Anda di halaman 1dari 15

Pengertian dan Jenis Pelapukan

Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa


batuan, baik secara fisika, kimiawi, maupun secara
biologis. Proses pelapukan batuan
membutuhkan waktu yang sangatlama. Semua
proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca.
Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan
berubah menjadi tanah. Apabila tanah tersebut tidak
bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah
tersebut dinamakan tanah mineral.

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan

Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya


pelapukan batuan, yaitu sebagai berikut.

(1) Keadaan struktur batuan

Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang


dimiliki oleh batuan. Sifat fisik batuan, misalnya
warna batuan, sedangkan sifat kimia batuan adalah
unsur-unsur kimia yang terkandung dalam batuan
tersebut. Kedua sifat inilah yang menyebabkan
perbedaan daya tahan batuan terhadap pelapukan.
Batuan yang mudah lapuk misalnya batu lempeng
(batuan sedimen), sedangkan batuan yang susah
lapuk misalnya batuan beku.

(2) Keadaan topografi


Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses
terjadinya pelapukan batuan. Batuan yang berada
pada lereng yang curam, cenderung akan mudah
melapuk dibandingkan dengan batuan yang berada
di tempat yang landai. Pada lereng yang curam,
batuan akan dengan sangat mudah terkikis atau akan
mudah terlapukkan karena langsung bersentuhan
dengan cuaca sekitar. Tetapi pada lereng yang
landai atau rata, batuan akan terselimuti oleh
berbagai endapan, sehingga akan memperlambat
proses pelapukan dari batuan tersebut.

3) Cuaca dan iklim

Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses


pelapukan adalah suhu udara, curah hujan, sinar
matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang
memiliki iklim lembab dan panas, batuan akan cepat
mengalami proses pelapukan. Pergantian temperatur
antara siang yang panas dan malam yang dingin akan
semakin mempercepat pelapukan,
apabiladibandingkan dengan daerah yang memiliki
iklim dingin.

4) Keadaan vegetasi

Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan


mempengaruhi proses pelapukan, sebab akar-akar
tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah
batuan. Apabila akar tersebut semakin membesar,
maka kekuatannya akan semakin besar pula dalam
menerobos batuan. Selain itu, serasah dedaunan
yang gugur juga akan membantu mempercepat
batuan melapuk. Sebab, serasah batuan
mengandung zat asam arang dan humus yang dapat
merusak kekuatan batuan.

b) Jenis-jenis pelapukan

Dilihat dari prosesnya, pelapukan dikelompokkan


menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

(1) Pelapukan mekanik

Pelapukan mekanik (fisis), yaitu peristiwa hancur dan


lepasnya material batuan, tanpa mengubah struktur
kimiawi batuan tersebut. Pelapukan mekanik
merupakan penghancuran bongkah batuan menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan
mekanik, yaitu sebagai berikut.

(a) Akibat perbedaan temperatur

Batuan akan mengalami proses pemuaian apabila


panas dan sekaligus pengerutan pada waktu dingin.
Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka
lambat laun batuan akan mengelupas, terbelah,
dan pecah menjadi bongkah-bongkah kecil.

(b) Akibat erosi di daerah pegunungan.


Artikel Penunjang : Pengertian Erosi dan Metode
Konfersi Tanah
Air yang membeku di sela-sela batuan volumenya
akan membesar, sehingga air akan menjadi sebuah
tenaga tekanan yang merusak struktur batuan.
(c) Akibat kegiatan makhluk hidup seperti hewan dan
tumbuh-tumbuhan.

Akar tumbuhan akan merusak struktur batuan, begitu


juga dengan hewan yang selalu membawa butir-butir
batuan dari dalam tanah ke permukaan. Selain
makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan, manusia juga
memberikan andil dalam terjadinya pelapukan
mekanis (fisik). Dengan pengetahuannya, batuan
sebesar kapal dapat dihancurkan dalam sekejap
dengan menggunakan dinamit.

(d) Akibat perubahan air garam menjadi kristal

Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang


hari airnya menguap dan garam akan mengkristal.
Kristal garam ini tajam sekali dan dapat merusak
batuan pegunungan sekitarnya, terutama batuan
karang.

(2) Pelapukan kimiawi

Pelapukan kimiawi, yaitu proses pelapukan massa


batuan yang disertai dengan perubahan susunan
kimiawi batuan yang lapuk tersebut. Pelapukan ini
terjadi dengan bantuan air, dan dibantu dengan suhu
yang tinggi. Proses yang terjadi dalam pelapukan
kimiawi ini disebut dekomposisi.
Terdapat empat proses yang termasuk pada
pelapukan kimia, yaitu sebagai berikut.

