Anda di halaman 1dari 13

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Batubara merupakan salah satu bahan baku yang digunakan sebagai energi
alternatif bernilai potensial untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Pemanfaatan batubara selain sebagai energi alternatif kebutuhan domestik, juga
sebagai keperluan ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. Berdasarkan hal
tersebut, maka sangat diperlukan melakukan eksplorasi batubara.

Penyelidikan eksplorasi merupakan dasar sebelum dilakukan aktivitas


penambangan. Tujuan penyelidikan eksplorasi adalah mengetahui informasi
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi, sebaran, kualitas, dan
sumberdaya terukur bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup. Dalam penyelidikan eksplorasi diperlukan perencanaan konsep
yang matang agar setiap tindakan eksplorasi terarah dan bermanfaat yang dapat
membantu mengefisiensikan waktu dalam proses eksplorasi. Untuk mendukung
efisiensi waktu dalam ekslporasi, diperlukan teknologi-teknologi yang handal.

Eksplorasi batubara telah banyak dilakukan di Indonesia yang mengindikasikan


bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya batubara yang terdapat di beberapa
daerah seperti Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Irian Jaya, dan Pulau Jawa.
Salah satu daerah di Kalimantan Selatan yang memiliki endapan batubara dengan
sebaran yang luas adalah daerah Binuang (Heryanto, R., 2009). Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai konsep eksplorasi endapan batubara Formasi Tanjung di
daerah Binuang yang dikaitkan dengan petrologi.

I.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep eksplorasi berupa tahapan dalam eksplorasi batubara.
2. Mengetahui proses analisis petrografi dalam eksplorasi batubara.
3. Mengetahui hubungan analisis petrografi terhadap kualitas endapan batubara.

1
Bab II Penyelidikan Eksplorasi Batubara

Penyelidikan eksplorasi perlu memperhatikan konsep dasar eksplorasi berupa target


eksplorasi dan pemodelan eksplorasi seperti menggunakan model geologi regional
untuk menentukan target eksplorasi, menentukan model geologi lokal berdasarkan
keadaan lapangan dan mendeskripsikan petunjuk geologi yang dapat dimanfaatkan,
dan menentukan metode-metode eksplorasi yang akan digunakan.

Selain itu, dalam merencanakan kegiatan eksplorasi perlu memenuhi kaidah dasar
ekonomis dan perancangan (desain) berupa nilai efekti seperti penggunaan alat,
sumberdaya manusia, dan metode yang sesuai dengan jenis endapan yang dicari,
dan nilai efisien dengan menggunakan prinsip dasar ekonomi.

Penyelidikan eksplorasi merupakan dasar dalam setiap kegiatan penambangan dan


umumnya terdapat empat tahap eksplorasi batubara yang harus disertai dengan
desain eksplorasi yang tepat.

II.1 Desain Eksplorasi


Setiap kegiatan eksplorasi di lapangan membutuhkan desain yang tepat. Terdapat
beberapa pola yang disesuaikan dengan kondisi genesa endapan dan keaadan
morfologi daerah eksplorasi. Terdapat Faktor yang menentukan pemilihan pola
dasar eksplorasi yaitu keadaan permukaan dan keadaan bawah tanah (Modul
pendidikan dan pelatihan ITB, 1998). Pola dasar dalam desain eksplorasi adalah:
1. Pola dasar bujur sangkar
Pola bujur sangkar digunakan untuk keadaan topografi datar dan kondisi
mineralisasi homogeny (teratur).

Gambar II.1. Pola bujur sangkar

2
2. Pola dasar empat persegi panjang
Pola empat persegi panjang digunakan unutk keadaan topografi datar dan
kondisi mineralisasi homogen ke salah satu arah tetapi dalam arah yang tegak
lurus dengan arah yang pertama memiliki perbedaan yang besar.

Gambar II.2. Pola empat persegi panjang

3. Pola dasar segitiga


Pola segitiga digunakan untuk kondisi topografi yang bergelombang dan
mineralisasi yang tidak homogen.

Gambar II.3. Pola segitiga

4. Pola dasar rhomboid


Pola rhomboid digunakan untuk kondisi topografi dan mineralisasi berada
diantara pola bujur sangkar dan empat persegi panjang.

Gambar II.4. Pola rhomboid

3
Penggunaan peralatan juga merupakan bagian dari desain eksplorasi. Dalam
kegiatan penambangan batubara menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut
(materi kerja praktik tentang pengetahuan unit alat berat, 2013):
1. Hydraulic excavator
Peralatan ini berfungsi sebagai alat penggalian dan diaplikasikan untuk
pemuatan, penempa, dan pengangkatan.

Gambar II.5. Hydraulic excavator

2. Off highway truck


Peralatan ini berfungsi untuk mengangkut material galian.

Gambar II.6. Off highway truck

4
3. Articulated truck
Peralatan ini berfungsi untuk mengangkut material galian.

