Anda di halaman 1dari 14

PELAPUKAN PADA BATUAN

Ni Made Yeni Suranti (I2E018017)


Program Studi Magister Pendidikan IPA, Universitas Mataram

Pendahuluan
Permukaan bumi atau kerak bumi terdapat batuan merupakan salah satu elemen kulit bumi
yang menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang selanjutnya menghasilkan
tanah. Jika tidak ada proses pelapukan maka, tidak akan ada tanah dipermukaan bumi kita. Tanah
terbentuk dari proses pelapukan batuan yang terus berkelanjutan. Proses pelapukan sangat penting
bagi kehidupan kita, tanah sebagai hasil dari pelapukan sangat vital peranannya bagi semua
kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan
air sekaligus sebagai penopang akar.
Pelapukan adalah proses perusakan kulit bumi yang dapat disebabkan oleh gaya eksogenik
(berasal dari luar bumi) baik secara fisis, kimia, maupun biologi. Proses perusakan yang terjadi
dapat berupa alterasi (perubahan komposisi material) dan fragsinasi (pemisahan kristal dari larutan
magma) batuan ataupun material lainnya diatas atau dekat permukaan bumi yang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti cuaca dan iklim, perubahan suhu, terpapar unsur kimia yang terlarut dalam
air hujan, serta ulah manusia. Proses pelapukan berpengaruh pada komposisi tanah dan asal
terbentuknya batuan sedimen di dalam tanah. Selain itu, Proses pelapukan menyebabkan material
yang semula besar menjadi bagian bagian yang lebih kecil.
Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja
bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan
lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran yang terpenting dalam pelapukan, tidak
berarti pelapukan jenis lain tidak penting. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka
pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis. Pelapukan merupakan
proses proses alami yang menghancurkan batuan menjadi tanah.
Di Indonesia, pelapukan yang sering kita jumpai adalah pelapukan kimia. Proses pelapukan
kimia sering kita jumpai pada jenis batuan kapur atau batuan yang berada di pengunungan kapur.
Air huja yang membasahi pegunungan tersebut dapat melarutkan kandungan CaCO2 yang berada
pada batuan kapur. Hal ini disebabkan karena air hujan mengandung karbondioksida. Berdasarkan
proses yang terjadi pelapukan kimia dapat menyebabkan komposisi kimia dari batuan berubah.
Pelapukan kimia umumya sangat dipengaruhi oleh suhu, keberadaan air dan juga kelembaban area
di sekitar batuan tersebut berada. Pelapukan kimia terjadi karena dipengaruhi oleh faktor fisik dan
biologis. Pelapukan ini dianggap pelapukan yang paling berpengaruh terhadap proses
pembentukan tanah di Indonesia yang terjadi secara simultan karena seringnya dan juga tingginya
intensitas hujan di wilayah tropis.

Pembahasan
Pelapukan merupakan proses terurainya batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
akibat proses mekanis, biologi maupun kimia. Pelapukan juga disebut disintegrasi atau disagregasi
secara berangsur dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperature dan komposisi kimia dari mineral-mineral penyusun
batuan. Pelapukan dapat melibatkan proses mekanis (pelapukan mekanis), aktivitas kimiawi
(pelapukan kimia, dan aktivitas organisme (termasuk manusia) yang dikenal dengan pelapukan
organis/biologi (Noor, 2014).
A. Pelapukan Fisika
Pelapukan fisika adalah pelapukan yang terjadi akibat adanya faktor- faktor dari alam,
seperti pergantian musim yang ekstrim, perbedaan suhu yang ekstrim dan lain sebagainya.
Pelapukan fisika terjadi dalam jangka waktu yang lama dan berangsur- angsur sehingga tidak
terlalu kelihatan. Pelapukan adalah proses hancurnya massa batuan oleh gaya alam. Jika tidak ada
pelapukan maka sudah pasti tidak akan ada tanah. Pelapukan fisika biasanya terjadi di daerah-
daerah yang terbuka dimana kontak dengan udara serta uap air secara langsung. Beberapa daerah
yang berpotensi untuk terjadi pelapukan fisika antara lain adalah padang pasir, tanah lapang atau
daerah yang sering terkena air hujan serta paparan sinar matahari secara langsung.
Pelapukan fisika dapat mengakibatkan batuan hancur menjadi beberapa bagian yang lebih
kecil atau partikel-partikel yang lebih halus. Mekanisme dari pelapukan fisika antara lain abrasi,
kristalisasi es (pembekuan air) dalam batuan, perubahan panas secara cepat (thermal fracture),
proses hidrasi, dan eksfoliasi/pengelupasan yang disebabka pelepasan tekanan pada batuan karena
perubahan tekanan (Noor, 2014). Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pelapukan fisika adalah
suhu, air, angin, dan gelombang.

1. Pelapukan oleh suhu


Energi matahari dapat memanaskan batuan hingga suhu permukaannya sangat tinggi. Faktor
ini yang menyebabkan batu hancur. Saat suhu turun, batuan akan dingin dan mengalami kontraksi.
Proses seperti ini yang berkelanjutan akan menyebabkan tekanan pada lapisan luar batuan tinggi.
Lambat laun rekahan akan terbentuk dan lama kelamaan lapisan luar batuan akan mengelupas.

Gambar 1. Proses Pelapukan Batuan oleh Suhu


2. Pelapukan oleh air
Struktur batuan ternyata tidak telalu keras. Struktur batuan bisa saja melunak apabila
selalu ditetesi oleh air terus menerus. Inilah yang menyebabkan batuan hancur atau menjadi
bagian kecil- kecil. Air dan juga kekuatan dari tetesannya mampu melunakkan dan meresap
kedalam batuan, sehingga batuan dapat hancur atau melapuk.

Gambar 2. Proses Pelapukan Batuan oleh Air

3. Pelapukan oleh angin


Angin yang berkecepatan tinggi dapat mengikis bukit batu yang dilaluinya. Angin juga dapat
menerbangkan butiran pasir yang menumbuk batu-batu besar. Akibatnya batu besarpun
mengalami pengikisan.

Gambar 3. Proses Pelapukan oleh Angin

4. Pelapukan oleh Gelombang Laut


Tenaga gelombang air laut yang menempa batuan lambat laut akan dapat mengikis batuan
tersebut.

Gambar 4. Proses Pelapukan oleh Gelombang Laut

B. Pelapukan Biologi

Pelapukan biologi/organis adalah proses penghancuran batuan, termasuk proses penetrasi


akar tumbuhan kedalam batuan dan aktivitas organisme dalam membuat lubang-lubang pada
batuan, termasuk di dalamnya aksi dan berbagai jenis asam yang ada dalam mineral melaui proses
leaching. Pada hakekatnya pelapukan biologi merupakan perpaduan antara proses pelapukan fisika
dan kimiawi (Noor, 2014).
1. Pelapukan oleh hewan
Hewan merupakan salah satu agen pelapukan secara biologi. Hewan yang hidup pada
batuan dapat melakukan proses pelapukan biologi, contohnya kerang piddock dan beragam
organisme dalam ekosistem pantai lainnya merusak struktur keras batuan sehingga menjadikannya
rapuh dengan rongga-rongga yang dibuatnya (Sari, dkk., 2017).
Sari, et al (2017) juga menjelaskan bahwa cacing dan serangga juga merupakan hewan yang
dapat menjadi agen pelapukan secara biologi. Cacing dan serangga Mengekskresikan zat asam
dalam tubuhnya sehingga permukaan batuan akan mengalami pelunakan (pelapukan).

Gambar 5. (a) Pelapukan oleh Cacing Tanah (b) Pelapukan oleh Serangga

2. Pelapukan oleh tumbuhan


Pelapukan yang terjadi oleh tumbuhan umumnya disebabkan oleh bagian akar tumbuhan.
Akar tumbuhan dapat menjadi agen pelapukan secara mekanis maupun biokimia. Secara biologi-
mekanik, akar-akar tumbuhan akan menyebabkan pelapukan setelah batuan mengalami pelapukan
atau keretakan karena faktor fiska. Akar-akar tumbuhan akan akan terus masuk ke dalam celah
bebatuan. Semakin lama akar akan menjadi semakin besar dan memiliki tenaga mekanik untuk
menghancurkan batuan tersebut. Perakaran tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi yang telah berjangkar
pada batu-batuan juga akan menyebabkan pelapukan secara biokimia melalui eksudasi asam-asam
organik dari aktivitas perakarannya.
Gambar 6. Pelapukan Batuan oleh Tanaman

