Anda di halaman 1dari 22

Chapter 1: AIR DAN FLUIDA HIDROTERMAL DI BUMI

(Sumber: Franco Pirajno – Hidrothermal Processes and Mineral System


Ch. 1 - 2, p. 1-157)

Pemahaman tentang proses air melalui sifat fisika dan kimia air sangat berkaitan
terhadap sistem hidrotermal, proses hidrotermal, dan larutan hidrotermal. Air
merupakan oksida hydrogen berkomposisi dua atom H dan 1 atom O yang
membentuk molekul polar dimana atom H adalah muatan positif dan atom O adalah
muatan negatif. Muatan atom air yang berlawanan (polaritas) berperan sebagai
ligan untuk kation, proses hidrasi dan hidrolisis. Berikut reaksi kimia air murni:

H2O→H+ + OH-

Air dapat ditemukan dalam tiga fasa yaitu cair, padat (es), dan gas. Air di dekat
permukaan berada dalam keaadan cair seperti laut, sungai, danau, dan air tanah. Air
berupa gas di atmosfer dan di emisi vulkanik. Air dalam kondisi padat di kutub,
gletser gunung dan sebagai permafrost. Air berperan dalam dua siklus yaitu:

1. Endogen : energi diperoleh dari interior bumi dan terlibat dalam proses tektonik,
batuan beku, dan batuan metamorf.
2. Eksogen : sebesar lebih dari 99% energi diperoleh dari matahari dan
menggerakkan proses interaksi antara hidrosfer, atmosfer, dan geosfer (siklus
hidrologi dan pelapukan).

Sejarah hidrosfer dan atmosfer merupakan hasil saling berpengaruh dari aktivitas
vulkanik, benturan asteroid, tektonik, dan meningkatnya peran dari aktifitas
biologis. Perkiraan total air (berasal dari submarine, subaerial volcanic eruption,
magmatic arc, mid-ocean ridge) yang mengalir dari mantel ke permukaan sekitar
2.0x1011 kg yr-1 sedangkan air yang kembali ke mantel melalui sedimen pelagic
sepanjang slab subduksi dan kerak samudra sekitar 8.7x1011 kg yr-1.
Ketidakseimbangan antara air yang keluar dari mantel dengan air yang kembali ke
mantel diperkirakan air mengalami daur ulang kedalam mantel dan digunakan pada
reaksi hidrasi. Berikut Gambar 1 menjelaskan siklus air.
Gambar 1. Model sirkulasi air terestrial: (A) Sirkulasi global, (B) sirkulasi air dan
volatil di sistem mid-ocean ridge dan vulkanik, (C) Siklus air endogenik
dan meteorik.
Proses dehidrasi pada slab subduksi sangat efektif untuk mentransfer air kembali
ke permukaan melalui lelehan sebagian (partial melting) dan vulkanik. Dehydrasi
pada slab subduksi selama penguraian mineral hidrous terjadi di:
1. Mantel atas: dehidrasi mineral serpentin, klorit, phengite → proses hidrasi
membawa air ke mantle wedge di atas zona subduksi yang memicu partial
melting dan menghasilkan air di arc magmatism.
2. Zona transisi: penguraian mineral Phase E (Mg7Si2O(OH)6) dan wadsleyite.
3. Mantel bawah: penguraian mineral Phase B (Mg12Si4O19(OH)2).
4. Mantel pada kedalman >800 km: penguraian mineral Phase D
(Mg1.14Si1.73H2.81O6).

Gambar 2. Air yang dihasilkan dari dehidrasi dan penguraian mineral hidrous di
slab subduksi.

Asal Air: Air Laut dan Air Permukaan


Atmosfer dan hidrosfer terbentuk dari kombinasi proses awal pembentukan planet
dan air yang berasal dari benturan komet dan meteorit. Kondensasi air likuid dan
akumulasinya di area rendah atau di protobasins membentuk lautan. Planet
terbentuk oleh kolisi dan pendinginan butir nebular dan membentuk ukuran yang
lebih besar yang berdasarkan densitas disebut planetesimals yang komposisinya
dibedakan berdasarkan perbedaan jarak dari asal solar nebula. Solar nebula
merupakan material dasar untuk sistem planet yang mengandung 98% campuran
dari H2 dan He, kurang dari 2% volatile (H2O, CH4, NH3, dll), dan sekitar 0.5%
solid mengandung SiO2, MgO, FeO, FeS, dll.
Kehadiran air diusulkan berkaitan dengan benturan komet selama awal sejarah
bumi 500 atau 600 Ma. Komet berkomposisi air es, es, dan kandungan volatile
lainnya seperti CO2, CH+, CN+,N2, C+, Ca+, NH3, CN, CH4, C2H2, C2H6, H2S, juga
elemen seperti Na, Fe, K, V’, Cr, Mn, Co, Ni, Cu, Si, Mg, Al, dan Ti.

