Anda di halaman 1dari 22

35

MODUL 3

SEDIMENTASI DAN BATUAN SEDIMEN

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sedimentasi adalah suatu efek interaksi antara atmosfir dan hidrosfir di


kerak bumi. Aspek-aspek sedimentasi meliputi: pelapukan, erosi, deposisi, dan
diagenesis, yang kesemuanya tidak berdiri sendiri. Konstituen-konstituen original
dari kerak bumi, yaitu mineral-mineral penyusun batuan beku, bersifat sangat tidak
stabil terhadap atmosfir dan hidrosfir.
Reaksi-reaksi kunci dalam geokimia sedimentasi adalah peremukan atau
penghancuran secara kimia (chemical breakdown) dari sejumlah mineral dan
pembentukan mineral lainnya. Senyawa-senyawa silikat (termasuk kuarsa) adalah
mineral yang paling penting karena menyusun lebih dari 90% kerak bumi.

B. Ruang Lingkup Isi :

• Sedimentasi
• Geokimia Soil
• Komposisi Kimia Batuan Sedimen
• Komposisi Mineral Batuan Sedimen
• Kimia Fisika dalam Sedimentasi
• Potensial Ionik
• Potensial Oksidasi - Reduksi
• Koloid dan Proses Koloid
• Produk Sedimentasi
36

C. Kaitan Modul :

Modul ini merupakan Modul Ketiga setelah mahasiswa memahami


Hubungan Prinsip Dasar Termodinamika dengan Pembentukan Kimia
Kristal, serta penyebaran unsur-unsur dalam batuan beku. Pada modul
ini mahasiswa dapat memahami proses sedimentasi yang terjadi pada
batuan yang telah terbentuk lebih dahulu.

D. Sasasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :


1. Mengetahui proses sedimentasi pada batuan yang telah terbentuk.
2. Menjelaskan geokimia soil sebagai hasil akhir dari sedimentasi
3. Menjelaskan komposisi kimia dan mineral penyusun batuan sedimen.
4. Menghubungkan proses kimia dan fisika dalam sedimentasi
5. Menjelaskan reaksi-reaksi kimia selama sedimentasi
6. Menjelaskan genesa dari produk sedimentasi yang dihasilkan.
37

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Sedimentasi Sebagai Suatu Proses Geokimia

Interaksi antara atmosfir dan hidrosfir di kerak bumi akan menyebabkan terjadinya
proses sedimentasi Aspek-aspek sedimentasi meliputi: pelapukan, erosi, deposisi, dan
diagenesis, yang kesemuanya tidak berdiri sendiri. Konstituen-konstituen original dari
kerak bumi, yaitu mineral-mineral penyusun batuan beku, bersifat sangat tidak stabil
terhadap atmosfir dan hidrosfir. Dari semua mineral batuan beku, hanya kuarsa yang
terhitung sangat resisten terhadap pelapukan. Mineral-mineral lainnya cenderung terubah
(altered) oleh aksi-aksi oksigen, asam karbonat, dan air; dan mineral-mineral baru yg lebih
stabil pada kondisi baru, akan terbentuk. Batuan yg terubah (altered rock) tersebut akan
teremukkan atau terhancurkan dengan cepat akibat efek-efek mekanis dari erosi, dan
konstituennya akan tertransportasi oleh angin, air, atau es, dan teredeposisi sebagai
sedimen atau tetap bertahan dalam bentuk larutan.
Reaksi-reaksi kunci dalam geokimia sedimentasi adalah peremukan atau
penghancuran secara kimia (chemical breakdown) dari sejumlah mineral dan pembentukan
mineral lainnya. Permukaan kristal-kristal yang valensinya tidak setimbang, merupakan
tempat terjadinya reaksi dengan molekul-molekul air. Proses-proses hidrasi dan hidrolisis
kemudian terjadi, yang bersifat sangat basa, di mana potasium, kalsium, dan magnesium
ter-remove, dan anion-anion oksigen dalam kisi-kisi kristal akan ter-replace sebagian oleh
ion-ion hidroksil. Aluminum dan silikon akan dengan kuat menarik ion-ion OH;
almunium kemungkinan akan mengikat 6 OH di sekelilingnya dan membentuk koordinasi-
6, sedangkan silikon membentuk koordinasi-4. Unusr-unsur ini awalnya berada dalam
kondisi larutan ion, tetapi ion-ion tersebut cenderung teragregasi dan membentuk
kelompok-kelompok berukuran koloid (ukuran <lempung). Di sisi lain silikon, aluminium,
dan besi umumnya akan dengan cepat teredeposisi sebagai komponen-komponen yang tak
terlarut; mineral-mineral baru terbentuk darinya pada tahap awal pelapukan. Reaksi-reaksi
pelapukan spesifik dengan demikian bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang
congruent, di mana material hasil pelapukan ter-remove (yang bergerak), dan yang
incongruent, di mana material hasil pelapukan sebagian terubah (converted) menjadi
spesies-spesies mineral yang relatif immobil (yang tinggal). Reaksi-reaksi yang termasuk
ke dalam tipe congruent adalah reaksi-reaksi larutan simpel oleh air, air terasamkan
38

(acidified) oleh karbon dioksida, atau bereaksi dengan molekul-molekul organik dalam
larutan. Reaksi-rekasi incongruent meliputi hidrasi dan karbonasi yang membentuk
senyawa-senyawa hydroxides dan carbonates yang tak terlarut, oksidasi terutama pada
komponen ferrous iron yang membentuk oksida-oksida dan hidroksida-hidroksida ferric
iron yang tak terlarut, dan pelapukan silicates yang telah dibahas di muka.

