Anda di halaman 1dari 2

Koordinasi Masalah Penerapan SJSN Bidang

Upaya Kesehatan Dasar


JAKARTA – Dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
pelayanan kesehatan diberikan secara berjenjang dari pelayanan kesehatan
primer (primary health care) melalui penyediaan sarana dan prasarana di
Puskesmas yang tersebar di Indonesia, terutama pada 45 Kab/Kota prioritas
nasional pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan.

Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang berkualitas dan


tolok ukur pelayanan kesehatan dasar memegang peranan penting. Dalam
perjalanannya, Puskesmas banyak mengalami pergeseran fungsi sehingga
kurang mengakomodasi konsep kewilayahan serta terkesan hanya
menitikberatkan pada upaya kuratif.

Hal inilah yang disampaikan pada Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Prof.
Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U (K) saat pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Pusat
dan Daerah Upaya Kesehatan Dasar yang mengambil tema Upaya Pelayanan
Dasar Menyambut Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Tahun
2014 (01/5).

Penerapan SJSN antar wilayah DTPK di Indonesia memiliki fokus permasalahan


yang berbeda-beda, seperti wilayah timur memiliki masalah hambatan geografis
sehingga aksesibilitas dan afordabilitas terhadap fasyankes di tingkat primer
seringkali absen keberadaannya. Minimnya aksesibilitas di tingkat layanan
kesehatan dasar ini tidak diimbangi dengan responsivitas pelaksana kebijakan di
daerag regional timur serta DTPK dimana seringkali koordinasi tidak terjadi
secara intensif dan kebijakan seringkali disharmonis antara pusat dan daerah.
Tidak sinkronnya pemahaman pusat dan daerah akan mempersulit pelaksana di
lapangan.

Pada regional tengah, isu kebutuhan fasyankes yang mendasar, yaitu fisik dan
aksesibilitas telah terpenuhi dibandingkan wilayah timur, namun penekanan
permasalahan justru lebih meningkat yang lebih kompleks. Stakeholder di
wilayah regional tengah pada umumnya mengharapkan kehadiran SJSN dapat
menyeragamkan cakupan layanan, melengkapi sarana prasarana yang
dibutuhkan sehingga sistem berjalan. Selain itu regional tengah memerlukan
jalan keluar dalam hal kapasitas SDM yang beragam. Dengan berjalannya SJSN
diharapkan terjadi peningkatan kelengkapan infrastruktur maupun kapasitas
sekaligus kesejahteraan SDM dalam kelembagaan fasyankes dasar/primer.

Untuk regional barat, pada umumnya jauh lebih maju dibandingkan regional timur
dan tengah dalam hal aksesibilitas dan afordabilitas. Isu permasalahan lebih
kepada masalah keragaman khususnya mengenai kelembagaan, sistem dan
kualitas pelayanan. Pada umumnya di wilayah regional barat terjadi penumpukan
pasien pada penggunaan fasilitas peralatan medis maupun penunjang medis. Isu
lainnya yang menjadi perhatian adalah permasalahan SDM yang seringkali tidak
terdistribusi secara merata didalam Provinsi itu sendiri. Hal ini menghambat
pelayanan yang diberikan di faskes dasar maupun rujukan. Selain itu tingginya
beban kerja faskes rujukan akibat okupansi yang tinggi berdampak pada kualitas
layanan pelaksana tugas dan seringkali pelaksana menjadi tidak optimal dalam
pelaporannya dan menyebabkan tumpang tindih data.

Hambatan bukan hanya terjadi pada tiga regional, tetapi masalah teknis pada
penerapan pelayanan kesehatan primer juga mengalami kesulitan akibat
desentralisasi, seperti tidak tegasnya pembagian tugas pusat, tugas provinsi dan
kab/kota dalam bidang kesehatan di era desentralisasi; kebijakan politik yang
tinggi; Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota belum dapat melaksanakan tugas
sesuai kewenangan yang ada, baik Sosialisasi, Advokasi, manajemen teknis
maupun administrasi; kesehatan dianggap cost center dan sumber PAD
sehingga UKP yang berkembang; besarnya beban Puskesmas dan belum
dikembangkan pelayanan primer lain yang ada di wilayah kerja; belum
dikembangkannya secara terstruktur public private partnership; dan belum
berjalannya SIK daerah dengan baik serta tidak dimanfatkannya informasi yang
ada untuk perencanaan daerah.

Berbagai masalah lain dapat diatasi dengan peran dan fungsi stakeholders untuk
saling melengkapi dalam hal penyediaan layanan kesehatan di tingkat primer dan
sinergi yang kuat untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu akses layanan
kesehatan primer serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan rujukan bagi
masyarakat.

Solusi dan langkah yang harus segera diambil dalam penyiapan puskesmas,
sebagai berikut Pertama, menyusun konsep pelayanan kesehatan dasar, sistem
rujukan dan pelayanan kesehatan di tingkat rujukan yang merupakan satu
kesatuan dan komprehensif; Kedua, mempercepat kesiapan pelaksanaan SJSN
di faskes primer utamanya Puskesmas; Ketiga, melaksanakan revitalisasi
Puskesmas yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi Puskesmas sesuai
dengan tujuan awaal sebagai fasyankes dasar yang merujuk pada konsep
primary health cara, dan memperkuat fungsi promotif dan preventif Puskesmas
dengan tidak mengabaikan fungsi kuratif; Keempat, memperkuat peran faskes
primer sebagai gatekeeper; Kelima, membangun standarisasi pelayanan
kesehatan dasar secara komprehensif.

Dirjen BUK mengharapkan solusi dan langkah penyiapan Puskesmas dapat


terlaksana, jika komitmen yang kuat, kerja keras dan kerja cerdas dari
Pemerintah Pusat dan Daerah, maka pelaksanaan SJSN nantinya dapat
dilaksanakan di tahun 2014 dan secara bertahap terwujud di tahun 2019.

**Berita ini disiarkan oleh Bagian Hukormas, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat
menghubungi melalui nomor telepon : 021-5277734 atau alamat e-mail :
humas.buk@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai