Anda di halaman 1dari 16

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DAN KOMPLIKASI

Dr.Alfian F.Hafil, Sp.THT (K)


Departemen THT FKUI - RSCM

A. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

- Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dengan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul selama dua bulan atau lebih.

- Epidemiogi
Data WHO tahun 2004 menunjukkan bahwa 90% insiden OMSK ditemukan di
Wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Afrika, terutama di negara miskin dan negara
berkembang. Prevalensi di setiap daerah juga berbeda-beda, mulai dari 0,5% di Eropa dan
Amerika, hingga 4 % di Afrika dan negara Pasifik Barat. Kondisi ini banyak ditemukan pada
usia anak-anak hingga dewasa muda dengan insiden sekitar 39/100.000 penduduk. Ada
berbagai faktor risiko yang ditemukan terutama pada wilayah dengan prevalensi tinggi.
Sebagian besar OMSK disebabkan oleh karena otitis media akut (OMA). Sepertiga pasien
dengan OMA rekuren akan berlanjut menjadi OMSK, sedangkan OMSK yang berasal dari
OMA untuk pertama kali hanya 4%. Berkembangnya OMA menjadi OMSK disebabkan
oleh : Pemberian antibiotik yang tidak adekuat, infeksi saluran napas atas yang berulang,
higiene yang buruk. Beberapa faktor risiko lain yang mempengaruhi adalah : Pemberian susu
botol, perokok pasif dan ada riwayat keluarga yang mengalami otitis media.

- Etiologi
Kuman patogen yang ditemukan pada OMSK menurut penelitian berbeda dengan
kuman patogen pada OMA. Kuman yang ditemukan pada OMA antara lain S. pneumoniae, H.
Influenza dan M. catarrhalis. Sementara kuman patogen pada OMSK yang paling sering
ditemukan adalah P.aeruginosa, S.aureus dan bakteri anaerob. Pada OMSK dengan
kolesteatoma, infeksi yang terjadi biasanya campuran beberapa kuman. Namun
P.aeruginosa tetap merupakan patogen utama dengan jumlah sekitar 67% .
- Patogenesis
OMSK merupakan tahap lanjutan dari otitis media akut yang mengalami perforasi
Sesuai dengan teori united airway, reaksi infeksi ataupun alergi di daerah nasofaring,
hidung serta sinus paranasal juga akan mudah menyebar ke telinga tengah karena struktur
epitelnya yang sama. Sekret nasofaring lebih mudah masuk ke kavum timpani akibat
tekanan udara di dalam kavum timpani yang mengalami penurunan karena perforasi
membran timpani. Selanjutnya akibat iritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah
timbul edema mukosa. Adanya mukosa yang edem menyebabkan m u d a h t e r j a d i
ulserasi mukosa dan rusaknya epitel. Sel-sel dan sitokin proinflamasi akan menyebabkan
terbentuknya jaringan granulasi dan menyebabkan infeksi yang terjadi menjadi kronik.
P.aeruginosa dan S aureus yang sebelumnya merupakan bakteri di kulit liang telinga akan
masuk melalui perforasi membran timpani terutama ketika penderita mengorek telinga,
mandi atau berenang.
Pada OMSK tipe bahaya, deskuamasi epitel epitel kulit dari telinga luar yang
berkeratin, akan memasuki telinga tengah melalui celah perforasi sehingga terjadi inflamasi.
Tumpukan deskuamasi epitel kulit yang mengalami inflamasi ini merupakan media
pertumbuhan bagi kuman patogen baik yang masuk melalui sekret nasofaring maupun
masuk melalui perforasi m e m b r a n timpani. Efek dari inflamasi terjadi peningkatan
sitokin proinflamasi termasuk growth factor. Faktor-faktor proinflamasi ini akan
menyebabkan sel-sel keratinosit pada kolesteatoma berproliferasi dan mengalami
angiogenesis.
Selanjutnya, proliferasi keratinosit kolesteatoma akan menyebabkan pembesaran
ukuran massa kolesteatom sehingga timbul desakan dan iskemia pada struktur di
sekitarnya termasuk tulang-tulang pendengaran dan struktur tulang di sekitar rongga telinga.
Akibat dari proses ini tulang tersebut menjadi nekrosis. Nekrosisnya tulang ini diperparah
oleh reaksi asam yang berasal dari metabolisme bakteri.
Erosi pada dinding telinga tengah dan kavum mastoid akan menyebabkan
tereksposnya nervus fasialis, bulbus jugular, sinus lateral dan labirin membranosa, serta
duramater dari lobus temporal. Hal ini menyebabkan berbagai komplikasi yang mungkin
terjadi pada OMSK tipe bahaya, antara lain paralisis nervus fasialis, trombosis sinus
lateral, labirinitis, mastoiditis periosteitis atau mastoiditis osteitis, meningitis, abses serebri
dll. B i l a terjadi kerusakan pada tulang tulang pendengaran, maka dapat terjadi tuli
konduktif pada pasien. B i l a i n f l a m a s i m e n c a p a i k o k l e a t i m b u l tuli campur
atau tuli sensorineural.
- Klasifikasi
OMSK dibedakan berdasarkan 2 tipe yakni tipe mukosa atau tipe aman, dan tipe
tulang atau tipe bahaya.
OMSK tipe mukosa disebut tipe aman karena infeksi yang terjadi umumnya terbatas
pada mukosa di daerah anteroinferior dekat tuba esutachius yang disertai dengan perforasi
sentral. Dengan demikian risiko terjadinya erosi tulang akibat inflamasi lebih kecil, karena
drainase cairan akan melewati perforasi sentral tanpa mengganggu struktur mukosa dan
epitel yang berhubungan langsung dengan tulang.
OMSK disebut tipe bahaya bila terdapat kolesteatoma. Selain itu kecurigaan akan
adanya kolesteatoma bila ditemukan membran timpani dengan perforasi marginal atau
perforasi atik. Lokasi perforasi seperti ini akan menyebabkan proses inflamasi yang terjadi di
kavum timpani memiliki risiko lebih tinggi untuk mengenai daerah tulang.

Gambar 1. Jenis-jenis perforasi membran timpani pada OMSK.

- Gejala Klinis
Keluhan utama pada OMSK adalah : Keluar cairan dari telinga (otore) dan
gangguan pendengaran. Dari anamnesis biasanya didapat : Riwayat otitis media akut
berulang, perforasi traumatik, atau pemakaian pipa ventilasi. Nyeri atau rasa tidak nyaman
jarang dikeluhkan. Bila ditemukan demam, vertigo, atau nyeri pertanda terjadinya
komplikasi intrakranial.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan liang telinga luar yang edema. Sekret yang keluar
berbau berwarna jernih, serosa hingga purulen. Jaringan granulasi dapat ditemukan pada liang
telinga maupun dari telinga tengah. Mukosa telinga tengah yang terlihat melalui perforasi
tampak edema, berbentuk seperti polip, pucat, ataupun kemerahan.
Gambar 2. Tampakan polip pada liang telinga (A); gambaran skematik polip (B).

Pada OMSK tipe bahaya, terdapat beberapa tanda klinis : Perforasi membran timpani
di daerah marginal atau atik, ditemukan abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan
granulasi yang keluar dari telinga tengah, maupun ditemukan kolesteatoma yang terlihat di
liang telinga tengah ataupun foto rontgen mastoid atau ditemukan komplikasi intratemporal
ataupun intra kranial.

- Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan fisik terutama otoskopi. Untuk mengetahui besarnya gangguan pendengaran
dapat dilakukan tes penala dan dilanjutkan dengan pemeriksaan audiometri nada murni
dan audiometri tutur ( speech audiometry), ataupun BERA.
Pemeriksaan foto rontgen mastoid dapat dilakukan pada kecurigaan tipe bahaya untuk
melihat adanya pneumatisasi mastoid atau destruksi jaringan tulang. Pemeriksaan tes
resistensi antibiotik dari sekret dilakukan untuk menentukan terapi antibiotik yang efektif
secara lokal maupun sistemik.8

- Tatalaksana

Tatalaksana OMSK tipe aman secara prinsip konservatif dengan medikamentosa.


Larutan H2O2 diberikan sebagai pencuci telinga pada sekret yang keluar terus menerus.
Setelah sekret mengering, terapi dilanjutkan obat antibiotika tetes telinga yang tidak
ototoksik. Hindari pemberian antibiotik tetes telinga dalam bentuk kombinasi dengan steroid
guna menghindari efek ototoksisitas berupa tuli saraf (sensorineural). Untuk terapi per oral
dapat diberikan antibiotik golongan ampisilin atau eritromisin sebagai terapi empiris.
Ampisilin asam klavulanat- cephalosporin ataupun quinolon diberikan pada infeksi yang
dicurigai resisten terhadap ampisillin.

29
Bila perforasi yang menetap serta tidak tampak tanda perbaikan setelah 2 bulan-
harus dilakukan operasi berupa miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan
menghentikan infeksi permanen, memperbaiki perforasi membran timpani, mencegah
komplikasi lebih berat, dan memperbaiki pendengaran.
Sumber infeksi pada gigi geligi, hidung dan sinus paranasal, tonsil maupun adenoid
harus diobati lebih dahulu karena dapat menyebabkan infeksi berulang.
Miringoplasti merupakan tindakan rekonstruksi membran timpani pada OMSK tipe
aman yang sudah tenang dengan ketulian derjat ringan. Tujuan operasi ialah mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah. Timpanoplasti yang disertai mastoidektomi dikerjakan
pada OMSK tipe aman yang lebih berat atau aktif. Tujuan operasi adalah menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Rekonstruksi tulang pendengaran (osikuloplasti) sering dilakukan secara bersamaan
pada operasi timpanoplasti. Bila keadaan tidak memungkinkan diperlukan operasi 2 tahap.
Tahap pertama berupa timpanoplasti saja. Beberapa bulan kemudian baru dilanjutkan dengan
operasi tahap kedua berupa rekonstruksi tulang pendengaran (osikuloplasti)
Prinsip tatalaksana OMSK tipe bahaya adalah pembedahan (mastoidektomi). Terapi
medikamentosa hanya untuk sementara dapat sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.
Bila ada abses subperiosteal dilakukan insisi abses lebih dahulu. Setelah tanda radang akut
teratasi dilakukan operasi mastoid. Keuntungan dengan cara ini adalah dapat mengurangi
banyaknya kehilangan darah selama operasi.
Terdapat beberapa teknik mastoidektomi yang dapat dipilih berdasarkan luasnya
infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi :

a. Operasi mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) dilakukan pada OMSK


tipe aman yang gagal terhadap pengobatan koservatif. Tujuannya ialah mengatasi
infeksi dan membersihkan ruang mastoid dari jaringan patologis. Pada operasi ini,
fungsi pendengaran tidak diperbaiki
b. Mastoidektomi radikal merupakan tindakan pembersihan rongga mastoid dan kavum
timpani dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara liang telinga luar, telinga
tengah, dan rongga mastoid diruntuhkan. Tulang pendengaran yang sudah
terdestruksi diangkat semuanya. Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK tipe
bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang meluas dengan tujuan membuang
semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi intrakranial. Dengan operasi
ini pendengaran tidak menjadi pertimbangan utama lagi. Tujuan utama operasi adalah

