Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan


oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system
respiratori, terutama pneumonia 2.
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2.
Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah gangguan septum
atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri atau lubang abnormal pada sekat
yang memisahkan kedua belah atrium sehingga terjadi pengaliran darah dari atrium
kiri yang bertekanan tinggikedalamatrium kanan yang bertekanan rendah . Septum
tersebut tidak menutup secara sempurna dan membuat aliran darah atrium kiri dan
kanan bercampur.Defek septum atrium terjadi ketika proses partisi tidak terjadi
sepenuhnya, meninggalkan sebuah lubang di septum atrium. Beberapa cacat
jantung bawaan mungkin memiliki link genetik, baik yang terjadi karena cacat pada
gen, kelainan kromosom, atau paparan lingkungan, menyebabkan masalah jantung
lebih sering terjadi dalam keluarga tertentu. Defek septum atrium Kebanyakan

1
terjadi secara sporadis (secara kebetulan), tanpa alasan yang jelas bagi
perkembangan mereka. Defek ini meliputi 7 - 10% dari seluruh insiden penyakit jantung
bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan dan laki - laki 2:1.
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan auskultasi ditemukan
murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2 - 3 kiri parasternal. Selain itu
terdapat juga pemeriksaan penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam
jantung, foto rontgen jantung, MRI, kateterisa di jantung, angiografi koroner, serta
ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga
yang tidak bergejala dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung
terbuka dengan angka mortalitas kurang dari 1%.
Gizi kurang Meliputi kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro dulu
disebut kurang kalori protein (KKP atau KEP). Sekarang KKP tidak dipakai lagi diganti
dengan gizi kurang (z-score BB/U < -2 SD) dan gizi buruk (z-score BB/U < -3 SD) jadi
gizi kurang pasangan dari gizi buruk, tidak lagi disebut KKP atau KEP karena tidak semata-
mata karena kurang kalori dan protein tetapi juga kekurang zat gizi mikro.
Jumlah balita gizi kurang menurut hasil Riskesdas 2013 masih sebesar 19,6%
(dibandingkan dengan target RPJMN sebesar 15% pada tahun 2014) dan terjadi
peningkatan dibandingkan tahun 2010.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : An.Z
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 01Mei 2012 / 5 Tahun 2 bulan
Nama ibu : Ny. S Umur : 37 tahun
Nama ayah : Tn.M Umur : 37 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Pendidikan ibu : SMP
Pendidikan ayah : SMP
Alamat : Jln. Tembang Lr.1 No.6
No. Telp : -
Masuk dengan diagnosa : Bronchopneumonia
Tanggal masuk rumah sakit : 05 juli 2017
Masuk ke ruangan : Nuri atas ( kelas 3)
FAMILY TREE

Ayah Ibu

3
Anak Anak

Sehat Penderita

ANAMNESIS (diberikan oleh : ibu pasien)


Keluhan Utama : Sesak Nafas
Pasien Masuk RS dengan keluhan sesak nafas, 1 minggu sebelum masuk RS,
pasien mengalami batuk berdahak. Batuk tidak muncul pada waktu tertentu. Pasien
sudah berobat tapi tidak ada perubahan.
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam pada malam
hari, suhu diukur 38°C. Demam dirasakan naik turun. Demam tidak disertai dengan
kejang. Batuk berdahak masih menetap. Batuk berdahak warna putih kehijauan.
Riwayat tersedak sebelumnya disangkal. Pilek berwarna putih kehijauan. Saat itu,
pasien dibawa berobat ke Puskemas dan mendapatkan obat penurun panas dan obat
batuk pilek. Batuk dan pilek tidak berkurang, demam juga hanya turun jika diberi
obat penurun panas, setelah itu demam naik kembali. Ibu pasien menyangkal
adanya penurunan berat badan drastis dalam tiga bulan ini. Napas berbunyi ngik-
ngik juga disangkal. BAK normal, BAB normal.
Satu hari sebelum masuk RS, pasien tampak lemas dan nafsu makan
berkurang. Batuk pilek dan demam masih ada. Demam disangkal, tidak disertai
dengan kejang.
4 jam sebelum masuk RS, pasien terlihat napasnya cepat dan sesak. Sesak
muncul perlahan-lahan. Sesak tidak muncul tiba-tiba karena udara dingin ataupun
debu.
Di IGD pasien dipasang selang oksigen dan mendapatkan terapi uap satu kali.
Setelah diuap, ibu mengaku pasien batuk-batuk kemudian memuntahkan dahak
berlendir, warna putih, tidak berdarah.
Riwayat Antenatal :
Kontrol kehamilan rutin di bidan. Demam, batuk-pilek, keputihan, infeksi
lain, tekanan darah tinggi disangkal.
 Penyakit yang sudah pernah di alami :
- Morbili : -

4
- Varicella : -
- Pertussis : -
- Diare : Jarang
- Cacing : -
- Batuk / pilek : jarang
- Lain – lain : -
 Riwayat Kemampuan dan Kepandaian :
Membalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 9 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berceloteh : 12 bulan
Memanggil “papa” “mama” : 12 bulan

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat alergi obat.
Riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan yang sama seperti pasien di keluarga disangkal. Riwayat kontak
dengan penderita TB di keluarga maupun lingkungan sekitar disangkal.
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Kebersihan dalam
rumah cukup diperhatikan. Ibu rajin membersihkan rumah. Pasien tinggal bersama
Ayah, Ibu, dan Nenek pasien. Pasien tidak tinggal dekat jalanan maupun pabrik.
Namun ayah pasien adalah perokok dan kadang kadang sering merokok di dalam
rumah.

Riwayat Persalinan :
Pasien merupakan anak Kedua dari dua bersaudara, lahir di bidan, cara
persalinan pervaginam, cukup bulan (38-39 minggu), berat lahir 3100 gram,

5
panjang lahir 50cm, menangis spontan, kelainan bawaan (-), riwayat kuning
maupun biru (-). Kesan : Lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi biasanya dilakukan di puskesmas. Imunisasi yang telah dilakukan
BCG, Polio, Hepatitis B, dan DPT. Ibu Pasien lupa waktunya kapan. Imunisasi yang
belum dilakukan adalah campak.
 Ikhtisar Penyakit menurut status UGD
Sesak
Batuk berdahak sejak 1 minggu
Demam 4 hari

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Berat Badan : 12,5 kg
 Panjang Badan : 103 cm
 Status Gizi : Gizi Kurang (BB/U : 67%)
(TB/U : 95,3%)
(BB/TB : 78,12%)
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 110 Kali/menit
- Suhu : 36,8o C
- Respirasi : 55 kali/menit
 Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), eritema (-),
turgor < 2 detik
 Kepala :
- Wajah : Simetris, edema periorbital (-)
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephal, Fontanela belum menutup (-), ubun-
ubun cekung (-)
- Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut

6
Mata
- Konjungtiva : Anemis -/-
- Sklera : Ikterik -/-
- Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
- Cekung : (-)
- Mulut : Bibir kering (-) Lidah Kotor (-)
StomatitisAngularis(-)
Tonsil T1/T1, Faring hiperemis (-)
- Hidung : Rhinore (+)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-
)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) ka=ki, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru,
- Auskultasi : Bunyi vesikular (+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea
axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (+),
gallop(-)

 Abdomen
 Inspeksi : Kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)

7
 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
 Perkusi : Timpani (+), asites (-)
 Palpasi : Nyeri Tekan region abdomen (-), organomegali (-)
 Genital : Tidak ditemukan kelainan
 Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-
),
Deformitas (-)
 Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
 Otot-otot : Atrofi (+)
 Refleks : Refleks fisiologis hiperrefleks (+), patologis (+)

LABORATORIUM TANGGAL 05 juli 2017 (19:09:38)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit 17.0 4,8 – 10,8
Eritrosit 4.4 4.7 – 6,1 juta/uL
Hemoglobin 12.1 14 – 18 g/dL
Hematokrit 33.9 42 - 52%
Trombosit 233 150 – 450 ribu
MCV 77.4 80 – 99 fL
MCH 27.6 27 – 31 pg
MCHC 35.7 33 – 37 %
RDW-CV 37.3 33 – 37 %

RESUME :
Pasien masuk dengan sesak nafas, 1 minggu sebelum masuk RS pasien
mengalami batuk berdahak. Pasien sudah berobat tapi tidak ada perubahan.
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam pada malam hari,
suhu diukur 38°C. Demam dirasakan naik turun. Demam tidak disertai dengan

8
kejang. BAK normal, BAB normal, Satu hari sebelum masuk RS, pasien tampak
lemas dan nafsu makan berkurang.
4 jam sebelum masuk RS, pasien terlihat napasnya cepat dan sesak. Sesak
muncul perlahan-lahan.
Di IGD pasien dipasang selang oksigen dan mendapatkan terapi uap satu kali.
Setelah diuap, ibu mengaku pasien batuk-batuk kemudian memuntahkan dahak
berlendir, warna putih, tidak berdarah.
Denyut jantung : 100x/m
Suhu : 36,8 C
Respirasi : 55 x/m
CRT : < 2 detik
Berat Badan : 12,5 kg
Panjang Badan : 103 cm