Dengan mengabaikan mekanisme-mekanisme pelapukan tertentu, perubahan-


perubahan kimia yang disebabkan oleh pelapukan secara jelas dapat dibuktikan jika
analisis-analisis kimia dibuat melalui suatu sekuens pelapukan dari material batuan.
Analisis-analisis ini telah dibuat pada berbagai tipe batuan induk dari iklim yang berbeda-
beda. Profil-profil pelapukan di daerah tropis memperlihatkan tingginya kadar alumina dan
residu-residu kaya titania sebagai akibat terjadinya leaching dari SiO2 yang diperkuat oleh
tingginya konsentrasi asam-asam organik dalam air soil. Sejumlah residu memperlihatkan
peningkatan unsur-unsur tertentu sebagai akibat akumulasi mineral resisten tertentu seperti
ilmenit, rutil, zirkon, kuarsa, atau bahkan emas dan platina.

2.2 Komposisi Kimia Batuan Sedimen

Komposisi kimia batuan sedimen lebih bervariasi dibandingkan batuan beku,


karena proses sedimentasi umumnya lebih diversif. Dengan mempertimbangkan komposisi
oksida-oksidanya, maka SiO2 bisa melebihi 99% dalam sebagian batuan sedimen; AlO2
bisa mencapai 70% dalam bauksit; Fe2O3 mendekati 75% dalam limonit; FeO 60% dalam
39

siderit; MgO 20% dalam dolomit; dan CaO 56% dalam batugamping murni. Dengan
mempertimbangkan variasi tersebut, maka penentuan komposisi kimia rata-rata dari batuan
sedimen tidaklah mudah.
Clarke telah mengestimasi komposisi rata-rata dari batuan-batuan sedimen yang
umum seperti serpih, batupasir, dan batugamping, dengan cara menganalisis campuran dari
banyak sampel individu (Tabel 6.2). Nilai rata-rata yang diperlihatkan pada Tabel 6.2 yang
dibuat oleh Clarke, menggunakan figures serpih 80%, batupasir 15%, dan batugamping
5%. Garrels & Mackenzie (1971) telah membuat analisis yang ekstensif untuk
memecahkan problem ini, menggunakan data yang lebih baru dan mendasarkan
kalkulasinya pada kesetimbangan geokimia yang terlibat dalam konversi rata-rata batuan
beku menjadi rata-rata batuan sedimen.
Telah disepakati bahwa komposisi rata-rata dari batuan sedimen sangat
berhubungan dengan komposisi rata-rata batuan beku, karena semua batuan sedimen
berasal dari pelapukan batuan beku. Satu-satunya perubahan yang permanen adalah
hilangnya sejumlah unsur, terutama sodium, yang cenderung terakumulasi dalam bentuk
larutan di laut, dan penambahan sejumlah komponen dari atmosfir dan hidrosfir, seperti
oksigen, karbon dioksida, dan air.
Hubungan antara komposisi kimia dan tipe batuan dalam sedimen bisa
diekspresikan melalui diagram komposisi segitiga dengan sudut-sudut SiO2,
(Al,Fe)2O3xH2O, dan (Ca,Mg)CO3 (Gambar 6.3). Diagram ini mengabaikan alkalies, tetapi
alkalies ini umumnya rendah kecuali pada batuan argillaceous. Sejumlah limitasi tentatif
bisa ditetapkan; batuan argillaceous dengan kandungan SiO2 lebih dari 50% umumnya
menandung silika bebas, sedangkan yang kandungan Al2O3-nya lebih dari 40%
mengandung alumina bebas.

2. 3 Komposisi Mineralogi Batuan Sedimen

Mineralogi batuan sedimen dicirikan oleh dua tipe material: mineral-mineral batuan induk
yang resisten terhadap mechanical breakdown, dan mineral-mineral yang baru terbentuk
dari produk-produk dekomposisi (pelapukan kimia). Tipe yang kedua umumnya
berkomposisi hidrasi, sesuai dengan kondisi substansinya yang terbentuk dalam
lingkungan kaya air. Goldich (1938) menyimpulkan bahwa urut-urutan stabilitas mineral
40
41

batuan beku terhadap pelapukan adalah berkebalikan dengan urut-urutan


pembentukannya dalam Bowen’s Reaction Series, sebagai berikut:

Bowen’s Reaction Series dan Goldich’s Stability Series mengindikasikan bahwa


mineral-mineral batuan beku yang paling akhir terbentuk lebih bersifat stabil pada
ordinary temperatures dibandingkan dengan mineral-mineral yang terbentuk pada tahap-
tahap awal kristalisasi. Dengan kata lain, perbedaan (differential) antara kondisi pada saat
pembentukan dan apa yang terjadi di permukaan mencerminkan urutan (order) stabilitas
mineral-mineral silikat secara umum dari batuan beku. Gambar 6.4 memperlihatkan suatu
skema yang menunjukkan bagaimana mineral-mineral primer berubah menjadi mineral-
mineral sekunder secara suksesif melalui proses pelapukan. Mineral-mineral primer
disusun berdasarkan peningkatan resistensinya terhadap pelapukan, dan mineral-mineral
sekunder disusun sedemikian rupa untuk mengindikasikan hubungannya terhadap asal
mineral-mineral tersebut.
Kuarsa dan felspar merupakan mineral-mineral detritus yang melimpah, yang
merupakan mineral-mineral yang terbebaskan dari mechanical breakdown dari batuan-
batuan sebelumnya. Felspar lebih kecil resistensinya, sehingga walaupun mineral ini dapat
bertahan dalam batuan sedimen, tetap akan terdekomposisi dalam jangka panjang akibat
pelapukan.
Kalsit terpresipitasi dari larutan melalui perubahan-perubahan fisika-kimia atau
oleh proses-proses penting dalam organisme. Aragonit kadang merupakan bentuk di mana
kalsium karbonat terdeposisi, lebih sering dalam bentuk kalsit, yang merupakan bentuk
yang lebih stabil. Bukti-bukti penelitian geologi mengindikasikan bahwa sebagian besar
dolomit telah terbentuk dari batugamping melalui aksi metasomatik dari magnesium-
42

bearing waters. Dalam banyak kasus, aksi air laut pada kalsium karbonat selama
berlangsungnya proses diagenesis telah terbukti menjadi penyebab yang kuat pengaruhnya.
Untuk reaksi:

2CaCO3 + Mg2+ = CaMg(CO3)2 + Ca2+

hukum aksi massa memprediksikan bahwa tercapainya kesetimbangan secara keseluruhan


ditentukan oleh konsentrasi relatif ion-ion kalsium dan magnesium dalam larutan.
Penelitian-penelitian tentang termodinamika dari reaksi tersebut menunjukkan bahwa
dengan kondisi umum temperatur dan kondisi yang ada di laut, maka perubahan energi
bebas dari reaksi di atas adalah negatif, sehingga proses dolomitisasi akan berlangsung
secara spontan.
43

Kaolinit, monmorillonit, illit, dan klorit, bersama-sama dengan sejumlah spesies


lain yang kurang dominan, membentuk mineral lempung pada sedimen dan batuan
sedimen. Mineralogi lempung telah menjadi subyek riset yang intensif dalam tahun-tahun
terakhir ini, dan hasil detailnya telah disajikan oleh Grim (1968). Mineral lempung adalah
produk sekunder stabil yang terbentuk dari dekomposisi mineral-mineral aluminosilikat.
Mineral lempung yang baru terbentuk dari hasil dekomposisi memiliki struktur kisi-
berlapis yang nampaknya memiliki stabilitas yang lebih besar dibandingkan tipe-tipe
lainnya pada kondisi permukaan. Di samping karakteristik struktur kristalnya, secara
umum mineral lempung memiliki fitur-fitur khas lainnya. Keseluruhan mineral lempung
merupakan hydrous aluminosilicates. Sangat jarang mineral lempung hadir sendiri/tunggal
dalam sedimen. Tidak hanya berupa campuran mekanis (mechanical mixtures), tetapi juga
kristal-kristal “mixed-layers”, di dalam mana layer-layer molekul dari lebih dari satu
spesies mineral lempung ber-interleaved (berlapis lembar) dalam suatu kristal tunggal.
Sehingga kerumitan (kompleksitasnya) tinggi, dan identifikasi positif dari fase-fase dalam
fraksi lempung dari sedimen dapat dipertimbangkan merupakan problem yang paling pasti
akan dihadapi oleh para ahli mineralogi yang menelitinya.
Kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan antara jenis-jenis mineral lempung
bisa diketahui melalui strukturnya (Gambar 6.5). Seluruhnya merupakan silikat lembaran,
dan strukturnya dapat dipertimbangkan sebagai produk dari penumpukan (stacking) dari
dua unit yang berbeda pada arah sumbu c. Unit-unit tersebut adalah (a) lembaran-lembaran
tetrahedral dari (Si4O8) yang saling terikat (linked); dan (b) lembaran-lembaran oktahedral
dari unit-unit aluminium-hidroksil, yang mengandung ion-ion aluminium di antara dua
lembar hidroksil atau oksigen yang close-packed; setiap aluminium dikelilingi oleh enam
hidroksil atau oksigen, sehingga merupakan koordinasi enam (sixfold coordination).
Struktur dari kaolinit terdiri atas satu lembar tetrahedral yang di-link oleh satu
lembar oktahedral, sehingga merupakan suatu struktur dua-layer (two-layer structure).
Tidak terjadi replacement dari silikon atau aluminium, sehingga analisis dari kaolinit
murni (pure kaolinite) selalu berkorespondensi kuat dengan formula idealnya. Kaolinit
merupakan mineral polimorf 4, polimorf lainnya adalah dikit, nakrit, dan haloisit (dickite,
nacrite, halloysite). Dikit dan nakrit umumnya terbentuk dari proses hidrotermal, jarang
terbentuk dalam sedimen. Haloisit terbentuk pada endapan hidrotermal, tetapi juga sering
44

ditemukan dalam batuan sedimen, di mana mineral ini umumnya terpresipitasi dari air
tanah asam yang membawa alumina dan silika dalam bentuk larutan.
Struktur monmorillonit berupa layer-layer yang terdiri atas satu unit aluminium-
hidroksil yang tersisip di antara dua lembaran (Si4O10); layer-layer ini tertumpuk (stacked)
satu di atas lainnya pada arah sumbu c, dengan molekul-molekul air di antaranya. Fitur
karakteristik dari monmorillonit adalah variable water content, yang tercerminkan dalam
pengulangan sumbu c, bervariasi dari 9,6 Å pada saat material terdehidrasi sampai 21,4 Å
pada saat mineral tersebut jenuh air. Sehubungan dengan hal ini, maka monmorillonit
dikatakan memiliki kisi-kisi kristal yang mengembang (expanding lattice); karakteristik
khas dari bentonit yang dapat mengembang (swelling properties) dalam air adalah
disebabkan kandungan monmorillonitnya.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya substitusi atom dalam
struktur monmorillonit; maka aluminium dapat te-replace sebagian atau seluruhnya oleh
besi ferik / ferric iron (nontronite), oleh seng (sauconite), dan oleh sejumlah kecil litium,
kromium trivalensi, manganis, dan nikel; silikonnya dapat te-replace sebagian oleh
aluminium, membentuk berbagai jenis beidelit. Oleh karenanya, komposisi kimia
monmorillonit (ditinjau dari segi kelompok mineral) sangat bervariasi.
Klorit merupakan konstituen penting dari material argillaceous. Sejumlah kecil
klorit yang bercampur dengan mineral lempung lainnya umumnya sulit dideteksi. Secara
struktural, klorit dapat berasal dari monmorillonit akibat penyisipan (insertion) layer
(Mg,Al)(OH) di antara setiap layer monmorillonit, seperti pada muskovit yang berasal dari
penyisipan suatu layer ion-ion potasium. Hubungan struktural ini bisa juga merupakan
hubungan paragenetik, berdasarkan ditemukannya bukti terbentuknya klorit dari
monmorillonit dalam air laut, yang kaya akan ion magnesium yang membentuk layer
(Mg,Al)(OH).
Faktor-faktor utama yang menentukan nature dari lempung, adalah 1) karakter
kimia material induk, 2) lingkungan fisika-kimia di mana perubahan (alterasi) material ini
berlangsung. Struktur kaolinit tidak dapat mengakomodasi kation-kation selain silikon dan
aluminium, dan pembentukan kaolinit terbukti didukung oleh lingkungan yang asam, di
mana semua senyawa basa cenderung te-remove dalam bentuk larutan. Kaolinit juga
merupakan mineral lempung yang memiliki rasio Al : Si yang tertinggi, dan
pembentukannya diperkuat (promoted) jika proses pelapukan cenderung me-remove silika
45

dalam bentuk larutan, oleh karena itu memperkaya residu dalam alumina. Tingginya
konsentrasi potasium dan magnesium secara komparatif dalam air laut memperkuat
perubahan ini. Illit merupakan material lempung yang paling umum terdapat dalam
sedimen dan batuan sedimen marine. Proses fiksasi (fixation) potasium dalam illit dan
magnesium dalam klorit merupakan mekanisme yang penting dalam meregulasi komposisi
air laut.

2. 4. Faktor-Faktor Fisika-Kimia dalam Sedimentasi

Geokimia proses sedimentasi pada dasarnya adalah reaksi-reaksi geokimia yang


berlangsung dengan kehadiran air. Air dalam hal ini tidak berarti suatu larutan yang khusus
(typical liquid), dan dalam hubungan ini sifat-sifat khasnya perlu di-emphasized. Sebagai
suatu pelarut (solvent), air bersifat unequalled. Struktur dari molekul air sendiri merupakan
kunci dari sifatnya yang luar biasa ini. Hidrogen merupakan atom yang kecil dibandingkan
dengan oksigen, sehingga molekulnya kemungkinan sferis. Radiusnya hanya sedikit lebih
besar daripada ion oksigen. Struktur ini terbentuk akibat distribusi yang sangat tidak teratur
dari muatan dalam molekul. Muatan positif nampaknya terletak pada atau di antara proton-
proton, dan sisi berlawanan dari molekul tersebut adalah bermuatan negatif. Sehingga
dengan demikian molekul air bersifat dipole. Atraksi mutual (mutual attraction) dari sifat
dipole ini menyebabkan gaya kohesif antara molekul-molekul air menjadi sangat besar
dibandingkan cairan-cairan normal, yang memiliki gaya kohesi van der Waals yang lemah.
Tetapi, air sebagai suatu cairan yang berat molekulnya rendah, memiliki titik lebur dan
titik didih yang tinggi. Efek penting lain sifat dipole molekul air adalah tingginya konstanta
dielektrikanya, yaitu 80. Tingginya konstanta dielektrika ini bertanggungjawab terhadap
aktifitas air sebagai pelarut senyawa-senyawa ionik (ionic compounds), karena gaya atraksi
(gaya tarik) antara ion-ion berbanding terbalik (varies inversely) terhadap kontanta
dielektrika dari media, dan larutan senyawa ionik adalah penting (esensial) dalam dispersi
ion-ion oleh molekul-molekul (air) dari pelarut (solvent).

2. 5 Potensial Ion

Ion-ion dalam larutan bersifat menarik molekul-molekul air, kation menarik kutub
negatif dari dipole-dipole air di sekitarnya, dan anion menarik kutub positifnya. Jumlah
molekul air yang dapat terikat pada suatu ion bergantung pada ukuran ion tersebut,
46

semakin besar ukurannya, maka semakin besar jumlah molekul air yang dapat terkumpul.
Tingkat hidrasi tidak hanya bergantung pada ukuran ion, tetapi juga pada intensitas muatan
permukaannya. Sebagai contoh, ion litium, dengan radius 0,74 Å, jauh lebih kuat daya
tariknya terhadap dipole-dipole air dibandingkan ion cesium, yang memiliki radius 1,70 Å,
walaupun keduanya memiliki muatan yang sama. Sebagai akibatnya, ion litium akan
terhidrasi, meskipun radiusnya kecil, sedangkan cesium tidak. Dengan demikian proses
hidrasi dari suatu ion berbanding lurus dengan muatannya (Z) dan berbanding terbalik
dengan radiusnya (r). Faktor Z/r, yang disebut dengan potensial ion, mempunyai arti
penting tidak hanya ditinjau dari segi proses hidrasi suatu ion, tetapi juga untuk berbagai
properties-nya dalam air. Sebagai efeknya, potensial ion adalah suatu pengukuran terhadap
elektronegatifitasnya, karena semakin kecil radius dari suatu ion positif dan semakin tinggi
muatannya, maka semakin asam oksidanya dan sebaliknya, semakin besar radius dan
semakin kecil muatannya, maka semakin basa oksidanya. Jika daya tolak ini cukup besar,
maka sejumlah proton akan terlepas, yang dengan demikian akan menetralisir muatan pada
kation inti (central cation) dan mengakibatkan terjadinya presipitasi hidroksida yang tak
terlarut (insoluble hydroxide). Dengan sangat tingginya daya tolak, yang berarti tingginya
potensial ion, maka keseluruhan proton akan tertolak keluar dari molekul-molekul air yang
mengikatnya, dan anion oxyacid akan terbentuk.
Potensial ion dari suatu unsur sangat menentukan lokasi pengendapannya selama
pembentukan batuan sedimen berlangsung, dan hal ini signifikan pada semua proses
pembentukan mineral dalam media cair (aqueous medium). Unsur-unsur dengan potensial
ion yang rendah, seperti sodium, kalsium, dan magnesium, akan tetap bertahan dalam
larutan selama proses pelapukan dan transportasi; unsur-unsur dengan potensial ion
menengah akan terpresipitasi oleh hidrolisis, ion-ionnya akan berasosiasi dengan
kelompok-kelompok hidroksil dari larutan cair (aqueous solutions); unsur-unsur dengan
potensial ion yang tetap lebih tinggi dari anion-anion yang mengandung oksigen yang
selalu terlarut lagi (which are usually again soluble). Jika unsur-unsur diplot pada sebuah
diagram dengan radius ion sebagai ordinat dan muatan ion sebagai absisnya, maka akan
terlihat tiga medan yang berbeda; kation-kation terlarut, unsur-unsur hydrolysates, dan
unsur-unsur dari komples anion terlarut (soluble complex anions).
47

2. 6. Konsentrasi Ion Hidrogen

Konsentasi ion hidrogen dari natural waters memiliki arti penting dalam reaksi-
reaksi kimia yang menyertai proses-proses sedimentasi. Dalam air murni (pure water) pada
suhu 25oC, konsentrasi ion hidrogen adalah 10-7 mol/liter. Jika konsentrasinya lebih besar
daripada konsentrasi pada pure water pada temperatur yang sama, maka larutan dikatakan
asam, pada kondisi sebaliknya, dikatakan alkaline. Titik netral akan berubah dengan
peningkatan temperatur yang diikuti dengan membesarnya konsentrasi ion hidrogen.
Sebagai pengukuran terbalik (inverse measure) dari konsentrasi ion hidrogen, digunakan
istilah pH, di mana digunakan faktor logaritma negatif, sehingga pH air adalah 7.
pH media sangat signifikan mengontrol presipitasi hidroksida dari larutan. Hal ini
terlihat pada Tabel 6.4, yang memperlihatkan pH untuk presipitasi awal hidroksida-
hidroksida dari larutan yang cair (dilute solutions) (sekitar 0,02 M) dan pH dari sejumlah
lingkungan alami. Untuk transportasi dan pengendapan besi, solubilitas (kelarutan) ferric
hydroxide dan consequent equilibria-nya sangat penting. Produk solubilitas dari ferric
hydroxide K, diberikan dengan persamaan

Tetapi dalam air [OH] = Kw/[H+], di mana Kw adalah produk ionisasi dari air. Sehingga,

Pada temperatur yang cocok, K dan Kw adalah konstan; sehingga konsentrasi besi ferric
dalam larutan adalah berbanding lurus dengan konsentrasi ion hidrogen dalam kubik
(pangkat tiga). Sebagai contoh, pada suhu 18o K = 10-38,6 dan Kw = 10-14,2. Sehingga, K/K3ew
= 104, dan pada pH = 7, [Fe3+] =10-17 mol/liter; pada pH = 6, [Fe3+] =10-14 mol/liter. Dalam
air alam besi tidak hanya hadir dalam bentuk Fe3+, tetapi juga dalam bentuk ion-ion Fe2+
dan FeOH2+, dan jumlah total besi dalam larutan pada nilai-nilai pH yang berbeda adalah:
48

pH lingkungan sangat signifikan dalam mentransportasi alumina dan silika dalam


larutan serta redeposisi akhirnya. Untuk mengilustrasikan hal ini, solubilitas aluminium
hidrokasida dan silika terhadap pH diplot pada Gambar 6.7. Pada pH < 4 , alumina akan te-
remove dalam larutan dan silika akan tetap bertahan dalam material induk. Pada kisaran pH
5-9 kelarutan silika sedikit meningkat, tetapi alumina praktis tidak terlarut. Pada kondisi ini
removal silika akan terjadi, meninggalkan alumina di belakang, dan hal ini diduga terjadi
pada pembentukan laterit dan bauksit.
Solubilitas relatif dari silika dan alumina tidak mengalami perubahan berarti pada
kisaran pH 4 sampai 8. Gambar 6.7 memberi kesan bahwa kondisi yang betul-betul
setimbang akan mengandung Al(OH)3, suatu kondisi yang terjadi di daerah-daerah tropis
di mana endapan bauksit yang luas dapat terbentuk. Mungkin hanya pada kondisi curah
hujan yang tinggi dan temperatur yang tinggi maka reaksi-reaksi pelapukan akan dapat
selesai secara komplit, sebelum erosi dapat me-remove produk-produk pelapukan tersebut.

2.7 Potensial Oksidasi-Reduksi

Banyak unsur yang bisa hadir dalam tingkatan oksidasi yang berbeda-beda di kerak
bumi. Unsur yang paling umum adalah besi, yang terbentuk sebagai logam nativ (tingkat
oksidasi 0), sebagai senyawa ferrous (tingkat oksidasi 2), dan sebagai senyawa ferric
(tingkat oksidasi 3). Unsur-unsur yang lainnya adalah manganese (2,3,4), sulfur (-2,0,6),
vanadium (3,4,5), tembaga (0,1,2), kobal (2,3), nitrogen (-3,0,5), dan masih banyak lagi.
Stabilitas suatu unsur pada tingkatan oksidasi tertentu bergantung pada perubahan
energi yang terjadi akibat penambahan atau pengurangan/kehilangan elektron. Pengukuran
kuantitatif terhadap perubahan energi ini dikenal dengan istilah potensial oksidasi-
reduksi”, ”potensial oksidasi”, atau ”potensial redoks”; pada tulisan ini digunakan istilah
potensial oksidasi. Potensial oksidasi pada banyak reaksi merupakan suatu figur yang
relatif, standar acuannya adalah reaksi pada kondisi 25oC dan 1 atm.
H2 = 2H+ + 2e (e = elektron)
(yaitu reaksi removal elektron dari atom-atom hidrogen, atau oksidasi dari hidrogen
menjadi ion-ion hidrogen). Potensial oksidasi dari reaksi ini adalah fungsi dari konsentrasi
yang mem-provide deviasi dari hukum-hukum larutan sempurna dari substansi reaksi.
Potensial oksidasi disimbolkan dengan Eo jika reaksi-reaksi yang relevan berlangsung pada
kondisi standar dari aktifitas unit substansi reaksi, dan dengan Eh jika situasi eksperimental
menyimpang (terdeviasi) dari kondisi tersebut.
49

Kisaran potensial oksidasi lingkungan alami menentukan reaksi-reaksi yang akan terjadi.
Reaksi-reaksi kimia dalam media cair secara teoritis terbatas pada potensial oksidasi di
antara reaksi-reaksi

H2O = 1/2O2 + 2H+ + 2e, Eo = 1,23 volt (1)


2H+ + 2e = H2, Eo = 0,00 volt (2)
50

Bentuk oksidasi dari setiap pasangan dengan potensial yang lebih tinggi daripada
nilai pada persamaan (1) akan secara teoritis mendekomposisi air dengan terjadinya
evolusi oksigen. Bentuk reduksi dari setiap pasangan dengan potensial yang lebih rendah
daripada nilai pada persamaan (2) akan secara teoritis mendekomposisi air dengan
terjadinya evolusi hidrogen. Kondisi kimia sedimentasi mengindikasikan bahwa potensial
dari kedua reaksi ini sangat kuat mengontrol oksidasi dan reduksi pada kondisi alam.
Kedua reaksi tersebut di atas melibatkan ion-ion hidrogen, dan dengan demikian
potensialnya sangat kuat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pH. pH natural waters
bervariasi, berkisar dari 0 pada air asam kuat pada daerah volkanik, sampai 10 atau lebih
pada daerah alkalin di mana sodium karbonat hadir dalam larutan. Potensial oksidasi dari
lingkungan alam, di mana pH mendekati 7, harus berada pada -0,41 dan 0,82 volt.
51