Planet teristrial yang baru terbentuk kemudian dipanaskan melalui tiga proses
utama yaitu:
1. Energi benturan (impact energy).
2. Tekanan gravitasi.
3. Radioaktivitas.

Saat panas yang dihasilkan lebih cepat dari pada aliran tersebut mengalir, maka
terjadi peleburan awal. Peleburan awal menyebabkan terjadinya differensiasi tubuh
planet menjadi beberapa lapisan dengan material ringan menuju ke permukaan.
Akumulasi Al, Si, K, dan Na sebagai unsur membentuk lapisa terluar (crust), diikuti
pembentukan lapisan dalam (mantle) dengan komsposisi silika Fe dan Mg. material
metalik seperti alloy Fe-Ni yang lebih berat tenggelam dan menajdi pembentuk
lapisan terdalam (core).

a. Air Laut
Karakteristik air laut adalah salinitas yang terbentuk pada 4 juta tahun lalu yang
mengandung Cl-, Na+, Ca2+, dan Mg2+ dengan kandungan Cl- dan Na+ merupakan
unsur kation dan anion yang dominan. Salinitas merupakan jumlah total padatan
yang larut per kilogram air. Padatan yang larut dalam air laut dapat berubah seiring
waktu dan perubahan lingkungan seperti lagun, evaporitic ponds, dan cekungan
anoxic dalam. Salinitas bersumber dari:
1. Aliran hidrotermal.
2. Pelapukan material kerak benua.

Air laut juga mengandung gas dalam larutan (O2, N2, CO2, Ar, H2S) seperti host
unutk unsur lainnya termasuk Li, C, Al, Si, P, Ti, V, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, As,
Se, Rb, Mo, I, dan Ba. Penambahan material ke laut melalui sungai ditambah dari
elemen-elemen vulkanik bawah laut di sepanjang active mid-ocean ridge, oceanic
palteaux, dan volcanic island berupa anion seperti Cl-, SO42-, B, dan Br.

Air laut bisa jadi merupakan komponen yang penting dalam sistem hidrotermal,
seperti yang terjadi di sepanjang MOR, back-arc basin, rift basin, lempeng
samudera dan vulkanik bawah laut. Kaldera vulkanik di back ark setting
membentuk VHMS, sebaliknya ekshalasi hidrotermal pada lantai samudera di rift
basin membentuk SEDEX. Chimneys dan sulphide mounds di MOR hampir
seluruhnya terbentuk karena adanya proses sirkulasi air laut.

b. Air Permukaan
Air meteorik atau air teristrial diperlukan untuk proses pelapukan, erosi, dan
transportasi material. Jika dibandingkan dengan air laut, air hujan memiliki aksi
peluluhan pada batuan yang lebih kuat. Hal ini akibat air hujan mengandung
konsentrasi gram rendah namun memiliki kandungan CO2 yang lebih tinggi. Air
sungai mengandung Ca2+ dan HCO3-.

c. Air Tanah
Air tanah atau phreatic water adalah air yang meresap melalui tanah ke dalam
batuan dasar. Penyerapan dan penyimpanan air tanah bergantung pada porositas dan
permeabilitas. Porositas terbagi dua yaitu:

1. Porositas primer yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan, dimana


terbentuk ruang antar butiran yang tidak terpengaruh kompaksi atau perubahan
kimia selanjutnya.
2. Porositas sekunder yaitu terjadi larutan sebagian pada batas butir, rekahan, atau
perubahan kimia.

Terdapat dua jenis permeabilitas yaitu:


1. Permeabilitas intrisik adalah medium yang berada pada temperatur dan tekanan
standar.
2. Permeabilitas dinamik adalah medium yang berada dibawah kondisi tidak
standar.