DIAGNOSIS : Pneumonia + Susp CHD + Gizi kurang


Anjuran Pemeriksaan : EKG
Echocardiografi
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen thoraks)
TERAPI :
- IVFD Dex 5% 15 tpm
- 02 2 lpm Kanul
- Injeksi Cefotaxime 300 mg/8 jam/ IV
- Injeksi Gentamicyn 60 mg/24 jam
- Injeksi Dexametason 2 mg/8 jam
- Nebulizer ( 1 Resp Pulmicort + 1 resp Combivent + Nacl 0,9% /8jam )
- Injeksi Santagesik 120 mg/6 jam

9
Follow Up (hari 1)
Status Generalis
Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-) , kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N : 110x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 48x/menit
S : 36,3’C
SpO2 : 98% (tanpa memakai nasal kanul)
Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%
PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +

10
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2detik, akral


hangat (+)

(Follow Up hari ke-2)


Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-), Batuk (+), Beringus (+)
kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N : 105x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 33x/menit
S : 36’C

Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%


PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm

11
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill < 2detik, akral
hangat (+)

12
Diagnosis : Pneumonia + Susp. PJB Asianotik + Gizi kurang
Terapi : Diet Nasi lauk 1.200 kkal/hari
- IVFD KAEN 3B 10 tpm
- Injeksi Cefotaxime 300 mg/8 jam/iv
- Injeksi Gentamicin 60 mg/24 jam/iv
- Injeksi Santagesik 120 mg/8 jam/ iv (kp)
- Salbutamol 1 mg
- Ambroxol 6 mg
- Foto thoraks AP-Lateral
- Konsul kardiologi

(Follow Up hari ke-3)


Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-), Batuk (+), Beringus (+)
kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N : 109x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 35x/menit
S : 36,7’C

Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%


PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan

13
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill < 2detik, akral
hangat (+)

Diagnosis : Pneumonia + Susp. PJB Asianotik + Gizi kurang


Terapi : Diet Nasi lauk 1.200 kkal/hari
- IVFD KAEN 3B 10 tpm
- Injeksi Cefotaxime 300 mg/8 jam/iv

14
- Injeksi Gentamicin 60 mg/24 jam/iv
- Injeksi Santagesik 120 mg/8 jam/ iv (kp)
- Salbutamol 1 mg
- Ambroxol 6 mg
(Follow Up hari ke-4)
Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-), Batuk (+), Beringus (+)
kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N : 100x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 28x/menit
S : 36’C

Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%


PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris

15
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill < 2 detik, akral
hangat (+)

Diagnosis : Pneumonia + Susp. PJB Asianotik + Gizi kurang


Terapi : Diet Nasi lauk 1.200 kkal/hari
- Salbutamol 0,5 mg
- Ambroxol 15 mg
- Cetirizine 3,75 mg
- Metilprednisolon 0,5 mg
- Nebulizer ( 1 Resp Pulmicort + 1 resp Combivent + Nacl 0,9%
/8jam )
(Follow Up hari ke-5)
Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-), Batuk (+), Beringus (+)
kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis

16
Tanda Vital : N : 198x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 28x/menit
S : 36’C

Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%


PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).

17
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill < 2 detik, akral
hangat (+)

Diagnosis : Pneumonia + Susp. PJB Asianotik + Gizi kurang


Terapi : Diet Nasi lauk 1.200 kkal/hari
- Salbutamol 0,5 mg
- Ambroxol 15 mg
- Cetirizine 3,75 mg
- Metilprednisolon 0,5 mg

(Follow Up hari ke-6)


Kesan Umum : Tampak sakit sedang, sesak (-),Retraksi (-) Batuk (+)
jarang, Beringus (+) berkurang, kesan status gizi kurang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N : 98x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler
RR : 28x/menit
S : 36’C

Status Antropometri : BB : 12,5 kg BB/U : 67%


PB : 103 cm PB/U : 95,3 %
BB/PB :78 % (gizi kurang)
Kesan : Gizi Kurang

18
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering +/+ warna kehijauan
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi, + +
Ronkhi Basah Halus) + +
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (+).
Abdomen : I : Datar
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Dalam Batas normal

19
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill < 2 detik, akral
hangat (+)

Diagnosis : Pneumonia + Susp. PJB Asianotik + Gizi kurang


Terapi : Diet Nasi lauk 1.200 kkal/hari
- Salbutamol 0,5 mg
- Ambroxol 15 mg
- Cetirizine 3,75 mg
- Metilprednisolon 0,5 mg
- Elkana C syr 1 dd 1 Cth

20
BAB III
DISKUSI KASUS

Diagnosa pada kasus ini adalah Pneumonia + Atrial septal defect berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium.
Dari anamnesis pasien An. Z usia 5 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan 4 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak muncul
perlahan-lahan. Pada teori pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Menurut
etiologi usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak. terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster

21
Influenza
Parainfluenza
tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju.8
Pada kasus ini, kemungkinan infeksi yang terjadi adalah Bakteri.
Berdasarkan anamnesis Pasien juga batuk sejak 1 minggu dan demam 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa
lemas dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan teori Gambaran klinis pneumonia
pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum
adalah sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

Pada kasus ini, gejala umum yang terdapat pada pasien yaitu demam, malaise
dan penurunan nafsu makan sedangkan gejala ganggua respiratori terdapat pada
pasien ini yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada.

22
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut2 :

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun


Pneumonia  Kesadaran turun,  Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat letargis  Tidak mau minum
 Tidak mau menetek /  Kejang
minum  Sianosis
 Kejang  Malnutrisi
 Demam atau
hipotermia
 Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia  Napas cepat  Retraksi (+)
Berat  Retraksi yang berat  Masih dapat minum
 Sianosis (-)
Pneumonia  Takipnea
Ringan  Retraksi (-)
Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2
Berdasarkan teori pada kasus ini An. Z umur 5 tahun masuk dalam kriteria
Pneumonia berat karena terdapat tanda dan gejala berdasarkan kriteria WHO.
Dimana pada pasien di dapatkan retraksi, masih dapat minum dan tidak adanya
sianosis.

Berdasarkan penjalanan penyakit, Pneumonia di bagi menjadi empat stadium


ketika mikroorganisme tiba di alveoli dan membentuk suatu proses peradangan.
Empat stadium itu adalah :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

23
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

24
Gambar 1. Patofisiologi4

Menurut teori Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal


sebagai berikut :
a. Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
c. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi ditemukan crackles
sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme

25
terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pada Pemeriksaan fisik pasien ditemukan retraksi intercostal, palpasi dengan


vocal fremitus yang simetris dan pada auskultasi ditemukan bunyi crackles (ronki).

Pada pemeriksaan laboratorium pasien terdapat peningkatan jumlah leukosit.


Berdasarkan teori Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral
dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm2 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm2 dengan neutrofil yang predominan.

Foto rontgen toraks pada pasien dilakukan dengan foto rontgen posisi AP.

Gambar 3 Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah


Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
a. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
b. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai
round pneumonia

26
c. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Diagnosis pada kasus ini adalah pneumonia berat karena memenuhi kriteria
diagnosis :
 Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Dan
dipastikan anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat :
a. pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : > 50 kali/menit
b. pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : > 40 kali/menit
 Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut :
 Kepala terangguk – angguk
 Pernapasan cuping hidung
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas, konsolidasi,
dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini :
a.Napas cepat :
 Anak umur < 2 bulan : > 60 kali /menit
 Anak umur 2 – 11 bulan : > 50 kali/menit
 Anak umur 1 – 5 tahun : > 40 kali/menit
 Anak umur > 5 tahun : > 30 kali/menit
b. Suara merintih (grunting) pada bayi muda
c. Pada auskultasi terdengar :
 Crackles (ronki)
 Suara pernapasan menurun
 Suara pernapasan bronkial

27
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :
 Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 Kejang, letargis atau tidak sadar
 Sianosis
 Distres pernapasan berat
Diagnosis banding pada pasien ini adalah :
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak ada respon
dengan bronkodilator

Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa


- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang.

Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau
kesulitan bernafas

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

28
Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, Distres pernapasan
atau grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tabel 6. Kriteria rawat inap pneumonia2

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan


antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat.

Pada pasien ini di berikan terapi antibiotik golongan sepalosporin generasi III
yaitu Cefotaxime dan golongan aminoglikosida yaitu gentamisin serta terapi
suportif berupa obat batuk, serta nebulizer.
 Pneumonia rawat inap
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali
diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

29
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin


(7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap
6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral
selama 2 minggu.

 Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar,
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen
 Nutrisi
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang terkecil.

30
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik
 Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
dan kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

Komplikasi dari pneumonia adalah :


 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.

31
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup,
rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan
2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun
keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan
setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1
kali.

Pada pasien juga didiagnosis dengan ASD atau atrial septal defect karena
ditemukan bising jantung sistolik dan di konsulkan pada dokter spesialis jantung.
Berdasarkan teori Atrial Septal disease adalah lubang abnormal antara atrial kanan
dan kiri. Kelainan inibersifat kongenital yang terjadi ketika foramen ovale gagal
menutup setelah lahir, atau jikaterdapat lubang lain antara atrium kanan dan kiri
akibat kurang sempurnanya penutupandinding antara kedua atrium selama masa
gestasi.
Gejala klinis yang didapatkan Adanya Dispnea, kecenderungan infeksi pada
jalan nafas, palpitasi, kardiomegali, atrium danventrikel kanan membesar, diastolik
meningkat, sistolik rendah. Serta komplikasi yang di dapatkan adalah Hipertensi
pulmonal, gagal jantung
Komplikasi biasanya terjadi pada kasus-kasus ASD yang tidak mendapat
penanganan. Aliran darah ekstra pada sisi kanan jantung dan paru dapat
menyebabkan berbagai gangguan jantung. Pada umumnya, gangguan tidak akan
terlihat sampai penderita mencapai usia dewasa (diatas 30 tahun) komplikasi sangat
jarang terjadi pada infant dan anak-anak.

32
Komplikasi yang umum terjadi antara lain
 Gagal Jantung Kanan
ASD membuat sisi kanan jantung harus bekerja lebih keras karena harus
memompa darah ekstra yang diterima ke paru-paru. Apabila hal ini terus
dibiarkan, kerja otot jantung dapat melemah pada akhirnya dan tidak dapat
memompa normal kembali.
 Arrhytmia
Aliran darah ekstra pada atrium kanan pada ASD dapat menyebabkan
atrium meregang dan membesar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
aritmia (irregular heartbeat). Aritmia yang terjadi biasanya turut diikuti
palpitasi dan takikardi.
 Stroke
Dalam keadaan normal, paru-paru biasanya akan menyaring darah yang
menggumpal dari sisi kanan jantung. Pada penderita ASD, kerap ditemukan
kejadian dimana gumpalanm darah tersebut akan memasuki atrium kiri dari
atrium kanan dan dipompa ke seluruh tubuh. Gumpalan darah ini dapat
berjalan menuju otak, dan dapat memblokir aliran darah sehingga
menyebabkan otak kekurangan pasokan darah dan beresiko untuk terjadinya
stroke.
 Pulmonary Hypertension
Hipertensi pulmonel adalah peningkatan tekanan pada arteri pulmonal.
Arteri ii membawa darah dari jantungmenuju paru untuk mengambil
oksigen. Apabila terjadi dalam waktu yang lama, PH dapat menimbulkan
kerusakan pada arteri dan pembuluh darah di paru. Pembuluh-pembuluh
darah ini dapat mengecil dan mengeras, membuatnya sulit untuk dialiri
darah.

Komplikasi-komplikasi pada ASD umumnya jarang terjadi dan tidak didapatkan


pada anak-anak. Kasus komplikasi pada dewasa pun sebenarnya cukup jarang
terjadi dikarenakan ASD akan menutup dengan sendirinya di masa anak-anak, atau
pasien telah melakukan terapi untuk menutup ASD.

33
Penatalaksanaan dari ASD adalah Operasi harus segera dilakukan bila jantung
sangat membesar, dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis,
kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis. Bila pada anak masih dapat dikelola
dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3
tahun. Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal
mortalitasnyarendah, operasi dilakukan pada masa bayi. ASD I disertai celah katup
mitral dan trikuspidaloperasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun. Apabila
ditemukan tanda– tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa
bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.Terapi dengan
digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauanelektrolit
berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
Prognosis ASD Biasanya dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada
anak. Hanya kadang – kadang pada ASD dengan shunt yang besar dapat
menimbulkan gejala – gejala gagal jantung, dan pada keadaan ini perlu dibantu
dengan digitalis. Untuk ASD dengan shunt yang besar, maka harus segera
dilakukan tindakan operasi, guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal pada ASD jarang sekali terjadi pada anak. Umur harapan
penderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan
darah pada ventrikel kanan normal, maka tidak perlu dilakukan tindakan operasi.
Pada penderita ASD I lebih sering terjadi gagal jantung dari pada ASD II. Gagal
jantung biasanya terjadi pada usia kurang dari 5 tahun. Endokarditis Infektif Sub
akut lebih sering terjadi pada ASD I, sedang terjadinya hipertensi pulmonal hampir
sama dengan ASD II.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta : Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA.
Jakarta : RSCM
6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta :
IDAI
7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.
8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in
infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908

35

Anda mungkin juga menyukai