Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

menjadi penyebab dari sepertiga kematian anak di dunia. Gizi buruk dan juga gizi

lebih masih menjadi persoalan yang harus dihadapi. Masalah gizi adalah hal yang

sangat penting dan mendasar dari kehidupan manusia Kekurangan gizi selain

dapat menimbulkan masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas),

juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam

skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan

kelangsungan hidup suatu bangsa. (Depkes, 2013).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Sementara menurut Jahari (2004) status gizi adalah keadaan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah kebutuhan zat

gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis.

Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih

diperhatikan adalah pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun

merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) terutama untuk

pertumbuhan jaringan otak,sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak

dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas

generasi penerus.

1
2

Secara global di tahun 2011, lebih dari 25 % atau 165 juta balita mengalami

stunting (pendek). Sebanyak 16 % atau sekitar 101 juta balita mengalami berat

badan kurang, 7 % atau 43 juta balita mengalami overweight. Pada Negara

berkembang, di tahun 2013, sekitar 17 % atau 98 juta balita mengalami

kekurangan berat badan (underweight).

Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 %,

terdiri dari 5,7 % gizi buruk dan 13,9 % gizi kurang. Jika dibandingkan dengan

angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat

meningkat (Riskesdas, 2013). Kualitas bangsa di masa depan sangat dipengaruhi

keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Gizi juga memiliki

hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan data yang

dilansir dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7% kematian bayi

disebabkan karena berat bayi lahir rendah (BBLR), kegagalan pemberian ASI,

anak Balita stunting (pendek), kurus, dan kekurangan vitamin A dan mineral Zink.

Tenaga Kesehatan merupakan semua orang yang mengupayakan secara

substantif pencapaian peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 2013).

Dalam hal ini, tenaga kesehatan yang berperan terhadap kepatuhan ibu dalam

memeriksakan status gizi balita adalah, Perawat, Bidan, dan juga Kader

Kesehatan Masyarakat. Secara teknis, tugas tenaga kesehatan termasuk

didalamnya kader kesehatan yang terkait dengan gizi adalah melakukan pendataan

balita, melakukan penimbangan serta mencatatnya dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS), memberikan makanan tambahan, mendistribusikan vitamin A, melakukan


3

penyuluhan gizi serta kunjungan ke rumah ibu yang menyusui dan ibu yang

memiliki balita.

Masalah gizi berbeda dengan masalah penyakit, dimana keadaan gizi kurang

atau gizi buruk tidak terjadi secara tiba-tiba. Penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar anak gizi kurang atau buruk berasal dari anak yang sehat.

Perjalanan anak yang sehat menjadi gizi kurang dan menjadi gizi buruk

memerlukan waktu paling tidak sekitar 3 sampai 6 bulan, yang ditandai dengan

kenaikan berat badan yang tidak cukup.

Gangguan gizi yang terjadi pada bayi dan balita mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan, baik pada masa balita maupun masa berikutnya, sehingga

perlu mendapat perhatiaan. Upaya menanggulangi gizi kurang dan gizi buruk

harus mengedepankan upaya-upaya promosi dan pencegahan, artinya

mengupayakan anak yang sehat tetap sehat. Gizi Buruk dapat dideteksi dan

dicegah sejak dini dengan membawa bayi dan balita ke Posyandu setiap bulan.

Seandainya saja setiap anak ditimbang di Posyandu, berat badannya di plot

didalam Kartu Menuju Sehat (KMS) maka dengan mudah ibu dan kader dapat

mengetahui gangguan pertumbuhan anak sedini mungkin sebelum anak jatuh pada

kondisi gizi kurang atau buruk. Anak yang berat badannya tidak naik dua kali

berturut-turut atau berada dibawah garis merah kemungkinan besar akan

menderita gizi kurang dan gizi buruk. Kementerian Kesehatan memprioritaskan

selalu meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu, utamanya untuk meningkatkan

cakupan pemantauan pertumbuhan anak (Depkes, 2010).


4

Menurut Depkes RI (2007), Meski Posyandu sangat diperlukan dan penting

peranannya bagi pemerintah, namun kenyataannya secara nasional hanya 27,3%

rumah tangga yang telah memanfaatkannya. Sebanyak 62,5% rumah tangga tidak

memanfaatkan Posyandu karena tidak membutuhkan, dan 10,3% rumah tangga

tidak memanfaatkan Posyandu untuk alasan lainnya. Hasil penelitian yang lain

menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran kader dengan tingkat kehadiran

ibu balita ke posyandu (Ernoviana, 2005).

Ketidakpatuhan kehadiran ibu untuk melakukan pemantauan status gizi balita

dapat timbul jika tenaga kesehatan dan ibu memiliki keyakinan dan cara

komunikasi yang berbeda (Kaplan, 1997). Oleh karena itu, kepatuhan orang tua

terutama ibu dalam membawa balita ke posyandu sangat penting. Faktor umur

pada balita juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan ibu ke

Posyandu. Semakin tinggi umur anak makin rendah cakupan kunjungan rutin ke

Posyandu. Balita dengan umur 12-35 bulan merupakan umur yang paling

berpengaruh pada kunjungan ke Posyandu (Riskesdas, 2010).

Menurut Ann & Sandra 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Mothers’

efforts to promote healthy nutrition and physical activity for their preschool

children” orang tua tidak selalu setuju dengan pelayanan kesehatan pada

kebutuhan untuk selalu memantau berat badan anak-anak mereka. Beberapa orang

tua tidak setuju dengan penilaian professional mengenai berat badan yang sesuai

dengan anak-anak mereka, karena orang tua merasa bisa menggambarkan kondisi

berat badan dan gizi anak-anak mereka secara pribadi.


5

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu pada tahun 2006 mendapatkan hasil

bahwa diperlukannya kerjasama antara kader, petugas desa dan Puskesmas untuk

bisa mendorong kepatuhan orang tua membawa balita mereka dalam kegiatan

Posyandu. Keberhasilan dalam menurunkan prevalensi gizi buruk pada anak tidak

akan tercapai hanya melalui ketersediaan pelayanan tenaga kesehatan dengan

personil terlatih, akan tetapi harus ada kemitraan antara keluarga, khususnya ibu

dan masyarakat (Mankar et al, 2009).

Pada Laporan Bulanan per Desember tahun 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas

Ampel I terdapat 1293 balita. Wilayah kerja Puskesmas Ampel I terdiri dari 13

desa, yang mana 10 desa rutin mengadakan program penimbangan setiap

bulannya. Masing-masing desa rata-rata terdiri dari 8 posyandu. Puskesmas

Ampel I pernah mendapatkan penghargaan terkait dengan PHBS di tahun 2011

dan satu aspek dari PHBS yaitu penimbangan bayi atau pemeriksaan gizi bayi

dengan metode antropometri. Di Puskesmas Ampel I, tingkat kepatuhan ibu dalam

melakukan pemantauan gizi balita terbilang cukup tinggi yaitu 89,3 %.

Atas dasar latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

hubungan peran tenaga kesehatan dengan kepatuhan ibu dalam melakukan

pemantauan status gizi balita di Puskesmas Ampel I Boyolali.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang

bisa ditegakkan adalah : Adakah hubungan peran tenaga kesehatan dengan

kepatuhan ibu dalam melakukan pemantauan status gizi balita?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan kepatuhan

ibu dalam melakukan pemantauan status gizi balita.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

a. Diharapkan responden mengetahui bagaimana pentingnya memantau

status gizi balita.

b. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan kepatuhan ibu dalam

melakukan pemantauan status gizi balita.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

a. Untuk memberikan informasi kepada ibu balita khususnya dalam hal

mengoptimalkan pemeriksaan status gizi balita.

b. Diharapkan tenaga kesehatan dapat memberi edukasi kepada responden

terkait manfaat yang didapatkan dari kepatuhan ibu dalam melakukan

pemantauan terhadap status gizi balita.


