Pendahuluan
Permukaan bumi atau kerak bumi terdapat batuan merupakan salah satu elemen kulit bumi
yang menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang selanjutnya menghasilkan
tanah. Jika tidak ada proses pelapukan maka, tidak akan ada tanah dipermukaan bumi kita. Tanah
terbentuk dari proses pelapukan batuan yang terus berkelanjutan. Proses pelapukan sangat penting
bagi kehidupan kita, tanah sebagai hasil dari pelapukan sangat vital peranannya bagi semua
kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan
air sekaligus sebagai penopang akar.
Pelapukan adalah proses perusakan kulit bumi yang dapat disebabkan oleh gaya eksogenik
(berasal dari luar bumi) baik secara fisis, kimia, maupun biologi. Proses perusakan yang terjadi
dapat berupa alterasi (perubahan komposisi material) dan fragsinasi (pemisahan kristal dari larutan
magma) batuan ataupun material lainnya diatas atau dekat permukaan bumi yang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti cuaca dan iklim, perubahan suhu, terpapar unsur kimia yang terlarut dalam
air hujan, serta ulah manusia. Proses pelapukan berpengaruh pada komposisi tanah dan asal
terbentuknya batuan sedimen di dalam tanah. Selain itu, Proses pelapukan menyebabkan material
yang semula besar menjadi bagian bagian yang lebih kecil.
Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja
bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan
lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran yang terpenting dalam pelapukan, tidak
berarti pelapukan jenis lain tidak penting. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka
pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis. Pelapukan merupakan
proses proses alami yang menghancurkan batuan menjadi tanah.
Di Indonesia, pelapukan yang sering kita jumpai adalah pelapukan kimia. Proses pelapukan
kimia sering kita jumpai pada jenis batuan kapur atau batuan yang berada di pengunungan kapur.
Air huja yang membasahi pegunungan tersebut dapat melarutkan kandungan CaCO2 yang berada
pada batuan kapur. Hal ini disebabkan karena air hujan mengandung karbondioksida. Berdasarkan
proses yang terjadi pelapukan kimia dapat menyebabkan komposisi kimia dari batuan berubah.
Pelapukan kimia umumya sangat dipengaruhi oleh suhu, keberadaan air dan juga kelembaban area
di sekitar batuan tersebut berada. Pelapukan kimia terjadi karena dipengaruhi oleh faktor fisik dan
biologis. Pelapukan ini dianggap pelapukan yang paling berpengaruh terhadap proses
pembentukan tanah di Indonesia yang terjadi secara simultan karena seringnya dan juga tingginya
intensitas hujan di wilayah tropis.
Pembahasan
Pelapukan merupakan proses terurainya batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
akibat proses mekanis, biologi maupun kimia. Pelapukan juga disebut disintegrasi atau disagregasi
secara berangsur dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperature dan komposisi kimia dari mineral-mineral penyusun
batuan. Pelapukan dapat melibatkan proses mekanis (pelapukan mekanis), aktivitas kimiawi
(pelapukan kimia, dan aktivitas organisme (termasuk manusia) yang dikenal dengan pelapukan
organis/biologi (Noor, 2014).
A. Pelapukan Fisika
Pelapukan fisika adalah pelapukan yang terjadi akibat adanya faktor- faktor dari alam,
seperti pergantian musim yang ekstrim, perbedaan suhu yang ekstrim dan lain sebagainya.
Pelapukan fisika terjadi dalam jangka waktu yang lama dan berangsur- angsur sehingga tidak
terlalu kelihatan. Pelapukan adalah proses hancurnya massa batuan oleh gaya alam. Jika tidak ada
pelapukan maka sudah pasti tidak akan ada tanah. Pelapukan fisika biasanya terjadi di daerah-
daerah yang terbuka dimana kontak dengan udara serta uap air secara langsung. Beberapa daerah
yang berpotensi untuk terjadi pelapukan fisika antara lain adalah padang pasir, tanah lapang atau
daerah yang sering terkena air hujan serta paparan sinar matahari secara langsung.