Pelarutan (solution), transportasi, dan deposisi unsur-unsur yang dapat terjadi


dalam dua atau lebih tingkatan oksidasi secara langsung dan kuat dipengaruhi oleh
potensial oksidasi lingkungannya. Sebagai contoh, dibutuhkan potensial yang tinggi untuk
mengkonversi kobal valensi-dua menjadi valensi-tiga dan timah hitam valensi-dua menjadi
PbO2 pada larutan asam yang mengindikasikan bahwa mineral stainierite (CoOOH) dan
plattnerite (PbO2) terdeposisi dari larutan alkalin, di mana potensial oksidasinya jauh lebih
kecil (Gambar 6.8). Potensial dari sejumlah oksidasi dalam larutan alkalin, terutama yang
dihasilkan dalam presipitasi dari sebagian besar senyawa insoluble, nilainya jauh di bawah
potensial oksidasi yang sejenis (corresponding) pada larutan asam.
Diagram Eh-pH menyajikan gambaran yang sangat membantu dalam
mengilustrasikan medan-medan stabilitas dari mineral-mineral yang berbeda dalam
lingkungan cair. Sistem Mn-H2O pada berbagai kondisi Eh dan pH menyajikan suatu kasus
ilustratif (Gambar 6.10), diagram tersebut memperlihatkan dengan jelas mengapa
manganese belum pernah ditemukan sebagai logam natif. Pada kondisi reduksi dalam
lingkungan geologi, manganese terbentuk sebagai senyawa manganous dalam larutan
asam, dan terpresipitasi sebagai Mn(OH)2 jika pH melebihi 8 (untuk aktifitas unit dari Mn;
untuk larutan yang cair/dilute, seperti yang terjadi di alam, pH yang dibutuhkan untuk
terjadinya presipitasi adalah lebih besar, berdasarkan hukum aksi massa). Pada saat kondisi
menjadi lebih oxidizing, medan ion-ion manganous menyusut ke kondisi yang lebih asam;
pada sisi alkalin dari diagram tersebut, Mn(OH)2 (pyrochroite) te-replace secara suksesif
oleh Mn2O4 (hausmannite), MnOOH (manganite), dan MnO2 (pyrolusite). Pada kondisi
yang sangat oxidizing MnO2 merupakan fasa stabil di atas semua kisaran pH. Diagram
tersebut juga menjelaskan mengapa permanganates tidak terbentuk pada kondisi geologi;
larutan cair daripermanganate tidak stabil dan terdekomposisi dengan perlahan,
melepaskan oksigen dan mempresipitasikan MnO2.
Pemisahan unsur-unsur yang berhubungan sangat dekat pada zona bagian atas dari
litosfir oleh proses-proses yang melibatkan larutan dan redeposisi sering terjadi (brought
about) akibat sifat-sifat khususnya (distinctive properties) yang berhubungan dengan
oksidasi dan reduksi. Demikianlah, sehingga tiga unsur, besi, nikel, dan kobal sering
terdapat bersama-sama dalam lingkungan primer, yaitu supergene, atau proses-proses cair
(aqueous) yang dihasilkan dari pemisahan ketiganya. Ketiga unsur ini sangat berbeda
dalam hal potensial yang dibutuhkan untuk mengoksidasinya dari kondisi/tingkatan
52

valensi-dua. Besi siap teroksidasi menjadi valensi-tiga dalam kondisi lingkungan alkalin
dan sedikit asam; kobal membutuhkan potensial yang lebih tinggi bahkan dalam larutan
alkalin, dan dalam larutan asam potensial yang dibutuhkan jauh lebih tinggi dibandingkan
yang dibutuhkan untuk me-release oksigen dari air; nikel tidak dapat membentuk senyawa
valensi-tiga. Hal ini terefleksikan dalam kejadian/pembentukan alami (natural
occurences); bentuk yang umum dari besi dalam endapan supergene adalah hydrated ferric
oxide; hydrated cobaltic oxide (stainierite) hanya ditemukan pada kondisi yang telah
teroksidasi sangat kuat; dan bentuk oksida yang lebih tinggi dari nikel tidak pernah
ditemukan sebagai mineral.
Proses oksidasi juga terjadi dalam separasi yang sejenis pada manganese dari besi.
Manganese sering hadir dalam larutan padat (solid solution) dalam mineral-mineral primer
yang mengandung besi, ion-ion ferrous dan manganous dapat te-replace secara mutual.
Besi terpresipitasi menjadi hydrated ferric oxide, sementara manganese tetap bertahan
lebih lama dalam larutan dan akhirnya terendapkan pada kondisi yang lebih oxidizing
sebagai perbandingan terhadap iron-free manganese dioxide.
53

