Anda di halaman 1dari 171

MEKANIKA TANAH

HIDROLOGI

01. PENGERTIAN TANAH


DAN INDEKS PROPERTI TANAH

Bahan Pelatihan Mekanika Tanah


Studio Selam 2 Arcamanik

Ir. Bambang Adi Riyanto, M.Eng


Jln. Selam No. 4, Arcamanik - Bandung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Asal Usul Tanah

 Tanah: material terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral


padat yang tak tersementasi (terikat secara kimia) dan
pelapukan bahan-bahan organik berpartikel padat disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang kosong diantara
partikel padat tersebut.

14
Asal Usul Tanah

 Butiran-butiran mineral pembentuk bagian padat dari tanah


merupakan hasil pelapukan dari batuan (rock).
 Ukuran setiap butiran padat tersebut sangat bervariasi, sifat-
sifat fisik tanah banyak tergantung dari faktor: ukuran, bentuk,
dan komposisi kimia dari butiran.
 Batuan dapat dibagi menjadi 3 tipe dasar, yaitu:
 Batuan Beku (Igneous rocks)
 Batuan Sedimen (Sedimentary rock)
 Batuan Metamorf (Metamorphic rocks)
 Diagram siklus kejadian beberapa tipe batuan berikut proses
kejadiannya ditunjukkan pada gambar di bawah

15
Gambar Siklus Batuan

16
Gambar Siklus Batuan
17
th
Sumber: Knappett, J.A., Craigh. R.F, Craig’s Soil Mechanics 8 Edition 18
th
Sumber: Knappett, J.A., Craigh. R.F, Craig’s Soil Mechanics 8 Edition 19
th
Sumber: Knappett, J.A., Craigh. R.F, Craig’s Soil Mechanics 8 Edition

20
 Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair.
 Berdasarkan proses pembekuannya, batuan beku dibagi atas:
 Magma membeku di permukaan bumi, disebut Extrusive Igneous Rock
 Magma membeku di dalam kulit bumi, disebut Plutonic Rock (Intrusive Igneous
Rock)
 Bowen (1922) menerangkan hubungan antara kecepatan
mendinginnya magma dengan bermacam-macam tipe batuan,
dikenal sebagai Prinsip Reaksi Bowen, yang menggambarkan
urutan terbentuknya mineral baru sesuai dengan tingkat
21
mendinginnya magma
22
Mineral yang terbentuk Mineral yang terbentuk
berbeda komposisi kimia dan berbeda komposisi kimia
struktur kristalnya akan tetapi sama struktur
kristalnya

23
Komposisi kimia dari mineral-mineral disajikan pada tabel di bawah

24
Granite Gabbro Diorite Syenite Trachyte

Rhyolite Basalt Andesite Peridotite

25
Pelapukan
 Pelapukan: proses terurainya batuan menjadi partikel-partikel
yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia.
 Pelapukan mekanis: akibat memuai dan menyusutnya batuan
karena perubahan panas dan dingin yang terus menerus (cuaca,
panas matahari dll).
 Pelapukan kimia: mineral batuan induk diubah menjadi mineral-
mineral baru melalui reaksi kimia. Air dan karbon dioksida dari
udara membentuk asam-asam karbon yang bereaksi dengan
mineral-mineral batuan dan membentuk mineral-mineral baru
ditambah garam-garam terlarut. Contoh pelapukan kimia: dari
orthoclase membentuk mineral-mineral tanah lempung, silika, dan
karbonat sebagai berikut:

26
Pelapukan Mekanis

27
28
Mechanical Weathering of Granite
Mount Rushmore

Kit-Mikayi in Kisumu in western Kenya.

29
30
Hydrolysis: This process is just the breaking apart of molecules
by water molecules. This can happen when moving water erodes
rock to produce a saline (salty) solution. This can impact the Oxidation: When iron atoms lose electrons, their properties
ability of aquatic organisms to survive in the environment in change. In the presence of water, oxygen happily accepts these
question. electrons. The result can be visible as rust on iron materials, and
Hydration: This is the addition of hydrogen, a very abundant minerals containing iron expand and crack over time as the iron
molecule thanks to the abundance of water of Earth. When the atoms are incorporated into different iron oxide forms depending
mineral known as feldspar takes up hydrogen, "expelling" other on how many electrons are exchanged.
positively charged atoms in the process, the end product is clay. Acidification: The phenomenon of acid rain is a result of
Carbonation: Carbonic acid is a weak acid formed from carbon compounds such as sulfur dioxide and nitrogen gases reacting
dioxide and water: with water molecules in the atmosphere where clouds form.
Coal-fired power plants that burn coal produce sulfur dioxide,
CO2+ H2O ⟷ H2CO3 and this results in the formation of sulfuric acid that can damage
This acid is called "weak" because it donates protons reluctantly the ecosystems when rainwater containing it falls there.
compared to other acids. But over time, it can dissolve rock,
especially limestone. This can result in the formation of not only
caves but enormous underground cave systems. 31
32
33
Pelapukan
 Proses pelapukan mengubah batuan padat dengan ukuran
besar menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil berukuran
antara batu besar (boulder) dan partikel tanah lempung yang
sangat kecil.
 Agregat (butiran) yang tak tersementasi dari pecahan-
pecahan tersebut dengan proporsi yang bermacam-macam
membentuk beragam tipe tanah.
 Mineral lempung (clay mineral) yang merupakan produk
pelapukan kimia dari feldspar, ferromagnesium, dan berjenis-
jenis mika, adalah mineral-mineral yang membentuk sifat
plastis dari tanah.
 Ada tiga tipe utama mineral tanah lempung, yaitu:
 Kaolinite
 Illite
 Montmorillonite
34
Kaolin/Kaolinite Illite

Red Montmorillonite

Montmorillonite 35
Transportasi dari Produk Pelapukan
 Produk pelapukan dapat tetap tinggal di suatu tempat atau
terbawa ke tempat lain oleh unsur pembawa: es, air, angin
dan gravitasi.
 Tanah pelapukan yang tetap tinggal di tempat asalnya disebut
tanah residual. Gradasi ukuran butirnya kecil di permukaan
semakin membesar ke arah dalam.
 Tanah yang terbawa ke tempat lain dapat diklasifikasikan sbb:
 Tanah Glacial: terbentuk karena transportasi dan deposisi oleh gletser
(sungai es)
 Tanah Alluvial: terbentuk karena terangkut oleh air yang mengalir dan
terdeposisi sepanjang aliran (sungai)
 Tanah Lacustrine: terbentuk karena deposisi di danau-danau yang
tenang.
 Tanah Marine: terbentuk karena deposisi di laut.
 Tanah Aeolian: terbentuk karena terangkut dan terdeposisi oleh angin.
 Tanah Colluvial: terbentuk oleh pergerakan tanah dari tempat asalnya
karena gravitasi seperti yang terjadi pada saat tanah longsor. 36
37
Glacial Till Outcrop

38
Mekong River Sand Dunes
39
40
Gumuk Pasir Parangkusumo Bantul

41
42
43
44
Batuan Sedimen
 Deposit dari tanah kerikil, lanau, dan lempung dapat menjadi
lebih padat karena tekanan lapisan tanah di atasnya dan
adanya proses sementasi antar butiran oleh unsur sementasi:
oksida besi, kalsit, dolomite, dan quartz.
 Batuan yang terbentuk dengan cara di atas disebut batuan
sedimen detrital. Contoh:
 Conglomerate
 Breccia
 Sandstone
 Shale
 Batuan sedimen yang terbentuk melalui proses kimia
diklasifikasikan sebagai batuan sedimen kimia, contoh:
 Batu Kapur (Limestone), Kalsium-karbonat dari senyawa calcite
 Dolomite (Kalsium-magnesium karbonat)
 Gipsum, Anhydrite, hasil penguapan air laut yang menghasilkan
bahan endapan, disebut juga evaporites (hasil evaporasi)
45
46
47
Conglomerate Breccia

Sandstone
Shale

48
Limestone Dolomite

Gipsum Anhydrite

49
Batuan Metamorf
 Peristiwa metamorf adalah perubahan komposisi dan tekstur
dari batuan akibat panas dan tekanan tanpa pernah menjadi
cair.
 Dalam peristiwa metamorf, mineral-mineral baru terbentuk
dan butir-butir mineralnya terkena geseran membentuk
tekstur batu metamorf yang berlapis-lapis.
 Granite, diorite dan gabbro berubah menjadi gneiss pada
peristiwa metamorf tingkat tinggi.
 Shales dan mudstone berubah menjadi slates dan phyllites
pada peristiwa metamorf tingkat rendah.
 Batu pualam (marmer) terbentuk dari batuan calcite dan
dolomite yang mengalami proses kristalisasi ulang.
 Pada tekanan dan panas yang besar sekali, batuan metamorf
akan mencair menjadi magma dan siklus batuan berulang
kembali. 50
51
Gneiss Slates

52
53
Partikel Tanah
 Ukuran partikel tanah sangat beragam dengan variasi cukup
besar.
 Tanah umumnya disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand),
lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran
partikel yang paling dominan pada tanah tersebut.
 Penentuan tanah berdasakan ukuran partikelnya, beberapa
organisasi telah mengembangkan Batasan-Batasan ukuran
golongan jenis tanah seperti ditunjukkan pada tabel dan
gambar berikut.
 Kerikil (gravel): kepingan-kepingan dari batuan yang
kadang-kadang mengandung partikel mineral quartz, feldspar
dan mineral lainnya.
 Pasir (sand): sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan
feldspar.
54
Partikel Tanah
 Lanau (silts): sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis
(berukuran sangat kecil) terdiri dari quartz yang sangat halus
dan pecahan dari mineral mika.
 Lempung (clays): sebagian besar merupakan fraksi
mikroskopis dan submikroskopis, merupakan partikel mika,
mineral lempung dan mineral lain yang sangat halus.

55
56
57
58
59
Source: Muni Budhu, Soil Mechanics and Foundation, 3rd Ed, page 18

60
Berat Spesifik (Specific Gravity) (Gs)
 Berat spesifik atau berat jenis didefinisikan sebagai rasio
antara berat satuan tanah dan berat satuan air.
s
Gs 
w
 Berat spesifik beberapa butiran yang umum terdapat pada
tanah ditunjukkan pada tabel berikut.
Sebagian besar dari
mineral-mineral
mempunyai berat
spesifik antara 2,6
sampai dengan 2,9.

61
Nilai Gs untuk berbagai jenis tanah berkisar antara 2,58 sampai
2,75, kecuali untuk tanah humus dan tanah gambut antara 1,25
sampai 1,8
62
Analisis Mekanis dari Tanah
 Analisis mekanis dari tanah adalah penentuan variasi partikel-
partikel yang ada pada tanah.
 Variasi tersebut dinyatakan dalam persentase dari berat
kering total.
 Terdapat 2 cara untuk mendapatkan distribusi ukuran partikel
tanah, yaitu:
 Analisis Ayakan (Sieve Analysis), untuk partikel-partikel
berdiameter lebih besar dari 0,075 mm (tidak lolos saringan #
200),
 Analisis Hidrometer (Hydrometer Analysis), untuk partikel-
partikel < 0,075 mm (lolos saringan # 200)

63
Analisis Ayakan
 Analisis ayakan adalah mengayak dan menggetarkan contoh
tanah kering melalui satu set ayakan dimana lubang-lubang
ayakan tersebut makin kecil secara berurutan.
 Standar ayakan di Amerika Serikat ditunjukkan pada tabel
berikut:

64
65
66
Langkah Analisis Ayakan
1. Contoh tanah dikeringkan terlebih dahulu, gumpalan-gumpalan
dipecah menjadi partikel-partikel lebih kecil.
2. Contoh tanah diayak dengan satu set ayakan yang diurutkan dari
lubang ayakan besar ke kecil.
3. Lakukan ayakan di laboratorium dengan cara getaran, masa tanah
yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang.
4. Untuk analisis tanah kohesif, agak sulit untuk memecah gumpalan
tanahnya menjadi partikel-partikel lepas. Untuk itu tanah perlu
dicampur dengan air sampai menjadi lumpur encer dan kemudian
dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut.
5. Bagian padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan
sendiri-sendiri. Kemudian masing-masing ayakan beserta tanahnya
dikeringkan dalam oven, kemudian berat tanah kering ditimbang.
6. Hasil analisis ayakan disajikan dalam bentuk grafik hubungan
antara diameter butiran dan persentasi lolos saringan.
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Contoh Kurva Distribusi Ukuran Butiran

80
Analisis Hidrometer

s  w 2
 D
18 

81
Analisis Hidrometer

18 L L
D dimana v  sedangkan  s  Gs  w sehingga
s  w t t
18 L
D
(Gs  1)  w t

D(mm) 18 
( gr .sec) / cm 2
 L(cm) 30 L
 D
10 (Gs  1)  w ( gr / cm3 ) t (menit )  60 (Gs  1)  w t
82
Analisis Hidrometer

L(cm) 30
D(mm)  K dimana K 
t (menit ) (Gs  1)

83
84
Analisis Hidrometer
 Di Laboratorium, pengujian hidrometer dilakukan dalam
silinder pengendapan terbuat dari gelas, menggunakan 50
gram contoh tanah kering oven.
 Silinder pengendapan mempunyai tinggi 18 inci (457,2 mm)
dengan diameter 2,5 inci (63,5 mm).
 Silinder diberi tanda untuk menunjukkan volume sebesar
1000 ml
 Campuran Calgon (natrium hexametaphosphate) digunakan
sebagai bahan pendispersi (dispersing agent).
 Total volume dari larutan air + Calgon + tanah terdispersi
dibuat menjadi 1000 ml dengan menambahkan air suling.
 Gambar berikut menunjukkan alat hidrometer tipe ASTM 152
H.

85
86
87
Analisis Hidrometer
 Saat hidrometer dimasukkan dalam larutan tanah pada waktu t
diukur dari saat mulai terjadi pengendapan, alat mengukur
berat spesifik larutan di sekitar bola kacanya sampai sedalam L
dari permukaan larutan.
 Berat spesifik merupakan fungsi dari jumlah partikel tanah
dalam larutan per satuan volume sepanjang kedalaman L.
 Karena terjadi pengendapan, maka pada waktu t, partikel-
partikel tanah yang masih ada dalam larutan sampai
kedalaman L akan mempunyai diameter < dari diameter pada
rumus di atas.
 Partikel-partikel > D telah mengendap terlebih dahulu di bawah
kolom L tersebut.
 Hidrometer dirancang untuk dapat memberikan jumlah tanah
(dalam gram) yang masih tertinggal dalam larutan.
 Dengan mengetahui jumlah tanah di dalam larutan, L dan t,
dapat dihitung persentase berat tanah yang lebih halus dari
diameter yang ditentukan. 88
Analisis Hidrometer
 Besarnya L akan berubah terhadap waktu. Besarnya L (cm)
untuk alat ASTM 152 H dapat dihitung dengan rumus berikut:
L = L1 + ½ (L2 – VB/A)
Keterangan:
L1 : jarak pada puncak bola sampai pembacaan hydrometer R (cm)
L2 : panjang bola hydrometer (cm) = 14 cm
VB : volume bola hydrometer = 67 cm3
A : luas penampang dari tabung pengendapan = 27,8 cm2
 Nilai L1 = 10,5 cm untuk bacaan hydrometer R = 0 dan 23,5
cm untuk pembacaan R = 50, sehingga untuk setiap
pembacaan R berlaku:
L1 = 10,5 – (10,5 – 2,3) x R/50 = 10,5 – 0,164 R (cm)
L = 10,5 – 0,164 R + ½ (14 – 67/27,8) = 16,29 – 0,164 R
dimana R adalah pembacaan hidrometer terkoreksi
 Atas dasar persamaan di atas variasi L terhadap bacaan
hydrometer R dapat dilihat pada tabel berikut: 89
90
Analisis Hidrometer
 Pada beberapa kasus, hasil analisis butiran dan hidrometer digabung dalam
satu grafik seperti diperlihatkan pada gambar di bawah.
 Tampak pada gambar, terjadi diskontinu pada daerah yang overlap. Hal ini
terjadi karena partikel tanah umumnya berbentuk tak teratur. Analisis
butiran memberikan dimensi menengah (intermediate dimensions)
sedangkan analisis hidrometer memberikan diameter ekuivalen berbentuk
bola yang akan mengendap dengan besaran yang sama dengan partikel
tanah.