Gambar II.7. Articulated truck


4. Track type tractor
Peralatan ini berfungsi untuk mengangkut, membuka lahan, meratakan,
menggunduli, menumpahkan muatan, dan lainnya.

Gambar II.8. Track type tracktor

5. Motor grade
Peralatan ini berfungsi untuk perataan terakhir, persiapan lokasi, pemeliharaan
jalan, dan lainnya.

Gambar II.9. Motor grade

5
II.2 Tahapan Eksplorasi Batubara
Umumnya, eksplorasi batubara melalui empat tahap, yaitu survei tinjau, prospeksi,
eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci. Peningkatan ke setiap tahap
selanjutnya disertai dengan meningkatnya ketelitian data yang dibutuhkan dalam
evaluasi endapan batubara untuk penambangan dan pengolahan. Penyelidikan
eksplorasi menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumberdaya batubara
yang dihasilkan. Tujuan penyelidikan eksplorasi adalah untuk mengidentifikasi
keterdapatan, keberadan, ukuran, dan bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas
endapan batubara sebagai dasar kajian untuk kemungkinan dilakukannya investasi.
Berikut tahapan eksplorasi batubara berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-
amandemen 1-SNI-13-50141998).

II.2.1 Survei Tinjau (Reconnaissance)


Survei tinjau merupakan tahap paling awal dalam eksplorasi batubara. Survei tinjau
bertujuan untuk mengidentifikasi secara geologi daerah-daerah yang mengandung
endapan batubara dan berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut. Kegiatan dalam
survei tinjau berupa:
a. Studi literatur
Studi literatur merupakan kajian yang dilakukan sebelum memilih lokasi-lokasi
eksplorasi berupa kajian data dan peta yang sudah ada dari survei-survei
terdahulu. Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan data berupa:
- Peta dasar sudah tersedia atau belum.
- Peta geologi atau topografi (satelit, udara, darat)
- Analisis regional (sejarah, struktur/tektonik, dan morfologi)
- Laporan dan catatan penyelidikan terdahulu
- Teori dan metode lapangan yang telah ada
- Geografi (kesampaian daerah, iklim, sifat angin, keadaan laut, gelombang,
tumbuhan, binatang, komunikasi, dll).
- Sosial budaya dan adat istiadat
- Hukum (pemilikan tanah, ganti rugi, dan perizinan)

6
Contoh studi kasus dalam makalah ini telah dilakukan studi literatur melalui
jurnal penelitian yang berjudul “Karakteristik dan lingkungan pengendapan
batubara Formasi Tanjung di Daerah Binuang dan sekitarnya, Kalimantan
Selatan”. Berdasarkan jurnal tersebut, Formasi Tanjung daerah Binuang telah
mempunyai data peta lokasi, peta geologi, penampang terukur Formasi
Tanjung, hasil analisis petrografi dan hasil penelitian.

b. Survei dan pemetaan


Setelah menentukan lokasi eksplorasi, maka dilakukan studi geologi regional.
Studi geologi regional sangat penting karena pembentukan endapan batubara
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi,
serta tanda-tandanya dapat diamati di lapangan. Apabila peta topografi daerah
eksplorasi telah tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan atau gejala
geologi lainnya dapat dilakukan langsung, melalui inspeksi lapangan
pendahuluan menggunakan peta dasar paling kurang 1 : 100.000 dan juga
diikuti dengan penafsiran penginderaan jauh. Namun bila belum tersedia, maka
perlu melakukan pemetaan topografi terlebih dahulu. Selain itu, jika memang
diperlukan dapat dilakukan metode tidak langsung.

Studi geologi Formasi Tanjung di Daerah Binuang


Formasi tanjung (Gambar II.10) terdiri dari batuan sedimen tersier tertua di daerah
ini yang berumur Eosen Akhir dan terbagi menajdi bagian bawah, tengah, atas, dan
anggota batulempng. Formasi Tanjung tertindih secara selaras oleh Formasi Berai
yang berumur Oligo-Miosen. Sesar di daerah ini berupa sesar normal hingga sesar
geser normal (mendatar) membentuk penyesaran bongkah (block faulting). Bagian
blok yang turun ditempati oleh endapan kelompok batuan tersier khususnya
Formasi Tanjung (Kusumah 2008 dalam Heryanto, R., 2009).

Formasi Tanjung tersingkap di tiga lajur yang terpisah oleh sesar yaitu Lajur Barat,
Lajur Tengah, dan Timur. Heryoanto (2008) membagi Formasi Tanjung secara
litostratigrafi dari tua ke muda menjadi bagian bawah, tengah, atas, dan anggota
batulempung (Gambar II.11).

7
Gambar II.10. Peta Geologi daerah Belimbing dan sekitarnya,Formasi Tanjung
berwarna kuning (Heryanto, R., 2009)

Berdasarkan litostratigrafi, batubara berada secara bersisipan dengan batuan


sedimen dibagian bawah Formasi Tanjung, bagian tengah, dan bagian atas.

