Anda di halaman 1dari 4

GEOSINKLIN

Rumusan konsep James Hall menjadi awal penelitian tentang geosinklin. James Hall
mengemukakan bahwa palung yang mengandung akumulasi sedimen tebal dapat menjadi barisan
pegununngan di masa mendatang (Hall, 1859 dalam Knopf, 1960).
Istilah geosinklin diwujudkan oleh James Dwight Dana saat menjelaskan pembentukan
pegunungan Allegheny, yaitu rangkaian pegunungan Allegheny terbentuk setelah melalui
penurunan permukaan (subsidence) secara berulang dalam waktu lama, (Dana, 1873 dalam Knopf,
1960). Rangkaian pegunungan terbentuk akibat proses perlipatan seperti akumulasi geosinklin
yang disebut sinklinorium. Dalam studi kasus pegunungan Appalachian, Dana menyatakan bahwa
pegunungan Appalachian terbentuk dari sedimen sebagai hasil erosi bagian dalam benua,
mengalami proses pemadatan menjadi batuan, dan terjadi perlipatan membentuk rangkaian
pegunungan akibat tekanan lateral, (Dana dalam Allaby, 2009).
Stille mendefinisikan geosinklin sebagai cekungan sedimen yang menurun. Menurut Stille
rangkaian formasi pelipatan hasil akumulasi geosinklin tidak diperlukan dalam konsep geosinklin.
Hal ini yang membedakan konsep antara Stille dengan Hall dan Dana (Stille, 1924 dalam Knopf,
1960). Stille membagi jenis geosinklin berdasarkan kemampuan lipatan dengan mengusulkan
pliomagmatik dan miomagmatik. Stille merumuskan istilah pliomagmatic geosyncline menjadi
eugeosyncline dan miomagmatic geosyncline menjadi miogeosyncline, (Stille, 1940).
Berikut klasifikasi geosinklin menurut Stille, (Knopf, 1960) :
1. Ortogeosinklin (Alpinotype Geosynclines) : memiliki kemampuan lipatan tinggi, dibedakan
berdasarkan posisi, waktu perlipatan, dan magmatisme, yaitu terbagi :
1.1 Zona Eugeosinklin : zona eugeosinklin mengindikasikan ketebalan lapisan stratigrafi yang
mengandung batuan vulkanik berlimpah dalam waktu yang sama.
1.2 Zona Miogeosinklin : zona miogeosinklin berarti ketebalan lapisan stratigrafi tanpa atau
sedikit adanya batuan vulkanik dalam waktu yang sama.
2. Parageosinklin (Germanotype geocyncline) : memiliki kemampuan lipatan lemah
Parageosinklin adalah adanya situasi yang terdapat pada lapisan dasar (basement) yang telah
terpadatkan. Akibat lapisan dasar yang telah padat, maka kemampuan lapisan tersebut unutk
berlipat menjadi lemah.
APUNGAN BENUA
Konsep apungan benua pertama sekali dikenalkan oleh Abraham Ortelius pada tahun 1596.
Ortels mengatakan bahwa bumi pernah bersatu yang kemudian berpindah jauh sehingga terpisah.
kemudian diikuti oleh pernyataan Antonio Snider Pellegrini pada tahun 1858. Snider menyatakan
bahwa semua benua pernah bersatu menjadi benua yang besar (super continent). Pernyataan ini
didasarkan pada fakta bahwa terdapat fosil tumbuhan yang sama di Eropa dan United States. Pada
tahun 1908, Frank Bursley Taylor menyatakan bahwa Afrika dan Amerika pernah bersatu yang
kemudian berpindah secara perlahan ke arah selatan kutub utara.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Alfred Lothar Wegener dengan dukungan banyak
bukti penjelasan. Teori Wegener memandang benua sebagai batuan ringan yang mengapung di
atas batuan yang padat. Wegener menyebut benua yang pernah menyatu dalam satu benua sebagai
Pangea. Pangea berkomposisi densitas batuan ringan dapat berpindah serta terpisah selama era
Mesozoik (250 65.5 juta tahun lalu). Pernyataan Wegener dibuktikan dengan adanya kesamaan
batas-batas benua, formasi geologi, penemuan fosil, dan adanya glaciers. Kelemahan teori
Wegener adalah tidak ada penjelasan mekanisme yang menyebabkan benua bergerak.
Ahli geologi Reginald Aldworth Daly mendukung teori Wegener. Daly berpikir bahwa
benua dapat bergerak karena adanya gaya gravitasi dari kutub terhadap ekuator. Dilanjutkan
dukungan dari Alexander Logie du Toit. Du Toit pada tahun 1937 mendukung teori Wegener
namun menggantikan konsep perpindahan benua dengan apungan benua. Do Toit tidak setuju
bahwa bernua berpindah secara cepat seperti yang dinyatkaan oleh Wegener. Menurut Do Toit
terdapat dua benua yang disebut Laurasia dan Gondwanaland. Dukungan selanjutnya disusul oleh
Arthur Holmes yang berhasil menemukan mekanisme perpindahan benua dan hal yang
menentukan perpindahan benua.

PEMEKARAN LANTAI SAMUDRA


Robert S. Dietz mendefinisikan sea floor spreading yaitu satu sisi lantai samudra
bergerak menjauhi pematang tengah samudra membentuk belahan jarak (gap). Jarak antara kedua
bagian diisi oleh batuan yang berasal dari mantel. Arus konveksi di mantel terus berputar
menyebabkan batuan yang kaya silika dan aluminium yang berasal dari mantel naik ke atas dan
terbentunya kerak baru. Menurut Dietz benua terbentuk sebagai hasil dari tekanan ketika batuan
menumpuk dan cekungan samudra terbentuk sebagai hasil dari adanya regangan lantai samudra
yang meluas.
Hess menjelaskan mekanisme lantai samudra yang meluas dari pematang tengah samudra.
Hess pada tahun 1962 menyatakan bahwa lantai samudra baru muncul di pematang tengah
samudra, kemudian terjadi subduksi sehingga lantai samudra menyusup ke mantel. Siklus
pembentukan lantai samudra menghasilkan mekanisme perpindahan benua. Pemekaran lantai
samudera dapat menggerakkan benua secara pasif.

TEKTONIK LEMPENG
Beragam teori mengenai lempeng digabungkan sehingga muncul teori baru yaitu tektonik
lempeng. Tektonik mempelajari pergerakan dan deformasi lempeng. Lempeng-lempeng dapat
bergerak akibat adanya arus konveksi di mantel. Lapisan litosfer dengan densitas lebih ringan dari
pada astenosfer mengapung di atas astenosfer. Bumi memiliki tujuh lempeng besar dan beberapa
lempeng kecil yang saling bergerak dalam arah yang berbeda. Pergerakan dalam arah yang berbeda
menyebabkan lempeng saling membentur dan bergesekan terhadap batas-batas lempeng lainnya.
Terdapat tiga batas lempeng, yaitu:
1. Divergen
Divergen merupakan gerakan lempeng litosfer yang saling mejauh. Celah antara lempeng yang
terpisah terisi oleh lelehan batuan yang mengalir dari lempeng astenosfer dibawahnya. Batas
divergen menghasilkan mid-oceanic ridge, continental rifting dan Rift valley.
2. Konvergen
Konvergen merupakan gerakan lempeng litosfer yang saling mendekat. Konvergen dapat
terjadi antara lempeng samudera dengan lempeng benua, dua lempeng benua, dan dua lempeng
samudera. Terdapat zona subduksi jika terjadi tumbukan antara lempeng samudera dengan
lempeng benua yang menghasilkan busur kepualan, busur pegunungan dan cekungan.
Tumbukan dua lempeng samudera menghasilkan aktifitas vulkanik dan membentuk volcanic-
arc. Tumbukan dua lempeng benua menghasilkan pegunungan Himalaya.
3. Transform
Batas lempeng transform merupakan pergerakan lempeng yang saling bergesekan. Batas
lempeng transfor dapat terjadi pada lempeng benua dan lempeng samudera.
DAFTAR PUSTAKA

Allaby, Michael. 2009. Earth Science. New York : Facts on File

Knopf, Adolph. 1960. Analysis of Some Recent Geosynclinal Theory. American Journal of

Science: Bradley Volume, Vol. 258-A., p. 126-136. (http://earth.geology.yale.edu), diakses

tanggal 24 Agustus 2017.

Thompson dan Turk. Tidak diketahui. Introduction to Physical Geology

Anda mungkin juga menyukai