Pelapukan fisika dapat mengakibatkan batuan hancur menjadi beberapa bagian yang lebih
kecil atau partikel-partikel yang lebih halus. Mekanisme dari pelapukan fisika antara lain abrasi,
kristalisasi es (pembekuan air) dalam batuan, perubahan panas secara cepat (thermal fracture),
proses hidrasi, dan eksfoliasi/pengelupasan yang disebabka pelepasan tekanan pada batuan karena
perubahan tekanan (Noor, 2014). Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pelapukan fisika adalah
suhu, air, angin, dan gelombang.
B. Pelapukan Biologi
Gambar 5. (a) Pelapukan oleh Cacing Tanah (b) Pelapukan oleh Serangga
C. Pelapukan Kimiawi
Selain proses pelapukan fisika, pelapukan kimia juga penting di mana keduanya
saling berkaitan yang membantu kegiatan satu dengan lainnya. Akibat pelapukan fisika
mendorong terjadinya pelapukan kimia yang melibatkan reaksi permukaan. CO2 dan asam-
asam yang terlarut dalam air hujan dapat mengikis permukaan batuan. Asam-asam karbonat
bersama dengan asam lainnya yang terbentuk oleh dekomposisi bahan tumbuhan mati
menghasilkan reaksi hidroksida sejumlah unsur. Salah satu contoh yang dikemukakan Wulandari
(2011) adalah pasir halus hasil pelapukan fisika diteruskan oleh pelapukan kimia karena
pengaruh air dan udara. Menurut Haldoko et al (2014) pelapukan yang terjadi pada material
batuan sebagai akibat dari proses atau reaksi kimiawi seperti penggaraman dan korosi.
Pelapukan batuan secara kimiawi atau pelapukan kimia merupakan jenis pelapukan pada
batuan maupun material lainnya yang dapat terjadi akibat adanya perubahan struktur kimiawi
material tersebut melalui sebuah reaksi. Pelapukan kimia pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
suhu, keberadaan air, dan juga kelembaban area di sekitar batuan tersebut berada. Semakin tinggi
suhu dan juga kelembapan, serta tersedianya air akan mempercepat proses pelapukan kimia pada
batuan tersebut. Mengenai pelapukan kimia ini sendiri, sering dianggap sebagai jenis pelapukan
yang paling berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah di Indonesia. Pelapukan ini terjadi
secara simultan karena seringnya dan juga tingginya intensitas hujan di wilayah tropis.
Pelapukan merupakan proses alamiah yang terjadi pada batuan. Namun meski alamiah,
pelapukan ini tidak terjadi dengan sendirinya. Adapun di sekitar batuan sendiri pastilah terdapat
berbagai macam faktor yang akan mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimiawi tersebut.
Hal ini juga berlaku pada pelapukan kimia. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
terjadinya pelapukan kimia ini. Adapun berbagai macam faktor yang mempengaruhi pelapukan
kimia ini meliputi komposisi batuan, iklim, ukuran batuan, serta vegetasi dan binatang. Mengenai
penjelasan mengenai masing- masing faktor yang mempengaruhi pelapukan kimia tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
Komposisi batuan
Komposisi batuan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pelapukan
kimia. Ada mineral yang mudah untuk bereaksi dengan air, oksigen dan juga gas asam arang akan
lebih cepat lapuk daripada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang.
Menurut Utomo (2006), kandungan unsur-unsur dari pelapukan batuan berbeda-beda. Sifat
kimia batuan induk sangat mempengaruhi sifat tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut,
kecuali tumbuhan lain yang tidak dipengaruhi oleh susunan kimia yang khas tersebut.
Iklim
Faktor kedua yang mempengaruhi pelapukan kimia adalah adanya iklim basah dan juga
panas. Misalnya iklim hujan tropis akan mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan
menjadi cepat lapuk. Mulyani (2006) mengungkapkan bahwa wilayah beriklim basah, dari aspek
proses pembentukan tanah melalui pelapukan, hal ini lebih banyak merugikan, karena proses
pelapukan kimia berjalan sangat intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhan
basa rendah, kejenuhan aluminium yang tinggi yang dapat meracuni tanaman, dan secara
keseluruhan tingkat kesuburan tanah menjadi rendah.
Ukuran batuan
Ukuran batuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelapukan kimia.