Diskontinyu

91
92
93
Uniform soil: D10 = 0,3, D30 = 0,43, D60 = 0,55, Cu = 1,8, Cc = 1,12, Poorly Graded soil even though the Cc slightly
greater then unity; the Cu = is very small

94
95
96
Ukuran Efektif, Koefisien Keseragaman, dan Koefisien Gradasi
 Kurva distribusi ukuran butiran dapat digunakan untuk
membandingkan jenis tanah yang berbeda-beda.
 4 parameter kurva distribusi ukuran butiran adalah:
 Ukuran Efektif (effective size) D10,
 Koefisien Keseragaman (uniformity coefficient) Cu, dan
 Koefisien Gradasi (coefficient of gradation) Cc
 Koefisien Pemisahan (sorting coefficient) S0
 Diameter efektif (D10): adalah diameter ukuran partikel pada
kurva distribusi bersesuaian dengan 10% lebih halus (10%
lolos ayakan).
 Koefisien keseragaman diberikan dengan hubungan berikut:
D
Cu  60
D10

97
Ukuran Efektif, Koefisien Keseragaman, dan Koefisien Gradasi
Keterangan:
Cu : Koefisien keseragaman
D60 : Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan, ditentukan dari
kurva distribusi ukuran butiran (mm)
 Koefisien gradasi Cc, dinyatakan sebagai:

D302
Cc 
D60  D10

Keterangan:
Cc : Koefisien gradasi
D30 : Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan (mm)
 Koefisien pemisahan S0, dinyatakan sebagai:

D75
S0 
D25 98
Koefisien Nilai Kondisi Keterangan

Cu 1 Ukuran partikel sama Tanah bergradasi buruk Kurva gradasi vertikal

Kurva gradasi
Cu <4 Ukuran partikel seragam Tanah bergradasi buruk
mendekati vertikal
Tanah bergradasi baik untuk
Cu >4
Ukuran partikel bermacam- kerikil (gravel )
Kurva gradasi landai
macam Tanah bergradasi baik untuk
Cu >6
pasir (sand )
Tanah bergradasi baik untuk
Cc 1 < Cc < 3 Kurva gradasi landai
pasir (sand) dan kerikil (gravel )
Kurva gradasi senjang,
akibat ketiadaan butiran
Cc < 1 atau > 3 Tanah bergradasi buruk
dengan diameter
tertentu

D60 D302
Cu  Cc 
D10 D10 D60

Keterangan:
Cu : Koefisien keseragaman (coefficient of uniformity)
Cc : Koefisien gradasi (coefficient of gradation)
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
A < 0.75 Inactive Clays
0.75 < A < 1.25 Normal Clay
A > 1.25 Active Clays

150
Source: An_Introduction of Geotechnical Engineering Robert_D._Holtz,_William_D._Kovacs, page 54

151
152
Chen

153
154
155
156
Source: An_Introduction of Geotechnical Engineering Robert_D._Holtz,_William_D._Kovacs, page 54

157
158
159
160
161
162
163
Number of blows, N Moisture Content (%) Soal 4.1
14 38.4
a. Dari grafik LL = 29 %
16 36.5
b. PI = LL – PL = (29 – 13,4)%
20 33.1
PI = 15,6%
28 27.0

Soal 4.2
LI = (wn – PL)/(LL – PL)
LI = (32 – 13,4)/(15,6) = 1.19

164
165
Number of blows, N Moisture Content (%) Soal 4.3
13 33.0
a. Dari grafik LL = 23,6 %
18 27.0
b. PI = LL – PL = (23,6 – 19,1)%
29 22.0
PI = 4,5%

Soal 4.3
LI = (wn – PL)/(LL – PL)
LI = (21 – 19,1)/(4,5) = 0,42

166
167
168
169
170
171

Anda mungkin juga menyukai