Anda di halaman 1dari 40

Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

BAB III
BATUAN SEDIMEN

3.1 DASAR TEORI

3.1.1 Definisi Batuan Sedimen


Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan
yang terbentuk dari aktivitas kimia dan mekanik yaitu material asal yang
mengalami proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan
terendapkan (sedimen) selanjutnya mengalami proses pembatuan
(lithification) dari endapan-endapan tersebut. Menurut Tucker (1991), 70%
batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen, tetapi batuan itu hanya 2%
dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat
luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis. Beberapa ahli
memberikan pengertian batuan sedimen yang berbeda, seperti:
1. Pettijohn, 1995
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sedah ada sebelumnya atau hasil
aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis
pada permukaan bumi kemudian mengalami pembatuan.
2. Hutton, 1875 (dalam Sanders, 1981)
Sedimentary rocks are rocks which are formed by the “turning to
stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed by the
breakdown of yet-older rocks.
3. O’Dunn & Sill, 1986
Sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment: loose
materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and
landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO 3,
silica, salts, and other materials from solution. (Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material
lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan

3-1
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen


juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam dan material lain).

Gambar 3.1 Contoh-Contoh Batuan Sedimen

3.1.2 Proses Pembentukan Batuan Sedimen

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Pembentukan batuan sedimen diawali dengan adanya proses pelapukan,


transportasi, deposisi dan kemudian mengalami proses diagenesa yang
meliputi kompaksi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis, dan metasomatis.

3.1.2.1 Pelapukan (Weathering)


Pelapukan adalah proses disintegrasi dan dekomposisi material
atau batuan (batuan beku maupun batuan metamorf). Pelapukan dapat
juga diartikan sebagai proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material
tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena
proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan
asal (source) dari batuan sedimen dan tanah. Proses pelapukan akan
menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral
untuk kemudian menjadi tanah kemudian diangkut dan diendapkan
sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut
secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam
studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang sangat
berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung
pada batuan induk, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan
lama pelapukan serta proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs,
1995). Pelapukan disebabkan oleh:
1. Pelapukan Secara Fisika
Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan
mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-
rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga
proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah
menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
2. Pelapukan Secara Kimia
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu
batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh
air kemudian bereaksi dengan udara (O2 ataupun CO2),
menyebabkan sebagian dari mineral itu menjadi larutan. Selain
itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan
unsur setempat membentuk kristal mineral baru.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi


mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan.
Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab atau
panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin. Pelapukan
secara kimia dapat disebabkan oleh :
a. Hidrolisis, adalah reaksi antara mineral silikat dan asam
(larutan mengandung ion (H+) dimana memungkinkan
pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam
dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan
smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan
kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini
memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
b. Hidrasi, adalah proses penambahan air pada suatu mineral
sehingga membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi
adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga
berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang
terjadi pada pelapukan, karena pada proses pelapukan
selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah
penambahan air pada mineral hematit sehingga
membentuk gutit.
c. Oksidasi, berlangsung pada besi atau mangan yang pada
umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan
piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada
proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit
(Fe2S).
d. Reduksi, terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya
oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang
tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah
elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut
sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang
pada sistem pelapukan dalam pelarutan.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

e. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit


dan gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan
cenderung terbentuk komposisi yang baru.
f. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion
dalam larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya
terjadi pada mineral lempung.

3. Pelapukan Secara Biologis


Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisika dan kimia,
salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara
biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan
oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar
tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di
batuan dan akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang
lebih kecil lagi.

Gambar 3.2 Skema Proses Pelapukan Batuan

3.1.2.2 Transportasi (Transportation)

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan


pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk
berpindah tempat. Inilah yang disebut dengan proses transportasi.
Transportasi dapat terjadi melalui media air, udara, es, ataupun oleh
pengaruh gravitasi.
1. Akibat Air
Air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain.
Pada transportasi partikel oleh air, partikel dan air akan bergerak
secara bersama-sama. Sifat fisik fluida yang berpengaruh terutama
adalah densitas dan viskositas atau kekentalan. Transportasi
partikel di dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi
yang paling signifikan. Air mengalir di permukaan lahan di
dalam channel dan sebagai aliran permukaan (overland flow).
Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan sirkulasi
samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa
material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus
dalam suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan
atau ribuan kilometer sebelum terendapkan sebagai sedimen.
2. Akibat Udara
Selain air, anginpun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan
yang kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah
gurun. Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi
oleh densitas rendah dari udara. Mekanisme pengangkutan
sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena
berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah
mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar
maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin
umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada
pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti
layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di
daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
3. Akibat Es

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat
mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode
yang panjang es bergerak melintasi permukaan bumi, meskipun
sangat lambat. Es adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu
mentransportasikan sejumlah besar debris klastik. Pergerakan
detritus oleh es penting pada daerah didalam dan disekitar tudung
es kutub dan daerah pegunungan dengan gletser semipermanen
atau permanen. Volume material yang digerakkan es sangat besar
ketika meluasnya es (glaciation).
4. Akibat Gravitasi (Sediment Gravity Flow)
Pada transportasi ini partikel sedimen tertranspor langsung oleh
pengaruh grafitasi, disini material akan bergerak lebih dulu
kemudian medianya. Yang termasuk dalam sistem sedimen gravity
flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid.
Karena pengaruh gravitasi bumi tersebut maka pecahan batuan
yang ada bisa langsung jatuh ke permukaan tanah atau
menggelinding melalui tebing sampai akhirnya terkumpul di
permukaan tanah.

