Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni

pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang

telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang

masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk

membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang

lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi okupasi adalah profesi kesehatan yang berpusat pada klien

berkaitan dengan memulihkan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan

melalui pekerjaan (okupasi).Tujuan utama dari terapi okupasi adalah untuk

memungkinkan orang berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari.Terapis Okupasi mencapai hasil ini, bekerja dengan orang-orang dan

masyarakat, untuk meningkatkan kemampuan mereka terlibat dalam

pekerjaan yang diinginkan, dirasaperlu, atau diharapkan untuk melakukan,

atau dengan memodifikasi pekerjaan atau lingkungan agar lebih mendukung

keterlibatan kerja mereka”. (WFOT 2012)

B. Tujuan terapi okupasi

Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009),

adalah:

1. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.


a. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan

kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan

masyarakat sekitarnya.

b. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.

c. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.

d. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan

terapi.

2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak,

sendi, otot dan koordinasi gerakan.

3. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan

sebagainya.

4. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.

5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan

yang dimiliki.

6. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk

mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan

bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.

7. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien

kembali di lingkungan masyarakat.

C. Aktivitas

Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi

okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan,

lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri

(pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).


a. Jenis

Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan,

olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi,

pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan

mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik

pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi

(tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu

(berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan)

(Muhaj, 2009).

b. Aktivitas

Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan

seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan

berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik.

Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai

karakteristik sebagai berikut:

1) Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.

Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.

2) Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada

hubungannya dengan klien.

3) Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa

kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.

4) Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.

5) Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan

harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.


6) Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat

sehingga dapat mandiri.

7) Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.

8) Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian

dengan kemampuan klien.

D. Indikasi terapi okupasi

Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi

okupasisebagai berikut:

a. Klien dengan kelainan tingkah laku,

b. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi

terhadap rangsang tidak wajar.

c. Klien yang mengalami kemunduran.

d. Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.

e. Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.

f. Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada

membayangkan.

E. Karakteristik aktivitas terapi

Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari

aktivitas terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti

tertentu bagi klien, harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat

mencegah bertambah buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup,

dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan minat klien.


F. Analisa aktivitas

Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan

terapi okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak

badan atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan

dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan

disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan terhadap sarana

pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah

direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang

disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.

G. Proses terapi okupasi

Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:

a. Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala,

diagnosis, perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih,

putus asa, marah.

b. Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji

ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.

c. Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat

dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

d. Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan

dengan tujuan terapi.

e. Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi

dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi

rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi


dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai

melaksanakan kegiatan.

H. Pelaksanaan terapi

Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok

tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.

1. Metode

a. Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum

mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang

menjalani persiapan aktivitas.

b. Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang

memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang

nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12

orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil

menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005)

adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat

dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10

orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua

anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat,

dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi

dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan

terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi

dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan

jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan
terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota

merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku

irrasional.

2. Waktu

Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual

maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam

seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam

yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam

yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto,

2009).

I. TahapanTerapiOkupasi

Menurut Tirta & Putra (2008) dan Untari (2006).Adapun tahapan terapi

okupasi, antara lain:

a. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi sangat menentukan bagi tahap-tahap berikutnya.

Pada tahapa walini mulai dibentuk hubungan kerjasamaan tara terapis dan

pasien, yang kemudian akan dilanjutkan selama tahap terapi okupasi.

Tahap ini juga disebut tahapan kognitif yang memfokuskan kemampuan

pekerjaan yang berorientasi pada keterampilan kognitif.

Tahap evaluasi dibagi menjadi 2 langkah. Langkah pertama adalah

profil pekerjaan (occupational profile) dimana terapis mengumpulkan

informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan pasien, pola hidup

sehari-hari, minat, dan kebutuhannya. Dengan pendekatan “client-


centered”, informasi tersebut dikumpulkan untuk dapat memahami apa

yang penting dan sangat bermakna bagi pasien saat ini, apa yang ingin dan

perlu dilakukannya, serta mengidentifikasi pengalaman dan minat

sebelumnya yang mungkin akan membantu memahami persoalan dan

masalah yang ada saat ini.

Langkah kedua adalah analisa tampilan pekerjaan (analysis of

occupational performance).Tampilan pekerjaan yang dimaksud adalah

kemampuan untuk melaksanakanaktivitasdalamkehidupankeseharian, yang

meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari, pendidikan, bekerja, bermain,

mengisi waktu luang, dan partisipasi sosial. Hal yang juga diperhatikan

pada tahap awal atau kognitif ini adalah membangkitkan ide saat waktu

luang pasien, mempelajari berapa banyak kemungkinan atau waktu yang

dihabiskan, membandingkan beberapa kegiatan yang menyenangkan

disbanding bekerja, mengatur waktu untuk hal yang menyenangkan

(kebutuhan, pilihan, hambatan, danminat), dan mengatur waktu diri

sendiri. Keterampilan dasar yang diharapkan mendapatkan keterampilan,

memproses keterampilan, menyalurkan keterampilan, dan ketegasan

pasien.

b. Tahap Intervensi

Tahap intervensi yang terbagidalam 3 langkah, yaitu rencana

intervensi, implementasi intervensi, danpeninjauan (review) intervensi.

Rencana intervensi adalah sebuah rencana yang dibangun berdasar pada

hasil tahap evaluasi dan menggambarkan pendekatan terapi okupasi serta

jenisintervensi yang terpilih, guna mencapai target hasil akhir yang


ditentukan oleh pasien. Rencana intervensi ini dibangun secara bersama-

samadenganpasien (termasukpadabeberapakasusbisabersamakeluargaatau

orang lain yang berpengaruh), danberdasarkantujuansertaprioritaspasien.

Rencana intervensi yang telah tersusun kemudian dilaksanakan sebagai

implementasi intervensi yang mana diartikan sebagai tahap keterampilan

dalam mempengaruhi perubahan tampilan pekerjaan pasien, membimbing

mengerjakan pekerjaan atau aktivitas untuk mendukung partisipasi.

Langkah ini adalah tahap bersamaan tara pasien, ahli, dan asisten terapi

okupasi.

Implementasi intervensi terapi okupasi dapat dilakukan baik secara

individual maupun berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan

terapi, dan lain-lain. Metode individual bertujuan untuk mendapatkan lebih

banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien, pada pasien yang

belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam

suatu kelompok sehingga dianggapakan mengganggu kelancaran suatu

kelompok, dan pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan

agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif. Sedangkan metode

kelompok dilakukan untuk pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah

atau hamper bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk

tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai suatu

kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka terapis harus

mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut

pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara

memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan


tersebut sehingga dia atau merekalebih mengerti dan berusaha untuk ikut

aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis

aktivitas yang akan dilakukan dan kemampuan terapis mengawasi.

Sedangkan peninjauan intervensi diartikan sebagai suatu tahap

berkelanjutan untuk mengevaluasi dan meninjau kembali rencana

intervensi sebelumnya, efektivitas pelaksanaannya, sejauhmana

perkembangan yang telah dicapai untuk menuju target hasil akhir.

Bilamana dibutuhkan, pada langkah ini dapat dilakukan perubahan

terhadap rencana intervensi.

c. Tahap Hasil Akhir

Tahap terakhir pada terapi okupasi adalah hasil akhir (outcome). Hasil

akhir disini diartikan sebagai dimensi penting dari kesehatan yang

berhubungan dengan intervensi, termasuk kemampuan untuk berfungsi,

persepsi kesehatan, dan kepuasaan dengan penuh perhatian. Pada tahap ini

ditentukan apakah sudah berhasil mencapai target hasil akhir yang

diinginkan atau tidak. Jadi hasil akhir dalam bentuk tampilan okupasi,

kepuasaan pasien, kompetensi aturan, adaptasi, pencegahan, dan kualitas

hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available:
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
OlehMade WirnataHari/TglSenin, Maret 19, 2012
Label: indikasiterapiokupasi, karakteristikaktivitasterapi, Terapiokupasi,
tujuanterapiukopasi
WFOT (World Federation of Occupational Therapists), 2012.

Anda mungkin juga menyukai