(a) Hidrasi, yaitu proses batuan yang mengikat


batuan di atas permukaan saja.

(b) Hidrolisa, yaitu proses penguraian air (H2O) atas


unsur-unsurnya menjadi ion-ion positif dan negatif.
Jenis proses pelapukan ini terkait dengan
pembentukan tanah liat.

(c) Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi. Batuan


yang mengalami proses oksidasi umumnya akan
berwarna kecoklatan, sebab kandungan besi dalam
batuan mengalami pengkaratan. Proses pengkaratan
ini berlangsung sangat lama, tetapi pasti batuan akan
mengalami pelapukan.

(d) Karbonasi, yaitu pelapukan batuan oleh


karbondioksida (CO2). Gas ini terkandung pada air
hujan ketika masih menjadi uap air. Jenis batuan
yang mudah mengalami karbonasi adalah batuan
kapur. Reaksi antara CO2 dengan batuan kapur akan
menyebabkan batuan menjadi rusak. Pelapukan ini
berlangsung dengan batuan air dansuhu yang tinggi.
Air yang banyak mengandung CO2 (Zat asam
arang) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur
(CaCO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan dan
dapat menimbulkan gejala karst. Proses pelapukan
batuan secara kimiawi di daerah karst disebut
kartifikasi.
Gejala atau bentuk-bentuk alam yang terjadi di
daerah karst di antaranya sebagai berikut.

(1) Dolina

Dolina adalah lubang-lubang yang berbentuk corong.


Dolina dapat terjadi karena erosi (pelarutan) atau
karena runtuhan. Dolina terdapat hampir di semua
bagian pegunungan kapur di Jawa bagian selatan,
yaitu di Pegunungan Seribu.

(2) Gua dan sungai bawah tanah


Di dalam batuan kapur biasanya terdapat celah atau
retakan yang disebut diaklas. Karena
proses pelarutan oleh air, maka retakan/ celah itu
akan semakin membesar dan membentuk gua-gua
atau lubang-lubang di dalam tanah yang sebagian di
antaranya sebagai tempat mengalirnya sungai
bawah tanah.

(3) Stalaktit
Stalaktit adalah kerucut kapur yang menempel
bergantungan pada atap gua kapur. Terbentuk dari
tetesan air kapur dari atap gua, berbentuk runcing
dan mempunyai lubang pipa tempat menetesnya air.
Stalagmit adalah kerucut kapur berbentuk tumpul
yang menempel berdiri pada dasar gua, dan
tidak mempunyai lubang pipa. Contohnya, stalaktit
dan stalagmit yang terdapat di kompleks Gua
Buniayu dan Ciguha Sukabumi Jawa Barat, Gua
Tabuhan dan Gua Gong di Pacitan, Jawa Timur serta
Gua Jatijajar di Kebumen, Jawa Tengah ataupun gua-
gua yang ada di sekitar Maros Sulawesi Selatan.

(4) Pelapukan organik (biologis)

Pelapukan Organik, adalah pelapukan batuan oleh


makhluk hidup. Pelapukan jenis ini dapat bersifat
kimiawi ataupun mekanis. Adapun yang menjadi
pembedanya adalah subyek yang melakukannya,
yaitu makhluk hidup berupa manusia, hewan ataupun
tumbuhan. Contohnya lumut, cendawan ataupun
bakteri yang merusak permukaan batuan.

TANAH

Tanah adalah medium alam tempat tumbuhnya


tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan-
bahan padat, gas dan cair. Bahan penyusun tanah
dapat dibedakan atas partikel meneral, bahan
organik, jasad hidup, air dan gas.

Fungsi Tanah untuk kehidupan tanaman, sebagai


berikut :
1. Fungsi tanah, sebagai tempat berdiri tegak dan
bertumpunya tanaman.
2. Fungsi tanah, sebagai tempat tumbuh yang
menyediakan unsur hara dan pertukaran unsur hara
antara tanaman dengan tanah.
3. Fungsi tanah, sebagai penyediaan dan gudangnya
air bagi tanaman.
Tanah terbentuk dari pecahan-pecahan batuan induk
yang berlangsung secara terus-menerus akibat
faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan
ini, yaitu iklim, organisme, topografi dan waktu.
Pecahan dari batuan induk itu berlangsung akibat
pelapukan dan penghancuran yang terjadi melalui
proses-proses biologi, fisika dan kimia.