30
mengevakuasi penyakit sebersih mungkin. Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan
berenang seumur hidup dan harus datang teratur untuk kontrol
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (modified radical mastoidectomy) dilakukan
pada OMSK dengan kolesteatoma daerah atik tetapi belum merusak kavum timpani.
Tindakan dengan membersihkan seluruh rongga mastoid dan dinding posterior
liang telinga direndahkan. Tujuan operasi membuang semua jaringan patologis dari
rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined approach timpanoplasty)
dikerjakan pada OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi menyembuhkan penyakit dan pendengaran tanpa
mastoidektomi radikal. Pendekatan ganda disini berarti pembersihan kolesteatoma dan
jaringan granulasi dikerjakan melalui dua jalan: yaitu liang telinga, dan rongga
mastoid melalui timpanotomi posterior.

- Komplikasi Otitis Media


Semua tipe otitis media baik tipe aman ataupun tipe bahaya, apakah stadium akut
maupun stadium kronis dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam kesehatan dan dapat
menimbulkan kematian. Semuanya ini tergantung dari tingkat virulensi kuman dan lokasi
kelainan patologis penyebab otore. Dengan sudah tersedianya antibiotika golongan baru yang
lebih baik, angka kejadian komplikasi otitis media sekarang sudah semakin jarang.
Komplikasi terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah sudah terlewati sehingga
infeksi menyebar ke struktur sekitarnya. Sawar pertahanan pertama adalah mukosa kavum
timpani. Sawar berikutnya adalah dinding tulang kavum timpani dan selulae mastoid. Bila
sawar ini terlewati maka maka struktur di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya pertahanan
periosteum akan menyebabkan abses subperiosteum yang sering dikenal sebagai “bisul di
bekakang telinga”. Apabila infeksi meluas kedalam akan menyebabkan paresis nervus fasialis
;muka tampak mencong dan bila mengenai labirin akan menyebabkan vertigo berat. Keadaan
fatal dapat terjadi bila infeksi meluas ke arah kranial sehingga menimbulkan abses
ekstradural, thromboflebitis sinus lateralis, meningitis ataupun abses otak
Pada otitis media supuratif akut atau eksaserbasi akut penyebaran biasanya secara
hematogen. Sedangkan pada otitis media yang kronis penyebaran terjadi melalui erosi tulang.
Bentuk penyebaran yang lain adalah melalui celah anatomi yang sudah ada yaitu foramen
rotundum, meatus akustikus internus.

31
Bila terapi medikamentosa gagal mengurangi gejala klinis, misalnya masih terdapat
sekret yang mengalir dan pada pemeriksaan masih terlihat reaksi inflamasi pada telinga
tengah, patut dicurigai kemungkinan sudah terjadinya komplikasi. Gejalanya; pada stadium
akut ditemui naiknya suhu tubuh, sakit kepala, rasa mengantuk, somnolen atau gelisah yang
menetap. Mual, muntah projektil serta demam merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pemeriksaan radiologik berupa x-ray mastoid kedua sisi telinga berguna untuk melihat
kondisi telinga patologik serta melihat adanya gambaran destruksi tulang. X-ray dibuat untuk
kedua sisi telinga guna untuk membandingkan kondisi kedua sisi telinga. Untuk pemeriksaan
yang lebih akurat: CT-scan tulang temporal dengan resolusi tinggi ( HRCT = High Resolution
CT - scan) potongan axial dan koronal sangat bermanfaat untuk meliuhat struktur tulang
temporal yang patologis secara detil. Untuk melihat lesi di otak atau jaringan lunak lainnya,
CT-scan dengan kontras atau MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat berguna
untuk melihat perluasan kolesteatoma serta kondisi jaringan lunak sekitarnya seperti jaringan
otak serta struktur lainnya

Harus membagi komplikasi OMSK atas 2 kategori :


1. Komplikasi yang melibatkan rongga otak seperti : Abses ekstra dura, thrombosis sinus
lateral, abses otak, meningitis hidrosefalus otikus
2. Komplikasi yang melibatkan tulang temporal dan organ sekitarnya seperti : Abses
subperiosteal dan abses Bezold, paralisis n.fasials, petrositis, labirintitis dan tuli sensori
neural

Abses otak dan meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling sering ditemukan
Abses otak merupakan penyebab kematian yang paling banyak dilaporkan.
a. Abses Ekstradura
Terkumpulnya nanah diantara tulang dan duramater biasanya disebabkan erosi tegmen
timpani atau mastoid. Gejalanya adalah; Nyeri telinga dan sakit kepala. Pada foto x-ray
mastoid posisi Schuller dapt dilihat kerusakan di lempeng tegmen

b. Thrombosis sinus lateral


Infeksi yang mengenai sinus sigmoid dapt menyebabkan thrombosis sinus lateralis
Gejalanya berupa demam yang turun naik pada mulanya tetapi setelah penyakit
bertambah berat demam semakin tinggi disertai menggigil. Kultur darah pada fase ini
sudah positif dengan ditemukannya kuman .

32
c. Abses otak
Abses dapat ditemukan di serebellum, fosa kranii posterior, di lobus temporalis atau di
fosa kranii media. Gejala abses serebellum terlihat ataksia, disdiadokokinetis, tremor
intensif dan tidak dapat menunjuk tepat ke suatu objek.. Bila abses pada lobus
temporalis bias terjadi afasia. Gejala umum abses otak adalah sakit kepala, demam,
muntah projektil serta letargi. Nadi melambat,kejang. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
ditemukan kadar protein yang tinggi. Terkadang ditemukan edema papil n.optikus

d. Meningitis
Meningitis merupakan komplikasi tersering. Gejala yang ditampilkan berupa kejala
rangsangan meningen : Demam, kaku kuduk mual, muntah proyektil serta sakit kepala
hebat Pada kasus yang hebat disertai dengan kesadaran yang menurun

e. Hidrosefalus otitis
Pada keadaan ini ditemukan tekanan intrakranial yang tinggi tanpa adanya kelainan
pada cairan serebrospinal Terdapat edem papil n. optikus - pandangan kabur, diplopia.

B. Tata laksana komplikasi Intrakranial


Pada prinsipnya bila berhadapan dengan OMSK dengan komplikasi intrakranial
dilakukan terapi konsevatif lebih dahulu guna mengatasi keadaan kedaruratan mediknya seperti
mengatasi kejang, kecukupan kebutuhan cairan. Pasien harus dirawat kemudian setelah kondisi
stabil baru dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas untuk operasi telinga. Terkadang operasi
dikerjakan bersama dengan dokter ahli bedah saraf untuk mengevakuasi abses intrakranial

Terapi Konservatif

Pengobatan antibiotik pada komplikasi intrakranial sulit dikarenakan adanya sawar


