Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Performan Dan Profil Produk Sapi Friesian Holstein


Produktivitas sapi perah juga dipengaruhi oleh kualitas dan keberhasilan

penyiapan kondisi sapi dara pengganti. Untuk keberhasilan reproduksi dan

produksi diharapkan berat badan kawin sekitar 250 – 300 kg, sehingga berat

badan waktu melahirkan 300 kg atau lebih (SCHMIDT et al., 1988). Selanjutnya

kondisi induk saat melahirkan pertama menentukan produksi susu awal laktasi,

yang selanjutnya berdampak pada produksi pada tingkat-tingkat laktasi berikutnya

(TALIB et al., 1999). Namun berat minimal 250 kg pada waktu pengawinan

pertama jarang dicapai pada umur 15 bulan di Indonesia. Hal ini diduga karena

rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang tercukupinya pakan

berkualitas tinggi (SCHMIDT et al., 1988).

Tatalaksana pemeliharaan sapi dara yang kurang baik ini juga dapat

mengakibatkan lama laktasi yang kurang dari 300 hari dan hal ini dapat lebih

diperburuk lagi bila pakan yang diberikan kurang baik dan tersedia kurang

kontinyu (ADJIE et al., 1998). Pendeknya masa laktasi akan menurunkan

produksi dan berpengaruh terhadap masa kering yang secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap produksi susu pada laktasi berikutnya. Oleh karenanya

penyiapan sapi-sapi dara calon induk hendaknya diarahkan untuk memperoleh

bobot hidup ideal pada saat dikawinkan pertama. Oleh karena itu suatu penelitian

dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan sejak pembesaran hingga menjadi

sapi-sapi dara calon induk hingga dipersiapkan untuk dikawinkan.


Sapi dara adalah sapi pada masa antara lepas sapih sampai laktasi pertama

kali yaitu berkisar antara umur 12 minggu sampai dengan 2 tahun (Putra, 2009).

Sapi dara merupakan replacement stock dan harus ada dalam peternakan sekitar

20-25% dari total sapi dewasa. Tujuan pemeliharaan sapi dara yaitu menghasilkan

sapi sehat dengan ukuran tubuh yang optimal sehingga dapat melahirkan dengan

muda dan mempunyai potensi genetik yang tinggi dengan biaya pemeliharaan yan

murah. Sementara target pemeliharaannya adalah bobot badan sesuai standar

dengan laju pertumbuhan 0,6 kg/hari (Susilorini, Sawitri dan Muharlein, 2009).

Produksi susu sapi perah FH cukup tinggi, menurut data direktorat jenderal

peternakan yaitu 909.530 ton pada tahun 2010 dan 929.770 ton tahun 2011. Dari

data tersebut produksi susu mengalami kenaikan 1,79 %.

2.2 Perkandangan
Pekandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan

sebagai sentara kegiatan peternakan yang didalam terdiri atas bangunan utama

(kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan

perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998). Kandang sapi perah terdiri atas kandang

sapi induk, kandang pejantan, kandang pedet serta kandang isolasi. sistem

pekandangan ada 2 tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn

yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas,

sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan juga dibiarkan

bergerak dengan batas-batas tertentu (Putra, 2009).

Tujuan utama perkandangan adalah melindungi ternak dari pengaruh cuaca

luar yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan ternak

(Hardjotranjoto,1995). Kandang sapi perah induk dewasa dan sapi dara yang telah
berumur lebih dari satu tahu dan mempunyai bentuk dan ukuran yang sama

dengan induk memerlukan kandang dengan ukuran 1,6 M dan lebar 1,35 M.

Perlengkapan kandang yang harus tersedia adalah tempat pakan dan minum.

Letak tempat pakan dan minum terpisah dengan tempat berbaring ternak dan

dilindungi oleh atap. Tempat pakan dan air minum dibuat permanen berupa bak

semen dan sedikit lebih tinggi dari permukaan lantai. sehingga pakan terlindungi

dari panas dan hujan serta mencegah tercampurnya kotoran dengan pakan.

Peralatan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, dan sabit (Muhardi,

2001)

2.3 Pemberian Pakan


Bobot badang adalah informasi yang diperlukan dalam pemberian pakan.

Pemberian pakan pada ternak hendaknya memperhatikan dua hal yaitu kebutuhan

hidup pokok dan produksi. Dengan fokus utama adalah pertambahan bobot badan

(Akramuzzein, 2009).

Pemberian pakan merupakan faktor terpenting dalam usaha peternakan sapi

perah. Hal ini diperkuat pula dengan pernyataan, bahwa sebuah usaha perternak

sapi perah memerlukan anggaran kebutuhan pakan mencapai 70% dari seluruh

biaya produksi. Maka dari itu, strategi pemberian pakan yang meliputi penyediaan

bahan pakan, penyusun ransum, dan penyajian pakan harus dilakukan dengan baik

untuk meningkatan efisiensi manajemen pemberian pakan dlaam suatu usaha

peternakan (Muzakki, sidik, Restiadi, 2007)

2.4 Deteksi Birahi


Menurut Wilson dan Gilson (2005) metode deteksi birahi antara lain

pengamatan visual, heat mount detector, catatan siklus biarahi, paint sticks

(crayon), kapur tulis, pasta, chin ball makers, dan komputerisasi birahi. Untuk
meningkatkan akurasi pengamatan biarahi maka harus ada kombinasi antara

metode yang satu dengan yang lain.

Fase reproduksi yang sangata essensial akan dimulai saat sapi dara birahi

pertama, kawin pertama, beranak pertama, biarahi kembali setelah beranak, kawin

dan menjadi bunting hingga beranak lagi.

2.5 Pelaksanan Pekawinan


Umur pebertas sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik,

pakan, manajemen dan lingkungan. Namun faktor yang sangat mempengaruhi

umur pubertas sapi ialah bobot tubuh dan laju pertumbuhan. Sapi perah dapat

dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan, jika sudah mencapai bobot tubuh

yang sesuai, 275 kg (Prihatin dkk, 2007). Sapi dara dapat dikawinkan pada saat

berat badannya mencapai 270-300 kg pada umur 15-18 bulan. Diharapkan,

beranak pertama kali pada umur 24-30 bulan (Susilorini dkk, 2009)

Standar umur kawin pertama sapi perah dijepang adalah pada umur 15-16

bulan dengan bobot badan 350-400 kg, sehingga dicapai umur beranak pertama 25

bulan. Apabila bobt sapi pada umur 3 bulan sekitar 100-120 kg maka sapi lepas

sapih sampai umur kawin pertama laju pertambahan bobot badannya harus

sebesar 695-718 kg/eg/h (Hidajati,1998).

2.6 Pemeriksaan Kebuntingan


Dalam kinerja reproduksi deteksi kebuntingan merupakan salah satu

masalah yang sering dihadapi setelah sapi dikawinkan atau IB (diinseminasi

buatan). Untuk itu diperlukan suatu metode deteksi kebuntingan yang hendaknya

mudah, murah, cepat dan tepat sehingga dapat mengefisienkan penanganan

terhadap ternak betina yang bunting tersebut. Pemeriksaan sendiri mungkin sangat

diperlukan. Saat ini diteksi kebuntingan dengan palpasi per rectal, dan
kemungkinan tepat dapat terjadi 2-3 bulan setelah diinseminasi dan semakin tepat

dengan bertambahnya umur kebuntingan (Illawati, R.W., Suardi dan Jaswandi,

2011)

2.7 Penyakit

Pemeliharaan kesehatan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan dan

kandang agar tetap bersih. Berikut adlah pemnyakit yang biasa menyerang sapi

perah yaitu :

1. Tubercolosis

Tubuh sapi yang terserang penyakit ini kurus. Namun ada juga sapi

yang kondisinya bagus tetapi mengandung TBC. Aemua sapi yang positif

tas tubercolosis harus dikeluarkan dari peternakan. Selain itu kesehatan

pekerja di kandang juga harus diperiksa setahun sekali.

2. Apthae epizooticae (penyakit mulut dan kuku)

Serangan penyakit ini dapat menyebabkan kerugian besar.

Penyebabnya adlah virus Apthae epizooticae. Tanda-tandanya mulut

mengeluarkan air liur yang berbusa. Mulut dan lidahnya dipenuhi dengan

luka.

3. Ketosis (acetonemia)

Ketosis deisebabkan oleh kadar gula dalam darah rendah yaitu

karena gangguan metabolisme karbohidrat. Gejala yang muncul yaitu nafsu

makan yang rendah, sapi kelihatan lesu. Untuk menunjukan reaksi positif

dari ketosis bisa dilakukan dengan pemeriksaan urine dan nafas yang berbau

aseton (Susilorini dkk, 2009).


2.8 Sanitasi

Menurut Putra (2009), sanitasi dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Sanitasi Kandang

Kebersihan harus selalu dijaga kotoran sapi harus selalu dibuang pada

tempat yang sudah disediakan, genangan air dalam akandang ahrus

dikeringkan untuk menghindari berkembangbiaknya kuman, bakteri maupun

jamur dan diupayakan tidak ada lalat atau serangga lain yang dapat

menggangu ternak dikandang.

2. Sanitasi Ternak

Sedapat mungkin diupayakan ternak dimandikan minimal satu kali

sehari atau dua kali sehari apabila tersedia air, sapi sangat perlu dimandikan

pada pagi hari karena biasanya pada malam hari telah penuh dengan kotoran

yang menempel pada tubuhnya (Siregar, 2000). Kebersihan kandang dan

ternak harus selalu diperhatikan demikain juga dengan peralatan yang

digunakan seperti sekop, ember, sarung tangan, dan peralatan lainnya agar

tidak terserang penyakit.

Anda mungkin juga menyukai