7

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang peran tenaga kesehatan dan kepatuhan ibu dalam

memeriksakan status gizi balita sejauh penelusuran peneliti belum ada yang

melakukan penelitian ini, akan tetapi ada beberapa jenis penelitian yang sudah

dilakukan diantaranya adalah

1. Wahyu (2006) dengan judul “Hubungan antara kunjungan ke posyandu

dengan status gizi balita di kecamatan Prambanan Sleman Yogyakarta”.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik kuantitatif

menggunakan rancangan cross sectional. Hasil dalam penelitian ini adalah

tidak ada hubungan bermakna antara kunjungan ke Posyandu dengan status

gizi balita. Kunjungan ke posyandu bukan merupakan faktor resiko terjadinya

gizi tidak baik. Persamaan dalam penelitian tersebut adalah terkait dengan

tempat penelitian yaitu di Posyandu dan pendekatan penelitiannya yang

menggunakan cross sectional. Perbedaannya adalah dalam penelitian ini

meneliti tentang hubungan antara kunjungan ke posyandu sedangkan

penelitian yang akan dilakukan meneliti tentang hubungan peran tenaga

kesehatan menurut persepsi ibu dengan kepatuhan ibu dalam memeriksakan

status gizi balita.

2. Gumelar (2009) dengan judul “Hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu

tentang pola makan dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas

Jagasatru Cirebon”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional

dengan rancangan cross sectional study. Hasil yang didapatkan dari penelitian

ini adalah adanya hubungan yang bermakna secara statistic antara


8

pengetahuan dan sikap ibu dengan status gizi balita. Persamaan dalam

penelitian ini adalah rancangan penelitian dan tempat melakukan penelitian

yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas. Perbedaanya adalah variable independen

dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu tentang pola

makan,sedangkan pada penelitian yang akan diteliti variable independennya

adalah peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu.

3. Gezae, et al., (2014) dengan judul “Nutritional status of children under five

years of age in Shire Indaselassie, North Ethiopia: Examining the prevalence

and risk faktors”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif

menggunakan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah

anak dengan umur dibawah lima tahun beserta ibu mereka. Dalam penelitian

ini ditemukan hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masalah gizi

anak adalah umur anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, berat badan anak saat

lahir, indeks massa tubuh ibu, dan inisiasi menyusui dini. Persamaan dalam

penelitian ini adalah terdapat pada sampel penelitian yaitu ibu dari balita dan

juga jenis penelitiannya yang memakai cross sectional. Perbedaannya adalah

pada penelitian ini meneliti tentang faktor resiko terhadap masalah pada status

gizi anak, sedangkan penelitian yang akan dilakukan meneliti tentang

hubungan peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu dengan kepatuhan ibu

dalam memeriksakan status gizi balita.

4. Katsushi, et al,. (2014) dengan judul “Women’s Empowerment and Prevalence

of Stunted and Underweight Children in Rural India”. Sampel dalam

penelitian ini adalah anak dengan umur dibawah 5 tahun dan anggota
9

keluarga mereka. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan antara pendidikan dan pemberdayaan wanita (ibu) dengan status

gizi (stunted, underweight) pada anak dibawah lima tahun. Persamaan dalam

penelitian ini terdapat pada sampel yang diteliti yaitu anak dibawah lima tahun

dan juga anggota keluarganya (ibu). Perbedaannya adalah pada penelitian ini

meneliti tentang hubungan pemberdayaan ibu dengan prevalensi terjadinya

stunted dan underweight pada anak, sedangkan penelitian yang akan dilakukan

meneliti tentang hubungan peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu

dengan kepatuhan ibu dalam memeriksakan status gizi balita.

Anda mungkin juga menyukai