darah-otak (blood-brain barrier). Dahulu sering digunakan penisilin intratekal untuk
mempertinggi konsentrasi penisilin, namun ditemukan efeknya terlalu mengiritasi, sehingga
sekarang biasanya digunakan derivat penicillin dosis tinggi secara intravena. Selama bertahun-
tahun, chloramphenicol digunakan sebagai standar terapi untuk abses serebri karena
merupakan antibiotik spektrum luas, absorpsi oral yang sangat baik dan penetrasi sistem saraf
pusat yang baik. Walaupun tetap merupakan antibiotik yang efektif untuk abses serebri,
chloramphenicol tidak memiliki efek bakterisidal dan efek samping potensialnya
membuatnya kurang diminati untuk menjadi terapi lini pertama. Metronidazole memiliki profil
33
farmakokinetik yang sangat baik dengan absorpsi oral dan penetrasi terhadap SSP dan
kavum abses yang baik. Metronidazole juga memiliki aktivitas bakterisidal yang sangat
baik terhadap bakteri anaerob sehingga menjadi komponen penting dari kebanyakan regimen
antimikrobial untuk abses serebri. Metronidazole harus digunakan sebagai kombinasi dengan
antibiotik yang aktif terhadap golongan streptokokus mikroaerofilik (contoh: penicilin),
karena etiologi abses serebri kebanyakan merupakan infeksi polimikrobial, sedangkan
streptokokus dan bakteri anaerob yang bersifat aerotoleran umumnya resisten terhadap
metronidazole. Efek samping neurotoksik (kejang, somnolen, neuropati perifer) dapat
muncul sesekali selama pemberian metronidazole, sehingga diperlukan perhatian khusus
dalam menentukan dosis pada pasien dengan gagal hati.
Cephalosporin generasi III banyak diminati karena penetrasi yang baik terhadap SSP
dan efeknya dalam pengobatan meningitis bakterial. Cefotaxime bersifat aktif terhadap
banyak bakteri yang menyebabkan abses serebri dan memiliki penetrasi terhadap kavum
abses serebri yang baik. Kombinasi cefotaxime dan metronidazole telah terbukti efektif
dalam pengobatan abses serebri.
Antibiotik diberikan minimal selama 4-6 minggu apabila abses telah diaspirasi atau
dieksisi, atau diberikan selama 6-8 minggu atau lebih apabila pasien hanya ditangani secara
konservatif.
Di Indonesia, protokol bagian bedah saraf kebanyakan menggunakan kombinasi
ceftriaxone dan metronidazole. Pemberian antibiotik didasarkan pengalaman klinis dan
disesuaikan dengan hasil kultur. Menurut pedoman penatalaksanaan pasien yang dibuat oleh
Departemen THT FKUI-RSCM untuk pasien OMSK dengan komplikasi intrakranial, pasien
harus dirawat dan diberikan antibiotik dosis tinggi secara intravena, yaitu dimulai dengan
ampicillin 4 x 200-400 mg/kgBB/hari, chloramphenicol 4 x 1/2 – 1 g/hari untuk dewasa atau
60-100 mg/kgBB/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3 x 400-600 mg/hari juga dapat
dipertimbangkan. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan kemajuan klinis dan hasil
biakan sekret telinga maupun cairan serebrospinal.
Abses serebri seringkali disertai oleh edema vasogenik lokal, yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan mortalitas dan morbiditas yang signifikan
pada pasien dengan abses serebri. Walaupun belum ada penelitian yang memenuhi kriteria
dan penggunaannya masih banyak diperdebatkan, kortikosteroid direkomendasikan sebagai
terapi preoperatif untuk mengurangi edema serebri, sehingga dapat menurunkan tekanan
intrakranial, mengurangi gejala klinis akibat penekanan karena efek massa oleh abses, dan
menghindari terjadinya herniasi serebral.

34
Namun demikian, pemberiannya perlu dipertimbangkan mengingat berbagai efek
samping yang ditimbulkan oleh kortikosteroid, antara lain menyebabkan penurunan penetrasi
antibiotika ke dalam cairan serebrospinal, penurunan imunitas, penghambatan migrasi
leukosit ke daerah abses pada stadium awal, mengganggu pembentukan kapsul abses pada
stadium awal sehingga materi piogenik di dalam kavum abses tidak terisolasi dan menyebabkan
abses yang lebih besar, penurunan penyangatan kontras pada pemeriksaan CT- Scan (terutama
pada stadium serebritis) yang dapat menyebabkan kesalahan interpretasi ukuran dan
gambaran abses. Penggunaan terbaik kortikosteroid adalah bila telah terjadi peningkatan
tekanan intrakranial dan defsit neurologis nyata akibat abses, dan pemberiannya harus
dievaluasi dengan ketat serta dilakukan penurunan dosis secara bertahap.

