia uteri.
b. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
c. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan pada ibu
d. Dengan lembut dan mantap massase fundus dengan gerakan
melingkar untuk merangsang uterus berkontraksi
e. Periksa plasenta dan selaput untuk memastikan keduanya lemgkap
dan utuh 
f. Selalu pantau uterus untuk memastikan uterus berkontraksi
dengan baik
g. Periksa kontraksi setiap 15 menit pada jam pertama pasca
persalinan dan setiap 20-30 menit pada 1 jam kedua pasca
persalinan.

Monitoring Kala IV
1. Memperkirakan kehilangan darah. Satu cara untuk menilai
kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang
terkumpul dan memperikarakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung darah tersebut. Jika mengisi dua botol berarti dapat
diperkirakan ibu kehilangan satu liter darah.
2. Memeriksa perdarahan dari perineum. Perhatikan dan temukan
penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
Ada empat derajat laserasi perinemum, derajat 1 dan 2 adalah
kompetensi bidan sedangkan untuk derajat 3 dan 4 dibutuhkan
tindakan kolaborasi ataupun rujukan.
3. Pemantauan keadaan umum ibu

Selama dua jam pertama pasca persalinan:


1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus dan darah yang keluar
setiap 15 menit selama 1 jam pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua kala empat.
2. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit
selama satu jam pertama dan setiap 30 menit pada pada jam kedua
pasca persalinan. Ajarkan ibu dan keluarga cara menilai kontraksi
dan jumlah darah yang keluar serta cara massase jika uterus ibu
menjadi lembek.
3. Jika kandung kemih penuh bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya dan anjurkan ibu unutk selalu mengosongkan
kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Ajarkan pada keluarga
untuk mengenali tanda-tanda bahaya pada ibu dan anjurkan segera
mencari pertolongan jika terjadi hal-hal berikut:
a. Demam
b. Perdarahan aktif
c. Keluar banyak bekuan darah
d. Bau busuk dari vagina
e. Pusing 
f. Lemas luar biasa
g. Penyulit dalam menyusui bayi
h. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri
kontraksi biasa.
4.Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta. 
a. Oksitosin dapat diberikan dalam segera setelah kelahiran bayi. 
b. Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting susu atau susukan
bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah memberikan
ergometrin 0,2 mg IM. 
5. Lakukan Peregangan Tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara: 
a. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simpisis
pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan
gerakan dorso cranial – kearah belakang dan ke arah kepala ibu. 
b. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6 cm di
depan vulva. 
c. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi
kuat (2 - 3 menit ). 
d. Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat
yang terus – menerus, dalam, tegangan yang sama dengan
tangan ke uterus. 
e. PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada
uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu
petugas ketika ia merasakan kontraksi.
6. Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau
klem pada tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan
gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan sumbu jalan lahir.
Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar
plasenta kearah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban. 
7. Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus
agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran
darah dan dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Jika uterus
tidak berkontraksi kuat selam 10 – 15 detik, atau jika perdarahan
hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual dalam. Jika atonia
uteri tidak teratasi dalam 1 – 2 menit, ikuti protocol untuk perdarahan
pascapersalinan. 
8. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan palsenta belum lahir
dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit I.M dosis kedua,
dalam jarak 15 menit dari pemberian oksotosin dosis pertama.
9. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plasenta belum juga
lahir dalam waktu 30 menit: 
10.Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih
penuh. 
a. Periksa adanya tanda – tanda pelepasan plasenta 
b. Berikan oksitosin 10 unit I.M dosis ketiga, dalam jarak waktu 15
menit dari pemberian oksitosin dosis pertama. 
c. Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan
pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi ( Depkes RI,
2006, hal N-19).
1. Pembalut Pembalut standar berukuran 20 cm mampu menyerap
100 ml darah. 
2. Tumpahan darah di lantai Tumpahan darah dengan diameter 50
cm, 75 cm, 100 cm secara berturut turut mewakili kehilangan darah
500 ml, 1000 ml, dan 1500 ml. 
3. Kidney dish/Nierbeken Nierbeken atau kidney dish mampu
menampung 500 ml darah. 
4. Stained incontinence pad/underpad Underpad dengan ukuran 90
cm x 60 cm, mampu menampung sampai 500 ml darah. 
5. Kasa Kasa standar ukuran 10 cm x 10 cm mampu menyerap 60 ml
darah sedangkan kasa ukuran 45 cm x 45 cm mampu menyerap 350
ml darah.

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
1. Berlangsung tidak lebih dari 30 menit
2. Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta
3. Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian
oksitosin untuk kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
1. Perubahan ukuran, bentuk uterus
2. Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena
plasenta sudah terlepas dari Segmen Bawah Rahim
3. Tali pusat memanjang
4. Semburan darah tiba tiba

KalaIV
A. Pengertian
⮚Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu
⮚ Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung
⮚ Masa 1 jam setelah plasenta lahir
⮚ Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30
menit pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil,
perlu dipantau lebih sering
⮚ Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada masa ini
⮚ Observasi yang dilakukan : 1. Tingkat kesadaran penderita. 2.
Pemeriksaan tanda vital. 3. Kontraksi uterus. 4. Perdarahan, dianggap
masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400- 500cc.
Komplikasi persalinan kala III dan IV merupakan masalah yang terjadi
setelah janin lahir/berada diluar rahim

ATONIA UTERI
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. 
Penatalaksanaan
1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15
detik) 
2. Pastikan bahwa kantung kemih kosong 
3. Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit. Kompresi
uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang miometrium untuk
berkontraksi. 
4. Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
5. Keluarkan tangan perlahan – lahan.
6. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan bila hipertensi).
7. Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus.
8. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan
500 cc ringer laktat +20 unit oksitosin
9. Ulangi kompresi bimanual interna (KBI) yang digunakan bersama
ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
10. Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan melakukan KBI.
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka dinding uterus dan merangsang miometrium untuk
berkontraksi. 
11. Lanjutkan infuse ringer laktat +20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba ditempat rujukan. Ringer
laktat kan membantu memulihkan volume cairan yang hilang
selama perdarahan.

Retensio Placenta
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga
masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan retraksi dan
kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka
serta menimbulkan perdarahan.
penatalaksanaan 
Apabila plasenta belum lahir ½-1 jam setelah bayi lahir terlebih
lagi apabila disertai perdarahan lakukan plasenta manual. 

Emboli air ketuban 


Emboli air ketuban adalah masuknya air ketuban beserta
komponennya kedalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen
disini adalah unsur – unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan
kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin dan cairan
kental.
Penatalaksanaan 
 Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara
agresif
 Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi
DIC
 Bila anak belum lahir, lakukan section caesarea dengan catatan
dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil. 
 X-Ray torax memperlihatkan adanya edema paru dan
bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan. 
 Pemeriksaan laboratorium: asidosis metabolic (penurunan PaO2
dan PaCO2)
 Terapi tambahan: 
1.Resusitas cairan 
2.Infuse dopamine untuk memperbaiki cardiac output 
3.Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis 
4.Terapi DIC dengan fresh frozen plasma 
5.Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
6.Segera rawat di ICU

Robekan Jalan Lahir


Trauma jalan lahir perlu mendapatkan perhatian khusus, karena dapat
menyebabkan: 
 Disfungsional organ bagian luar sampai alat reproduksi vital
 Sebagai sumber perdarahan yang berakibat fatal. 
 Sumber atau jalannya infeksi.
Syok Obstetrik
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah
ke dalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan yang tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme. 
PERLUKAAN PADA ALAT GENITAL
Robekan  uterus dalam kehamilan : 
1. Adanya luka parut uterus bekas section sesarea terdahulu 
2. Adanya luka parut pada uterus bekas miomektomi 
3. Adanya luka parus pada uterus bekas histerorafi
Robekan  uterus dalam persalinan :
1.Adanya luka parut uterus bekas section sesarea terdahulu
2.Adanya luka parut pada uterus bekas miomektomi
3.Adanya luka parus pada uterus bekas histerorafi
4.Panggul sempit terutama panggul sempit absolute
5.Kelainan letak :letak lintang, letak dahi, letak muka
6.Kelainan pada janin berupa anak besar (BB anak  > 4000 gram),
hidrosepalus, makrosomia
7.Persalinan anjuran/induksi dan augmetasi persalinan dengan
pemberian oxytocin drip
8.Persalinan anjuran/induksi persalinan dengan misoprostol
9.Ekspresi kristeller (dorongan pada fundus uteri pada kala II) yang
salah
MEKANISME RUPTUR UTERI
 Uterus dapat robek secara spontan ataupun terjadi akibat ruda
paksa (trauma; violent rupture) buatan; ekstraksi cunam (esktraksi
forseps)
 Tempat robekan dapat terjadi pada korpus uteri atau segmen
bawah rahim. Robekan uterus dalam kehamilan terjadi pada bagian
yang lemah pada dinding uterus, seperti pada jaringan parut baik
bekas seksio sesarea, miomektomi, maupun histerorafi.
 Robekan spontan bisa pula terjadi pada uterus yang utuh tanpa ada
parut bekas operasi 🡪  Hal ini bisa terjadi karena dalam persalinan
terutama pada kala II segmen bawah uterus sangat tipis dan teregang
 Di negara-negara berkembang di mana persalinan masih banyak
ditolong oleh tenaga yang tidak terlatih (di Indonesia disebut dukun
beranak); ruptura uteri akibat ruda paksa tidak jarang terjadi akibat
dorongan pada fundus uteri yang dilakukan oleh dukun pada
persalinan.
PERLUKAAN SERVIKS
 Bibir leher rahim (serviks uteri) merupakan jaringan yang mudah
mengalami perlukaan pada waktu persalinan. Akibat perlukaan itu
pada seorang multipara pars vaginalis cervicis uteri (portio uteri)
sudah terbagi menjadi bibir depan dan belakang serviks. 
 Robekan serviks bisa menimbulkan banyak perdarahan, khususnya
bila robekan meluas ke arah kranial (forniks lateralis) sebab di
tempat itu terdapat ramus decendens dari arteria uterina.
 Perlukaan ini dapat terladi pada persalinan normal, tetapi yang
paling sering ialah akibat upaya melahirkan anak ataupun persalinan
buatan per vaginam pada pembukaan yang belum lengkap. 
 Penyebab lain robekan serviks ialah partus presipitatus; pada
partus ini kontraksi rahim kuat dan sering, sehingga janin didorong
ke luar dengan kuat dan cepat, sebelum pembukaan lengkap.
DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN
 Diagnosis perlukaan seryiks dapat diketahui dengan pemeriksaan
in spekulo. Setelah dilakukan pemasangan Sims spekulum, portio
dilihat secara a vue.
 Selanjutnya bibir serviks yang utuh (bila mungkin sebaiknya pada
daerah jam 06.00 dan jam 12.00) dijepit dengan cunam atraumatik
atau Fenster klem, portio ditarik hati-hati ke luar; kemudian
diperiksa secara cermat tempat dan sifat-sifat robekan yang terjadi.
 Bila diperlukan penjahitan pada serviks, maka luka dijahit mulai
dari I cm proksimal dari ujung robekan yang paling atas (cranial),
dibuat simpul mati; kemudian jahitan diteruskan secara jelujur
interlocking ke bawah sampai pinggir serviks dan dibuat simpul
mati pada ujung jahitan
PERLUKAAN VAGINA
Perlukaan pada dinding depan vagina seringkali terjadi di sekitar
orifisium urethrae externum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat
menimbulkan banyak perdarahan. Robekan pada vagina dapat bersifat
luka tersendiri, robekan pada 1/3 bagian bawah bisa merupakan
lanjutan robekan perineum.
 Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan
lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina
terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan terjadi
secara tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu
janin (anak besar, shoulder dystocia) dapat menimbulkan robekan
pada dinding vagina.
 Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan secara
langsung. Untuk dapat menilai luasnya luka terutama bila meliputi
bagian dalam vagina, perlu dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum. Perdarahan pada keadaan ini, umumnya adalah
perdarahan arterial, sehingga harus segera dijahit.
PERLUKAAN PERINEUM
Perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam 3 tingkat:
 Tingkat I: bila periukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau
kulit perineum pada perlukaan tingkat I, bila hanya berupa luka
lecet, tidak diperlukan penjahitan.

 Tingkat II: adanya perlukaan yang lebih dalam dan bisa meluas ke
vagina dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital

 Tingkat III: perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam dari tingkat
II yang menyebabkan muskulus sfingter ani externus terputus
SYOKDALAM KEBIDANAN
Syok adalah suatau keadaan disebabkan gangguan sirkulasi draah
kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
JENIS JENIS SYOK
1. Syok Hemoragik 
Suatu syok yang disebabkan oleh pendarahan yang banyak. Akibat
pendarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan
ektopik, dan penyakit trofoplas (mola hidotisa); pendarahan
antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, ruptura uteri,
dan pendarahan pascapersalinan karna atonia uteri dan laserasi jalan
lahir.
2. Syok Neurogenik 
Syok yang terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan
dengan forseps atau persalinan dengan letak sungsang dimana
pembukaan serviks belum lengkap.
3. Syok Kardiogenik 
Syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak efektif
yang disebabkan oleh infark oto jantung dan kegagalan
jantung,sering dijumpai pada penyakit-penyakit katup jantung.
4. Syok endotoksik
Suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oelh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negatif
sering dijumpai pada abortus septik, korioamnionitisn dan infeksi
pascapersalinan.
5. Syok anafilakstik
Syok yang terjadi akibat alergi/hipersensitif terhadap obat- obatan.
GEJALA SYOK
Gejala klinik syok pada umumnya sama dengan semua jenis syok antara
lain tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah akibat pendarahan.
Jika terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat, keringat
dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, penglihatan kabur,
gelisah dan oliguria/auria, dan akhirnya akan menyebabkan kematian ibu.

PENANGANAN SYOK
Prinsip pertama dalam penanganan kedaruratan medik dalam kebidanan
atau dalam kedaruratan adalah ABC yang terdiri atas menjaga fungsi
saluran nafas (airway), pernpasan (breathing) dan sirkulasi darah
(circulation). Jika situasi tersebut terjadi di luar rumah sakit, pasien harus
segera mungkin dikirim ke rumah sakit dengan aman..

Anda mungkin juga menyukai