3. Pelapukan oleh mikroorganisme


Pelapukan secara biologis dapat terjadi akibat aktivitas mikroorganisme seperti
sianobakteria, alga, dan lumut, yang selanjutnya dapat menyebabkan biodegradasi. Di alam, lumut
dapat tumbuh pada habitat yang bermacam-macam yaitu bisa tumbuh di atas tanah, pohon, batuan,
dan tembok bangunan atau di tempat-tempat lembab lainnya. Salah satu keistimewaan lumut
dibanding alga atau agen biodegradasi lainnya yaitu, tumbuhan lumut mampu menyebabkan
pelapukan secara biologi-mekanik maupun biokimia. Sementara biodegradator seperti alga dan
tumbuhan lainnya hanya mampu menyebabkan pelapukan secara biokimia saja. Secara
biomekanik, lumut dapat membuat porositas batuan menjadi lebar. Sementara secara biokimia,
lumut dapat menyebabkan soiling dengan adanya reaksi senyawa kimia yang bersifat korosif.
Kerusakan secara fisik maupun kimiawi ini dapat membuat batuan menjadi lapuk. Lumut yang
hidup pada batuan candi sering dianggap sebagai tumbuhan pengganggu karena dapat mengurangi
nilai estetika candi dan melapukkan batuan candi (Aryani, 2014).
Iswanto (2016) mengatakan bahwa Pura merupakan bangunan suci bagi umat Hindu yang
tersusun atas batuan yang berpotensi mengalami kerusakan bahkan pelapukan. Salah satu agen
biologi yang dapat merusak atau melapukkan batuan adalah lumut. Iswanto (2016) juga
menjelaskan bahwa hasil identifikasi lumut yang tumbuh di Pura Pegulingan, Bali terdapat 4 jenis
lumut yang tumbuh, yaitu Anthoceros laevis Lin., Marchantia polymorpha L., Barbula indica
(Hook) Spreng. dan Didymodon vinealis (Brid.) Zand. Keempat jenis lumut tersebut dapat
dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu Anthocerotopsida, Hepaticopsida dan Bryopsida. Jenis lumut
yang memiliki distribusi luas dan merata di batuan penyusun bangunan Pura Pegulingan adalah
Barbula indica. Keanekaragaman tumbuhan lumut di pura pegulingan gianyar bali.

Gambar 7. Pelapukan Batuan oleh Lumut

4. Pelapukan oleh manusia


Tanpa disadari manusia juga menyumbangkan peran sebagai agen pelapukan batuan secara
biologi. Adapun pelapukan batuan oleh manusia terjadi pada aktifitas menebang pohon dan
pertambangan batuan. Dalam pelaksanaanya, penebangan pohon biasanya dilakukan dengan
menebang bagian pohon yang nampak di permukaan tanah, oleh karena itu penebangan pohon
akan memiliki limbah berupa sisa-sisa akar tanaman yang tertanam di dalam tanah akan
mengalami pembusukan dan menghasilkan asam humus yang dapat mendukung dan mempercepat
proses pelapukan kimiawi. Pada praktik pertambangan batuan. Manusia secara sadar
menghancurkan batu sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Gambar 8. Pelapukan Batuan oleh Manusia

C. Pelapukan Kimiawi
Selain proses pelapukan fisika, pelapukan kimia juga penting di mana keduanya
saling berkaitan yang membantu kegiatan satu dengan lainnya. Akibat pelapukan fisika
mendorong terjadinya pelapukan kimia yang melibatkan reaksi permukaan. CO2 dan asam-
asam yang terlarut dalam air hujan dapat mengikis permukaan batuan. Asam-asam karbonat
bersama dengan asam lainnya yang terbentuk oleh dekomposisi bahan tumbuhan mati
menghasilkan reaksi hidroksida sejumlah unsur. Salah satu contoh yang dikemukakan Wulandari
(2011) adalah pasir halus hasil pelapukan fisika diteruskan oleh pelapukan kimia karena
pengaruh air dan udara. Menurut Haldoko et al (2014) pelapukan yang terjadi pada material
batuan sebagai akibat dari proses atau reaksi kimiawi seperti penggaraman dan korosi.
Pelapukan batuan secara kimiawi atau pelapukan kimia merupakan jenis pelapukan pada
batuan maupun material lainnya yang dapat terjadi akibat adanya perubahan struktur kimiawi
material tersebut melalui sebuah reaksi. Pelapukan kimia pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
suhu, keberadaan air, dan juga kelembaban area di sekitar batuan tersebut berada. Semakin tinggi
suhu dan juga kelembapan, serta tersedianya air akan mempercepat proses pelapukan kimia pada
batuan tersebut. Mengenai pelapukan kimia ini sendiri, sering dianggap sebagai jenis pelapukan
yang paling berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah di Indonesia. Pelapukan ini terjadi
secara simultan karena seringnya dan juga tingginya intensitas hujan di wilayah tropis.

Pelapukan merupakan proses alamiah yang terjadi pada batuan. Namun meski alamiah,
pelapukan ini tidak terjadi dengan sendirinya. Adapun di sekitar batuan sendiri pastilah terdapat
berbagai macam faktor yang akan mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimiawi tersebut.
Hal ini juga berlaku pada pelapukan kimia. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
terjadinya pelapukan kimia ini. Adapun berbagai macam faktor yang mempengaruhi pelapukan
kimia ini meliputi komposisi batuan, iklim, ukuran batuan, serta vegetasi dan binatang. Mengenai
penjelasan mengenai masing- masing faktor yang mempengaruhi pelapukan kimia tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
 Komposisi batuan
Komposisi batuan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pelapukan
kimia. Ada mineral yang mudah untuk bereaksi dengan air, oksigen dan juga gas asam arang akan
lebih cepat lapuk daripada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang.
Menurut Utomo (2006), kandungan unsur-unsur dari pelapukan batuan berbeda-beda. Sifat
kimia batuan induk sangat mempengaruhi sifat tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut,
kecuali tumbuhan lain yang tidak dipengaruhi oleh susunan kimia yang khas tersebut.
 Iklim
Faktor kedua yang mempengaruhi pelapukan kimia adalah adanya iklim basah dan juga
panas. Misalnya iklim hujan tropis akan mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan
menjadi cepat lapuk. Mulyani (2006) mengungkapkan bahwa wilayah beriklim basah, dari aspek
proses pembentukan tanah melalui pelapukan, hal ini lebih banyak merugikan, karena proses
pelapukan kimia berjalan sangat intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhan
basa rendah, kejenuhan aluminium yang tinggi yang dapat meracuni tanaman, dan secara
keseluruhan tingkat kesuburan tanah menjadi rendah.
 Ukuran batuan
Ukuran batuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelapukan kimia.
Adapun semakin kecil ukuran batuan, makin intensif pula reaksi kimia pada batuan tersebut dan
akan semakin cepat pula pelapukannya.
 Vegetasi dan binatang
Faktor lain yang mempengaruhi pelapukan kimia adalah vegetasi dan binatang. Dalam
kehidupannya, vegetasi dan binatang akan menghasilkan asam- asam tertentu, oksigen dan gas
asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Hal ini berarti vegetasi dan binatang ikut
mempercepat proses pelapukan batuan yang ada di sekitarnya.
 Kristalisasi garam
Kristalisasi garam juga terjadi di batuan- batuan sekitar pantai yang selalu basah dengan
air laut. Air laut tersebut lama kelamaan akan berubah menjadi garam. Strusktur pengkristalan
garam yang padat akan mendorong batuan tersebut. Akibat tekanan inilah batuan lama kelamaan
akan hancur dan mengalami pelapukan. Batuan ini akan menjadi hancur atau keropos.

Gambar 9. Proses Pelapukan karena Kristalisasi Garam

Reaksi dan Contoh Pelapukan Kimia


Pelapukan kimia merupakan salah satu jenis pelapukan batuan yang sering kita temui di
Indonesia. Adapun proses pelapukan kimia ini paling sering kita jumpai pada jenis batuan
kapur atau batuan yang berada di pegunungan kapur. Air hujan yang membasahi pegunungan
tersebut dapat melarutkan kandungan CaCO2 yang berada pada batuan kapur (hal ini karena air
hujan mengandung karbondioksida atau CO2). Proses tersebut akan terjadi hingga pelapukan
dengan gejala karst pun ikut terjadi.
Berdasarkan proses yang terjadi, pelapukan kimia dapat terjadi karena adanya 3 reaksi.
Reaksi- reaksi yang menyertai pelapukan kimia ini meliputi penglarutan atau solution, pelepasan
hidrogen atau hidrolisis, karbonasi, dan juga reaksi dengan oksigen atau oksidasi. Mengenai
informasi lebih lengkap tentang reaksi- reaksi ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penglarutan atau Solution
Reaksi dari pelapukan kimiawi yang pertama adalah penglarutan atau solution.
Penglarutan atau solution merupakan proses pelapukan kimiawi yang terjadi karena material
batuan tersebut terlarut ke dalam air sehingga batuan yang keras akan berubah menjadi batuan
yang lunak dan lumat. Adapun mengenai contoh penglarutan atau solution ini adalah reaksi antara
batuan kapur dengan air.
Batu kapur atau batu gamping memang akan bereaksi dengan air. Reaksi tersebut akan
menghasilkan panas dan juga gelembung udara akibat pelepasan karbondioksida. Pada akhir reaksi
tersebut batuan kapur yang pada mulanya keras akan berubah menjadi lumat, dan bahkan
sebagiannya akan terlarut ke dalam air. Karena proses pelapukan ini akan menghasilkan
karbondioksida, maka proses pelapukan melalui penglarutan atau solution ini kadang- kadang
disebut juga dengan karbonasi. Berikut contoh proses penglarutan adalah pada kalsium bikarbonat
CaCO3 + CO2 + H2O Ca(HCO3)2
Kapur Air Kalsium bikarbonat

Gambar 10. Kalsium Bikarbonat


2. Pelepasan Hidrogen atau Hidrolisis
Reaksi pelapukan kimiawi yang kedua adalah hidrolisis. Hidrolisis merupakan proses
pelapukan kimia yang terjadi akibat adanya reaksi material batuan dengan air melalui pelepasan
hidrogen. Air hujan atau H2O mengalami hidrolisis menjadi kation H+ yang memiliki sifat asam
dan anion OH- yang bersifat basa. Kedua ion tersebut kemudian akan bereaksi masing- masing
pada batuan sehingga akan terjadi proses pemecahan batuan. Contoh pelapukan kimia melalui
proses ini akan menghasilkan tanah liat dan juga garam laut.
Proses pelapukan kimia yang terjadi akibat adanya reaksi antara mineral silikat dan asam,
dimana memungkinkan terlarutnya mineral silikat dan membebaskan kation logam. Berikut
contoh pembentukan batuan kaolinit.
4KAlSi3O8 + 4H+ + 2H2O 4K+ + Al4Si4O10(OH)8 + 8SiO2
Kalium Feldspar Kaolinit
Gambar 11. (a) Kalium Feldspar (b) Kaolinit
3. Oksidasi
Reaksi pelapukan kimiawi yang selanjutnya adalah oksidasi. Oksidasi merupakan proses
pelapukan batuan secara kimiawi yang terjadi akibat reaksi suatu material dengan oksigen. Ada
banyak sekali contoh pelapukan kimia seperti ini yang ada di sekitar kita. Sebagai contoh adalah
pada proses mengaratnya besi. Melalui oksidasi, ion Fe yang terdapat pada besi akan membentuk
karat pada bagian luar material, misalnya adalah paku. Karat yang ada pada besi akan terus
menerus mengalami pelapukan sehingga akan menyebabkan massa besi perlahan- lahan akan
berkurang.

4 Fe2 + 3 O2 2 Fe2O3
Besi oksigen hermatit merah

Hematit adalah salah satu mineral yang paling melimpah di permukaan bumi, dimana
hematit merupakan mineral pembentuk batuan yang umumnya ditemukan pada batuan sedimen,
beku, dan metamorf. Hematit merupakan bijih yang cukup penting untuk menghasilkan besi.

Gambar 12. Hematit Merah


4. Karbonasi
Karbonasi merupakan salah satu reaksi dari pelapukan kimia. Karbonasi merupakan
pelapukan yang disebabkan oleh CO2 atau karbondioksida dan air yang membentuk senyawa ion
bikarbonat atau HCO3 yang aktif bereaksi dengan mineral- mineral yang mengandung kation-
kation Fe, Ca, Mg, Na, dan K. Pada proses ini terjadi dekomposisi pada batuan atau perubahan
fisik. Contoh reaksi seperti ini adalah dekomposisi batuan gamping, dekomposisi, batuan granit,
dan dekomposisi batuan gabro.

5. Hidrasi
Hidrasi merupakan pelapukan kimia yang disebabkan oleh penyerapan air oleh mineral ke
dalam struktur kristal batuan. Pelapukan kimia yang disebabkan oleh penyerapan air oleh mineral
ke dalam struktur kristal batuan sehingga membentuk mineral baru.

2Fe2 O3 + 3 H2O 2 Fe2O3 . 3 H2O


hematit limonit

Gambar 13. (a) Hematit (b) Limonit

6. Desilikasi
Reaksi yang selanjutnya adalah desilikasi. Desilikasi merupakan pelapukan kimia yang
disebabkan oleh hilangnya silikat pada batuan, terutama batuan basaltis.

7. Bentuk Topografi Hasil Pelapukan Kimia


Pelapukan kimi yang terjadi pada batuan dapat mendatangkan hasil yang berupa bentukan
topografi. Pada umunya bentukan topografi hasil pelapukan kimia hanya beskala kecil. Bentukan
topografi hasil pelapukan kimia ini dibedakan menjadi berikut:

 Hasil dari Differensial Weathering, terjadi karena tingkat resistensi batuan yang tidak
sama, batuan resistensi lebih sulit lapuk, sementara yang tidak resistensi berupa torehan-
torehan. Sebagai contoh adalah pinnacle atau pilar- pilar batuan keras.
 Tor, merupakan batu- batu bundar hasil pengelupasan yang masih melihat pada batuan
dasar.
 Core stone, yakni seperti tor, tidak melihat pada dasar karena pelapukan terjadi di bawah
permukaan.
 Exofoiation dome, yakni bukit atau kubah yang permukaannya terkelupas.
 Spheriodally wethered bouder, yakni batu- batu yang agak membulat karena adanya
pelapukan fisik dan kimiawi yang intensif pada sudut- sudut batuan.
 Talus yakni timbunan ruing sebagai hasil pelapukan di kaki lereng yang terjal. Hasil dari
timbunan ini pada umumnya membentuk kerucut sehingga disebut Taluscone.
 Pit hole, yakni lubang- lubang kecil pada batuan, bekas mineral yang lapuk.

Referensi

Aryani, R.D. (2014). Skripsi: Keanekaragaman Lumut Pada Batu Putih di Candi Ratu Boko
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Haldoko, L. A., Muhammad, R., & Purwoko, A. W. (2014). Karakteristik Batu Penyusun Candi
Borobudur. Daftar Isi, 38.
Iswanto, I.N. (2016). Skripsi: Keanekaragaman Lumut di Pura Pegulingan Gianyar Bali.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mulyani, A. (2006). Perkembangan potensi lahan kering masam. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jakarta.
Noor, D. (2014). Geomorfologi. Deepublish.
Sari, M., Nurul, I.,P. Ayu, S.C. (2017). Pemanfaatan Bahan Sederhana Sebagai Alat Peraga Pada
Materi Pelapukan Batuan. Universitas Mataram. Mataram.
Utomo, B. (2006). Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan.
Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan.
Wulandari, F. I. (2011). Pengaruh Penambahan Serbuk Gergaji Kayu Jati (tectona grandits lf),
pada Paduan Tanah liat dan Abu Sampah terhadap Kualitas Batu Bata Merah di
Kabupaten Karanganyar (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS SEBELAS MARET).

Anda mungkin juga menyukai