Sedimen yang di angkut oleh media di atas dapat diangkut dengan cara
sebagai berikut:
1. Suspension, umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat
kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh
aliran air atau angin yang ada.
2. Bed load, terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah) sehingga gaya yang ada pada
aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-
partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai
pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran
pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut
bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong
sedimen yang satu dengan lainnya.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

3. Saltation, yang dalam bahasa latin artinya meloncat, umumnya


terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada
mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya
karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen
pasir tersebut ke dasar.

3.1.2.3 Pengendapan (Deposition)


Pecahan-pecahan batuan tidak dapat tertransportasikan selamanya.
Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya,
dan juga glasier akan meleleh. Akibatnya, pecahan batuan yang terbawa
akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan.
Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara
berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru
kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses
pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita
lihat di batuan sedimen saat ini. Deposisi sedimen oleh gravity flow akan
menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida
flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi sangat cepat
sekali akibat gravitasi.

3.1.2.4 Litifikasi (Lithification)


Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi
batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi
menjadi batupasir.

3.1.2.5 Diagenesis
Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama
terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi
pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama
proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme.
Proses diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan
proses yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses
diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir
batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi


adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia. Proses diagenesis dapat
terjadi pada suhu 300oC dan tekanan atmosferik 1–2 kilobar, berlangsung
mulai sedimen mengalami penguburan hingga terangkat dan tersingkap
kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa
yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah
muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen
mengalami penguburan semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan
erosi.

Proses diagenesis terdiri dari 4 tahapan yaitu:


1. Kompaksi, adalah proses termampatnya butiran sedimen yang
satu terhadap sedimen yang lain. Pada waktu material sedimen
diendapkan terus menerus pada suatu cekungan, berat endapan
yang berada di atas akan membebani endapan yang berada di
bawahnya. Akibatnya butiran sedimen akan semakin rapat, dan
rongga antara butiran akan semakin kecil. Akibat pertambahan
tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan
tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Sebagai
contoh lempung yang tertimbun dibawah material sedimen lain
beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung tersebut
akan mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan
sedimen lain yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan,
maka proses kompaksi merupakan proses yang signifikan untuk
proses litifikasi batuan sedimen yang berbutir halus seperti
shale.
2. Sementasi, adalah proses pengisian rongga yang semula
ditempati oleh cairan pori oleh kristal-kristal baru. Sementasi
dapat juga diartikan turunnya material-material di ruang antar

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen


dengan yang lain. Material yang menjadi semen diangkut sebagai
larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran
kemudian larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam
rongga antar butir, dan akan mengikat butiran-butiran sedimen.
Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan
oksida besi. Untuk mengetahui macam semen pada batuan
sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan
larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras dan akan
menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras. Apabila batuan
sedimen berwarna orange atau merah gelap, maka batuan
sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang
semen pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis
batuan tersebut. Sebagai contoh batupasir yang tersemenkan oleh
oksida besi dapat menjadikan batupasir menjadi bijih besi (iron
ore). Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan pada
ruang butir makin besar.

Gambar 3.3 Contoh Kompaksi dan Semntasi

Gambar 3.4 Skema Proses Kompaksi Pada Lempung

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

3. Rekristalisasi, adalah proses pengkristalan kembali suatu


mineral dari suatu larutan, contoh rekristalisasi pada batuan
karbonat yaitu pengkristalan kembali kristal-kristal kalsit yang
telah ada sebelumnya.
4. Autigenesis, adalah terbentuknya mineral baru di lingkungan
diagenetik, dan mineral tersebut merupakan partikel baru dalam
suatu sedimen.
5. Metasomatisme, adalah proses pergantian mineral sedimen oleh
berbagai mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal.

Gambar 3.5 Siklus batuan

3.1.3 Sifat Batuan Sedimen


Sifat-sifat utama batuan sedimen yaitu:
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan
adanya proses sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas,
terutama pada golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur dan selalu monomineralik, misalnya gipsum,

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

kalsit, dolomit dan rijang.

3.2 KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN

3.2.1 Penggolongan Secara Genetik


Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah
dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.
Secara genetik disimpulkan dua golongan batuan sedimen (Pettjohn, 1975 dan
W.T. Huang, 1962), yaitu:
1. Sedimen Klastik
Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yaitu clatos yang artinya pecahan.
Batuan sedimen klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Fragmentasi
batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara
kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan
pengendapan. Setelah itu mengalami diagenesa, yaitu proses perubahan
yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen selama
dan sesudah lithifikasi terjadi.
2. Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme. Reaksi kimia
yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik. sebagai
contoh pembentukan rumah binatang laut (karang),terkumpulnya
cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat
penurunan daratan menjadi laut.
3.1.4 Penggolongan Lain
Beberapa ahli menggolongkan batuan sedimen ke dalam golongan tertentu,
diantaranya:
1. Menurut R.P. Koesoemadinata (1980)
Batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu:
a. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk
dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan


sungai dan danau atau laut.
b. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di
lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk ked ala
golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan napal.
c. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska,
algae dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang
merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di
endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan
laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada
lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini
banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.
d. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik
dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan
ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini
tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki
larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk
di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat
memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Dan faktor
yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk
suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk
kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
f. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan
cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga
tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan
terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk


menjadi satu di tempat tersebut.

2. Menurut Sanders (1981) dan Tucker (1991)


Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
a. Batuan sedimen detritus (klastika)
b. Batuan sedimen kimia
c. Batuan sedimen organik, dan
d. Batuan sedimen klastika gunungapi (bertekstur klastika dengan
bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi).

3. Menurut Graha (1987)


Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
a. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
b. Batuan sedimen batubara (organik atau tumbuh-tumbuhan dan
bertekstur non-klastika)
c. Batuan sedimen silika
d. Batuan sedimen karbonat

Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika


(bertekstur klastika) dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan
mineral penyusun utamanya adalah kuarsa dan felspar.
b. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan
material penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunung api
(kaca, kristal dan/atau litik)
c. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah
batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah
material karbonat (kalsit).

3.3 CARA PEMERIAN SEDIMEN KLASTIK

Pemerian batuan sedimen klastik terutama didasarkan pada warna, tekstur,


struktur, dan komposisi mineral batuan sedimen klastik.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

3.3.1 Warna
Pada umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih,
kuning atau abu-abu terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap,
abu-abu gelap sampai hitam, serta merah dan coklat. Secara umum warna
pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Warna mineral pembentukkan batuan sedimen. Contoh jika mineral
pembentukkan batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan
akan berwarna putih.
2. Warna massa dasar atau matrik atau warna semen.
3. Warna material yang menyelubungi (coating material). Contoh
batupasir kuarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau.
4. Derajat kehalusan butir penyusunnya. Pada batuan dengan komposisi
yang sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya cenderung
akan lebih gelap.

Dengan demikian warna batuan sedimen sangat bervariasi, terutama


sangat tergantung pada komposisi bahan penyusunnya. Warna batuan juga
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi
lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan
pada lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan material
organic (organic matter) mempunyai warna yang lebih gelap.

3.3.2 Tekstur
Seperti telah diuraikan di atas, batuan sedimen dapat bertekstur klastik
atau non klastika. Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak
dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka batuan sedimen
itu bertekstur kristalin. Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat
dibedakan disebut mikrokristalin. Batuan sedimen kristalin umumnya terjadi
pada batu gamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan
keras.

3.3.2.1 Tekstur Sedimen Klastik

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Tekstur sedimen klastik dicirikan dengan adanya fragmen, matrik (masa


dasar) serta semen.
1. Fragmen
Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir. Fragmen juga
diartikan sebagai klastika butiran lebih besar yang tertanam di
dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin
berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule.
Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral
utama penyusun batuan silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa,
opal dan kalsedon), felspar serta mineral lempung. Sebagai
mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon), mineral
karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi
biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral,
maka di dalam batuan sedimen juga dijumpai fragmen batuan,
serta fosil binatang dan fosil tumbuh-tumbuhan.
2. Matrik
Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan
diendapkan bersama-sama dengan fragmen.

3. Semen
Material halus yang menjadi pengikat dan diendapkan setelah
fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika, karbonat,
sulfat atau oksida besi. Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya
dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak bereaksi
dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya
tidak berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan batuan yang
terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat diamati secara
megaskopik.

3.3.2.2 Ukuran Butir (Grain Size)


Pemerian ukuran butir (grain size) pada batuan sedimen klastik
didasarkan pada Wentworth (1992):

Tabel 3.1. Pemerian Ukuran Butir Batuan Sedimen , Wentworth (1992)

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Ukuran Butir (mm) Nama Butir Nama Batuan


>256 Bongkah (Boulder) Breksi : jika fragmen
64-256 Berangkal (Couble) berbentuk runcing
4-64 Kerakal (Pebble) Konglomerat : jika fragmen
2-4 Kerikil (Gravel) berbentuk membulat
Pasir Sangat Kasar (Very
1-2
Coarse Sand)
1/2-1 Pasir Kasar (Coarse Sand)
1/4-1/2 Pasir Sedang (Medium Sand) Batu Pasir
1/8- 1/4 Pasir Halus (Fine Sand)
Pasir Sangat Halus (Very Fine
1/16-1/8
Sand)
1/256-1/16 Lanau (Silt) Batu Lanau
<1/256 Lempung (Shale) Batu Lempung

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara
megaskopis. Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba
dengan tangan masih terasa ada butir sepertipasir tetapi sangat halus.
Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut ditangan,
tidak terasa ada gesekan butir seperti pada lanau, dan bila diberi air akan
terasa sangat licin.
Besar butir dipengaruhi oleh :
1. Jenis Pelapukan
2. Jenis Transportasi
3. Waktu atau jarak transport dan
4. Resistensi

Gambar 3.6 Perbedaan Konglomerat dan Breksi

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Ukuran butir batuan sedimen dapat juga dihubungkan dengan


energi dari media transportasinya. Kecepatan aliran air atau angin akan
menyeleksi ukuran butir partikel yang diangkut. Apabila energinya
berkurang, maka material yang diangkut semakin kecil. Seperti misalnya
pada aliran sungai, di hulu sungai yang energinya besar diendapkan
material yang berukuran kasar, sedang semakin ke arah hilir, material
yang diendapkan berukuran pasir. Material yang berukuran lempung dan
lanau akan diendapkan dengan energi yang sangat rendah, sehingga
akumulasi material ini biasanya terdapat di danau, rawa atau di laut yang
tenang.

Gambar 3.7 Hubungan Ukuran Butir Dengan Arus dan Energi

3.3.2.3 Bentuk Butir


Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran
butir, jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987). Butiran
dari mineral yang resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk
kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti
feldspar dan piroksin. Butiran berukuran lebih besar daripada yang
berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran
butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan
makin bundar. Pembagian kebundaran:
1. Well rounded (membundar baik)
2. Rounded (membundar)
3. Subrounded (membundar tanggung)

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

4. Subangular (menyudut tanggung)


5. Angular (menyudut)

Gambar 3.8 Kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).

3.3.2.4 Pemilahan (Sorting)


Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun
batuan sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar
butirnya maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman
butir didalam batuan sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa
dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
1. Sortasi baik : bila ukuran butir di dalam batuan sedimen
tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada
batuan sedimen dengan kemas tertutup
2. Sortasi sedang : bila ukuran besar butir didalam batuan sedimen
ada yang seragam dan ada yang tidak seragam
3. Sortasi buruk :bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat
beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini
biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan
kemas terbuka.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Gambar 3.9 Pemilahan ukuran butir didalam batuan sedimen

3.3.2.5 Kemas atau Fabric


Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :
1. Kemas terbuka
Bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan
atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast
supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar
dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila
ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka
disebut polymodal clast supported.
2. Kemas tertutup
bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya
terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix
supported).

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

3.3.3 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal
batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi
pembentuknya. Berbeda dengan tekstur yang sebaiknya diamati pada sampel
genggam atau sayatan tipis, struktur sedimen merupakan gejala yang
sebaiknya diamati atau dipelajari pada singkapan. Tekstur berkaitan dengan
hubungan antar butir dan akan terlihat dengan jelas di bawah mikroskop
sedangkan struktur berkaitan dengan satuan-satuan yang lebih besar dan lebih
jelas terlihat di lapangan. Pembentukkannya dapat terjadi pada waktu
pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan (Pettijohn & Potter,
1964 ; Koesomadinata , 1981), yaitu :
1. Syngenetic : terbentuk bersamaan dengan terjadinya
batuan sedimen, disebut juga sebagai struktur primer.
2. Epygenetic : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk
seperti kekar, sesar, dan lipatan.

Berdasarkan genesanya dikenal tiga jenis struktur batuan, yaitu:


1. Struktur Sedimen Primer (Primary Sedimentary Structure)
Struktur primer adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat
proses sedimentasi, sehingga struktur ini mencerminkan mekanisme
pengendapannya. Struktur primer juga dapat diartikan sebagai struktur
yang terbentuk sebelum deformasi atau terbentuk bersamaan degan
terbentuknya batuan itu sendiri. Struktur primer ini penting sebagai
penentu kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang tersingkap,
terutama dalam batuan sedimen. Struktur sedimen primer juga digunakan
sebagai indikator agen dan/atau lingkungan pengendapan. Contoh struktur
sedimen primer yaitu :
a. Perlapisan/Laminasi
Struktur sedimen primer yang hampir universal adalah
perlapisan (bedding) atau stratifikasi (stratification). Bahkan,
istilah “batuan berlapis” (stratified rocks) sebenarnya hampir
sinonim dengan istilah “batuan sedimen” (sedimentary rocks),
meskipun beberapa jenis sedimen tertentu seperti tillite, tidak

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

memiliki stratifikasi internal dan meskipun beberapa jenis batuan


beku tertentu, misalnya aliran lava, memperlihatkan gejala
stratifikasi.
Perlapisan atau stratifikasi ditampilkan oleh satuan-satuan
batuan yang secara umum berbentuk tabuler atau lentikuler. Setiap
satuan batuan itu memiliki keseragaman litologi atau struktur
sedemikian rupa sehingga berbeda dengan satuan lain yang
berdampingan dengannya. Payne (1942) menggunakan istilah
stratum untuk menamakan suatu layer yaitu yang tebalnya lebih
dari 1 cm dapat dibedakan secara visual dari lapisan lain yang
terletak di atas dan dibawahnya berdasarkan litologi, adanya
bidang fisik yang secara tegas memisahkan keduanya, atau oleh
keduanya. Sedangkan istilah laminasi (lamination) digunakan
untuk satuan strata yang mirip dengan stratum, namun
ketebalannya kurang dari 1 cm.
Laminasi merupakan satu karakter paling khas dari sedimen
berbutir halus, terutama batulanau dan serpih. Laminasi muncul
sebagai perselingan material yang berbeda besar butir atau
komposisinya. Laminasi pada umumnya memiliki ketebalan 0,5-
1,0 mm. Laminasi dapat menerus maupun tidak menerus, serta
dapat jelas maupun samar. Contoh-contoh laminasi adalah laminasi
yang terbentuk oleh perselingan material kasar dengan material
halus (lanau atau pasir halus dengan lempung), perselingan lapisan-
lapisan lanau yang berwarna terang dengan lapisan-lapisan lanau
yang berwarna gelap akibat perbedaan material penyusun lanau itu,
serta perselingan kalsium karbonat dengan lanau.
Laminasi terbentuk akibat adanya variasi laju pasokan atau
laju pengendapan material yang berbeda-beda. Variasi itu sendiri
dinisbahkan pada pergeseran arus pengendap secara kebetulan,
pada iklim (khususnya perubahan mendaur yang berkaitan dengan
ritme harian atau tahunan), serta pada banjir atau badai yang tidak
bersifat periodik. Secara umum, makin tipis laminasi, makin
lambat laju akumulasinya. Hal itu jelas terlihat dalam laminasi

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

berpasangan (paired laminations) yang terbentuk pada interval


waktu yang sama, misalnya dalam satu tahun.

Gambar 3.10 Contoh Struktur Laminasi

b. Cross Bedding
Cross bedding merupakan struktur primer yang membentuk
srutur penyilangan suatu lapisan batuan terhadap lapisan batuan
yang lainya, atau lapisan batuan yang lebih muda memotong
lapisan batuan yang lebih tua. Cross bedding didefinisikan oleh
Pettijohn (1972) sebagai struktur yang membatasi suatu unit
sedimentasi dari jenis yang lain dan dicirikan dengan perlapisan
dalam atau laminasi disebut juga dengan foreset bedding miring ke
permukaan bidang akumulasi (deposisi). Lapisan silang-siur eolus
lebih mencerminkan angin yang bekerja untuk suatu rentang waktu
yang relatif lama di permukaan bumi atau angin yang paling efektif
bekerja di permukaan bumi; bukan mencerminkan sistem angin
dengan sirkulasi global. Hingga sejauh ini belum ada satupun jenis
atau skala lapisan silang-siur yang khas untuk agen atau
lingkungan pengendapan tertentu. Walau demikian, lapisan siang-
siur yang sangat besar kemungkin terbentuk pada lingkungan eolus
atau bahari; bukan pada lingkungan fluvial.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Gambar 3.11 Cross Bedding

c. Graded Bedding
Graded bedding merupakan struktur perlapisan sedimen
yang menunjukan perbedaan fragmen atau ukuran butir sedimen
yang membentuk suatu lapisan batuan. Perbedaan ini terbentuk
karena adanya gaya gravitasi yang mempengaruhi saat terjadinya
pengendapan pada sedimen tersebut. Sedimen yang memiliki
ukuran butir lebih besar akan lebih dahulu mengendap
dibandingkan dengan sedimen yang memiliki ukuran lebih kecil
sehingga struktur graded bending akan selalu menunjukan struktur
perlapisan yang semakin keatas lapisan tersebut ukuran butir yang
dijumpai akan semakin kecil. Struktur ini berguna dalam
penentuan top and bottom suatu batuan dimana pada umumnya
pada gradasi normal, butiran yang berukuran lebih besar akan
terendapkan terlebih dulu, sehingga bagian bottom memiliki
ukuran butiran yang cenderung lebih besar.
Dewasa ini para ahli mengakui bahwa graded bedding
mungkin merupakan ciri paling khas dari pengendapan turbidit
yang umumnya berlangsung di wilayah perairan-dalam. Graded
bed diendapkan dari arus yang sudah kehilangan kemampuannya

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

untuk mengangkut partikel. Graded bed memiliki ketebalan yang


bervariasi, mulai dari sekitar 1 cm hingga sekitar 1 meter. Partikel-
partikel penyusun graded bed dapat berupa lanau, pasir, atau pada
kasus-kasus tertentu juga gravel. Kebanyakan graded bed
merupakan batupasir (biasanya berupa greywacke dalam paket
endapan purba). Ketebalan graded bedded sandstone itu berkisar
mulai dari beberapa centimeter hingga sekitar 1 meter. Secara
umum, makin tebal suatu graded unit, makin kasar material
penyusunnya (Potter & Scheidegger, 1966).

3.12 Skema struktur Graded Bedding Gambar 3.13 Contoh struktur graded bedding

d. Flaser Bedding
Jika lumpur hadir maka bentuk satuan ripple akan menjadi lebih
jelas terlihat. Lumpur yang berselingan tersebut akan muncul
sebagai lensa-lensa atau flaser akibat terakumulasinya lumpur
secara terbatas pada lembah-lembah gelembur

Gambar 3.14 Contoh Flaser Bedding

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

2. Struktur sedimen sekunder (Secondary Sedimentary Sructures)


Terbentuk setelah sedimentasi, sesudah proses diagenesa. Struktur
ini mencerminkan kondisi lingkungan pengendapan, lereng, dan
organismenya. Contoh struktur sedimen sekunder diantaranya:
a. Ripple Mark
Ripple mark atau gelembur merupakan struktur primer
perlapisan sedimen yang menunjukan adanya permukaan seperti
ombak atau begelombang yang disebabkan adanya pengikiran oleh
kerja air, dan angin. Pada awalnya lapisan batuan sedimen tersebut
datar dan horizontal karena adanya pengaruh kerja air dan angin
menyebabkan bagian-bagian lemah terbawa air atau angin sehingg
menyisahkan cekungan-cekungan yang membentuk seperti
gelombang.
Secara umum, gelembur merupakan sebuah struktur
berskala kecil. Panjang gelombang gelembur hanya beberapa
centi-meter dan tingginya hanya beberapa milimeter. Walau
demikian, pada lingkungan-lingkungan tertentu, dapat berkembang
gelembur raksasa (giant ripple). Gelembur besar itu memiliki
panjang gelombang beberapa meter atau lebih pada beberapa kasus
panjang gelombangnya beberapa puluh meter dengan amplitudo
beberapa puluh centimeter. Gelembur dengan ukuran sepertii tu
pernah ditemukan dalam alur pasut (van Straaten, 1950; Off, 1963)
dan sungai (Sunborg, 1956).

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Gambar 3.15 Contoh Struktur Ripple Mark

b. Flute Cast
Kekukan arus menghasilkan flute yang, ketika terisi oleh
pasir dan ketika material isian itu bergabung dengan lapisan pasir
yang terletak diatasnya, disebut flute cast. Dengan demikian, flute
cast akan muncul sebagai tonjolan pada bidang perlapisan bawah
batupasir yang terletak di atas lapisan serpih. Tonjolan itu memiliki
bentuk, ukuran, dan susunan yang beragam. Tonjolan itu
memanjang, dimana salah satu ujungnya membonggol dan
mengarah ke hulu, sedangkan ujung yang lain meruncing dan
mengarah ke hilir. Tonjolan hilir makin lama makin landai dan
akhirnya menghilang bersatu dengan bidang perlapisan. Flute cast
memiliki panjang mulai dari sekitar 1 cm hingga sekitar 1 meter,
dengan ketinggian mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

centimeter. Sebagian flute cast demikian panjang; sebagian lain


bentuknya cenderung segitiga. Ujung yang mem-bonggol kadang-
kadang berbentuk seperti ujung hidung. Flute cast biasanya
berkelompok; jarang ditemukan flute cast soliter. Setiap flute cast
dalam kelompok itu dapat dipisahkan oleh jarak yang relatif lebar,
namun dapat pula demikian rapat, bahkan dapat saling berpotongan
(Kuenen, 1957).

Gambar 3.16 Contoh Struktur Flute Cast

c. Groove Cast
Salah satu tipe tool mark adalah groove cast yang tampak
sebagai tonjolan rektilinier, membundar hingga berpuncak tajam,
serta terletak pada bidang perlapisan bawah batupasir. Groove cast
umumnya muncul berkelompok. Lebih dari satu himpunan groove
cast biasanya terlihat pada bidang yang sama, dimana himpunan
kedua memotong himpunan pertama dengan sudut pemotongan
yang lancip.
Asal-usul groove cast telah menjadi teka-teki selama
beberapa lama. Groove cast merupakan struktur yang dihasilkan
oleh arus. Orientasi groove cast berkorelasi sangat baik dengan

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

arah arus sebagaimana yang diindikasikan oleh struktur lain. Selain


itu, bukti bahwa groove cast merupakan suatu tool mark terbukti
dari fakta yang sangat jarang ditemukan, yaitu adanya partikel
pasir atau fragmen rangka binatang pada ujung hilir dari groove
cast. Walau demikian, detil-detil dinamika pembentukan groove
cast masih belum jelas. Sebagian besar benda yang diangkut oleh
arus bergerak dengan cara menggelundung atau melonjak-lonjak,
sebagaimana yang diindikasikan oleh berbagai tipe jejak
tumbukan.
Karena sering ditemukan, groove merupakan salah satu
indikator arus purba yang sangat bermanfaat. Walau demikian,
groove hendaknya digunakan bersama-sama dengan struktur lain;
groove hanya memberikan informasi mengenai azimuth, namun
tidak memberikan informasi mengenai arah aliran.

Gambar 3.17 Contoh Struktur Groove Cast

d. Load Cast
Load cast merupakan sturktur primer pada lapisan batuan sedimen
yang terbentuk karena adanya cacat pada lapisan sedimen tersebut
sehingga dengan pengaruh gravitasi dan pembebanan dari lapisan
yang ada diatasnya menyebabkan lapisan sedimen yang cacat
tersebut mengalami keruntuhan sehingga membentuk struktur
berlubang. Dan terkadang sturuktur berlubang ini diisi oleh lapisan
sedimen yang ada diatasnya.

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Gambar 3.18 Contoh Struktur Load Cast

e. Mud Cracks
Kenampakan pada lapisan lumpur (mud) biasa terbentuk
polygonal. Mud cracks ini terbentuk karena hilangnya kandungan
air pada batulempung sehingga timbul retakan.

Gambar 3.19 Contoh Struktur Mud Cracks

3. Struktur sedimen organik


Struktur yang terbentuk oleh aktifitas organisme dilngkungan
sedimentasi. Struktur ini sering ditemukan dalam beberapa tipe sedimen.
Struktur itu muncul pada bidang perlapisan, baik bidang perlapisan atas
maupun bidang perlapisan bawah, serta dapat terlihat pada bidang yang
tegak lurus terhadap bidang perlapisan. Macam-macam struktur sedimen
organic diantaranya :
a. Stromatolite
Istilah stromatolit (stromatolite), yang agaknya berasal dari
Bahasa Jerman Stromatolith (digunakan pertama kali oleh
Kalkowsky, 1908, h. 68), berarti struktur laminasi dalam sedimen
berukuran pasir, lanau, dan lempung yang terbentuk akibat

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

penjebakan dan pengikatan partikel detritus oleh algamat. Istilah


stromatolit ganggang (algal stromatolite) mungkin lebih tepat.
Secara umum, material partikuler yang diikat oleh ganggang itu
merupakan material gampingan, meskipun dapat juga material lain
(Davis, 1968). Struktur itu bervariasi, mulai dari laminasi datar,
yang perlu diamati secara seksama untuk membedakannya dari
laminasi biasa, hingga berbentuk tonjolan kecil dengan ukuran dan
derajat kecembungan yang beragam, hingga struktur seperti kolom
yang tidak jauh berbeda dengan tumpukan mangkok terbalik,
hingga bentuk-bentuk yang memperlihatkan per-cabangan.

Gambar 3.20 Conoth Struktur Stromatolite

b. Fosil Jejak
Kumpulan “fosil jejak” (“trace fossil”) terbukti merupakan
indeks yang sangat baik dari fasies sedimen dan kedalaman. Fosil
jejak juga memberikan informasi tentang laju sedimentasi dan
merupakan penunjuk kadar racun di dasar suatu wilayah perairan.
Fosil jejak juga terbukti sangat membantu dalam menentukan
posisi stratigrafi pada lapisan-lapisan yang miring curam atau
lapisan-lapisan yang telah terbalik.
Fosil jejak dapat digolongkan dengan beberapa cara.
Seilacher (1964a), menyebutkan adanya lima kelas fungsional dari
fosil jejak berdasarkan tingkah laku organisme pembuatnya.
Kelima kelas itu adalah:

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

a) Jejak istirahat (resting mark; Ruhrspuren; Cubichnia), yakni


jejak dangkal yang dibuat oleh organisme mobil ketika ber-
istirahat di dasar perairan.
b) Jejak rangkakan (crawling trail; Kreichspuren; Repichnia),
yakni jejak yang dibuat oleh organisme mobil ketika bergerak
secara merangkak di atas massa sedimen.

c) Jejak perlindungan (residence structure; shelter structure;


Wohnbauten; Domichnia), yang pada dasarnya merupakan
struktur permanen, biasanya berupa lubang galian yang dibuat
oleh organisme mobil atau organisme yang hidupnya agak
melekat pada sedimen. Lubang itu dibuat untuk melindungi
organisme pembuatnya dari predator atau dari proses pengeruk-
an sedimen.

d) Struktur pencarian makan (feeding structure; Fressbauten;


Fodinchnia), yakni lubang galian yang dibuat oleh organisme
sesil pemakan sedimen. Struktur itu umumnya memiliki pola
radial.

e) Jejak rayapan (grazing trail; Weidespuren; Pasichnia),


umumnya berupa jejak sinusoidal atau lubang galian organisme
pemakan lumpur pada atau di bawah bidang batas sedimen air.

Gambar 3.21 Contoh struktur sedimen sekunder (track and trail)

3.3.4 Komposisi Mineral

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Batuan sedimen berdasarkan komposisinya dapat dibedakan menjadi beberapa


kelompok, yaitu :
1. Batuan sediment detritus/klastik
Dapat dibedakan menjadi :
a. Detritus halus : batulempung, batulanau.
b. Detritus sedang : batupasir (greywock, feldspathic)
c. Detritus kasar : breksi dan konglomerat.
Komposisi batuan ini pada umumnya adalah kuarsa, feldspar,
mika,mineral lempung,dan sebagainya.
2. Batuan sedimen evaporit
Batuan sedimen ini terbentuk dari proses evaporasi. Contoh batuannya
adalah gipsum, anhydrite, batu garam.
3. Batuan sedimen batubara
Batuan ini terbentuk dari material organik yang berasal dari tumbuhan.
Untuk batubara dibedakan berdasarkan kandungan unsure
karbon,oksigen, air dan tingkat perkembangannya. Contohnya lignit,
bituminous coal, anthracite.
4. Batuan sedimen silika
Batuan sedimen silica ini terbentukoleh proses organic dan kimiawi.
Contohnya adalah rijang (chert), radiolarian dan tanah diatomae.
5. Batuan sedimen karbonat
Batuan ini terbentuk baik oleh proses mekanis, kimiawi, organik.
Contoh batuan karbonat adalah framestone, boundstone, packstone,
wackstone dan sebagainya.

3.3.5 Lingkungan Pengendapan Sedimen


Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana
proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan
dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan
pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses
fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan
sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan
proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan,

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

transportasi dan pengendapan sedimen. Permukaan bumi mempunyai


morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai,
pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi
pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun),
peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan
daerah pasang surut) dan laut.

Gambar 3.22 Lingkungan Pengendapan Sedimen

3.4 CARA PEMERIAN SEDIMEN NON-KLASTIK

3.4.1 Tekstur
Tekstur batuan sedimen non klastik dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Tekstur Kristalin
Tekstur krisatalin jika batuan sedimen non kristalin terdiri dari Kristal-
kristal yang interlocking, yaitu Kristal-kristalnya saling mengunci. Untuk
pemerian ukuran butiran mengguanakan skala ukuran butir Wentworth
(1922) yang telah dimodifikasi sebagai berikut :

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Tabel 3.2 ukuran buti sedimen non klastik berdasarkan Wenthworth (1922) yang telah dimodifikasi
Nama Butir Ukuran Diameter Butir (mm)
Berbutir kasar 1/8 – 2
Berbutir sedang 1/256 – 1/8
Berbutir halus 1/256
Barbutir sangat halus <1/256

b. Tekstur Amorf
Tekstur ini disebut juga tekstur non kristalain adalah tekstur pada batuan
sedimen non klastik yang disusun oleh mineral yang tidak membatuk
kristal.

3.4.2 Struktur
Struktur pada batuan nonklastik terbentuk dari prosesreaksi kimia tauapun
kegiatan organisme. Jenis–jenis struktur pada batuan sedimen non klastik :
a. Struktur Fosiliferus ; apabila batuan sedimen nonklastik disususn atau
komposisi batuan tersebut terdiri dari fosil (sedimen organik)
b. Struktur oolit ; apabila suatu fragmenklastik diselubungi atau dilingkupi
oleh mineral–mineral nonklastik, bersifat konsentris dengan diameter < 2
mm.
c. Pisolitik : butiran karbonat berbentuk bulat atau elips yang mempunyai
satu atau lebih struktur laminase yang konsentris dan mengelilingi inti.
Inti penyusun biasanya patrikel karbonat atau butiran kuarsa memiliki
ukuran > 2 mm disebut pisoid
d. Konkresi : kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolit tetapi
menunjukan adanya sifat konkresi.
e. Cone in cone : struktur bpada batugamping kristalin yang menunjukan
pertumbuhan kerucut perkerucut
f. Biohem : tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu
g. Biostrome : seperti biohem tetapi bersifat klastik. Biohem dan biostrome
merupakan struktur luar yang hanya tampak dilapangan
h. Septaria : sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempungan. Ciri
khasnya adanya rekahan–rekahan yang tidak teratur sebagai akibat
penyusutan bahan lempung tersebut karena proses dehidrasi yang

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

kemudian celah – celah terbentuk terisi oleh kristal–kristal karbonat yang


kasar.
i. Geode : banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga–rongga terisi
oleh kristal–kristal yang tumbuh kearah pusat rungga tersebut. Kristal bisa
berupa kalsit maupun kuarsa.
j. Stylolite : merupakan hubungan antar butir yang bergerigi

3.5 PENAMAAN BATUAN YANG DIGUNAKAN DI LABORATORIUM

3.5.1 Batuan Sedimen Klastik


Penamaan batuan sedimen klastik lebih ditekankan padaukuran dan bentuk
butir, dengan perincianya sebagai berikut :
a. Batu Pasir : untuk butiran yang berukuran paasir
b. Batu lanau : untuk butiran yang berukuran silt (lanau)
c. Batu Lempung : untuk butiran yang berukuran lempung
d. Serpih : adalah batu lempung yang menunjukanstruktur facility (sifat
belah yang tidak menerus)
e. Napal : adalah batu lempung dengan kandungan karbonat sangat tinggi
(30-40%)

Untuk ukuran yang lebih besar dari pasir :


a. Konglomerat : jika butirnya berbentuk membulat
b. Breksi : jika butirnya menunjukan bentuk runcing

3.5.2 Batuan Sedimen Non Klastik


Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis
mineral penyusunnya dank arena pembentukannya disebabkan oleh larutan
kimia maupun organis, maka sedimen nonklastik ini bersifat monomineral.

Tabel 3.3 Penamaan batuan sedimen non klastik

Batuan Sedimen Non-Klastik


Kelompok Tekstur Komposisi Nama Batuan

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Klastik / Non Klastik Kalsit, CaCO3 Batu gamping klastik


Klastik / Non Klastik Dolomite, CaMg(CO3) Dolomite
An-organik Non-Klastik Mikrokristalin Kuarsa, SiO2 Rijang (Chert)
Non-Klastik Halite, NaCl Batu Garam
Non-Klastik Gipsum Batu Gipsum
Klastik / Non Klastik Kalsit, CaCO3 Batu Gamping Terumbu
Biokimia
Non-Klastik Mikrokristalin Kuarsa, SiO2 Rijang (Chert)
Non-Klastik Sisa Tumbuhan Batubara

Table 3.4 Determinasi batuan sedimen


SEDIMEN KLASTIK SEDIMEN ORGANIK-KIMIAWI
DETRITUS

PROSES
KOMPOSISI & KARBONAT KARBON
BESAR BUTIR & JENIS/
BATUAN KARAKTERIS
KOMPONEN VARIASI
TIK

Floatstone-Rudstone
Breksi BATUBARA
Volkanik Material volkanik BATU

ORGANIK
BREKSI
Kerikil-Bongkah

KALSIRUDIT
Breksi endapan lahar GAMPING GAMBUT (peat)
Talus TERUMBU BATUBARA
Psefit
Rudit

>2 mm Koral, Lignit


Konglomerat
Bermacam jenis ganggang Bituminus
Polimik

DOLOMIT
KOGLOMERAT fragmen Antrasit
Konglomerat
Satu jenis fragmen Grafit
Monomik
BATUGAMPING
Batu Pasir Fragmen kuarsa BIOKLASTIK
Kuarsa >90% Moluska dsb, LAIN-LAIN
KALKARENIT

Batu Pasir Fragmen feldspar

KIMIAWI
Arkose (dominan) dan BATUGAMPI
FOSFORIT
Psamit
Arenit

2mm-1/16
Pasir

BATU PASIR kuarsa NG


mm IRONSTONE
Batu Pasir Fragmen batuan LITOGRAFIK
(clay ironstone)
Greywacke beku plagioklas dan (kristalin)
mineral mafik BATUGAMPING
OOLIT EVAPORIT
Lanau

1/16 mm-
BATU LANAU RIJANG
1/256 mm
RADIOLARIA
KALSILUTIT

(organik) GIPS
afanitikBatugamping

Mineral lempung, RIJANG (kimiawi) ANHIDRIT


montmorilonit, RIJANG MAGNESIT
Lempung

BATU kaolinit,dll BERLAPIS (klasik)


Lutit
Pelit

<1/16 mm TRAVERTIN
LEMPUNG DIATOME HALIT
Kadar karbonat
NAPAL SILIKA
35%-65%

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

Berikut Adalah Deskripsi Batuan Sedimen


Pada Praktikum Petrologi Laboratorium
Petrologi Universitas Nusa Cendana

LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Laporan Resmi Praktikum Petrologi


Acara Batuan Sedimen

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

No. Urut : 04-05


Hari/Tanggal : Jumat, 20 April 2012
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Klastik
No. peraga : B46
Deskrpsi Batuan
Warna : Coklat Kehijauan
Tekstur : Klastik (terdapat fragmen, matrik dan semen)
• Ukuran butir : kerakal (4-64 mm)
• Bentuk butir : meruncing (angular)
• Pemilahan : pemilahan buruk
• Kemas : tertutup
Struktur batuan : Massif
Komposisi mineral : Kalsit, hornblende, piroksin, olivine, plagioklas, kuarsa,
muskovit, dan batuan sedimen lain
Deskripsi komposisi
• fragmen : Piroksin, kalsit, olivine, plagioklas, hornblende
• matrik : Kuarsa, muskovit, hornblende
• semen : Silika

Nama Batuan: Breksi (Wentworth, 1992)


Petrogenesa : Batuan ini terbentuk dari hasil transportasi dan deposisi material
sedimen yang diangkut oleh arus dengan energi besar. Berdasarkan
bentuk butir yang meruncing maka batuan ini tertransportasikan
secara dekat.

Nama : GISELA EMANUELA NAPPOE


Nim : 1006102007
Jurusan : TEKNIK PERTAMBANGAN
LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Laporan Resmi Praktikum Petrologi


Acara Batuan Sedimen

3-16
Laporan Praktikum Batuan Sedimen 2012

No. Urut : 04-05


Hari/Tanggal : Jumat, 20 April 2012
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Non-Klastik
No. peraga : 08

Deskrpsi Batuan
Warna : Coklat Kehitaman
Struktur : Massif
Tekstur : Mikrokristalin
Komposisi : Mikrokristalin kuarsa (SiO2)
Lain-lain : Keras, kilap non logam (lilin), pecahan konkoidal

Nama Batuan : Rijang


Petrogenesa : Batuan ini disebut batuan sedimen non klastik karena hanya
terdiri satu mineral saja (mikrokristalin kuarsa). Batuan ini
terbentuk karena proses pengendapan secara kimia.
Diendapkan di dasar laut dalam yaitu dibawah zona CCD
(Carbonate Composition Depth) yaitu dibawah 4000 meter.

Nama : GISELA EMANUELA NAPPOE


Nim : 1006102007
Jurusan : TEKNIK PERTAMBANGAN

3-16

Anda mungkin juga menyukai