Anda di halaman 1dari 3

Suatu ketika pada jaman dahulu kala tersebutlah dua orang suami istri beserta anaknya

yang pekerjaan mereka sehari-hari adalah bertani. mererka hidup berasal dari bertani dan
mengerjakan lahan mereka dengan tekun dan rajin. sehingga mereka selalu berkecukupan.
mereka tinggal di daerah yang disebut di Paulinan (Linuh) yang sekarang terkenal dengna
bendungannya, sebuah perkampungan di kecamatan Bungur, Kabupaten Tapin.

Pada suatu hari, kedua petani tersebut mencari ikan di batang(sungai) sebagai lauk
untuk makan pada hari itu. Peralatan yang digunakan untuk mencari atau menagkap ikan
tersebut adalahtangguk (alat penangkap ikan yang terbuat dari bambu yang dipotong kecil-kecil
dan disusun sedemikian rupa.

Setelah sekian lama mencari ikan di batang tersebut, tidak ada satu ekor ikan pun yang
masuk ke dalam tangguk mereka. Mereka hampir putus asa dengan keadaan tersebut. Tetapi
kemudian sang suami mendapatkan sebiji telur besar, dengan senangnya dia bergegas
menghampiri istrinya dan sambil memperlihatkan telur yang diperoleh kepada istrinya. Namun,
ternyata sang istri justru menyarankan agar telur tersebut dibuang, walau dengan berat hati
dan perasasaan kecewa, tapi demi sang istri telur tersebut akhirnya dibuang oleh sang suami ke
arah hulu sungai.

Petani tersebut kembali melanjutkan mencari ikan dengan tangguknya dan berharap
segera mendapatkan ikan untuk dimakan pada hari ini. Namun ternyata usaha mereka sia-sia
belaka. Tapi anehnya telur yang tadinya dibuang kembali lagi masuk ke dalam tangguk mereka.
Karena hari sudah mulai siang dan ikan tidak juga didapat, maka akhirnya mereka memutuskan
membawa telur tesebut ke rumah untuk dimakan sebagai pengganti ikan.

Dalam perjalanan pulang, sambil berbincang-bincang sang suami menjelaskan kepada


sang istri kalau dia tak perlu risau tidak mendapatkan ikan, karena mereka sudah mendapatkan
telur sebagai pengganti ikan dan inilah rejeki mereka pada hari ini. Setelah sampai di rumah
telur pun dimasak oleh sang istri untuk menjadi lauk saat makan nanti.

Pada waktu makan bersama, sang istri dan anaknya tidak mau memakan telur yang
tadinya dimasak karena takut dengan keadaan telur yang berbeda dari telur biasanya, telur ini
berukuran besar sehingga menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dari sang istri. Daripada
tidak ada yang mau memakan telur yang tadinya dimasak, maka sang suami itu sendiri yang
memakannya. Usai memakan telur tesebut tiba-tiba timbul rasa gatal-gatal disekujur tubuhnya
dan dari kulit sang suami itu muncul sisik-sisik yang menyerupai seperti sisik naga. Lama-
kelamaan berubah menjadi seekor naga yang berwarna Putih dan semakin hari sang naga
semakin bertambah besar. Akibat perubahan tersebut, keluarga petani merasa tidak nyaman
dengan keadaan itu. Kemudian naga tersebut diturunkan ke tanah melalui tangga dari dua buah
batang pinang muda yang dibuatkan oleh keluarganya dan sampai kesebuah parit kecil.

Sang naga kemudian melakukan perjalanan ke hilir. Dalam perjalanannya, ia terus


menggerakkan tubuhnya yang besar. Akibat dari itu, parit yang tadinya kecil berubah menjadi
sebuah sungai yang lebar dan panjang. Konon ceritanya, itulah legenda terjadinya sungai yang
membelah kota Rantau dan kemudian di sebut sungai Tapin.

Perjalanan yang dilakukan oleh sang naga cukup jauh dari hulu (Paulaian-Linuh) ke hilir
dan sampai ke Muara Tabirai. Ternyata di Muara tabirai ini ada terdapat liang (lubang besar)
dan kerena kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang, maka sang naga memutuskan
untuk beristirahat dan tertidur di dalam liang yang baru ditemukannya. Padahal, liang yang
ditempati oleh sang naga Putih tersebut adalah tempat tinggal dari seekor naga yang
berwarna Habang (merah ) yang tadinya pergi mencari makan.

Ketika naga Habang kembali, dia terkejut karena di dalam liangnya sudah terdapat
seekor naga yang berwarna Putih, sehingga naga Habang menjadi marah. Kedatangan naga
Habang ke dalam liangnya, membuat naga Putih terkejut sehingga terbangun dari tidurnya.
Naga Habang tidak terima karena liangnya ditempati oleh naga Putih sehingga terjadi
perkelahian yang sangat hebat. Namun perkelahian ini tidak seimbang karena naga Putih tidak
mempunyai taring seperti naga Habang, sehingga perkelahian ini dimenangkan oleh naga
Habang. Kekalahan ini membuat naga Putih harus meninggalkan liang yang baru didapatnya.
Naga Putih kembali ke hulu menemui istrinya dan mengadukan perihal kekalahannya dalam
perkelahian melawan naga Habang di liang yang baru ditemukannya. Untuk merebut kembali
liang yang ditemukan oleh naga Putih tersebut, dia disarankan oleh sang istri agar memasang
pisau yang tajam dikiri dan kanan mulutnya agar menyerupai sepasang taring milik naga
Habang. Saran ini disetujui oleh naga Putih dan meminta kepada istrinya untuk membantu
memasangkan pisau tersebut ke kiri dan kanan mulutnya sebagaimana yang disarankan oleh
sang istri.

Setelah pisau terpasang, naga Putih kembali menuju ke liang untuk menuntut balas atas
kekalahannya kepada naga Habang. Mereka kembali melakukan perkelahian, pada perkelahian
ini naga Habang mengalami luka disekujur tubuhnya akibat taring (pisau) yang dimiliki oleh
naga Putih, sehingga naga Habang dapat dikalahkan oleh naga Putih. karena banyaknya luka
yang dialami oleh naga Habang, sehingga dia tewas di tangan naga Putih. akibat banyaknya
darah yang dikeluarkan oleh naga Habang pada saat perkelahian, seketika itu pula air sungai
berubah menjadi merah berkilauan dan memantulkan cahaya beraneka ragam warna yang
indah merona di langit senja.

Setelah pertarungan usai, di bergegas kembali menuju ke hulu unutk memberikan kabar
gembira kepada sang istri bahwa dia telah dapat mengalahkan naga Habang bahkan membuat
naga Habang tewas. Sang istri juga ikut merasa bahagia atas kemenangan yang didapat oleh
sang suami (naga Putih). kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena sang suami menyadari
kalau mereka tidak mungkin bersatu dan hidup bersama lagi. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan wujud diantara mereka.

Derai air mata dan isak tangis diantara mereka tidak bisa dibendung lagi. Sebagai tanda
kecintaan dan kesetiaan naga Putih terhadap anak dan istrinya, ia meninggalkan pesan terlebih
dahulu kepada keduanya. Pesan tersebut adalah “apabila merasa rindu dan ingin bertemu
kepadaku (naga Putih), maka akan turunlah hujan, panas kemudian rintik dan pada akhirnya
muncul pelangi. selagi masih ada pelangi diangkasa, itu tandanya aku masih hidup dan cinta
suciku selalu untuk kalian. Dan mulai saat ini, panggillah aku(naga Putih) dengan sebutan
“Balahindang”. Balahindang kemudian kembali ke liangnya di Muara Tabirai dan bersemayam
disana.
Suatu ketika pada jaman dahulu kala tersebutlah dua orang suami istri beserta anaknya
yang pekerjaan mereka sehari-hari adalah bertani. mererka hidup berasal dari bertani dan
mengerjakan lahan mereka dengan tekun dan rajin.

Pada suatu hari, kedua petani tersebut mencari ikan di batang(sungai). Setelah sekian
lama mencari ikan di batang tersebut, tidak ada satu ekor ikan pun yang masuk ke dalam
tangguk mereka. Mereka hampir putus asa dengan keadaan tersebut. Tetapi kemudian sang
suami mendapatkan sebiji telur besar, dengan senangnya dia bergegas menghampiri istrinya
dan sambil memperlihatkan telur yang diperoleh kepada istrinya. Namun, ternyata sang istri
justru menyarankan agar telur tersebut dibuang, walau dengan berat hati dan perasasaan
kecewa, tapi demi sang istri telur tersebut akhirnya dibuang oleh sang suami ke arah hulu
sungai.

Pada waktu makan bersama, sang istri dan anaknya tidak mau memakan telur yang
tadinya dimasak karena takut. sang suami itu sendiri yang memakannya. Usai memakan telur
tesebut tiba-tiba timbul rasa gatal-gatal disekujur tubuhnya dan dari kulit sang suami itu
muncul sisik-sisik yang menyerupai seperti sisik naga. Lama-kelamaan berubah menjadi seekor
naga yang berwarna Putih dan semakin hari sang naga semakin bertambah besar.

Kemudian naga tersebut diturunkan ke tanah dan sampai kesebuah parit kecil. Sang
naga kemudian melakukan perjalanan ke hilir. Dalam perjalanannya, ia terus menggerakkan
tubuhnya yang besar. Akibat dari itu, parit yang tadinya kecil berubah menjadi sebuah sungai
yang lebar dan panjang.

Ketika naga Habang kembali, dia terkejut karena di dalam liangnya sudah terdapat
seekor naga yang berwarna Putih, sehingga naga Habang menjadi marah. Kedatangan naga
Habang ke dalam liangnya, membuat naga Putih terkejut sehingga terbangun dari tidurnya.

Perjalanan yang dilakukan oleh sang naga cukup jauh dari hulu (Paulaian-Linuh) ke hilir
dan sampai ke Muara Tabirai. Ternyata di Muara tabirai ini ada terdapat liang (lubang besar)
dan kerena kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang, maka sang naga memutuskan
untuk beristirahat dan tertidur di dalam liang yang baru ditemukannya. Padahal, liang yang
ditempati oleh sang naga Putih tersebut adalah tempat tinggal dari seekor naga yang
berwarna Habang (merah ) yang tadinya pergi mencari makan.

Naga Habang tidak terima karena liangnya ditempati oleh naga Putih sehingga terjadi
perkelahian yang sangat hebat dan perkelahian ini dimenangkan oleh naga Habang. Kekalahan
ini membuat naga Putih harus meninggalkan liang yang baru didapatnya. Untuk merebut
kembali liang tersebut, dia disarankan oleh sang istri agar memasang pisau yang tajam dikiri
dan kanan mulutnya agar menyerupai sepasang taring.

Setelah pisau terpasang, perkelahian kedua terjadi, karena banyaknya luka yang dialami
oleh naga Habang, ia tewas di tangan naga Putih. Sebagai tanda kecintaan dan kesetiaan naga
Putih terhadap anak dan istrinya, ia meninggalkan sebuah pesan. Dan mulai saat ini, dia
dipanggil dengan sebutan “Balahindang” yang tinggal di Muara Tabirai

Anda mungkin juga menyukai