Air tanah mengandung bikarbonat, sulfat, klorit, dan logam alkali dengan kadar
bengantung pada batuan disekitar dan lamanya waktu. Berikut beberapa interaksi air
tanah dengan hidrotermal, sistem vulkanik, dan aliran dekat permukaan:
1. Air tanah yang terserap melalaui rekahan dan terpanaskan di gradient
geothermal tinggi dapat menjadi sistem hidrotermal meteoric dan naik kembali
melalui rekahan atau sesar. Kenampakan air sistem hidrotermal meteoric di
permukaan berupa hot spring.
2. Sistem hidrotermal meteoric di vulkanik terpanaskan oleh magma dan mencapai
temperatur di atas 3500C. selama sistem hidrotermal mengalir ke atas dapat
menajdi larutan yang mengendapkan logam dan sulfida.
3. Sistem hidrotermal meteorik yang mengalir dekat permukaan disebut sebagai
geothermal.

Struktur dan sifat air : Hidrasi dan Hidrolisis


Struktur mulekul air mengontrol perilaku fisika-kimia air. Strktur air es dapat
dianologikan terhadap trydimite, bahwa oksigen pada air diselaraskan menjadi
tetrahedral (tetrahedron menjadi blok-blok mineral silikat dalam kerak bumi). Oleh
karena itu, air muncul dengan susunan pseudo-kristalin yang sama dengan struktur
kuarsa. Hal ini menjelaskan densitas air yang lebih tinggi daripada es. Ion oksigen
di dalam air lebih besar dari ion hydrogen menyebabkan molekul air bulat.
Meskipun netral, namun memiliki muatan positif untuk dua hidrogen dan satu
negatif untuk oksigen. Sehingga, molekul terikat memiliki karakter polar dan
bereaksi dalam larutan seperti magnet kecil. Karakter polar ini merupakan kunci
dari proses hidrolisis maupun hidrasi mineral silika dan juga penting dalam proses
alterasi hidrotermal.

Pada proses hidrasi terjadi penyerapan H2O oleh ion lainnya yang membentuk
kerangka hidrasi. Pemutusan ikatan terjadi jika lapisan air semuanya mengelilingi
ion tertentu. Hidrolilis merupakan efek dari pemisahan molekul air menjadi H+ dan
ion OH-. Proses hidrolisis penting dalam pemisahan mineral-mineral silikat dan
melibatkan H+ dan OH- untuk saling berikatan dalam mineral dengan pola geometri
tertentu. Hidrolisis diartikan sebagai reaksi antara air dan ion dengan asam lemah
atau basa lemah. Contoh reaksi hidrolisis pada mineral fayalit dengan air pada pH
netral.

2 Mg2SiO4+ 2H2O + 2H  Mg3Si2O5(OH)4 + Mg2+


Olivin Serpentinit

Reaksi hidrolisis dapat terjadi pada kondisi pH rendah, contohnya pada oksidasi
endapan sulfida. Kehadiran ion H+ pada air asam meningkatkan reaksi mineral
silikat yang menghasilkan pemisahan kation. Sebagian kation dapat berubah
menjadi stabil dalam mineral sekunder dan sebagian lainnya ikut larut dan terbawa
oleh larutan. Mobilitas kation tersebut pada kondisi fisika-kimia yang berbeda
menjadi sangat penting dalam eksplorasi geokimia dan untuk evaluasi gosan.

Hidrolisis mineral silikat sangat penting dalam alterasi hidrotermal karena ion
hidrogen menembus ikatan silikat dimana mereka bersaing dengan kation (K, Na,
Ca, dll) untuk berikatan dengan ion oksigen. Hidrolisis merupakan proses
pembentukan mineral baru akibat terjadinya reaksi kimia antara mineral tertentu
dengan ion H+, contohnya:

3 KAlSiO3O8 + H2O(aq)  KAl3Si3O10 (OH)2 + 6SiO2 + 2K


K-feldspar Muskovit (Serisit) Kuarsa
Fluida Hidrotermal
Fluida hidrotermal merupakan larutan cair panas (50-500oC) yang mengandung
larutan dan mengalami presipitas yang mengubah sifatnya pada ruang dan waktu.
Air pada larutan hidrotermal dapat berasal dari air laut, air meteorik, air connate,
air metamorfik, air juvenil, atau air magmatik. Kebanyakan larutan hidrotermal
merupakan campuran dari beberapa sumber dan mengalami proses:
1. Air meteorik, termasuk air hujan, danau dan air tanah dapat menembus jauh ke
dalam bumi, terpanaskan dan dapat menjadi larutan yang termineralisasikan,
dengan demikian dapat menjadi larutan hidrotermal.
2. Air laut, dapat menembus lantai samudera sampai kedalaman beberapa
kilometer. Akibatnya, air laut tersebut terpanaskan, berubah menjadi air yang
terkayakan dengan logam dan terbawa karena arus konveksi. Pada akhirnya
terlepas di permukaan lantai samudera sebagai endapan submarine.
3. Air yang terperangkap di batuan sedimen pada saat terjadi proses diagenesa
disebut sebagai air connate, atau air formasi. Estimasinya bahwa sekitar 20%
volume batuan sedimen yang tidak termetamorfosiskan pada lempeng bumi
terdapat air pori. Secara luas, diketahui juga bahwa fluida hidrotermal dapat
terbentuk dari proses diagenesis (burial), sehingga bisa mencapai salinitas dan
temperatur yang tinggi.
4. Air metamorfik diperoleh dari proses dehidrasi mineral hidroksil seiring
dengan peningkatan temperatur dan tekanan. Air metamorfik ini dilepaskan
dari mineral pembentuk batua selama proses metamorfisme terjadi dan juga
berasosiasi dengan gas seperti He, H2, N2, CH4, CO2 serta hidrokarbon. Pada
kondisi sangat dalam, interaksi batuan air dan gas sangat aktif. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh proses metamorfisme.
5. Beberapa geosaintis berasumsi bahwa air juvenil berasal dari mantel. Air
magmatik mengalami pemisahan dengan melt pada saat pembekuan,
menghasilkan sistem hidrotermal magmatik, yang mungkin merupakan agen
yang paling kuat pada pengendapan mineral. Unsur-unsur volatil bersama-
sama dengan air magmatik, seperti H2S, CO2, SO2, SO4-, HCl, B, F, H2.
Komposisi air di dalam magma kurang lebih 2%-6,5% beratnya. Kehadiran
volatil magma secara umum berkaitan dengan komposisi dan sumber magma.
a. Kelarutan dan Pemanasan
Kelarutan dan pemanasan merupakan faktor pemisahan komponen dari larutan
sehingga menjadi faktor penting dalam pengendapan mineral pada fluida
hidrotermal. Kelarutan dipengaruhi oleh:
1. Pengaruh reaksi molekul H2O dan ion padatan yang cenderung membawa
padatan ke dalam larutan.
2. Pengaruh reaksi muatan ion molekul lainnya yang akan mencegah padatan ke
dalam larutan.
Secara umum, hukum kelarutan adalah:
 NO3- semua nitrat bisa larut.
 Cl- semua klorida bisa larut, kecuali AgCl, Hg2Cl2.
 SO2- semua sulfat dapat larut, kecuali CaSO4, SrSO4, BaSO4, PbSO4, AG2SO4.
 CO2- semua karbonat tidak dapat larut kecuali grup elemen I, K, dan lain-lain.
 OH- semua hidrooksida tidak dapat larut kecuali grup elemen I, Sr(OH)2 dan
Ba(OH)2.
 S2- semua sulfida tidak dapat larut kecuali grup elemen I dan II.

Temperatur dan tekanan mempengaruhi kelarutan. Penyerapan panas


mengakibatkan terjadinya pemutusan struktur ikatan molekul, dan daya larut gas
akan berkurang ketika temperatur meningkat. Pemanasan larutan hidrotermal
penting karena akan menghasilkan presipitasi unsur bijih seperti Au, As, Sb, Ag.

b. Nomenklatul Asam-Bassa
Sebuah zat kimia dikatakan asam jika menghasilkan ion hidrogen (H+) dalam
larutan air, dan dikatakan basa jika menghasilkan ion hidroksida (OH-). Tingkat
keasaman lebih sering dijelaskan dengan indeks pH. Di dalam batuan, tingkat
keasaman sering di kenali dari presentasi mineral asam oksida seperti SiO2,
sedangkan basa dikenali dari presentasi mineral logam oksida seperti MgO, FeO.

c. Potensial Redox
Potensial redox merupakan parameter penting untuk mencirikan larutan cair dan
kondisi oksidasi dan reduksi pada lingkungan geologi tertentu. Redox merupakan
singkatan dari reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi-oksidasi merupakan salah satu
hal dapat yang mentrasfer elektron dari satu unsur ke unsur lainnya. Contohnya
yaitu Fe, memiliki dua tahap oksidasi, yaitu tahap Fe(II) (ferrous) dan Fe(III)
(ferric). Contoh reaksi penambahan jumlah elektron Fe yang kemudian berikatan
dengan atom (reaksi oksidasi), yang sebaliknya merupakan reaksi reduksi dimana
elemen oksidasi, Fe, menerima kembali sebagian atau semua ikatan elekstronnya.

Reaksi redoks juga termasuk pertukaran O2 di setiap fase, contohnya;

d. Kimia Potensial, Aktifitas Kimia, Fugasitas dan Fugasitas Oksigen


Kimia potensial, aktifitas kimia, fugasitas dan fugasitas oksigen biasa sering
digunakan untuk membahas mengenai fisika kimia, kesetimbangan kimia, dan
termodinamika. Potensial kimia mencirikan kapasitas sebuah senyawa untuk
bereaksi dengan senyawa lainnya, dan merepresentasikan level energi pada
senyawa dalam fase tertentu. Kimia potensial dianalogikan seperti energi potensial,
dimana kondisi stabilnya ketika berada pada kondisi potensial terendah.

e. Mata Air Panas


Mata air panas yaitu air yang keluar dari dalam bumi dengan suhu 36,7o C atau
lebih. Mata air panas subaerial dan subaqueous serta gas vulkanik merupakan bukti
aktifitas hidrotermal. Subaqueous sangat sering muncul di; danau vulkanik dan
tektonik, di bawah laut di sepanjang MOR dan di sepanjang gugus pulau vulkanik.
Mata air panas subaerial umumnya ditemukan pada area geotermal yang tinggi, baik
itu di area orogenik (konvergen) maupun non-orogenik (divergen, intracontinental
rift). Anomali gradien geotermal berkaitan dengan aktifitas magmatik aktif atau
sisa, atau anomali kondisi benua seperti tektonik up-lift. Mata air panas juga dapat
muncul pada kondisi konsentrasi tinggi elemen radioaktif di kerak benua atau
granitisasi (amagmatik).

Beberapa tipe mata air panas di darat adlah asam sulfat, alkalin, carbonate-rich.
Berikut karakteristik mata air asam sulfat yaitu:
- Klorida rendah
- pH rendah
- Banyak senyawa akibat oksidasi seperti H2S, H2SO4
- Terdapat volatil seperti SO4, NH3, B
- Terdapatan logam seperti Hg, Bi, As, Au, Sb, W, Tl dan Sn
- Dihasilkan dari proses kondensasi uap saat naik melewati rekahan dengan
temperatur di bawah 400oC
- Lebih sering muncul di lereng gunung api dan crater lake daripada di
cekungan atau pada struktur kaldera
- Sering berasosiasi dengan fumarol dan danau lumpur.

Berikut ciri-ciri mata air alkaline yaitu:


- Kehadiran Na, K klorida, silika, bikarbonat, florit, amonia, As, Li, Rb, Cs
dan campuran boric.
- pH 5-9.
- Sering muncul di tatanan kaldera.

f. Inklusi Fluida
Inklusi fluida merupakan droplet fluida yang terperangkap di dalam kristal mineral
pada saat keterbentukan kristal (crystal growth), atau masuk di sepanjang rekahan
mikro dan belahan kristal setelah terjadi kristalisasi. Kimia inklusi fluida
mengindikasikan bahwa umumnya larutan hidrotermal terdiri dari unsur, Na, Ka,
Ca, Mg, Fe, Ba, Mn, anion Cl, S, C, N,, P, Si, logam seperti Au, Ag, Cu, Pb, Zn, U,
dan gas seperti CO2, CH4, N2, SO2, H2S dan juga hidrokarbon. Inklusi fluida
sangat penting untuk menentukan temperatur, tekanan, densitas, dan komposisi
yang dapat digunakan mengetahui mineralisasinya.
Terdapat tiga tipe inklusi fluida yaitu:
- Primary: terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan kristal, terisolasi atau
dalam cluster kecil yang disebut growth zone.
- Secondary: terbentuk setelah pertumbuhan kristal, melintasi growth zone
bahkan batas kristal.
- Pseudosecondary: terbentuk di dalam rekahan di dalam satu kristal dan tidak
melewati batas mineral.

Gambar 3. (A) Primary (P), Secondary (S) dan Pseudosecondary (PS); (B)
Klasifikasi inklusi fluida pada temperatur ruang.

Kombinasi inklusi fluida: L+V, L+V+S, V1+V2, L1+L2 dan lain-lain. Kehadiran
L-rich dan V-rich secara bersama-sama mengindikasikan pencampuran. Secara
umum, kehadiran bersama tipe II (L+V) dan III (V+SL) dapat mengindikasikan
bahwa fluida mengalami pemanasan ketika fluida terperangkap. Pada kasus satu
sistem, gelembung gas merupakan hasil fase gas dari liquid yang ada pada saat
pemanasan, atau dalam hal sistem heterogen, gas dihasilkan dari pembuihan.
Kehadiran gelembung gas juga mengindikasikan adanya proses immicibility.
Konten halogen dan rasionnya dalam inklusi fluida dapat digunakan untuk
mengindikasikan fluida hidrotermal apakah itu air laut, continental brines atau yang
lain. Perbandingan dan plot yang digunakan yaitu Cl/Br dengan Na/Br dan Cl
dengan Br. Kegunaan lain dari inklusi fluida yaitu adanya konten gas mulia seperti
He, Ar, Kr, Xe. Isotope He digunakan khususnya untuk menjejaki apakah fluida
berasal dari mantel atau merupakan gas dari mantel.

Beberapa tipe endapan terbentuk pada temperatur dan salinitas berbeda, dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4. Temperatur dan salinitas sistem hidotermal untuk beberapa tipe


endapan.

g. Unsur Terlarut dan Metal Partitioning dalam Larutan Hidrotermal.


Dari studi inklusi fluida, mata air panas dan fluida yang ditemukan pada
pemboran geotermal atau minyak, menunjukan bahwa jumlah dissolved solid
dalam larutan hidrotermal bervariasi, mulai dari <1% sampai >50% berat larutan.
Beberapa komposisi tipikal yaitu:
Dari dua tabel berturut-turut di atas, dapat diketahui bahwa; (1) komponen mayor
dalam larutan hidrotermal yaitu Na, K, Cl dan Ca, komponen minor dalam larutan
hidrotermal yaitu Sr, Fe, Zn, Mg, Mn, CO2, SO2, H2S, NH3. Konsentrasi logam di
dalam fluida hidrotermal tidak perlu tinggi untuk membentuk endapan mineral, oleh
karena itu faktor penting lainnya dalam pengendapan atau pengkayaan mineral
yaitu waktu dan kecepatan pengendapan. Walau sulit untuk mengindentifikasi
secara absolut, namun dapat di asumsikan bahwa sumber utama yaitu dari magma
yang mendingin dan atau batuan yang dilewati larutan.
Fluida hidrotermal mengandung dissolved constituent dari satu atau dua proses
fundamental, yaitu; konstituen yang dilepaskan ke dalam fluida oleh karena
kristalisasi magma dan konstituent yang berasal dari batuan yang dilewati larutan
cair panas.

h. Ion Kompleks Dalam Larutan Hidrotermal


Dua macam kompleks yang penting dalam transport ore metal dalam larutan
hidrotermal yaitu: sulphide (HS- dan H2S) dan klorida (Cl-). Ikatan lain yang juga
penting yaitu OH-, NH3, F-, CN-, SO2-4 dan beberapa kompleks organik. Ore yang
terbawa di dalam fluida berhubungan erat dengan aktifitas dari ikatan-ikatan di atas.
Aktifitas ikatan tersebut mengikuti fungsi konsentrasi temperatur, kekuatan ikatan
ion, pH dan Eh. Kompleks yang paling penting di dalam endapan sulfida yaitu
ikatan H2S dan ion hidrosulfida Hs-.

Kompleks sulfida pada temperatur rendah dan kompleks klorida pada temperatur
tinggi dan hubungannya terhadap tipe endapan mineral, dimulai dari skarn
(temperatur tinggi) sampai urat hidrotermal (temperatur rendah) diilustrasikan
seperti gambar di bawah. Pada Au, kelarutan dalam larutan klorida yaitu:

Au + H+ + 2Cl- = AuCl-2 + 1/2H2

Gambar 7. Rentang temperatur AuCl dan AuHs pada diagram transport logam dan
asosiasinya dengan sistem mineral.
Penyebab deposisi dari kompleks sulfida yaitu:
- Pelepasan tekanan dan pemanasan
- Oksidasi, yang menurunkan kontent sulfida dan pH.
CHAPTER 2: PROSES HIDROTERMAL DAN ALTERASI BATUAN
SAMPING

Sistem hidrotermal merupakan distribusi sirkulasi fluida panas secara lateral dan
vertical pada berbagai temperatur dan tekanan dibawah permukaan bumi.
Komponen utama pada sistem hidrotermal adalah:
- Heat source (magmatik, gradient geotermal, radiogenik decay,
metamorfisme)
- Fase fluida (larutan yang berasal dari fluida megmatik/juvenile, air
metamorfik, air connate atau air laut).
- Struktur (fault, fracture) dan permeable litologi, sebagai pathways fluida
hidrotermal.

Gambar 5. Aliran fluida dalam rekahan (sistem hidrotermal).


Vein Hidrotermal
Vein hidrotermal merupakan indikator terbaik untuk mengetahui adanya aliran
fluida hidrotermal dan sebagai ekspresi saluran atau rekahan dimana fluida
hidrotermal bersirkulasi. Variasi tekstur dan morfologi kristal urat dapat
merepresentasikan sifat dasar sistem hidrotermal.

Morfologi vein, Archean Au deposits (Vearncomble, 1993):


- Face-controlled
- Displacement-controlled
- Paralel-controlled
- Radiating
- Non-directional controlled
- Replacement
- Modifikasi
Gambar 6. Kateogri kuarsa yang terbentuk di dalam vein.

Berikut karakteristik tekstur quartz vein:


Degassing Magma dan Sistem Hidrotermal Magmatik
Model sistem intrusion-related magmatic-hydrotermal system:
- Bunham model

Gambar 10. Evolusi sistem hidrotermal magmatik selama pembekuan intrusi


porfiri.
Model tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pembekuan berlangsung di
lingkungan sub vulkanik, sehingga pada tahap awal, selama proses pembekuan
magma, sistem yang terbentuk yaitu sistem terbuka, menyebabkan terjadinya aliran
atau keluarnya volatil melalui rekahan ke bagian atas tubuh pluton. Pada tahap
akhir, sistemnya menjadi sistem tertutup dengan terbentuknya solidified shell.

- Wiliam jones dan heinrich model


Gambar 7. Evolusi regime fluida hidrotermal, di dalam dan di atas kantung magma,

Berikut reaksi-reaksi yang berperan dalam proses alterasi hidrotermal (reaksi kimia
antara batuan dengan larutan hidrotermal) yaitu:

 Hidrolisis, merupakan proses pembentukan mineral baru akibat terjadinya


reaksi kimia antara mineral tertentu dengan ion H+. Contoh:
3 KAlSiO3O8 + H2O(aq)  KAl3Si3O10 (OH)2 + 6SiO2 + 2K
K-feldspar Muskovit (Serisit) Kuarsa
 Hidrasi, merupakan proses pembentukan mineral baru dengan adanya
penambahan molekul H2O. Dehidrasi adalah sebaliknya. Contoh:
Hidrasi:
2 Mg2SiO4+ 2H2O + 2H  Mg3Si2O5(OH)4 + Mg2+
Olivine Serpentinite

Dehidrasi :
Al2Si2O5(OH)4 + 2SiO2  Al2Si4O10 (OH)4 + Mg2+
Kaolinit Kuarsa Pyrophilite

 Metasomatisme alkali-alkali tanah, contoh:


2CaCO3 + Mg2+  CaMg(CO3)2 + Ca2+
Calcite Dolomite
 Dekarbonisasi reaksi kimia yang menghasilkan silika dan oksida
CaMg(CO3)2 + 2SiO2  (CaMg)SiO2 + 2CO2
Dolomite Kuarsa Diosid

 Silisifikasi, merupakan proses penambahan atau produksi kuarsa polimorfnya,


contohnya:
2CaCO3 + SiO2 + 4H-  2Ca2- + 2CO2 + SiO2 + 2H2O
Calcite Kuarsa

 Silisikasi, merupakan proses konversi atau penggantian mineral silikat,


contohnya:
CaCO3 + SiO2  CaSiO3 + CO2
Calcite Kuarsa Wollastonite

Anda mungkin juga menyukai