Proses pelapukan fisika antara lain : desintegrasi


akibat temperatur, air, angin dan makhluk hidup atau
desintegrasi akibat cuaca yang membekukan. Proses
pelapukan kimia ini meliputi perubahan kimia dari
bahan induk melalui berbagai macam proses seperti
oksidasi, hidratasi dan karbonasi. Proses pelapukan
biologi berlangsung akibat eksudat-eksudat mikroba
tanah dan akar tumbuhan yang mempunyai
kemampuan merombak bahan organik menjadi
bahan anorganik atau mentransformasi bahan-bahan
anorganik.

Klasifikasi Tanah
Bedasarkan Klasifikasinya tanah dapat dibagi
menurut kelasnya, sebagai berikut :

a. Tanah Kelas 1 (Warna Hijau)


Tanah kelas 1 dapat dipergunakan untuk segala jenis
penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan
pengawetan tanah yang khusus. Jenis tanah ini
datar, dalam bertekstur halus atau sedang, mudah
diolah dan respons terhadap pemupukan. Tidak
mempunyai faktor penghambat atau ancaman
kerusakan dan oleh karenanya dapat dijadikan lahan
tanaman semusim dengan aman.

b. Tanah Kelas 2 (Warna Kuning)


Tanah kelas 2 dapat dipergunakan untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan sedikit faktor
penghambat. Jenis tanah ini agak berlereng landai,
kedalamannya dalam dan bertekstur halus sampai
agak halus. Dalam hal ini diperlukan sedikit usaha
konservasi tanah.
c. Tanah Kelas 3 (Warna Merah)
Tanah kelas 3 dapat dipergunakan untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan hambatan lebih besar
dari jenis tanah kelas 2, sehingga memerlukan
tindakan pengawasan khusus dalam pengelolaannya.
Jenis tanah ini terdapat pada tempat yang agak
miring atau drainase buruk, memiliki kedalaman
sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Jenis
tanah ini masih memerlukan suatu tindakan
pengawetan tanah khusus, seperti pembuatan teras,
penanaman dalam strip, pergiliran tanaman penutup
tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih
lama.
d. Tanah Kelas 4 (Warna Biru)
Tanah kelas 4 dapat dipergunakan untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan hambatan dan
ancaman kerusakan yang lebih besar dari jenis tanah
kelas 3, sehingga memerlukan tindakan khusus dan
pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih
terbatas. Penggunaannya terbatas untuk tanaman
semusim. Tanah ini terletak pada lereng yang miring
15%-30% atau berdrainase buruk atau kedalaman
dangkal. Jika digunakan untuk menanam tanaman
semusim diperlukan pembuatan teras dan pergiliran
tanaman lebih kurang 3-5 tahun.

e. Tanah Kelas 5 (Warna Hijau Tua)


Tanah kelas 5 ini tidak sesuai untuk digarap bagi
tanaman semusim, tetapi akan lebih sesuai untuk
tanaman makanan ternak secara permanen atau
dihutankan. Jenis tanah ini terdapat pada daerah
yang datar atau agak cekung tergenang air atau
terlalu bayak batu di atas permukaannya ataupun
terdapat liat masam (cat clay) di dekat atau pada
daerah perakaran.
f. Tanah Kelas 6 (Warna Oranye)
Tanah kelas 6 tidak sesuai untuk digarap bagi usaha
tani tanaman yang semusim, disebabkan karena
terletak pada lereng yang agak curam (30%-45%)
sehingga mudah tererosi, atau kedalamannya agak
dangkal atau telah mengalami erosi berat. Tanah
jenis ini lebih tepat dijadikan padang rumput atau
dihutankan. Jika digarap untuk tanaman semusim
diperlukan pengawetan tanah yang agak berat.

g. Tanah Kelas 7 (Warna Coklat)


Tanah kelas 7 sama sekali tidak sesuai untuk digarap
menjadi usaha tani tanaman semusim. Dianjurkan
untuk menanam vegetasi permanen atau tanaman
yang keras. Jenis tanah ini terdapat pada daerah
yang berlereng yang curam (45%-65%) dan tanahnya
dangkal atau telah mengalami erosi berat. Jika
dijadikan hutan atau padang rumput harus hati-hati
karena sangat peka erosi.

h. Tanah Kelas 8 (Warna Putih)


Tanah kelas 8 tidak sesuai untuk usaha produksi
pertanian dan harus dibiarkan pada keadaan alami
atau hutan lindun. Tanah ini lebih cocok untuk cagar
alam atau hutan lindung. Jenis tanah ini terdapat
pada tempat yang memiliki kecuraman lebih 90%.
Permukaan tanah ini ditutupi oleh batuan lepas atau
batuan ungkapan atau tanah yang berstruktur kasar.

Anda mungkin juga menyukai