Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Obat Palsu

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 242 Tahun 2000, yang dikategorikan sebagai obat
palsu adalah obat yang diproduksi pihak yang tak berhak menurut Undang-Undang. Ada lima macam
obat palsu, yaitu :

1. Produk mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang memenuhi syarat, diproduksi, dikemas
dan diberi label seperti produk aslinya, tetapi bukan dibuat oleh pabrik aslinya.

2. Obat yang mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang tidak memenuhi syarat.

3. Produk dibuat dengan bentuk dan kemasan seperti produk asli, tetapi tidak mengandung bahan
berkhasiat.

4. Produk yang menyerupai produk asli, tapi mengandung bahan berkhasiat yang berbeda.

5. Produk yang diproduksi tidak berijin (Anonim a, 2008).

Produk impor yang tidak resmi dapat dikelompokkan sebagai obat palsu sebab tanpa memiliki izin
edar yang dikeluarkan Badan POM sesuai dengan Peraturan Menkes No 949/Menkes/SK/VI/2000.

Pedoman Umum Deteksi Obat Palsu

Untuk mendeteksi suatu obat dikatakan palsu, dapat dilakukan pemeriksaan melalui dua tahap,
yaitu :

a. Pemeriksaan tahap I

1. Pemeriksaan dikukan seperti tercantum dalam uji organoleptik.

2. Pemeriksaan dilakukan terhadap sampel obat yang diduga palsu.

3. Sampel obat dapat berasal dari sampel obat beredar yang diambil dari sarana produksi, distribusi,
dan pelayanan obat atau laporan masyarakat atau siumber lain.

4. Pemeriksaan secara organoleptik meliputi antara lain:

- Keadaan fisik sampel, misalnya tablet tidak rata,

- Kemasan, misalnya strip berbeda dengan yang asli,

- Penandaan misalnya pencantuman nomor registrasi yang berbeda,

5. pemeriksaan dilanjutkan ke tahap II apabila hasil pemeriksan tahap I diyakini sampel obat
mengandung obat palsu.

b. Pemeriksaan tahap II

1. Pemeriksaan dilakukan oleh BPOM

2. Terhadap obat yang diduga palsu dilakukan pengujian di BPOM di mana obat diambil/ditemukan.
3. Pengujian dilakukan berdasarkan pedoman pengujian.

4. Hasil pengujian doilaporkan kepada Direktorat Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan, Dirjen POM,
disertai dengan sampel obat pemeriksaan tahap III.

5. Terhadap sampel obat yang diduga palsu dilakuakn pengamanan sementara di tempat disertai
pembuatan Berita Acara.

6. Penelusuran sumber/asal-usul sampel obat tersebut.

c. Pemeriksaan tahap III

1. Untuk proses tindak lanjut, maka dilakukan pemeriksaan tahap III

2. Pemeriksaan meliputi:

· Oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan

Apabila diperlukan, maka dilakuakn pengujian kembali terhadap sampel obat yang diduga palsu yang
berasal dari BPOM atau sumber lain.

· Oleh Drektorat Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan.

Dilakukan evaluasi terhadap kemasan dan penandaan dengan membandingkan dengan obat asli dan
bila perlu dikonfirmasikan dengan produsen obat yang asli

Sanksi pemalsu obat menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999
sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar.

Berdasarkan pada Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu Pasal 40 ayat (1),
yang berbunyi “Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya”.dan Pasal 63 ayat(1), yang berbunyi “Pekerjaan
kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”

Pasal 80 ayat (2) yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat
untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak
memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

Pasal 80 ayat (4) Barang siapa dengan sengaja :

a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan
dan ataumembahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);

b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak
memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) (Anonim c, 2008).

Penegakan hukum dalam soal obat palsu ini, juga sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan pengadilan
untuk pelaku pemalsuan obat, sangat ringan. Misalnya, hukuman percobaan selama dua bulan atau
denda beberapa ratus ribu rupiah. Padahal, omzet penjualan obat palsu itu sangat besar. Sanksi
hukum yang ringan ini cukup mengherankan, sebab sanksi pemalsu obat menurut Undang-undang
(UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana
maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar. Sedangkan versi UU Kesehatan Tahun 1992, pemalsu
bisa dikenakan kurungan penjara 15 tahun dan denda Rp 300 juta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.1.3459
Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor :

1. Izin Edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.

2. Obat Impor adalah obat produksi industri farmasi luar negeri.

3. Pemasukan obat impor adalah importasi obat impor ke dalam wilayah Indonesia baik melalui
pelabuhan laut maupun bandar udara.

4. Pendaftar adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi yang telah mendapat izin usaha
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Permenkes No. 922/menkes/per/x/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik,
khususnya pada pasal 12 ayat 2 yang berbunyi: “obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena
suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara
dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal”.

UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, khususnya bab III pasal 4 mengenai hak
konsumen, yaitu

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

f. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 84 yang berbunyi: “Barang siapa mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas
tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); Serta pasal
(5) yang berbunyi menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhipersyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) (Anonim c, 2008).

Perkembangan Kasus Obat Palsu di Indonesia

Perkembangan kasus obat palsu di Indonesia dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang signifikan dari segi kuantitas. Namun jika dilihat dari penyebarannya menunjukkan
adanya peningkatan. Dalam kurun waktu 1999-2006 BPOM menemukan 89 merek obat yang
dipalsukan di pasar domestik. Obat-obat tersebut tergolong laku di pasaran diantaranya antibiotik
Super Tetra, obat demam Ponstan, dan antibiotik Amoxan. Data Badan POM menunjukkan, tahun
2003 sebanyak 268 kasus pelanggaran obat yang ditindaklanjuti kepolisian (projustisia). Pelanggaran
itu meliputi peredaran obat keras di sarana tidak resmi (toko obat), obat palsu, maupun obat tanpa
izin edar, tahun 2004 (219 kasus), tahun 2005 (266 kasus), dan tahun 2006 (146 kasus) (Anonim d,
2008).

Peredaran obat palsu hingga kini masih merajalela. Fakta tersebut sesuai dengan temuan Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) pekan lalu. Karena itu, Badan Pengawas
Obat dan Makanan (POM) diminta segera menertibkannya. produk yang dipalsukan antara lain
berupa obat antihipertensi Norvask 5 mg ex Pfizer Indonesia (Anonim d, 2008).

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pemalsuan Obat

Tidak dapat dipungkiri, maraknya pemalsuan obat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Pelaku pemalsuan obat seakan-akan tidak menghiraukan akibat yang ditimbulkan dari tindakan
pemalsuan yang mereka lakukan. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pemalsuan
obat antara lain :

1. Perkembangan Teknologi

Canggihnya pemalsuan obat tidak terlepas pula dari kemajuan industri grafis. melihat perkembangan
teknologi grafis tersebut berupa fotokopi warna, hologram, dan hires scanner, yang membuat
produk palsu sulit dibedakan dengan aslinya.

2. Keinginan mendapatkan keuntungan

Praktik pemalsuan dan peredaran obat palsu sepenuhnya dimotivasi oleh “kerakusan” dan
kepentingan bisnis atau keinginan mendapatkan keuntungan semata. Bagi pemalsu obat,
memalsukan, mengedarkan, atau menjual obat palsu merupakan bisnis yang sangat menggiurkan
dengan risiko yang relatif minim. Ini juga alasan mengapa yang paling banyak dipalsukan adalah
obat-obat bermerek internasional yang umumnya mahal dan fast move (cepat laku). Maraknya
pemalsuan dan perdagangan obat di indonesia menurut Direktur Eksekutif IPMG Parulian
Simanjuntak, juga dilatari pertimbangan membuat obat palsu jauh lebih murah ketimbang
mengembangkan sendiri obat originiter atau memproduksi obat paralelnya. Sebagai gambaran,
untuk mengembangkan satu jenis obat saja, diperlukan dana investasi untuk riset sekitar 800 juta
dollar AS hingga 1,2 miliar dollar AS. Pertimbangan mahalnya ongkos distribusi juga harus
ditanggung dan beban pajak seperti pajak pertambahan nilai 10 persen. Sama halnya seperti
pembuatan obat yang berasal dari obat-obat kadaluarsa juga akan diperoleh keuntungan yang besar
jika obat-obat tersebut diedarkan ke masyarakat. Sehingga dapat dikatakan perlu biaya yang besar
untuk membuat produk obat yang original dibandingkan dengan obat yang tidak diregristrasi dan
juga pada kasus pendaurulangan obat dari obat “sampah”.

3. Sanksi yang diberikan pada pemalsu obat masih ringan

Masih tingginya peredaran obat palsu di Indonesia karena lemahnya kontrol dari pemerintah dalam
memberikan sanksi kepada pelaku pemalsu obat. Selain pengontrolan yang lemah, pemerintah juga
tidak memperbaiki regulasi obat. Pola industri farmasi tidak dikelola dengan benar sehingga
perkembangannya melebihi kebutuhan obat di Indonesia. Penegakan hukum dalam soal obat palsu
ini, juga sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan pengadilan untuk pelaku pemalsuan obat, sangat
ringan. Misalnya, hukuman percobaan selama dua bulan atau denda beberapa ratus ribu rupiah.
Padahal, omzet penjualan obat palsu itu sangat besar. Sanksi yang ringan tidak menimbulkan efek
jera, sanksi hukum yang ringan ini cukup mengherankan. Sebab, sanksi pemalsu obat menurut
Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku
diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar. Sedangkan versi UU Kesehatan Tahun
1992, pemalsu bisa dikenai kurungan penjara 15 tahun dan denda Rp 300 juta (Anonim e, 2008).

Alur Peredaran Obat Palsu

Obat-obat yang berasal dari industri farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF (Pedagang Besar
Farmasi), seharusnya tidak boleh langsung sampai ke tangan klinik, dokter, mantri, toko obat dan
pribadi. Pemutihan disini artinya, obat-obat yang tidak memiliki izin edar diberikan kepada industri
farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF , dimana oleh industri farmasi, distributor, sub-
distributor, dan PBF obat-obat tersebut dibuatkan izin edar sehingga seolah-olah memang sejak awal
memiliki izin edar, kemudian obat-obat ini diedarkan ke apotek dan rumah sakit, obat inilah yang
disebut obat palsu. Peredaran obat palsu juga terjadi jika seseorang atau pribadi yang tidak
berwenang dalam mendistribusikan obat, mengedarkan obat ke rumah sakit (Anonim f, 2008).

Tips Menghindari Obat Palsu

Langkah awal untuk mencapai hasil yang optimal dari suatu pengobatan adalah membeli atau
memperoleh obat di tempat yang benar. Beberapa tips membeli obat yang baik untuk menghindari
obat palsu adalah :

Perhatikan nomor registrasi sebagai tanda sudah mendapat izin untuk dijual di Indonesia.

Periksalah kualitas keamanan dan kualitas fisik produk obat tersebut.

Periksalah nama dan alamat produsen, apakah tercantum dengan jelas.

Teliti dan lihatlah tanggal kadaluwarsa.

Untuk obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (ethical/obat keras), belilah hanya di
apotek berdasarkan resep dokter.
Baca indikasi, aturan pakai, peringatan, kontra indikasi, efek samping, cara penyimpanan, dan semua
informasi yang tercantum pada kemasan.

Tanyakan informasi obat lebih lanjut pada apoteker di apotek.

Setelah membeli obat di tempat yang benar, penggunaan obat yang tepat merupakan faktor penting
untuk memperoleh khasiat yang optimal dari suatu obat. Untuk itu, hal yang harus diperhatikan
dalam penggunaan obat, yaitu :

· Baca aturan pakai pada label/etiket setiap Anda akan menggunakan obat.

· Untuk menghindari kesalahan, jangan menggunakan obat di tempat gelap (Anonim g, 2008).

Kerugian Penggunaan Obat Palsu

Kerugian yang ditimbulkan akibat pemakain obat palsu yaitu :

1. Bagi pasien yang memerlukan pengobatan jangka panjang, obat palsu bisa berakibat sasaran
pengobatan tidak tercapai. Misalnya saja, suatu obat dalam data statistik disebutkan bisa
mengurangi serangan jantung sampai 25 persen atau mengurangi kemungkinan stroke hingga 30
persen. Namun, karena adanya penggunaan obat palsu, rentang persen tersebut tidak tercapai.

2. Pada kasus penggunaan antibiotika palsu menyebabkan terjadinya resistensi.

3. Obat palsu juga bisa menimbulkan penyakit lain pada pasien, misalnya alergi.

4. Dan yang paling fatal, obat palsu juga bisa merenggut nyawa.

5. Menyebabkan kerugian materi pada konsumen (Anonim h, 2008).

Upaya Pencegahan

Untuk menghindari obat palsu maka diperlukan upaya pencegahan sebagai berikut :

1. Adanya kerja sama antara pemerintah (Depkes, Badan POM, kepolisian, pengadilan, dan
kejaksaan) dengan industri, importir, distributor, rumah sakit, organisasi profesi, tenaga medis,
apotek, toko obat, konsumen, dan juga masyarakat.

2. Pemerintah harus memberikan jaminan kepada setiap warganya untuk dapat hidup sehat serta
fasilitas yang memudahkan dalam mengakses kesehatan, termasuk jaminan terhadap mutu dan
kualitasnya.

3. Pengontrolan harga obat di pasaran oleh pemerintah.

4. Memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sehingga memeperluas pengetahuan


tentang pemilihan obat (Anonim i, 2008).

PUSTAKA

Anief, Mohamad. 1997. Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Anonim a. 2008. Apa Itu Obat Palsu. Available at :
http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=28804 Opened : 23/11/2008, 09.18 am

Anonim b. 2008. Peran Apoteker dalam Penanganan Obat Palsu. Available at :


http://64.203.71.11/kompas-cetak/0112/27/JATIM/index.htm Opened : 28/11/2008, 06.18 pm

Anonim c. 2008. Undang-Undang yang Mengatur tentang Obat Palsu Available at :

http://125.160.76.194/data/peraturan/himp.%20cetak%2006/cetak%20himp.%20jilid%20v/rkm%20
konas.doc

Opened : 23/11/2008, 11.22 am

Anonim d. 2008. Perkembangan Obat Palsu di Indonesia. Available at :


http://www.koranindonesia.com/2008/04/25/obat-palsu-mengancam-masyarakat/ Opened :
23/11/2008, 10.09 am

Anonim e. 2008. Faktor-Faktor Pemalsuan Obat. Available at : http://www.mediaindo.co.id/ Opened


: 23/11/2008, 10.18am

Anonim f. 2008. Peredaran Obat Palsu. Available at :

http://www.rmexpose.com/detail.php?id=3839&judul=10%20Persen%20Obat%20Palsu%20Beredar
%20di%20Pasar

Opened : 23/11/2008, 10.20 am

Anonim g. 2008. Tips Menghindari Obat Palsu Available at :

http://www.cafepojok.com/forum/sendmessage.php?s=dbe244dc1fc0fe33a7f6b 84c5f245104
Opened : 22/11/2008, 02.24 pm

Anonim h. 2008. Kerugian Penggunaan Obat Palsu Available at :

http://www.indomedia.com/intisari/2001/Apr/obatpalsu.htm Opened : 28/11/2008, 06.01 pm

Anonim i. 2008. Pencegahan Obat Palsu Available at :


http://www.masjidkotabogor.com/index.php/artikel/view/4 Opened : 23/11/2008, 10.10 am

Anonim j. 2008. Kasus Obat Palsu. Available at : http://www.tempo.co.id/

Opened : 23/11/2008, 10.00 am

Anonim k. 2008. Kasus Obat Palsu. Available at :


http://118.97.48.164:8796/public/berita_aktual/data/taxegram.pdf Opened : 28/11/2008, 06.16 pm

Anonim l. 2008. Kasus Obat Palsu. Available at : http://www.kompas.co.id/ Opened : 23/11/2008,


10.00 am

Anonim m. 2008. Kasus Obat Palsu., Available at : http://www.mediaindo.co.id/, Opened :


24/11/2008, 12.24 am
Anonim n. 2000. Cara Cepat Deteksi Obat Palsu. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim o. 2000. Metode Pemeriksaan Cepat untuk Mendeteksi Obat Palsu dan Obat Substandar
Edisi ke-2. Japan International Corporation of Welfare Services. Japan.

Anda mungkin juga menyukai