Anda di halaman 1dari 3

kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

(Grace, 2016).

2) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)


Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau
keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh
tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai
satu sampai dua hari (acute DIC) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan (chronic DIC). Pada DIC akut terjadi penggumpalan
darah dalam waktu singkat, hal ini mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan
koagulasi, seperti trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I sampai XIII)
dipergunakan dalam proses penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut
juga consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini
berakibat terjadinya perdarahan dari yang ringan sampai berat. Penyebab Keadaan ini
diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu
zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi
perdarahan yang berlebihan. Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk
menderita DIC yaitu wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau
persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah,
Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan), Penderita leukemia tertentu atau
penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat (McKay dan William, 2014:129).

3) Amenorhea sekunder
Amenorhea sekunder adalah keadaan dimana seorang wanita pernah mengalami
menstruasi / haid, kemudian berhenti selama 3 siklus atau selama 6 bulan. Penyebabnya
yaitu karena hipotensi, anemia, infeksi, kelainan organ reproduksi, terdapat jaringan
parut di dinding rahim atau kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stres psikologis
(Joseph dan Nugroho, 2011:40).
9. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan postpartum.
Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
1) Pemberian Uterotonika (dianjurkan Oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
2) Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat.
3) Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus
berkontraksi dengan baik (Prawiroharjo, 2019: 525)

Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu


menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan yang meliputi:
a) Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
(1) Oksitosin dapat diberikan dalam segera setelah kelahiran bayi.
(2) Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting susu atau susukan bayi guna
menghasilkan oksitosin alamiah memberikan ergometrin 0,2 mg IM.
b) Lakukan Peregangan Tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara:
(1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simpisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso cranial – kearah
belakang dan ke arah kepala ibu.
(2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6 cm di depan vulva.
(3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2 - 3 menit
).
(4) Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus – menerus,
dalam, tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
(5) PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi.
Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika
ia merasakan kontraksi.
c) Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem pada tali
pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas
sesuai dengan sumbu jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan
perlahan memutar plasenta kearah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
d) Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan dapat
mencegah perdarahan pascapersalinan. Jika uterus tidak berkontraksi kuat selam 10 –
15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual dalam.
Jika atonia uteri tidak teratasi dalam 1 – 2 menit, ikuti protocol untuk perdarahan
pascapersalinan.
e) Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plasenta belum lahir dalam waktu
15 menit, berikan oksitosin 10 unit I.M dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari
pemberian oksotosin dosis pertama.
f) Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plasenta belum juga lahir dalam
waktu 30 menit:
(1) Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh.
(2) Periksa adanya tanda – tanda pelepasan plasenta
(3) Berikan oksitosin 10 unit I.M dosis ketiga, dalam jarak waktu 15 menit dari
pemberian oksitosin dosis pertama.
g) Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau
vagina atau perbaiki episiotomi. ( Depkes RI, 2006, hal N-19 )

10. Proses keperawatan


adalah pendekatan sistematik dan terorganisir melalui 6 langkah dalam mengenali
masalah-masalah klien, namun merupakan suatu metode pemecahan masalah baik
secara episodik maupun linier. Kemudian dapat di rumuskan diagnosa
keperawatannya, dan cara pemecahan masalah. Proses keperawatan merupakan lima

Anda mungkin juga menyukai