Anda di halaman 1dari 26

SISI GELAP PELAYANAN

KEFARMASIAN DI INDONESIA
Gambaran Kesenjangan Tenaga Kesehatan
Depkes, 2011

Jenis Tenaga Kerja Keadaan Saat Ini Kebutuhan Kekurangan


Dokter Spesialis 5.610 6.131 -521
Dokter Umum 14.934 11.675 3.259
Dokter Gigi 6.140 8.986 -2.846
Perawat 78.215 67.361 -10.754
Bidan 83.222 41.322 41.900
Perawat Gigi 7.685 8986 -1.301
Apoteker 1.368 2.689 -1.321
Asisten Apoteker 5.963 8.986 -3.203
Kesehatan Masyarakat 6.397 8.986 -2589
Sanitarian 8.644 8.986 -342
Gizi 7.565 8.986 -1.421
Program Pendidikan
Profesi Apoteker
26 UNIVERSITAS

ASUMSI
Setiap Unversitas meluluskan
200 apoteker tiap tahun

200 X 26 =
5.200 pertahun
Wakil Sekertaris Jenderal PP ISFI
Drs. Arel St. Iskandar, MM Apt.
(2013)

“ Rasio ideal antara jumlah


penduduk dengan tenaga
apoteker di Indonesia adalah
satu berbanding sepuluh
ribu


Kenapa harus Apoteker?

99,42% Obat Memenuhi Syarat dan 0,58% Tidak Memenuhi Syarat


(TMS) dari 17.803 sampel.
Jumlah recall menurun dari tahun-tahun sebelumnya

1
BPOM 2012

Penyiapan UDD untuk pasien rawat inap oleh apoteker menurunkan


kejadian meder di bangsal gynaecology-urology (3.24% vs. 0.52%),
orthopaedic (2% vs. 1.69%) and neurology-pneumology (2.81% vs.

2
2.02%) Martínez-López de Castro (2009)

Kontribusi positif apoteker terhadap jaminan kualitas terapi obat di


ruang rawat. (7 dari 8 dokter dan seluruh perawat mengakui hal
tersebut).

3
Kjeldby (2009)

Apoteker mengidentifikasi 137 masalah terkait obat dari 384 lembar


pemberian obat. 41% dosis, 30,4% pemilihan obat, 27,8%
Kebutuhan monitoring penggunaan obat.

4
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi
PP 51, tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian)

Pengadaan Sediaan Farmasi

Produksi Sediaan Farmasi

Distribusi atau Penyaluran Sediaan


Farmasi

Pelayanan Sediaan
Farmasi
PERMASALAHAN
MASALAH
Medication Error

1. 1. Prescribing
2. Transcribing

PRE 3. Dispensing
4. Administering
0% 10% 20% 30% 40% 50%
SCRIBING Fase medication error Persentase
(JAMA, 2005)

Prescribing 63,6
Inscriptio 58,5
Invocatio 0
Prescriptio 63,6
Signatura 25,4
Subscritio 0
Pro 81,9
RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi. (Juni-oktober 2016)
Fase medication error Penyebab Presentase
Prescribing Tidak ada bentuk sediaan 74,53%
Tidak ada dosis sediaan 20,87%
Tidak ada umur pasien 62,87%
Tulisan resep tidak terbaca 6,5%
PRESCRIBING DI POLI INTERNA RSUD BITUNG (Manado)
Fase yang berpotensi medication error
Tulisan resep tidak terbaca 0,3% Tidak ada dosis pemberian obat 89%
Nama obat berupa singkatan 12% Transcribing Tidak ada rute pemberian 21% 21%
Tidak ada dosis pemberian 39% Tidak ada bentuk sediaan 14%
Tidak ada jumlah pemberian 18%
Dispensing Pemberian etiket tidak lengkap 61%
Prescribing Tidak ada aturan pakai 34%
Tidak menuliskan satuan dosis 59% RSUP Fatmawati, Jakarta (Mei-Juni 2013)
Tidak ada bentuk sediaan 84%
Tidak ada rute pemberian 49%
Tidak ada tanggal permintaan resep 16%

(Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia


Nomor : Po. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014)

Dari hal tersebut seharusnya prescribing error yang merupakan penyebab


terjadinya medication error dapat dihindari
2. GUIDEKEEPER

Terjadinya ± 92 % masyarakat Ketidaktepatan serta


Resistensi mengakibatan
resistensi Indonesia tidak ketidak rasionalan
semakin lama penyakit,
mencapai 80% menggunakan penggunaan
risiko komplikasi dan
didunia antibiotika secara antibiotik merupakan
kematian, juga
(WHO, 2014) tepat. penyebab paling
peningkatan biaya dan
(KEMENKES) utama menyebarnya
waktu yang terbuang
mikroorganisme
(APUA, 2011;
resisten.
Beuke C.C., 2011).
(WHO, 2012)
MASALAH

95% apoteker tidak


3.
hadir di apotek pada
saat jam buka apotek RENDAHNYA
(IAI, 2010)
PELAYANAN FARMASI PELAYANAN
a. Visite apoteker
(Pedoman Visite kemenkes
RI, 2011)
a. Waktu kerja
(UU No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan)
a. Home pharmacy care
(dirjen Binfar, 2008)
Indikator mutu layanan farmasi terdiri dari 4 aspek
 waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤15 menit dan obat racik ≤30 menit
 tidak terdapatnya kesalahan obat (100%)
 kepuasan pelanggan ≥80%
 Penulisan resep sesuai formularium = 100%
(Standar pelayanan minimal rumah sakit, Dirjen Yanmed, Depkes RI, 2007)
SOLUSI
Implementasi
dengan Kebijakan
Identifikasi
Masalah
1 4 3

Memunculkan
Gagasan
2 3 Analisis
Lingkungan
Integrasi Sistem obat
Peresepan dan komunikasi antar tenaga kesehatan
sangat dibutuhkan, dengan tetap menjaga koridor
kerahasiaan dan wewenang masing masing pihak.

E-Prescribing
Resep yang ditransmisikan menggunakan media
elektronik, yang menghubungkan berbagai informasi
antara dokter, alat pembuat resep elektronik, apotek,
bagian keuangan, atau rencana kesehatan baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
(Kusmarini dkk,2011).
Analisis Bivariat

Status
Std. Std. Error
pelaksanaan resep N Mean
Deviation mean
elektronik
Sebelum e- 192 27.12 28.092 2.027
Selisih prescribing
waktu
peresepan Setelah e- 340 15.53 10.916 0.592
prescribing

Prescribing
192 resep
Rata-rata waktu tunggu 27,12 menit

E-prescribing
340 resep
Rata-rata waktu tunggu 15,53 menit.
(Widjaya, 2013)
E-Prescribing Setiap
apoteker dan
dokter
terdaftar
memiliki ID
E-Prescribing
1. Resep elektronik secara nasional
E-Prescribing 2. Dapat mengecek interaksi obat
3. Sistem terpusat bisa dipakai smua layanan
kesehatan dimanapun
4. Mencatat riwayat sakit dan konsumsi obat
pasien
5. Pemilik ID admin, dokter, apoteker
6. Terhubung dengan e-HR atau electronic
health record
7. Memberikan media komunikasi antar
tenaga medis
8. Mengurangi kemungkinan hilangnya resep
9. Memberikan akses data untuk semua
tenaga
10. Mengatasi kesalahan dalam pembacaan
resep
Kartu
1. Kartu yang digunakan adalah kartu BPJS
yang digunakan oleh seluruh warga negara
Indonesia
2. Nomor ID e-prescribing yang digunakan
adalah nomor ID BPJS
3. Untuk akses pengobatan dan riwayat
pasien diperlukan nomor PIN
Melakukan dokumentasi
pengguna bpjs dan
mengoptimalkan data
tenaga medis

Pembuatan sistem operasi


penunjang yang terintegrasi
Melakukan sosialiasi dan
training

Membuat daerah
percobaan sebagai trial
sistem, evaluasi dan
implementasi
2019
Software e-prescribing
selesai dan BPJS telah
dimiliki warga se-Indonesia
2025
Uji coba untuk wilayah
daerah

2025
Pengadaan evaluasi dan
mulai penerapan se-
Indonesia

2030
E-prescribing diterapkan
seindonesia
Rencana
Potensial Lingkungan
kedepan Hambatan
Ceklist keadaan pasien koridor kewenangan penggunaan data E-prescribing sudah ada
pasiena
Mendukung obat itu sistem data berupa BPJS
bersifat individu atau khas Sistem e prescribing membutuhkan sarana
Belum ditunjang sistem yang
gawai dan internet yang memadai terintegrasi
Cek kinerja tenaga
kesehatan Sistem keamanan data yang harus diperketat, Belum pelum pernah diadakan
(dilakukan dengan autentikasi dari data BPJS) uji coba sistem semacam ini
sebagai salah satu solusi
Sistem verifikasi keabsahan tenaga kesehatan
(nomor registrasi)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai