Anda di halaman 1dari 10

MACAM-MACAM IMUNISASI

 B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )

Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis (
TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan
nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat
penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya
menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi
lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat
dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan
pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.

 DPT

DIFTERI
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala
Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang
makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot
jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin )
selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis
sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan.
Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan
tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri
dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
PERTUSIS
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah penyakit
infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk
yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-
kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi
melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif adalah
dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak
bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
TETANUS
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat
syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan
timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang
secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi
yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar
terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara
berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang
sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu
kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut
dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak
serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf.
Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah
karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat
berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari
ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat
perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi
selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari
imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun
telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya
diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
Ribuan Murid di Boyolali Diimunisasi
Murid-murid sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), dan murid sekolah luar biasa mulai
kelas I hingga kelas III se-Kabupaten Boyolali, Jateng, akan diberikan imunisasi difteri toksoid
(DT) dan tetanus toksoid (TT) pada 29 Oktober sampai 10 November mendatang. Kepala Dinas
Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali dr Syamsudin MPH kemarin menjelaskan, pemberian
imunisasi kepada murid-murid sekolah tersebut sebagai upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian anak akibat penyakit difteri dan tetanus.
Menurut dia, penyelenggaraan imunisasi itu dikaitkan dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) 2001. Untuk Kabupaten Boyolali, BIAS dilaksanakan sejak 1998 dan berhasil
mengimunisasi 118.457 anak kelas I-VI SD/MI, atau mencapai 100,2% dari anak sekolah hasil
pendataan sasaran. Kemudian, katanya, pelaksanaan BIAS 1999 mencapai 99,9% dari sasaran
sebanyak 115.635 anak. Program tahun 2000, sebanyak 114.074 anak atau 100,3% yang
mendapat suntikan tersebut. Sedangkan BIAS 2001 akan dilaksanakan dengan sasaran yang
berbeda, yakni hanya siswa kelas I-III SD, MI, SDLB, dan SLB, baik negeri maupun swasta.
Menurut Syamsudin, sasaran imunisasi pada BIAS 2001 adalah siswa kelas I diberikan imunisasi
DT, sedangkan untuk murid kelas II dan III diberikan TT. “BIAS tahun keempat ini tetap
mengutamakan mutu pelayanan serta mencegah kejadian ikutan pascaimunisasi,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Sosial yang juga Ketua Panitia Rakor BIAS Kabupaten Boyolali
menambahkan, untuk pelaksanaan BIAS tahun ini telah diadakan pendataan sasaran murid kelas
I, II, III sebanyak 59.647 anak, dan pendataan SD, MI, SDLB, dan SLB 859 anak.
Selain itu, pendataan tenaga pelaksana medis dan paramedis 442 orang, kebutuhan vaksin DT
835 vial dan TT 6.010 vial, alat suntik jarum {disposible] 10.700 buah, {spuit disposible] 5.000
buah, dan paket B-2 BIAS sebanyak 72 paket. Penyakit difteri dan tetanus, kata Syamsudin,
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sehingga Diharapkan dengan penyelenggaraan
BIAS ini dapat mempertahankan pencapaian eliminasi tetanus neonatorum, dan diperoleh
perlindungan anak terhadap penyakit difteri dalam jangka panjang melalui imunisasi DT dan TT
pada anak sekolah.
“BIAS merupakan salah satu upaya pencapaian tujuan imunisasi, yakni menurunkan angka
kesakitan dan kematian anak dari penyakit difteri dan tetanus,” tegas Syamsudin. Bupati
Boyolali Jaka Sriyanta berharap agar pelaksanaan imunisasi didukung semua pihak, baik di
tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten dengan meniadakan pungutan sekecil pun dari
masyarakat. “Jika ada kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) segera ditindaklanjuti. Apabila
tidak bisa diatasi di puskesmas, rujuk ke RS Pandan Arang Boyolali sebagai pusat rujukan
dengan biaya pengobatan secara gratis,” katanya.
sumber: Media Indonesia

 POLIO

Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis.
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan,
imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat
meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan
meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan
menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada
anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa
kejang-kejang.

 RABIES

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit
zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta
sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui
gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka
kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih
belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya
propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula
melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala
Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter
dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan
atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang
diliarkan.
Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan
hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada
Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.
PENANGANAN HEWAN RABIES
Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan
kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas
Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati,
kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan
laboratorium.
GEJALA PENYAKIT RABIES
Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
Sikap hewan tenang ( dum rabies )
TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau
Betadine.
Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

 CAMPAK

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang
bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan
penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada
permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi
bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada
saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan
yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara
pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan
kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali
suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine
penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate
semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998
cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan
merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di
Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB
selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan
dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi
Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun
2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki
tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa
campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir
campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan
effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam
pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI
secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak
positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari
20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun
imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak,
terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-
beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi
penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar
antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan
merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih
panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB
hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus
diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus
sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG
Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan
terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian
campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia,
tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian
2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum
dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium
Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio.
Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan
Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini
(SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan
baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum
memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan
surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai
perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di
setiap daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan
Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan
rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam
terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens
rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering
terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan
karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin
effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara
lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan
vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan
Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi
masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang
belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB
campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans
melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat
dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota.
Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan
mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi
yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa
Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit
Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan
pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan
berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan,
namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun
1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap
episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3
dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa
FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada
kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB
campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun
dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk
memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel
serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama
tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI,
menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan
ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi
selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% –
2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan
koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun
untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur

 HEPATITIS

Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi
antar daerah yang berkisar dari 2,8% – 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk Indonesia adalah
carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan makin
menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg >8% dihimbau oleh WHA untuk
menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah
Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan
menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus
yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu
yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak
terjadi pada anak-anak Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya
berkembang sempurna.

 INFLUENZA

Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza,
yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara,
batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah
sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak berbahaya.
Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit
tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita infleunza tidak dapat bekerja /
bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang
banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun
influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya
penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat
kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus
influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita
sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru (
Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis
lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu dapat
menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara
mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara hidup
sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang cukup. Cara yang
lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan aman dan dapat memberikan
perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun ibadah
haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah terjangkit penyakit
influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat, sementara dengan melakukan
Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada bila jamaah haji sudah terkena penyakit
influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA
Dalam musim haji tahun ini, jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular
penyakit Influenza selama di Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi
sebagai salah satu masalah kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji termasuk
jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal dengan
Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian Flu( 1977 ) dan Flu
Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya kecenderungan peningkatan
jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-akhir ini di Eropah dan Amerika
serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza pada jemaah
Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang datang berhaji dari
seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus Influenza dapat terjadi pada
musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik jemaah yang memperihatinkan dan ruas
perjalanan haji yang panjang serta berbagai pengaruhnya kepada kesehatan. Disamping itu, lebih
kurang dua perlima dari jemaah haji Indonesia termasuk golongan risti. Perdefinisi risti adalah
kondisi/ penyakit pada calon jemaah haji/ jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya
selama perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi
bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat berdampak tidak menguntungkan bagi kesehatan
jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya kewaspadaan serta
upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus mampu berprilaku
semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan menular. Apa
penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus Influenza( yang termasuk
dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type virus penyebab penyakit
Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat menular dan dapat tersebar pada
kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit Influenza
dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya, penularan terjadi
melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau percikan
batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit Influenza
rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan penularan mulai dapat
terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.
Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan
berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka
kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan
adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma
Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat
bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti;
Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh,
kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama
Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza, karena:
penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji dapat memudahkan
penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim dingin dimana penderita
penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah berpenyakit risti dan usia lanjut cukup
besar yang dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi tertular penyakit influenza, kualitas
fisik jemaah haji cukup memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang menjadikan jemaah
cukup rentan tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut meningkatkan
kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular
penyakit Influenza?
Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:
Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat minum( mangkuk/ gelas
) masing-masing.
Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan yang dapat
menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada di Arab Saudi.
Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari terkena percikan air ludah/ liur
yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan dahak, ingus, batuk
dan bersin.
Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan masker baik di
pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan kepada jemaah haji yang sehat.
Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit
Influenza.
Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat – tempat yang
dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan ibadah haji.
Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah ditentukan
selama di Arab Saudi.
Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.

 DEMAM TIFOID (TIFUS)

Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk
melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan
berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga
meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman
kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya.
Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga,
suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu.
Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan
limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi
mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare.
Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam,
yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid,
yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus
kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar.
Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia
terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan
vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek
samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan
segera hilang kemudian.
Tags: imunisasi, vaksinasi
Posted in artikel, kesehatan | 4 Comments »

Anda mungkin juga menyukai