Anda di halaman 1dari 14

27

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran lokasi penelitian

Rumah Sakit Tk.II Pelamonia merupakan Rumah Sakit TNI-AD yang

merupakan unsur pelaksana Kesehatan Angkatan Darat, dengan tipe / tingkat

II di lingkungan TNI-AD.

Rumah Sakit Tk.II Pelamonia sebagai badan pelaksana di bidang

kesehatan di lingkungan Kodam VII/Wrb mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi prajurit TNI, PNS beserta

keluarganya yang berhak di jajaran Kodam VII/Wrb. Selain itu Rumkit Tk.II

Pelamonia juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap penderita

umum dengan memanfaatkan kapasitas lebih yang dimiliki untuk memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum yang ada di sekitar Makassar

dan Sulawasi selatan pada umumnya. Selain Rumah Sakit Pelamonia juga

sebagai pusat rujukan bagi penderita dari Kawasan Timur Indonesia,

diharapkan memilki kemampuan pelayanan teknis lengkap dan memadai.

Untuk perwujudan pelayanan kesehatan yang lebih baik, perlu dilakukan

kegiatan yang terarah sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan Kesehatan

Kodam VII/Wrb baik menyangkut pembinaan fungsi organik maupun fungsi

tehnis.

Rumah Sakit Tk.II Pelamonia dibangun oleh pemerintah Hindia

Belanda pada tahun 1917 dan disebut Militaire Hospital. Pada waktu

penyerahan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1950 Militaire Hospital

27
28

diserahkan pada TNI-AD dan diubah namanya menjadi Rumah Sakit Tentara

Teritorium VII.

Pada tanggal 1 Juni 1957 dengan berubahnya TT VII menjadi Komando

Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST) yang kemudian

berubah nama menjadi Kodam XIV Hasanuddin, maka Rumah Sakit pun

berubah nama dari RST TT. VII menjadi Rumkit KDMSST kemudian menjadi

Rumah Sakit Kodam XIV/Hn Pelamonia. Dan kini dikenal dengan nama

Rumkit Tk.II Pelamonia

Secara tehnis medis Rumkit Tk.II Pelamonia dibawah pembinaan

Kesehatan Daerah Militer (Kesdam). Kesdam dan Rumah Sakit sesuai DSPP

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Darat nomor KEP / 76 / X / 1985 tanggal 28 Oktober 1985.

Pada tahun 2004 mengalami perubahan (validasi) organisasi berdasarkan

Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat nomor:

Kep / 69 / XII / 2004 tanggal 24 Desember 2004 tentang Organisasi dan Tugas

Kesehatan Komando Daerah Militer (Orgas Kesdam).

Peranan Rumkit TNI-AD. Rumah Sakit TNI-AD adalah fasilitas

kesehatan TNI-AD yang menyelenggarakan upaya kesehatan untuk

mendukung tugas pokok TNI-AD dengan berperan sebagai berikut:

1. Membina kesehatan prajurit dan PNS serta membina aspek kesehatan

satuan-satuan TNI diwilayahnya sehingga selalu siap tugas.


2. Membina kesehatan keluarga Prajurit dan PNS sehingga mencapai derajat

kesehatan yang optimal, terayomi.


3. Memberikan pelayanan kesehatan bagi prajurit, PNS dan keluarganya

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan personel.


29

4. Melaksanakan fungsi sosial dengan mengadakan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, dalam rangka pemanfaatan

kapasitas lebih Rumkit , tanpa mengabaikan pelayanan kesehatan bagi

pasien yang berhak.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Tk.II Pelamonia Makassar. pada tanggal

15 Oktober s/d 02 November 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan penelitian deskriptif

analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, merokok

dan obesitas. Penelitian menggunakan pendekatan Cross Sectional dengan

melakukan pengukuran/pengamatan pada saat yang bersamaan. Penyajian data

dalam bentuk tabel sebagai berikut:

1. Karakteristik responden

a. Umur

Tabel 4.1 :
Distribusi Frekuensi menurut Kelompok Umur

No Umur Frequency(N) Percent(%)


1 30-35 tahun 4 20
2 36-40 tahun 6 30
3 > 40 tahun 10 50
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2016

Dari table 4.1 di atas menunjukan bahwa umur responden

tertinggi terdapat pada umur >40 tahun yaitu sebanyak 10 orang (50

%), diikuti umur 36-40 tahun sebanyak 6 orang (30%) sedangkan


30

responden yang berumur 30-35 tahun menempati urutan terendah yaitu

sebanyak 4 orang (20%).

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 :
Distribusi Frekuensi menurut jeinis kelamin

No Jenis kelamin Frequency(n) Percent(%)


1 Laki-laki 10 50
2 Perempuan 10 50
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2016

Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa ada 20 responden, yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang (50%) sedangkan

responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (50%).

c. Agama

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi menurut agama Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Kab. Gowa

No Agama Frequency Percent


1 Islam 17 85
2 Non Mulim 3 15
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2016

Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa ada 20 responden, semua

responden beragama Islam

2. Analisa Univariat
a. Pengetahuan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi menurut pengetahuan

No pengetahuan Frequency(n) Percent(%)


31

1 Baik 12 60
2 Kurang 8 40
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2016

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden,

yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 12 orang (60%) dan yang

mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (40%)

b. Merokok

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi menurut merokok

No Merokok Frequency(N) Percent(%)


1 Ada riwayat 14 70
2 Tidak ada 6 30
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2016

Dari tabel 4.5 di atas meunjukkan bahwa dari 20 responden, yang

mempunyai riwayat merokok sebanyak 14 orang (70%) dan yang

mempunyai tidak ada riwayat merokok sebanyak 6 orang 30%).

c. Obesitas

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi menurut obesitas

No Obesitas Frequency(N) Percent(%)


1 Tidak ada riwayat 6 30
2 Ada riwayat 14 70
Total 20 100
32

Sumber : Data Primer, 2015

Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden, yang

memiliki tidak ada riwayat obesitas 6 orang (30%) dan yang memiliki

riwayat obesitas sebanyak 14 orang (70%).

3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable

independen dan dependen, menggunakan uji statistic chi square dengan nilai

kemaknaan ( = 0,05), didapatkan hasil sebagai berikut;

a. Hubungan pengetahuan dengan penyakit DM

Tabel 4.7
Distribusi hubungan pengetahuan dengan penyakit Diabetes
Melitus
penyakit Diabetes Melitus p
Baik Kurang Total
N Pengetahuan
n % n % N %
o
1 Baik 7 35 5 25 12 60 0,001 0,05
2 Kurang 4 20 4 20 8 40
3 Total 100
Sumber : Data Primer, 2016
Berdasarkan table 4.7 di atas menunjukan bahwa responden yang

mempunyai pengetahuan baik dengan penyakit Diabetes Melitus sebanyak

7 orang (35%). Sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan baik

dan penyakit kurang resiko Diabetes Melitus sebanyak 5 orang (25%). Dan

reesponden yang mempunyai pengetahuan kurang dan penyakit Diabetes

Melitus sebanyak 4 orang (20%). Sedangkan responden yang mempunyai

pengetahuan kurang dan penyakit Diabetes Melitus kurang sebanyak 4

orang (20%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-Square adalah

p = 0,001 dengan tingkat kemaknaan = 0,05 yang berarti p < 0,05 maka
33

ha diterima dan ho ditolak, dengan demikian ada hubungan antara

pengetahuan dengan penyakit Diabetes Melitus di RS Tk.II Pelamonia

Makassar.

b. Hubungan merokok dengan penyakit Diabetes Melitus

Tabel 4.8
. Distribusi hubungan merokok dengan penyakit Diabetes
Melitus
Penyakit Diabetes Melitus p
Ya Tidak Total
No
Merokok
N % N % N %
1 Ada 8 40 6 30 14 70 0,010 0,05
riwayat
2 Tidak ada 2 10 4 20 6 30
3 Total 100
Sumber : data primer 2016

Berdasarkan table 4.8 di atas menunjukan bahwa responden yang

mempunyai riwayat merokok dan ada penyakit Diabetes Melitus sebanyak

8 orang (40%). Sedangkan responden yang mempunyai riawayat Merokok

dan tidak ada penyakit Diabetes Melitus kurang sebanyak 6 orang (30%).

Dan reesponden yang mempunyai tidak riwayat Merokok dan penyakit

Diabetes Melitus baik sebanyak 2 orang (10%). Sedangkan responden yang

tidak ada riwayat Merokok dan tidak ada penyakit Diabetes Melitus

sebanyak 4 orang (20%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-

Square adalah p = 0,010 dengan tingkat kemaknaan = 0,05 yang berarti p

< 0,05 maka ha diterima dan ho ditolak, dengan demikian ada hubungan

Merokok dengan penyakit Diabetes Melitus di RS Tk.II Pelamonia

Makassar.

c. Hubungan obesitas dengan penyakit Diabetes Melitus


34

Tabel 4.8 :
Distribusi hubungan obesitas dengan penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Diabetes Melitus P
Ya Tidak Total
No Obesitas
N % N % N %

1 tidak ada 3 15 3 15 6 30 0,001 0,05


2 Ada 8 40 6 30 14 70
riwayat
3 Total 100
Sumber : data primer 2016

Berdasarkan table 4.8 di atas menunjukan bahwa responden yang

mempunyai tidak ada riwayat obesitas beresiko penyakit Diabetes Melitus

sebanyak 3 orang (15%). Sedangkan responden yang mempunya riwayat

obesitas beresiko penyakit Diabetes Melitus baik sebanyak 8 orang (40%).

Dan responden yang tidak ada obesitas dan tidak beresiko penyakit

Diabetes Melitus kurang sebanyak 3 orang (15%). Hasil uji statistik

dengan menggunakan uji chi-Square adalah p = 0,001 dengan tingkat

kemaknaan = 0,05 yang berarti p < 0,05 maka ha diterima dan ho ditolak,

dengan demikian ada hubungan antara obesitas dengan penyakit Diabetes

Melitus di RS Tk.II Pelamonia Makassar.

C. Pembahasan

1. Hubungan obesitas dengan penyakit Diabetes Melitus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang

mempunyai obesitas tidak beresiko dan penyakit Diabetes Melitus baik

sebanyak 3 orang (15%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-

Square adalah p = 0,001 dengan tingkat kemaknaan = 0,05 yang berarti

p < 0,05 maka ha diterima dan ho ditolak, dengan demikian ada hubungan

antara penyakit Diabetes Melitus di RS Tk.II Pelamonia Makassar.


35

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus.

Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi

insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula

dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan Diabetes

Melitus. Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 cenderung

memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit Diabetes Melitus.

Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotens iuntuk terserang Diabetes

melitus. Genetik Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya

pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Kerusakan pada salah

satu bagian otak Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan

terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus, Sebuah

kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungn dengan bagian-

bagian lain dari otak dan kelenjar di bawah otak. Pola Makan Berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat

badan normal terhadap isyarat lapar eksternal,seperti rasadan bau

makanan, atau saatnya waktu makan. Untuk mengihdari terjadinya

obesitas ada beerapa yang dilakukan adalah Tingkat aktifitas dan olahraga

secara umum Angka metabolisme basal atau tingkat energi yang

dibutuhkan untuk mempertahankanfungsi minimal tubuh. Pengaruh

emosional Sebuah pandangan popular adalah bahwa obesitas bermula dari

masalah emosional yang tidak teratasi dan Lingkungan Faktor lingkungan

ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk(Hasdianah,

2012):
36

2. Hubungan Pengetahuan dengan penyakit Diabetes Melitus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang

mempunyai pengetahuan baik dengan tingakat kemandirian baik sebanyak

7 orang (35%). Sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan baik

dan kurang sebanyak 5 orang (25%). Hasil uji statistik dengan

menggunakan uji chi-Square adalah p = 0,001 dengan tingkat kemaknaan

= 0,05 yang berarti p < 0,05 maka ha diterima dan ho ditolak, dengan

demikian ada hubungan antara pengetahuan dengan penyakit Diabetes

Melitus di RS Tk.II Pelamonia Makassar.

Pengetahuan adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan

kemandirian bagi sesorang. Walau pun jenis aktifitas berubah sepanjang

kehidupan, pengetahuan adalah pusat untuk berpartisipasi dan menikmati

kehidupan. Mempertahankan pengetahuan optimal sangat penting untuk

kesehatan mental dan fisik semua kehidupan.

Menurut Notoadmojo (2003) dalam Wawan A, Dewi M (2011:11).

Pengetahuan merupakan hasil tidak tahu menjadi tahu, ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diproleh dari mata dan telinga.Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi

oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya

dengan pendidikan, dimana di harapkan bahwa dengan pendidikan yang

tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan

tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah


37

mutlak berpengetahuan rendah pula.Hal ini mengingat bahwa peningkkatan

pengetahuan tidak mutlak diproleh dari pendidikan non formal saja

(Wawan A, Dewi M, 2011).

Menurut teori WHO (World Health Organization) yang di kutip

oleh Notoatmodjo (2007) dalam Wawan A, Dewi M (2011), salah satu

bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang di proleh

dari pengalaman sendiri. Makin tinggi sesorang mengetahui banyak tentang

suatu penyakit, maka makin sering dia melakukan pencegahan terhadap

penyakit tersebut.

3. Hubungan Merokok dengan penyakit Diabetes Melitus

Berdasarkan table 4.8 di atas menunjukan bahwa responden yang

mempunyai merokokk kurang dan penyakit Diabetes Melitus baik

sebanyak 8 orang (40%). Sedangkan responden yang mempunyai Merokok

kurang dan penyakit Diabetes Melitus kurang sebanyak 6 orang (30%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-Square adalah p = 0,010

dengan tingkat kemaknaan = 0,05 yang berarti p < 0,05 maka ha diterima

dan ho ditolak, dengan demikian ada hubungan Merokok dengan penyakit

Diabetes Melitus di RS Tk.II Pelamonia Makassar.

Penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan didalamnya, baik

faktor intrinsik maupun dari dalam diri lanjut obesitas. Misanya gangguan

gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop

atau pusing.

Merokok merupakan masalah yan paling sering terjadi. Penyebabnya

multi faktor. Banyak yang berperan didalamnya, baik faktor intrinsik


38

maupun dari dalam diri lanjut obesitas. Misanya gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop atau pusing.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhtumbuhan,

binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktifitas masingmasing. Sehingga yang dimaksud perilaku

manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan

sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar

(Tribowo, Cecep & Mitha E.P, 2013).

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

skiner disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon.

Selanjutnya teori Skinner menjelaskan adanya jenis respon yang di

timbulkan oleh sesorang (Tribowo, Cecep, Mitha E.P, 2013) :


39

BAB VI
PENUTUP.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15

Oktober s/d 02 November 2016 di ruang melati RS Tk.II Pelamonia Makassar

maka dapat di simpulkan sebagai berikut

1. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan terjadinya penyakit Diabetes

Melitus di RS Tk.II Pelamonia Makassar.

2. Ada hubungan merokok dengan terjadinya penyakit Diabetes Melitus di

RS Tk.II Pelamonia Makassar


40

3. Ada hubungan obesitas dengan terjadinya penyakit Diabetes Melitus di

RS Tk.II Pelamonia Makassar.

B. Saran

1. Untuk peneliti. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan peneliti dalam mengembangkan kemampuan melaksanakan

kajian-kajian ilmiah di bidang keperawatan.


2. Untuk instansi tempat penelitian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

pedoman bagi petugas perawat dalam meningkatkan kinerja dalam

mendokumentasikan asuhan keperawatan.


3. Untuk profesi keperawatan. Hasil penelitian ini sebagai dasar untuk

mengembangkan bagi profesi keperawatan dalam mendokumentasikan

asuhan keperawatan.
4. Untuk institusi pendidikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya pengetahuan dan merupakan salah satu sumber bahan bacaan.


5. Untuk peneliti selanjutnya. Sebagai dasar dan pendorong bagi peneliti
40
selanjutnya dalam melaksanakan penelitian lanjut tentang kinerja perawat

dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan .

Anda mungkin juga menyukai