Anda di halaman 1dari 5

Hikayat Danau Toba

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja
walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya
yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih
hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-
mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa
saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya.
Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.

Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-
merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan.
“Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi
memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya,
ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud
menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.

“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena
telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak
keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk.
Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu
mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar
maka akan terjadi petaka dahsyat.danautoba3

Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani
tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat
bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan
mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya,
petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan
sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti
memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani
dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.

Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan
seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa
diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi
agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu
merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.

Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan
orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak
mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada
istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang
baik,” puji Puteri kepada suaminya.

Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari,
Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang
bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil
menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola.
Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu
diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.

Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap.
Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat
deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat
tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau.
Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya
dikenal dengan nama Pulau Samosir.

Moral : Jadilah seorang yang sabar dan bisa mengendalikan emosi. Dan juga, jangan melanggar
janji yang telah kita buat atau ucapkan.
Hikayat Sangkuriang, Legenda Gunung Tangkuban Perahu

Salah satu cerita rakyat yang terkenal di Indonesia adalah cerita tentang Sangkuriang. Legenda
dari tanah Sunda ini mengisahkan tentang asal terbentuknya gunung Tangkuban Perahu dan
beberapa gunung yang mengelilingi kota Bandung.

Kisahnya berawal dari dunia dewa. Di kahyangan, ada sepasag dewa dewi yang melakukan
kesalahan sehingga keduanya dihukum oleh Sang Hyang Tunggal untuk turun ke bumi dan
dikutuk menjadi hewan. Sang dewa dikutuk menjadi anjing dengan nama Tumang, dan sang
dewi dikutuk menjadi babi hutan dengan nama Wayung Hyang.

Akibat perjalanan yang jauh dan tidak jelas, Wayung Hyang merasa sangat kehausan. Tiba-tiba
babi hutan tersebut menemukan sebuah batok kelapa. Iapun segera meminum air yang berada di
batol tersebut. Babi hutan tak tahu bahwa air itu sebenarnya merupakan air seni Raja Sungging
Perbangka sewaktu berburu di hutan.

Selang beberapa waktu kemudian, keajaiban terjadi, babi hutan itu mendadak hamil hingga
akhirnya melahirkan bayi perempuan yang cantik. Tetapi karena panik, si bayi ditinggalkan
begitu saja oleh sang babi. Untuk saja sang raja yang sering berburu di hutan tersebut
menemukan si jabang bayi. Raja kemudian mengambil dan merawat si jabang bayi yang
sebenarnya adalah putri kandungnya sendiri.

Bayi cantik tersebut dibawa dan dibesarkan di istana, dan diberi nama Dayang Sumbi alias
Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sehingga banyak pria yang
ingin meminangnya. Namun, Dayang Sumbi tidak tertarik pada semua pinangan tersebut,
sehingga hal itu malah menimbulkan peperangan di antara para pria peminang karena mereka
berebut ingin mendapatkan Dayang Sumbi.

Akibat huru hara yang disebabkan oleh dirinya, Dayang Sumbi merasa resah. Ia kemudian
meminta ijin kepada sang ayah untuk pergi mengasingkan diri ke sebuah bukit. Ia hanya ingin
ditemani si Tumang. Di masa pengasingannya, Dayang Sumbi mengisi waktu degan menenun di
atas bale-bale, torak yang digunakannya terjatuh. Tubuh yang sedang leleah dan malas
membuatnya berkata bahwa siapa saja yang bisa mengambilkan torak itu, bila lai-laki akan ia
jadikan suami, dan bila perempuan akan ia jadikan saudara.

Tak disangka, yang mengambilkan torak adalah si Tumang. Mau tidak mau, Dayang Sumbi pun
harus memenuhi janjinya dan menikah dengan di tumang yang sebenarnya adalah seorang Dewa
yang tampan dan gagah. Sementara itu di kerajaan, ayahnya yang mendengar kabar tersebut
merasa sangat malu, sehingga Dayang Sumbi kembali diasingkan ke hutan.

Kehidupanpun berjalan seperti biasa bersama Dayang Sumbi dan si Tumang di hutan. Pada saat
malam bulan purnama, Dayang Sumbi terkejut karena si Tumang berubah ke wujud aslinya. Ia
sempat tidak percaya dan menganggap bahwa itu semua hanyalah mimpi. Namun akhirnya, ia
memahami siapa si Tumang yang sebenarnya. Dayang Sumbi akhirnya hamil dan melahirkan
seorang anak laki-laki yang tampan. Anak laki-laki tersebut diberi nama Sangkuriang. Seiring
dengan berjalannya waktu, Sangkuriang tumbuh menjadi laki-laki tampan dan kuat.

