Anda di halaman 1dari 12

KONSEP ASKEP KALA III

KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh

KELOMPOK 3:

Kadek Wahyu Widyani P07120218004

Ni NyomanArmeliaDewi P07120218005

A.A Istri Wahyuliniya P07120218006

Ni Putu Artamevia Marcelina P07120218018

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PRODINERS

2019
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.

B. Fisiologi Kala III


Dimulai segera setelah bayi sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat
beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri
dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan
darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume ronnga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas, plasenta
akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina (Depkes RI 2007).
Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
permukaan kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari
tempat implantasinya.

C. Pembagian Tingkat Kala III


Kala uri dapat dibagi dalam 2 tingkat :
1. Tingkat pelepasan plasenta
Sebab – sebab terlepasnya plasenta :
 Waktu bayi dilahirkan rahim sangat mengecil. Karena pengecilan rahim, tempat
perlekatan plasenta juga ikut mengecil maka plasenta akan berlipat-lipat bahkan ada
bagian – bagian yang terlepas dari dinding rahim atau tempat insersinya, karena
tidak dapat mengikuti pengecilan dari dasarnya.
Jadi secara singkat, bagian yang paling penting dalam pelepasan plasenta
adalah retraksi dan kontraksi otot – otot rahim.
 Di tempat – tempat yang lepas terjadi perdarahan ialah antara plasenta dan desidua
basalis dan karena hematoma ini membesar, maka seolah – olah plasenta terangkat
dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan meluas.
2. Tingkat pengeluaran plasenta
Setelah plasenta lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, plasenta
terdorong ke dalam segmen bawah rahim atau ke dalam bagian atas dari vagina. Dari
tempat ini plasenta didorong keluar oleh tenaga mengedan.
1. Mekanisme pelepasan plasenta
a. Cara-cara Pelepasan Plasenta :
 Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta.
Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh
Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada
plasenta yang melekat di fundus.
 Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar
kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-
pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan
lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.
b. Tanda – tanda pelepasan plasenta.
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat.
 Tali pusat memanjang.
 Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
 Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini
kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5
menit.
2. Mekanisme Pelepasan Plasenta
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan
daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara
hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat
terjadi.
2. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan kiri
dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada getaran yang
ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta sudah lepas.
3. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat tampak
turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga sebaliknya.
4. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan
memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawan.

D. Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif III: Mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan
mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka
kejadian retensio plasenta.
1. Keuntungan – keuntungan manajemen aktif kala tiga :
a.Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c.Mengurangi kejadian retensio plasenta
2. Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit setelah kelahiran bayi
 Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
 Letakkan kain bersih diatas perut ibu.
 Periksa uterus untuk memastikan tidaka ada bayi yang lain.
 Beritahu pada ibu bahwa ia akan disuntik.
 Segera suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha luar.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
 Berdiri disamping ibu.Pindahkan klem tali pusat sekitar 5 – 20 cm dari
vulva.
 Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat
diatas simpisis pubis.
 Bila placenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar 2 atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali PTT.
 Saat mulai berkontraksi (uterus bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan
tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso cranial hingga tali pusat
makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan
placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
 Tetapi jika langkah kelima diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya
dan placenta tidak turun setelah 30 -40 detik dimulainya penegangan tali
pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkkan lepasnya placenta,
jangan teruskan penegangan tali pusat:
1. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai
kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke
perineum pada saat tali pusat memanjang.
2. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat
terkendali dan tekanan dorso cranial pada korpus uteri secara
serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi
hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
 Setelah placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar placenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
 Saat placenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan placenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan menopang placenta dengan tangan
lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung.karena selaput
ketubn mudah robek, maka pegang placenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar placenta dalam satu arah hingga selaput ketuban
terpilin menjadi satu.
 Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan – lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
 Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan
placenta, dengan hati-hati periksa vagina dan servik secara seksama.
Gunakan jari-jari tangan atau klem DDT atau forcep untuk
mengeluarkan selaput ,ketuban yang teraba
c. Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (masase)
 Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
 Jelaskan tindakan kepada ibu, bahwa ibu mungkin merasa agak tidak
nyaman karena tindakan yang diberikan, oleh karena itu anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam dan perlahan secara rileks.
 Dengan lembut gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri
supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
lakukan penatalaksanaan atonia uteri :
1. Periksa placenta dan selaputnya untuk memastikan keduannya
lengkap dan utuh.
2. Periksa placenta sisi maternal untuk memastikan semua bagian
lengkap dan utuh.
3. Pasangkan bagian- bagian placenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang.
4. Periksa placenta sisi futal untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
5. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
 Periksa kembali uterus setelah 1 – 2 menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase.
 Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit dalam 1 jam PP dan tiap 30 menit
dalam 2 jam PP.
E. Pemeriksaan Pada Kala III
1. Pemeriksaan Plasenta,Selaput Ketuban dan Tali Pusat
a. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan memeriksa jumlah
kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan seksama pada bagian pinggir
plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain (plasenta
suksenturiata.
Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal atau tidak utuh, jika
kemungkinan itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
b. Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan
tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta di
atas bagian yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati
apakah ada tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka segera lakukan
eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa selaput ketuban
atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan
infeksi.
c. Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat :
 Panjang tali pusat.
 Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin).
 Insersio tali pusat.
 Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
 Adakah lilitan tali pusat

F. PEMANTAUAN KALA III


1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manejemen aktif
kala III (ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi
dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala 1V.
2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan pengkajian
terhadap robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin
sehingga bidan segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang
akan digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah darah yang
keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat penting
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir
dan kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat
pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin.Selama plasenta
lahir lengkap dan dipastikan tidak ada prndarahan, segera keringkan bagian bawah pasien
dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai
penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan perlu untuk menampung
darah yang keluar untuk kepentingan perhitungan volume darah, maka pasang bengkok
dibawah bokong pasien.

G. KEBUTUHAN IBU PADA KALA III


1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping.
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa yang
akan dilakukan.
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat
kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung
untuk pelepasan dan kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air ketuban.
6. Hidrasi
Pohon Masalah Persalinan Kala III

Kala III

Kontraksi Uterus Robekan Jaringan


(Episiotomi/Ruptur)

Pelepasan Plasenta
Gangguan Integritas Nyeri akut
Kulit/jaringan

Trauma Jaringan

Resiko perdarahan

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian dasar data klien
a. Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
b. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali ke
tingkat normal dan cepat. Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan
anastesi. Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah jantung.
c. Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
d. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.
e. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau
laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
f. Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat memanjang
pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk globular dan
meninggikan abdomen.

2. Diagnosa keperawatan
1) Risiko perdarahan dibuktikan dengan trauma
2) Risiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan faktor mekanis
3) Nyeri akut berkaitan dengan agen pencedera fisik (episiotomi)

3. Intervensi
No Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Label : Pencegahan Perdarahan
dibuktikan dengan intervensi keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
maka Risiko Tingkat perdarahan pada pasien
trauma
Perdarahan menurun 2. Catat nilai Hemoglobin atau
dengan kriteria hasil : Hematokrit sebelum dan setelah
1. Tidak terjadi pasien kehilangan darah sesuai
perdarahan vagina indikasi
2. Tidak terjadi 3. Intruksikan pasien dan keluarga
penurunan untuk memonitor tanda – tanda
Hemoglobin dan perdarahan dan mengambil
Hematokrit secara tindakan yang tepat jika terjadi
drastis perdarahan (misalnya , lapor
3. Tekanan darah pada perawat).
normal (100-140/60-
80 mmHg) Label : Manajemen Perdarahan
1. Monitor koagulasi darah
Setelah dilakukan 2. Istirahatkan area yang
intervensi keperawatan mengalami perdarahan
maka Status 3. Anjurkan membatasi aktivitas
Pascapartum fisik
Membaik dengan 4. Palpasi fundus dan masase
kriteria hasil : dengan perlahan setelah
1. Pemulihan perineum pengeluaran plasenta
5. Kaji irama pernafasan dan
pengembangan.
6. Bersihkan vulva dan perineum
dengan air dan larutan
antiseptik steril ; berikan
pembalut perineal steril.
7. Jika plasenta terlihat, lakukan
penegangan tali pusat terkendali
dengan lembut dan tekanan
dorsokranial pada uterus, minta
ibu untuk meneran agar plasenta
keluar.
8. Setelah plasenta lahir: lakukan
masase pada uterus dan periksa
plasenta.

2 Gangguan Setelah dilakukan Label : Penjahitan Luka


integritas intervensi keperawatan 1. Identifikasi riwayat alergi
maka Penyembuhan terhadap anastesi
kulit/jaringan
Luka meningkat 2. Identifikasi jenis
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : benang jahit yang sesuai
faktor mekanis 1. Penyatuan kulit dan 3. Identifikasi jenis jarum jahit
tepi luka membaik yang sesuai
2. Tidak ada 4. Identifikasi metode jahitan
peradangan luka yang sesuai berdasarkan jenis
3. Tidak adanya nyeri luka
5. Bersihkan daerah luka
dengan larutan antiseptik
6. Lakukan teknik steril
7. Berikan anastesi topikal
atau injeksi di daerah luka
8. Jahit luka dengan
memasukkan jarum tegak lurus
terhadap permukaan kulit
9. Tarik jahitan cukup kencang
sampai kulit tidak tertekuk
10. Kunci jahitan dengan simpul
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Label : Manajemen Nyeri
berkaitan dengan intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karasteristik,
maka Tingkat Nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
agen pencedera
menurun dengan intensitas nyeri.
fisik (episiotomi) kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Tidak ada keluhan 3. Identifikasi pengaruh nyeri pada
nyeri kualitas hidup
4. Monitor efek samping
Setelah dilakukan penggunaan analgetik
intervensi keperawatan 5. Berikan teknik non
maka Kontrol Nyeri farmakologis untuk mengurangi
Meningkat dengan rasa nyeri
kriteria hasil : 6. Kontrol lingkungan yang
1. Nyeri berkurang memperberat rasa nyeri
atau nyeri terkontrol7.

4. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi

5. Evaluasi
a. Perdarahan berkurang atau terkontrol
b. Tidak terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan
c. Nyeri dapat berkurang atau terkontrol

Anda mungkin juga menyukai