Terapi Operatif
Indikasi terapi operatif pada abses serebri meliputi efek massa yang signifikan,
kepentingan untuk kultur mikroorganisme (untuk mengetahui sensitivitas dan resistensi
mikroorganisme penyebab abses), lokasi abses yang dekat dengan ventrikel sehingga
menimbulkan risiko ruptur intraventrikular, perburukan kondisi klinis, tidak ada
perbaikan dengan terapi konservatif, atau pada abses sekunder traumatik.

Terapi operatif dapat dilakukan dengan aspirasi, eksisi dan drainase. Pemilihan
porsedur pembedahan ini bergantung pada usia, kondisi neurologis, lokasi dan stadium abses,
tipe abses dan jumlah absesnya. Lokasi burr hole dipilih dengan pertimbangan untuk
meminimalisasi jarak terhadap lokasi abses; menghindari struktur saraf vital, pembuluh darah
dan ventrikel; dan menghindari luka pada permukaan yang terinfeksi atau tulang yang
terinfeksi. Eksisi dilakukan hanya jika kapsul abses telah terbentuk (enkapsulasi). Tindakan
eksisi dapat mengurangi jangka waktu pemberian antibiotik secara signifikan, hingga hanya
selama 2 minggu.

Komplikasi
Komplikasi abses serebri meliputi perluasan abses ke sistem vertrikel yang dapat
menyebabkan ventrikulitis, penyumbatan cairan serebrospinal sebingga menyebabkan
hidrosefalus, robeknya kapsul abses ke ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan
leptomeningitis purulen, edema serebri dan herniasi tentorial oleh massa abses otak. Selain
itu dapat terbentuk abses sekunder karena pembentukan kapsul yang buruk, sehingga abses
dapat ruptur ke parenkim sekitar dan membentuk abses baru.

35
Prognosis

Kebanyakan pasien yang sudah operasi memiliki tingkat kesembuhan yang baik.
Rekurensi kolesteatoma harus diperhatikan dalam jangka panjang. Pada hasil operasi
timpanotomi/ mastoidektomi, tingkat pendengaran sangat bergantung pada seberapa jauh
penyakit sudah melibatkan tulang pendengaran sehingga sangat beragam dari pasien ke
pasien.
Prognosis ditentukan berdasarkan banyak faktor, antara lain: keterlambatan atau
kesalahan diagnosis, lokasi abses, lesi multipel atau multilokuler, adanya ruptur ventrikel
(kematian mencapai 80-100%), koma, etiologi oleh jamur, pemberian antibiotika yang tidak
tepat, dan juga dipengaruhi besar abses, umur dan ada atau tidaknya perluasan abses. Sejak
penggunaan CT-Scan untuk diagnosis abses serebri, angka kematian menurun dari 40,9%
menjadi4,3

36
REFERENSI

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah dan Komplikasi Otitis Media
Supuratif. In Soepardi EA, Iskandar N,Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Balai Penerbit FKUI Jakarta.
2007. p.64-86
2. Acuin J. Chronic Suppurative Otitis Media : Burden of Illness and Management
Options.World Health Organization.2004. p.1-20
3. Morris PS, Leach AJ. Acute and Chronic Otitis Media. Pediatr Clin N Am.56.2009.
p.1383–99
4. Bluestone CD, Klein JO. Otitis Media in Infantrs and Children. 4th ed. BC Decker Inc.
2007. p.65-68
5. Roland PS. Chronic Suppurative Otitis Media [Internet]. 2013 [updated 2013 May 2;
cited 2013 May 9]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/859501-
overview
6. Bluestone CD, et al. Advanced Therapy of Otitis Media. 1st ed. BC Decker Inc. 2004.
p.1-11.
7. Harris JP. Complications of Chronic Otitis Media. In: Surgery of the Ear and Temporal
bone. 2nd ed. Nadol JB, McKenna MJ eds. Lippincott, Williams, & Wilkins Philadelphia.
2004. p.221

37
Lampiran

38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai