Anda di halaman 1dari 10

Gambar di atas merupakan gambar diagram Hjulstrom (oleh Hjulstrom,

1939) yang menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran air dan ukuran butir.
Diagram ini terdiri dari dua sumbu utama, yaitu sumbu x dan sumbu y.
Sumbu x menunjukkan hubungan antara kecepatan (kelajuan) aliran air dengan
partikel yang dalam keadaan bergerak. Sedangkan sumbu y menunjukkan
hubungan antara kecepatan aliran air dengan partikel yang dalam keadaan diam.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa parikel seperti clay (lempung) dan silt (lanau)
memerlukan kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan pasir untuk
digerakkan oleh aliran ketika berada dalam keadaan diam. Keadaan ini disebabkan
oleh sifat mineral lempung. Mineral lempung, apabila telah terendapkan akan
saling mengikat/menempel.

Spheroidal Weathering
Spheroidal weathering adalah jenis pelapukan kimia yang menciptakan
batu-batu bulat dan membantu menciptakan monolit berkubah. Dengan abrasi
sungai, proses fisik yang juga menciptakan batu bulat pada skala yang lebih kecil.
Contoh yang baik dari spheroidal weathering dapat ditemukan di daerah Hills
Alabama timur California.

spheroidal weathering terjadi bila massa batuan (paling biasanya granit dalam
komposisi), mengalami penurunan drastis dalam panas dan tekanan ambien,
seperti ketika sebuah batholith tersingkap di permukaan. Bentuk batu pada suhu
dan tekanan yang besar (760 C dan 300 MPa, untuk batuan granit). Dua hal yang
menyebabkan ini dalam granit: kristal kuarsa memperluas sekitar 5%, dan air
asam menyerang mineral feldspar, mengubahnya menjadi tanah liat. Jadi sudut
menjadi bulat, karena tepi sudut menyediakan lebih dari satu daerah penyerangan
dengan mengekspos sejumlah besar luas permukaan. Tepi dan sudut terutama dari
cuaca blok sudut lebih
cepat
dari
datar
permukaan. Hasil akhir
dari proses ini adalah
sebuah batu bulat atau
monolit kubah seperti
bagian
belakang
membulat dari Half
Dome
di
Taman
Nasional Yosemite.

Blok basalt yang rusak (15 x 10 cm) menunjukkan spheroidal weathering.


Potongan Basalt ini berasal dari Brasil, dimana pelapukan kimia menonjol

Proses pelapukan bulat lebih lambat dibandingkan jenis umum lainnya


pelapukan seperti wedging es, dan itu menjadi lebih rendah masih pada suhu
semakin rendah yang memperlambat proses kimia kerusakan feldspar. Jadi
banyak puncak gunung granit yang bergerigi dan craggey bukan bulat.

Spheroidal weathering batuan Granit. Musina Afrika Selatan .

Bouma Sequence

Bouma Sequence (Arnold H. Bouma, 1962) menggambarkan satu set


klasik dari Sedimentary bed (Turbidites) disimpan oleh sedimen-kekeruhan air
saat ini.
Boma sequence khusus menggambarkan berbagai butir menengah, yang
biasanya ditemukan di lereng benua atau pengaturan meningkat.

Bouma sequence dibagi menjadi 5 bagian yang berbeda berlabel A sampai E,


dengan A berada di bagian bawah dan E berada di puncak; setiap bagian
digambarkan oleh Bouma dengan litologi tertentu (lihat di atas).
Dalam urutan Bouma nyata, beberapa bagian mungkin hilang, Bouma
menggambarkanurutan yang ideal.
The beds are:
E: Muds, ungraded, often bioturbated...
D: Parallel laminated silts.
C: Cross laminated sands.
B: Parallel laminated sands.
A: Sands and any larger grains the turbidity current was carrying at the time of
deposition.
The base of the sandstone, below A, is scoured.

Proses pelapukan kimia


Proses pelapukan kimia adalah proses pelapukan yang dapat merubah
komposisi kimia dan mineral dari batuan. Mineral penyusun batuan akan
mengalami perubahan karena persentuhannya dengan air, oksigen dan karbon
dioksida yang terdapat dalam atmosfer. Beberapa unsur penyusun mineral akan
bereaksi dan berubah menjadi larutan. Larutan tersebut dapat mengkristal kembali
dan membentuk mineral sekunder.
Hidrolisis, merupakan reaksi kimia yang penting antara mineral silikat dengan air
yang menyebabkan terlepasnya kation logam dan silikat. Mineral yang
mengandung aluminium akan menghasilkan mineral lempung selain ion logam
dan silikat. Mineral ortoklas akan menghasilkan kaolinit, sedang albit akan
menghasilkan mineral kaolinit atau montmorilonit.
Hidrasi, adalah proses penambahan molekul air pada mineral untuk membentuk
mineral baru. Contohnya adalah penambahan molekul air pada hematit yang
membentuk gutit, atau pada anhidrit yang membentuk gipsum.

Oksidasi, terutama terjadi pada mineral silikat yang mengandung bes seperti biotit
dan piroksin. Proses ini akan membentuk mineral oksida besi.
Pelarutan, Proses ini terutama terjadi pada mineral yang mudah larut oleh air yang
mengandung CO2 seperti kalsit, dolomit, dan gipsum.
Pertukaran ion, Proses pelapukan ini sangat penting pada perubahan jenis mineral
lempung menjadi jenis yang berbeda. Proses ini merupakan pertukaran antara ionion di dalam mineral. Contohnya adalah pertukaran antara ion Na dan Ca yang
terdapat dalam mineral.
Chelation, merupakan pengabungan ion logam dengan molekul organik yang
mempunyai struktur cincin.
Kecepatan Proses Pelapukan Kimia
Kecepatan pelapukan kimia sangat tergantung pada iklim dan komposisi mineral
dan ukuran butir batuan. Proses pelapukan lebih cepat terjadi pada daerah yang
beriklim panas dan basah daripada daerah yang beriklim dingin dan kering.
Macam soil yang terbentuk akibat proses pelapukan kimia juga tergantung pada
letaknya terhadap katulistiwa (Gambar 2.3)

Hasil proses pelapukan


Fragmen batuan. Soil yang immature, hasil pelapukan batuan beku,
mengandung fragmen batuan, dan mineral yang tidak stabil seperti biotit, piroksin,
hornblende, dan Ca-plagioklas. Sedang soil yang dewasa (mature), akan
mengandung mineral-mineral yang sangat stabil seperti kuarsa, muskovit dan
kemungkinan ortoklas (Tabel 2.3). Stabilitas mineral terhadap proses pelapukan
kimia merupakan kebalikan dari Bowens Reaction Series.
Mineral sekunder. Mineral sekunder yang terbentuk oleh proses pelapukan
adalah mineral lempung, oksida atau hidroksida besi, dan aluminium hidroksida.
Mineral lempung yang terbentuk pada proses pelapukan kimia tingkat sedang
adalah ilit dan smektit. Sedang pada pelapukan kimia yang intensif akan terbentuk
aluminium hidroksida seperti gibsit. Mineral ini sering sebagai mineral bijih
aluminium (aluminium ores). Mineral sekunder yang mengandung besi pada
umumnya adalah mineral gutit, hematit, dan limonit.

Pelapukan kimia sering pula disebut dengan pelapukan khemis. Sebagaimana


pelapukan fisis dan pelapukan biologi, pelapukan kimia merupakan bagian dari
tenaga eksogen yang bersifat merusak (destruktif). Menurut Samadi (2007:87),
"pelapukan kimia merupakan proses penghancuran batuan disertai dengan
perubahan struktur kimianya". Perubahan struktur kimia yang dimaksud adalah
perubahan struktur kimia penyusun batuan yang mengalami pelapukan tersebut.
Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) mengemukakan bahwa dalam
prosesnya, air merupakan faktor utama sebagai zat pelarut. Air yang dimaksud
adalah air hujan. Pelapukan kimia ini umumnya terjadi di daerah yang berbatuan
induk kapur (daerah yang bertopografi karst). Sebenarnya batuan kapur merupakan
batuan yang tidak tembus air (permeabel), tetapi karena batuan ini banyak dijumpai
adanya celah retakan (diaklas) sehingga air hujan yang banyak mengandung CO2
meresap ke dalamnya hingga menimbulkan pelarutan.

Pelapukan kimia sering pula disebut dengan pelapukan khemis.


Sebagaimana pelapukan fisis dan pelapukan biologi, pelapukan kimia merupakan
bagian dari tenaga eksogen yang bersifat merusak (destruktif). Menurut Samadi
(2007:87), "pelapukan kimia merupakan proses penghancuran batuan disertai

dengan perubahan struktur kimianya". Perubahan struktur kimia yang dimaksud


adalah perubahan struktur kimia penyusun batuan yang mengalami pelapukan
tersebut. Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) mengemukakan bahwa
dalam prosesnya, air merupakan faktor utama sebagai zat pelarut. Air yang
dimaksud adalah air hujan. Pelapukan kimia ini umumnya terjadi di daerah yang
berbatuan induk kapur (daerah yang bertopografi karst). Sebenarnya batuan kapur
merupakan batuan yang tidak tembus air (permeabel), tetapi karena batuan ini
banyak dijumpai adanya celah retakan (diaklas) sehingga air hujan yang banyak
mengandung CO2 meresap ke dalamnya hingga menimbulkan pelarutan.

Selanjutnya, Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) menguraikan bahwa ada
empat macam proses yang termasuk ke dalam pelapukan kimia, yaitu:
(a) Hidrasi atau adsorbsi air: penarikan air oleh sesuatu zat tetapi air tersebut tidak
terus masuk terus masuk ke dalam zat itu. Air hanya tertangkap di permukaan zat
tersebut. Contoh hidrasi adalah perubahan gips ke dalam anhidrit akibat adsorbsi
air. Persenyawaan kimianya sebagai berikut:
CaSO4 + 2H2O CaSO4 + 2H2O
CaSO4 = anhidrit CaSO4 + 2H2O = gips
(b) Hidrolisa: penguraian air atas ion-ion H yang positif dan ion-ion OH yang
negatif. Ion-ion H bersama dengan unsur K, Na, C, dan Mg mengadakan
persenyawaan basa. Basa-basa
sangat mudah bereaksi dengan zat lain yang mengakibatkan K, Na, Ca, dan Mg
berubah
menjadi garam yang mudah larut. Hal semacam ini tampak pada persenyawaan
orthoklas
dan hidroksil sebagai berikut:
KAlSi 3O8 + HOH HAlSi2O8 - KOH
KAlSi 3O8 = orthoklas KOH = hidroksil
(c) Oksidasi: pengkaratan pada besi yang terkandung pada batuan. Perubahan
warna coklat
pada pinggiran batuan induk merupakan akibat dari oksidasi. Satu contoh
reaksinya yakni

4FeO + 3H2O + O2 ----> 2Fe2O3 3H2O


(d) Karbonasi: pada proses ini gas karbon dioksida (CO2) bekerja sebagai faktor
pelapuk. Air
yang mengandung gas karbon dioksida memiliki daya pelapuk sangat kuat. Gas
karbon
dioksida yang terkandung dalam air diikat dari udara atau dari sisa tumbuhan
setelah
mengalami proses humifikasi. Batuan yang paling mudah dilapukkan oleh proses
karbonasi adalah batuan kapur (lime stone). Proses kimia karbonasi dapat dilihat
pada
persenyawaan di bawah ini:
CaCO3 + H2O + CO2 ----> Ca (HCO3)2
CaCO3 = kalsit Ca (HCO3)2 = kalsium bikarbonat
Di samping itu, Bambang Nianto Mulyo dan Purwadi Suhandini (2004:
145 dan 2007:80) mencontohkan bahwa penghancuran batuan melalui proses
kimia menyebabkan batuan yang lapuk perubahan susunan kimia. Contoh tersebut
adalah:
(a) Mineral pirit (FeS2) di bawah pengaruh udara lembab dan oksigen dapat
menghasilkan besi sulfat (FeSO4) dan asam sulfat (H2So4).
2FeS2 + 2H2O + 7O2 ----> 2FeSO4 + H2SO4
(b) Kaolin dihasilkan dari felspar (Na2O . Al2O3 . 6SiO2) melalui proses kimia.
Na2O . Al2O3 . 6SiO2 + nH2O + CO2 ----> Na2CO3 + SiO2 + SiO2 . nH2O +
2H2O .
Al2O3 . 2SiO2 (kaolin)

Sudarno Herlambang pada Diklat MGMP Geografi SMA se-Jawa Timur


di Malang (2006) mempresentasikan bahwa topografi karst dibentuk oleh
bentukan lahan asal solusional, oleh pelarutan batuan kapur. Menurut beliau,
syarat berkembangnya topografi karst adalah:

1. Terdapat batuan yang mudah larut.


2. Kemurnian batuan gamping tinggi.
3. Lapisan batuannya tebal (> 100m).
4. Banyak diaklas.
5. Vegetasi penutup lahan lebat.
6. Terdapat di daerah tropis basah.

Bentuk lahan karst dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk lahan negatif dan bentuk
lahan positif. Bentuk lahan negatif. Bentuk lahan negatif adalah bentuk lahan yang
berada lebih rendah dari rata-rata permukaan Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan
negatif meliputi:
1. Doline, adalah ledokan (cekungan) yang berbentuk corong atau mirip bentuk
huruf v.
2. Uvala, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup dan luas, merupakan gabungan
dari beberapa doline.
3. Polye, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup, sangat luas dan memanjang,
dasar mendatar, berdinding terjal, serta merupakan gabungan dari beberapa uvala.
4. Yana, (luweng) adalah gua-gua kapur yang berbentuk vertikal seperti sumur.
5. Gua-gua kapur

Adapun bentuk lahan positif adalah bentuk lahan yang ketinggiannya di atas
permukaan rata-rata permukaan Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan positif
antara lain adalah:
1. Kerucut karst, merupakan bentuk karst tropik yang berupa sejumlah bukit karst
berbentuk kerucut. Sumber lain lebih suka menyebut kubah (dome) karst.
2. Menara karst, merupakan perbukitan kars berlereng curam/vertikal yang
menjulang tersendiri di antara dataran alluvial.
Hal lain yang juga merupakan ciri khas dari topografi karst dan sebenarnya ada
kaitannya pula dengan pelapukan kimia, yaitu lokva dan sungai bawah tanah.

lokva adalah doline yang dasarnya relatif rata dan terlapisi oleh endapan tanah
terrarosa hingga berfungsi sebagai penampungan air (danau). Danau yang
demikian sering disebut dengan danau karst. Sungai bawah tanah sebenarnya
merupakan lanjutan dari sungai permukaan yang kemudian seolah-olah
menghilang. Sungai yang demikian sering disebut sink hole.

Sedangkan dua gambar di atas, merupakan contoh bentukan dari pelapukan kimia
daerah karst di Malang Selatan. Pelarutan batuan kapur oleh air hujan yang
mengandung karbon dioksida melalui diaklas melantarkan terbentuknya ronggarongga kapur hingga membentuk gua-gua karst dan gejala-gejala lain yang ada di
dalamnya. Gambar pertama merupakan bentuk bagian dalam dari "gua Sengik"
dengan stalaktit-stalaktit muda yang bergelantungan di atap gua dengan ujung
meruncing. Stalaktit tersebut terbentuk melalui hasil pelarutan kapur oleh air
hujan yang merembes dan mengering di langit-langit gua. Ada pula tetesan air
hujan tersebut yang kemudian sampai di dasar gua, hingga menguap dan
mengering. Pengendapan kapur di dasar gua menghasilkan bentukan yang disebut
stalagmit. Karakteristik dari stalagmit itu ujungnya tumpul dan tidak memiliki
saluran untuk merembeskan air. Satu hal yang istimewa pada bentukan di gua
yang berada di kompleks wisata 'lokal' Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo,
Kabupaten Malang ini. Gua ini di dalamnya terdapat semacam stalaktit berbentuk
seperti meja berwarna coklat muda yang mengeluarkan air dengan semburan
lembut. Sedang gambar kedua merupakan mulut gua kapur yang sebagian tertutup
vegetasi ketika musim penghujan, di Kecamatan Pagak.

Anda mungkin juga menyukai