Potensial oksidasi dan pH merupakan pengontrol-pengontrol dasar dalam


menentukan sifat-sifat (nature) dari produk-produk sedimentasi. Krumbein dan Garrels
(1952) telah menemukan (men-devise) sebuah diagram rekayasa (ingenious diagram) yang
mengilustrasikan hubungan antara faktor-faktor ini dengan material-material geologi di
mana faktor-faktor tersebut bekerja (Gambar 6.11). Dalam diagram ini, kedua ahli tersebut
men-develop konsep ”pagar geokimia” (”geochemical fence”), yaitu suatu batas yang di-
define oleh kehadiran mineral atau material tertentu pada satu sisi dan ketidak-hadirannya
pada sisi lain, oleh reaksi kimia tertentu. Suatu pagar geokimia tertentu bisa
direpresentasikan oleh nilai pH tertentu, atau oleh potensial oksidasi tertentu, atau oleh
kombinasi dari keduanya
54

Krumbein dan Garrels telah membuktikan bahwa cara yang paling berguna adalah dengan
mempertimbangkan proses-proses sedimentasi sebagai pagar netral, pada pH = 7; pagar
batugamping, pada pH = 7,8 (pada pH yang lebih tinggi kalsit siap terdeposisi, pada pH
yang lebih rendah kalsit cenderung terlarut); pagar sulfate-sulfide, ditentukan oleh
potensial oksidasi sulfide-sulfate; pagar Fe dan Mn oxide-carbonate. Klasifikasi
lingkungan sedimentasi yang didasarkan pada dua parameter signifikan yaitu pH dan
potensial oksidasi.

Strategi Pembelajaran

• Kuliah Pengantar
Kuliah pengantar menggunakan modul ini yang disajikan pada pertemuan ketujuh
dalam materi pembelajaran Sedimentasi dan Batuan Sedimen selama 20 menit.

• Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil
beranggotakan 5 – 6 orang. Tugas setiap kelompok ;
- mendiskusikan topik-topik kuliah yang diuraikan di atas yang ditentukan oleh
fasilitator. Sebagai dasar untuk merumuskan pengertian-pengertian yang
terkandung di dalamnya, peserta akan diberikan bahan bacaan.
- mengangkat permasalahan penyebaran unsur-unsur selama sedimentasi
• Presentasi Kelompok
Presentase setiap kelompok dilaksanakan pada pertemuan kelima dan keenam. Setiap
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya untuk berbagi dengan peserta lainnya.
Hasil rumusan terhadap topik yang diberikan diharapkan dapat membantu peserta
lainnya dalam memahami materi pembelajaran secara komprehensif. Dalam presentasi
hasil diskusi kelompok diupayakan menjadi suatu dialog antara presenter dengan
audience.
• Evaluasi Singkat
Evaluasi dalam bentuk laporan dan uraian yang diberikan kepada mahasiswa untuk
menuliskan pemahaman mereka tentang materi kuliah yang telah didiskusikan. Dalam
hal ini diharapkan mahasiswa dapat memahami penyebaran unsur-unsur selama
sedimentasi hingga pembentukan batusn sedimen.
55

• Tugas Kuliah
Pada pertemuan kesembilan, mahasiswa mengumpulkan laporan seluruh hasil
presentasi yang telah didiskusikan.

Indikator Penilaian
Indikator penilaian berupa kemuthiran bahan pustaka, kreativitas dan kerjasama tim alam
menemukan jawaban dari masalah yang diberikan oleh fasilitator. Komponen penilaian
meliputi :
• Aktifitas perkuliahan (15 %), terdiri dari :
- Keaktifan dalam diskusi (10 %)
- Kehadiran (5 %)
• Penguasaan materi (50 %), terdiri dari :
- Kemampuan menjelaskan penyebaran unsur-unsur mayor dan minor pada batuan
sedimen (15 %).
- Kemampuan menjelaskan sedimentasi (15%)
- Kemampuan menghubungkan genesa sebelum dan setelah pembentukan batuan
sedimen (20 %)
• Tugas-tugas kuliah (35 %), terdiri dari :
- Ketepatan waktu pengumpulan tugas (10 %)
- Tingkat kebenaran tugas (25 %)
- Kerapian pekerjaan (10 %)

BAB III. PENUTUP


Konstituen-konstituen original dari kerak bumi, yaitu mineral-mineral penyusun
batuan beku, bersifat sangat tidak stabil terhadap atmosfir dan hidrosfir. Dari semua
mineral batuan beku, hanya kuarsa yang terhitung sangat resisten terhadap pelapukan.
Mineral-mineral lainnya cenderung terubah (altered) oleh aksi-aksi oksigen, asam
karbonat, dan air; dan mineral-mineral baru yg lebih stabil pada kondisi baru, akan
terbentuk. Batuan yg terubah (altered rock) tersebut akan teremukkan atau terhancurkan
dengan cepat akibat efek-efek mekanis dari erosi, dan konstituennya akan tertransportasi
oleh angin, air, atau es, dan teredeposisi sebagai sedimen atau tetap bertahan dalam bentuk
larutan.
56

DAFTAR PUSTAKA

Krauskopf, K. B., 1995, Introduction of Geochemistry, Mc Graw-Hill Book Co., New


York

Mason, B. & Moore, C. B., 1982, Principles of Geochemistry, Fourth Edition, John
Wiley & Sons, United States of America

Misra, K. C., 2005, Principles of Geochemistry (Lectures Notes), Department of


Geological Sciences, Universit of Tennesse.

White, 2005, Advance Geochemistry, Oxford Univ.Press.

Anda mungkin juga menyukai