Gambar II.11. Korelasi penampang terukur lapisan pembawa batubara Formasi


Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya (Heryanto, R., 2009)

8
II.2.2 Prospeksi (Prospecting)
Tahap prospeksi bertujuan untuk membatasi daerah sebaran endapan batubara.
Batasan daerah tersebut akan dijadikan sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan
pada tahap prospeksi terdiri dari pemetaan geologi dengan skala minimal 1 : 50.000,
pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran,
pemboran uji (scout drilling), pencontohan, dan analisis. Jika memang diperlukan
dapat dilakukan eksplorasi tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika,
geokimia, petrografi, dan lainnya. Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis
petrografi.

Gambar II.12. Pemboran uji

Analisis Petrografi
Percontoh batuan yang digunakan dalam analisis petrografi dapat berasal dari
singkapan, tambang terbuka dan percontoh bawah permukaan berupa percontoh inti
(Heryanto, 2008; Heryanto dr., 2004; Permana, 2008; Permana dan Panggabean,
2011a; Permana drr., 2014; dalam Permana, A.K., 2017). Selanjutnya percontoh
batubara dibentuk blok poles (polished block) atau briket pellet (grain mounted)
yang akan dianalisis menggunakan mikroskop cahaya sinar pantul.

Pengujian petrografi bertujuan untuk mengidentifikasi komponen bahan organik


(maseral dan dom) dan anorganik (mineral matter), asosiasi dan perhitungan
komposisi dari keduanya, serta pengujian reflektansi maseral vintrinit dari bahan
organik untuk mengetahui kematangan batuan dan peringkat batubara. Berikut
Tabel II.1 standard pengujian petrografi organik.

9
Tabel II.1 Klasifikasi maseral (ICCP, 2001 dalam Permana, A.K., 2007)
Grup Sub grup Maseral
Vintrinit Telovintrinit Telinit
Kolotelinit
Detrovintrinit Vitrodetrinit
Kolodetrinit
Gelovintrinit Korpogelinit
Gelinit
Huminit Telohuminit Tekstinit
Ulminit
Detrohuminit Atrinit
Densinit
Gelohuminit Korpohuminit
Gelinit
Inertinit Fusinit
Semifusinit
Funginit
Sekretinit
Makrinit
Mikrinit
Inertodetrinit
Liptinit Sporitinit
Kutinit
Resinit
Alginit
Suberinit
Klorofilinit
Flourinit
Bituminist
Eksudatinit
Liptodetrinit

II.2.3 Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)


Tahap eksplorasi pendahuluan bertujuan untuk mengetahui gambaran awal bentuk
tiga dimensi endapan batubara meliputi ketabalan lapisan, bentuk, korelasi, sebaran,
struktur, kuantitas dan kualitas. Kegiatan dalam eksplorasi pendahuluan berupa
pemetaan geologi dengan skala minimal 1 : 10.000, pemetaan topografi, pemboran
yang jaraknya disesuaikan dengan kondisi geologi, penampangan (logging)
geofisika, pembuatan sumuran atau parit uji, dan pencontohan yang andal.

10
II.2.4 Explorasi Rinci (Detailed Ecploration)
Tahap eksplorasi rinci bertujuan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas, serta
model tiga dimensi endapan batubara secara lebil rinci. Kegiatan yang dilakukan
dalam tahap eksplorasi rinci adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala
minimal 1 : 2.000, pemboran dan pencontohan dengan jarak yang disesuaikan
kondisi geologi, penampang (logging) geofisika, serta pengkajian geohidrologi dan
geoteknik.

11
Bab III Penutup

III. 1 Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian makalah konsep eksplorasi batubara adalah

1. Penting mempertimbangkan nilai efisien dan nilai efektif dalam kegiatan


penambangan.
2. Secara umum, terdapat empat tahapa eksplorasi batubara yaitu survei tinjau,
prospeksi, eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci.
3. Analisis petrografi dilakukan dengan membuat blok poles atau briket pellet
yang kemudian diamati dibawah mikroskop sinar pantul.
4. Analisis petrografi dapat memberikan informasi mengenai kematangan batuan
dan peringkat batubara.

12
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional-BSN (1998): Klasifikasi sumberdaya dan cadangan


batubara. Standar Nasional Indonesia, Amandemen 1-SNI13-5014-1998.
Heryanto, R. (2009): Karakteristik dan lingkungan pengendapan batubara Formasi
Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya Kalimantan Selatan, 4, 239-252.
Materi kerja praktik (2013): Pengetahuan produk unit alat berat dan aplikasinya,
PT. Cipta Kridatama.
Materi kerja praktik (2013): Pengeboran dan peledakan, PT. Cipta Kridatama.
Modul pengambilan conto dan perhitungan cadangan dengan metoda-metoda
konvensional (1998), Intitut Teknologi Bandung.
Permana, A.K. (2017): Aplikasi petrologi organic dalam analisis cekungan dan
eksplorasi hidrokarbon pada beberapa cekungan di Indonesia dan Australia,
18, 117-135.

13

Anda mungkin juga menyukai