Suatu hari Dayang Sumbi yang sedang ingin makan hati menjangan (kijang) menyuruh
Sangkuriang untuk berburu sambil ditemani si Tumang. Tapi setelah sekian lama pergi ke hutan,
Sangkuriang tidak menemukan satu hewanpun. Sampai akhirnya ia melihat seekor babi hutan
yang sedang berlari. Sangkuriang pun menyuruh si Tumang untuk mengejarnya. Namun si
Tumang hanya diam saat melihat bai hutan tersebut, karena ia tahu babi hutan itu adalah Wayung
Hyang yang sebenarnya adalah nenek dari Sangkuriang. Kesal melihat si Tumang yang diam
saja, Sangkuriang pun menakut-nakuti si Tumang dengan panahnya. Tapi ternyata, anak panah
itu betul-betul terlepas dan mengenai si Tumang.

Sangkuriang yang kebingungan dan belum mendapatkan hewan buruan, langsung menyembelih
si Tumang dan mengambil hatinya untuk diberikan kepada sang ibu. Dayang Sumbi sangat
senang dapat memakan hati hasil buruan anaknya. Tapi setelah mengetahui hati yang
dimakannya ialah hati si Tumang, ia sangat marah karena sebenarnya si Tumang adalah ayah
dari Sangkuriang. Saking marahnya ia memukul Sangkuriang dengan sendok yang terbuat dari
tempurung kelapa sampai kepala Sangkuriang terluka dan berdarah.

Sangkuriang yang tidak mengetahui kalau Tumang adalah ayahnya , merasa ketakutan melihat
sang ibu marah besar. Maka Sangkuriang pergi meninggalkan rumah dan tidak kembali. Dayang
Sumbi merasa bersalah telah membuat anaknya pergi dari rumah. Ia hanya bisa berdoa kepada
Sang Hyang Tunggal untuk mempertemukan kembali dengan anak semata wayangnya.

Setelah pergi meninggalkan rumah, Sangkuriang sendiri pergi mengembara sambil berguru pada
banyak pertapa sakti sehingga kini ia menjadi pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa.
Setelah beberapa lama mengembara ke berbagai tempat, tanpa ia sadari, ia tiba kembali di tempat
Dayang Sumbi, yaitu tempat dimana ia dibesarkan.

Di sana ia bertemu dengan putri cantik yang tanpa ia ketahui bahwa putri tersebut adalah ibu
kandungnya sendiri, yaitu Dayang Sumbi. Kecantikan Dayang Sumbi yang awet didapatkannya
dari hasil bertapanya selama ia ditinggal Sangkuriang. Selama itu pula, Dayang Sumbi hanya
memakan tanaman mentah sehingga ia terlihat awet muda.

Mulanya, Dayang Sumbi juga tidak menyadari bahwa pemuda tampan tersebut adalah anaknya
yang selama in pergi meninggalkannya. Maka keduanya saling jatuh cinta. Namun pada suatu
hari, Dayang Sumbi yang sedang menyisir rambut Sangkuriang melihat sebuah bekas luka di
kepala Sangkuriang. Seketika itu juga, Dayang Sumbi teringat akan kejadian beberapa tahun
silam saat ia memukul kepala anaknya dengan sendok. Setelah ia mengetahui bahwa ternyata
pemuda tampan tersebut adalah Sangkuriang, anak kandungnya, maka Dayang Sumbi segera
memberi tahu kebenarannya.
Namun, meskipun sudah diberitahu oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang tetap memaksa untuk
menikahinya. Dayang Sumbi menolaknya. Dayang Sumbi pun memberikan sebuah syarat
pinangan yang tidak mungkin bisa dipenuhi. Ia menyuruh Sangkuriang untuk membuat perahu
dan telaga (danau) dengan membendung sungai Citarum dalam waktu semalam. Sangkuriang
yang sudah terlanjur jatuh cinta dengan ibunya itu langsung menyanggupi dan mengerjakan
permintaan tersebut dengan bantuan teman-teman jinnya.

Sangkuriang kemudian membuat perahu dari sebatang pohon yang tumbuh di timur, yang
menurut banyak orang tunggul dari pohon tersebut kini menjadi gunung Bukit Tunggul.
Sementara rating pohon yang ditumpuknya di sebelah barat kini menjadi gunung Burangrang.
Karena dibantu oleh mahkluk halus, Sangkuriang hampir menyelesaikan seluruh permintaan dari
Dayang Sumbi. Tapi, Dayang Sumbi yang tidak ingin menikah dengan Sangkuriang terus berdoa
kepada Sang Hyang Tunggal agar sangkuriang tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya.

Dayang Sumbi pun mengibaskan kain hasil tenunannya, seketika kain putih itu bercahaya seperti
fajar yang terbit dari timur. Jin yang membantu Sangkuriang mengira bahwa hari telah mulai
pagi sehingga mereka pergi ketakutan. Sangkuriang yang kesal karena hampir menyelesaikan
semuanya itu langsung menjebol bendungan danau yang berada di Sanghyang Tikoro. Sumbat
danau ia lemparkan ke arah timur dan kini menjadi gunung Manglayang. Adapun perahu yang
telah jadi ditendangnya ke arah utara dan kini menjadi gunung Tangkuban Perahu. (dari buku
Hikayat Bumi Jawa, Agustina Soebachman)K

Anda mungkin juga menyukai