Adapun semakin kecil ukuran batuan, makin intensif pula reaksi kimia pada batuan tersebut dan
akan semakin cepat pula pelapukannya.
Vegetasi dan binatang
Faktor lain yang mempengaruhi pelapukan kimia adalah vegetasi dan binatang. Dalam
kehidupannya, vegetasi dan binatang akan menghasilkan asam- asam tertentu, oksigen dan gas
asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Hal ini berarti vegetasi dan binatang ikut
mempercepat proses pelapukan batuan yang ada di sekitarnya.
Kristalisasi garam
Kristalisasi garam juga terjadi di batuan- batuan sekitar pantai yang selalu basah dengan
air laut. Air laut tersebut lama kelamaan akan berubah menjadi garam. Strusktur pengkristalan
garam yang padat akan mendorong batuan tersebut. Akibat tekanan inilah batuan lama kelamaan
akan hancur dan mengalami pelapukan. Batuan ini akan menjadi hancur atau keropos.
4 Fe2 + 3 O2 2 Fe2O3
Besi oksigen hermatit merah
Hematit adalah salah satu mineral yang paling melimpah di permukaan bumi, dimana
hematit merupakan mineral pembentuk batuan yang umumnya ditemukan pada batuan sedimen,
beku, dan metamorf. Hematit merupakan bijih yang cukup penting untuk menghasilkan besi.
5. Hidrasi
Hidrasi merupakan pelapukan kimia yang disebabkan oleh penyerapan air oleh mineral ke
dalam struktur kristal batuan. Pelapukan kimia yang disebabkan oleh penyerapan air oleh mineral
ke dalam struktur kristal batuan sehingga membentuk mineral baru.
6. Desilikasi
Reaksi yang selanjutnya adalah desilikasi. Desilikasi merupakan pelapukan kimia yang
disebabkan oleh hilangnya silikat pada batuan, terutama batuan basaltis.
Hasil dari Differensial Weathering, terjadi karena tingkat resistensi batuan yang tidak
sama, batuan resistensi lebih sulit lapuk, sementara yang tidak resistensi berupa torehan-
torehan. Sebagai contoh adalah pinnacle atau pilar- pilar batuan keras.
Tor, merupakan batu- batu bundar hasil pengelupasan yang masih melihat pada batuan
dasar.
Core stone, yakni seperti tor, tidak melihat pada dasar karena pelapukan terjadi di bawah
permukaan.
Exofoiation dome, yakni bukit atau kubah yang permukaannya terkelupas.
Spheriodally wethered bouder, yakni batu- batu yang agak membulat karena adanya
pelapukan fisik dan kimiawi yang intensif pada sudut- sudut batuan.
Talus yakni timbunan ruing sebagai hasil pelapukan di kaki lereng yang terjal. Hasil dari
timbunan ini pada umumnya membentuk kerucut sehingga disebut Taluscone.
Pit hole, yakni lubang- lubang kecil pada batuan, bekas mineral yang lapuk.
Referensi
Aryani, R.D. (2014). Skripsi: Keanekaragaman Lumut Pada Batu Putih di Candi Ratu Boko
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Haldoko, L. A., Muhammad, R., & Purwoko, A. W. (2014). Karakteristik Batu Penyusun Candi
Borobudur. Daftar Isi, 38.
Iswanto, I.N. (2016). Skripsi: Keanekaragaman Lumut di Pura Pegulingan Gianyar Bali.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mulyani, A. (2006). Perkembangan potensi lahan kering masam. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jakarta.
Noor, D. (2014). Geomorfologi. Deepublish.
Sari, M., Nurul, I.,P. Ayu, S.C. (2017). Pemanfaatan Bahan Sederhana Sebagai Alat Peraga Pada
Materi Pelapukan Batuan. Universitas Mataram. Mataram.
Utomo, B. (2006). Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan.
Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan.
Wulandari, F. I. (2011). Pengaruh Penambahan Serbuk Gergaji Kayu Jati (tectona grandits lf),
pada Paduan Tanah liat dan Abu Sampah terhadap Kualitas Batu Bata Merah di
Kabupaten Karanganyar (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS SEBELAS MARET).