PKP Bells Palsy Deya
PKP Bells Palsy Deya
BELL’S PALSY
Oleh:
Kundha Deyaningtyas
Moderator :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan kelemahan saraf wajah yaitu saraf fasialis idiopatik di luar
sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Menyebabkan kelamahan otot
wajah unilateral. Sindrom ini pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang
anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi
mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasial
yang paling sering di dunia.1,2
Insiden sindrom ini sekitar 15-30 kasus per 100 000 orang setiap tahun. Bell’s palsy
dapat menyerang semua umur akan tapi lebih sering terjadi pada umur diatas 40 tahun. Wanita
dan laki-laki memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang Bell’s palsy. Di Indonesia,
insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Wanita hamil dan penderita diabetes
mempunyai resiko kejadian bells palsy lebih besar. 1,2
Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.
Penanganan terhadap penyakit ini harus berhati-hati, karena bila tidak, maka syaraf yang
seharusnya mempunyai kemampuan memperbaiki diri, akan mengalami pertumbuhan syaraf
yang salah.
Data dari jurnal menunjukkan puncak gejala bells palsy terjadi pada minggu pertama dan
sembuh dalam waktu 3-4 bulan dengan atau tanpa cacat yang menyertainya. Dan seseorang
dengan riwayat bells palsy mempunyai resiko kekambuhan sekitar 8%.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden sindrom ini sekitar 15-30 kasus per 100 000 orang setiap tahun. Bell’s
palsy dapat menyerang semua umur akan tapi lebih sering terjadi pada umur diatas 40
tahun. Wanita dan laki-laki memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang Bell’s
palsy. Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Wanita hamil dan
penderita diabetes mempunyai resiko kejadian bells palsy lebih besar. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita
didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.
III. ANATOMI
Nervus fasialis mempunyai dua komponen. Komponen yang lebih besar murni
motorik dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Komponen ini sesuai dengan nevus
fasialis. Komponen ini disertai dengan komponen saraf yang lebih tipis, nervus
intermedius yang mengandung serabut aferen viseral dan somatik serta serabut eferen
viseral.4
Komponen Motorik Nervus Fasialis
Nukleus komponen motorik nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral
tegmentum pontis. Neuron nukleus motorik ini analog dengan sel-sel kornu anterior
medulla spinalis, tetapi secara embriologi berasal dari lengkung brakialis kedua. Serabut
radiks nukleus ini memiliki perjalanan yang rumit. 4
3
Gambar 1. Anatomi nervus facialis
(Dikutip dari Bells Palsy Diagnosis and Management American Academy of Family Physicians, 2007)
4
mengganggu otot-otot dahi. Pasien masih dapat menaikkan alisnya dan memejamkan
matanya dengan kuat. Jenis kelumpuhan wajah ini disebut kelumpuhan wajah sentral.
Namun pada lesi nuklear atau lesi perifer, semua otot-otot ekspresi wajah pada sisi lesi
menjadi lemah. Dengan demikian dapatlah dibedakan kelumpuhan fasialis sentral dan
perifer dari tampilan klinisnya.4
Nervus Intermedius 4
Nervus intermedius mengandung beberapa komponen aferen dan eferen.
Serabut aferen gustatorik.
Badan sel serabut aferen untuk pengecapan terletak di ganglion genikulatum, yang
mengandung sel-sel pseudounipolar yang menyerupai sel-sel pseudounipolar pada
ganglia spinalia. Beberapa serabut aferen ini berasal dari taste-bud dua pertiga anterior
5
lidah. Serabut ini awalnya disertai oleh nervus lingualis (cabang n. mandibularis, divisi
terbawah n.trigeminus) dan berjalan melalui khorda tympani menuju ganglion
genikulatum dan kemudian di dalam nervus intermedius menuju nukleus traktus
solitarius. Nukleus ini juga menerima serabut gustatorik dari nervus glosofaringeus yang
mempresentasikan pengecapan di sepertiga posterior lidah dan papilae valatae dan dari
nervus vagus yang merepresentasikan pengecapan di epiglotis. Dengan demikian
pengecapan dipersarafi oleh tiga saraf berbeda (N.VII, N.IX dan N.X) pada kedua sisi.
Dengan demikian, ageusia total akibat lesi saraf hampir tidak mungkin terjadi. 4
Propagasi impuls gustatorik sentral.
Nukleus traktus solitarius merupakan nukleus relay umum pada semua serabut
gustatorik. Nukleus ini mengirimkan impuls gustatorik ke talamus kontralateral dan terus
menuju komponen paling medial nukleus ventralis posteromedialis thalami. Dari
thalamus, jaras gustatorik berlanjut ke regio presentralis bagian kaudal menyelimuti
insula. 4
Serabut somatik aferen.
Beberapa serabut somatik aferen yang mempresentasikan area kecil di telinga luar
(pinna), kanalis auditorius eksternus dan permukaan eksternal timpanum (gendang
telinga) berjalan di dalam nervus fasialis ke fanglion genikulatum dan kemudian ke
nuklei sensorik nervi trigemini. Lesi kutaneus pada herpes zoster otikus terjadi akibat
keterlibatan serabut aferen somatik ini. 4
Serabut Sekretorik Eferen.
Nervus intermedius juga mengandung serabut parasimpatis eferen yang berasal dari
nukleus salivatorius superior, yang teletak di medial dan kaudal nukleus motorik nervus
fasialis. Beberapa serabut radiks nukleus ini meninggalkan cabang utama nervus fasialis
setinggi ganglion genikulatum dan melanjutkan ke ganglion pterigopalatinum dan masuk
ke glandula lakrimalis dan ke glandula mukosa nasalis. Serabut radiks lain berjalan
dengan rute lebih ke kaudal, melalui korda tympani dan nervus lingualis, ke ganglion
submandibulare, tempat ditemukannya relay sinaptik. Serabut postganglionik
mempersarafi glandula sublingualis dan glandula submandibularis yang menginduksi
salivasi.4
6
IV. ETIOLOGI
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang
dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu :
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan
regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex
Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan
atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya
paresis fasialis.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi
virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.3,4
V. PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggung
jawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan
kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari
kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi
kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi
gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan
kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya
peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus
dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen. 1,2,3
7
Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua
gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila
minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan
sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh
untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap
terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal
dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Akibat kedipan mata
yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan
epifora. 3,4,5
Saat mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi
yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain
yang mengiringnya.
Gejala dan tanda klinis dari paresis N.VII bersifat akut berhubungan dengan
tempat/lokasi dari lesi. 3,4,5
Kelainan Gangguan Gangguan Hiposekr Hiposekres
Letak Lesi
motorik pengecapan pendengaran esi saliva i lakrimalis
Pons-meatus +
+ + + +
akustikus internus tuli/hiperakusis
Meatus akustikus
+
internus-ganglion + + + +
Hiperakusis
genikulatum
Ganglion
+
genikulatum-N. + + + -
Hiperakusis
Stapedius
N.stapedius-chorda
+ + + + -
tympani
Chorda tympani + + - + -
Infra chorda
tympani-sekitar
+ - - - -
foramen
stilomastoideus
8
VII. DIAGNOSIS
9
SKALA UGO FISCH
Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi
:
Posisi Nilai Persentase (%) Skor
0, 30, 70, 100
Istirahat 20
Mengerutkan dahi 10
Menutup mata 30
Tersenyum 30
Bersiul 10
Total
Penilaian persentase :
- 0 % : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter
- 30 % : simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke
asimetris komplit daripada simetris normal.
- 70 % : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah
normal
- 100% : simetris, normal/komplit
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di
tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis
multiple (level C).Pemeriksaan elektromiografi (EMG) direkomendasikan untuk
mengetahui laju hantar saraf facialis (level C).
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral dan
perifer. Kelainan sentral dapat merupakan stroke bila disertai deficit neurologis
lainnya dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri kontralateral. Kelainan
perifer yang ditemukan dapat berupa otitis media supuratif dan mastoiditis, herpes
zoster otikus, sindroma Guillain-Barre saat ditemukan adanya paresis bilateral dan
akut, kelainan miastenia gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa gangguan
gerak mata kompleks dan kelemahan otot orbikularis okuli bilateral, tumor serebello-
pontin (tersering) apabila disertai kelainan multi cranial palsy.
10
IX. TERAPI
a) Terapi medikamentosa
Terapi steroid berupa prednison 60 mg selama 10 hari di tapering ( Level A)
b) Terapi operatif
Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi, terapi dekompresi tidak di
rekomendasikan (level C)
c) Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk mengurangi komplikasi
serta memperbaiki prognosis penyakit.
Program Fisioterapi
Pemanasan
1. Pemanasan superfisial dengan infra red.
2. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy
Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat
sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi
penuh).
Edukasi yang diberikan untuk dilakukan di rumah:
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi
wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata :
- Beri obat tetes mata (golongan artificial tears) 3x sehari
- Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari, dan Biasakan
menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur.
X. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy yaitu sinkinesis
merupakan gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul
gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat
memejamkan mata, crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah
11
paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien
keluar pada saat mengkonsumsi makanan, dan clonic facial spasm (hemifacial spasm),
yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock-like) pada wajah yang dapat terjadi pada satu
sisi wajah saja pada stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak
terjadi bersamaan).1,2,3,5
XI. PROGNOSIS
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell’s Palsy: Diagnosis and Management. Am. Fam.
Physician. Chicago. 2007; 76: 997 – 1002.
2. Bough R, Basura G, Ishii L, Drumheller CM, Burkholder R, Deckard N, et all. Clinical
Practice Guideline Summary: Bell’s Palsy from the American Academy of
Otolaryngology—Head and Neck Surgery Foundation (AAOHNSF) Buletine.
http://www.entnet.org/guidelines.
5. Campbell WW. De Jong's The Neurologic Examination. The Facial Nerve. Seventh
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2013, p.247-270.
6. http://www.neurology.org/content/early/2012/11/07/WNL.0b013e318275978c.full.pdf
13
LAPORAN KASUS POLIKLINIK
BELL’S PALSY
Oleh : Kundha Deyaningtyas
Pembimbing :
I. IdentitasPenderita
Nama : Ny. H
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pedurungan, Semarang
Tanggal periksa : 9 April 2015
No CM : 199798
II. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Lagophtalmus okuli dekstra 3 9/4/2015
2 Hipersekresi lakrimalis okuli dekstra3 9/4/2015
3 Paresis n.VII dekstra perifer 4 9/4/2015
4 Bell’s Palsy dekstra 9/4/2015
III. SUBYEKTIF
ANAMNESIS
1. Riwayat penyakit sekarang (Autoanamnesis)
Keluhan Utama : lumpuh separuh wajah kanan
- Onset : ± 3 hari sebelum periksa ke poli Saraf
- Lokasi : separuh wajah sebelah kanan
- Kualitas : dahi kanan tidak dapat dikerutkan, mata kanan tidak dapat menutup,
bibir merot ke kiri
- Kuantitas : aktivitas sehari-hari mandiri
- Kronologis :
± 3 hari sebelum berobat ke poli saraf RSU Kodya, saat bangun tidur, tiba-tiba pasien
merasa bibir merot ke kiri, wajah sebelah kanan kaku dan tebal, alis mata kanan juga tidak
14
bisa diangkat, mata kanan tidak dapat menutup sempurna sehingga terasa agak kering dan
sering mengeluarkan air mata. Telinga berdenging, gembrebeg disangkal, lidah terasa
hambar disangkal. Ketika berkumur, air keluar dari sisi kanan, ketika makan makanan
mengumpul di pipi kanan. Pasien terbiasa tidur dengan sisi tubuh sebelah kanan terpapar
kipas angin sepanjang malam. Keluhan dirasakan tidak membaik, maka pasien berobat ke
poli saraf RSU Kodya. Kelemahan anggota gerak (-), sulit menelan (-), nyeri kepala (-),
muntah (-), pelo (-), tersedak saat makan atau minum (-).
- Faktor yang memperberat :-
- Faktor yang memperingan :-
- Gejala penyerta : mata sebelah kanan sering mengeluarkan air mata
IV. OBYEKTIF
1. Status praesens
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital : TD : 110 / 80 mmHg RR : 20 x/ menit
N : 80 x/ menit t : 36,7o C
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 60 kg
15
BMI : 24,6 kg/m² (normoweight)
2. Status Internus
Kepala : mesosefal
Mata : kongjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, lakrimasi +/-
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), JVP tidak meningkat
Dada
- Jantung : bunyi jantung I, II normal; bising (-), gallop (-)
- Paru : sonor, suara dasar : vesikuler, suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Perut : supel, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : edema (-), turgor cukup
3. Status Psikikus
Cara berpikir : realistik
Perasaan hati : eutimik
Tingkah laku : normoaktif
Ingatan : baik
Kecerdasan : baik
4. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15
Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), simetris (+)
Mata : pupil bulat isokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+, lagoftalmus +/-,
Leher : sikap lurus, pergerakan bebas, kaku kuduk (-), nyeri tekan (-)
Nervi kraniales : paresis N.VII dekstra perifer
Kanan Kiri
Mengerutkan Dahi ↓ +
Menutup Mata ↓ +
Bersiul ↓ +
Tersenyum ↓ +
Motorik Superior Inferior
Gerak : +/+ +/+
Kekuatan : 5.5.5/5.5.5 5.5.5/5.5.5
Tonus : N/N N/N
Trofi : E/E E/E
16
R.Patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : dbn
Vegetatif : dbn
Koordinasi, Gait dan Keseimbangan :
Cara berjalan : Normal
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal :
Tremor : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
Ugo-Fisch Score
Istirahat 20 x 30% = 6
Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3
Menutup mata 30 x 30% = 9
Tersenyum 30 x 30% = 9
Bersiul 10 x 30% = 3
TOTAL 30
(derajat sedang berat)
Mengerutkan
Istirahat Menutup mata Tersenyum Bersiul
dahi
17
V. Ringkasan :
Subyektif :
Seorang wanita, 36 tahun, datang ke poli Saraf RSU Kodya dengan paresis n. VII dextra.
± 3 hari, mendadak os asimetri wajah kanan, hiperlakrimasi okuli dekstra perifer. Riwayat
terpapar kipas angin (+).
Obyektif :
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran : GCS :E4M6V5 = 15; TD: 110/80 mmHg
Nn.cranialis : paresis N.VII dekstra perifer
VI. Diagnosis
18
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Tanggal 19 April 2015 (Kontrol ke-2, Hari Onset ke-13, Hari Pengobatan ke-10)
S : asimetri wajah ↓
O : KU : baik, GCS E4M6V5 = 15
20
Ugo-Fisch Score
Istirahat 20 x 70% = 14
Mengerutkan dahi 10 x 100% = 10
Menutup mata 30 x 100% = 30
Tersenyum 30 x 100% = 30
Bersiul 10 x 70% = 7
TOTAL 91
(Derajat ringan)
Mengerutkan
Istirahat Menutup mata Tersenyum Bersiul
dahi
A: Tetap
P: Dx : -
Tx :
- Methyl prednisolone ↓ 16/12 jam mg (po) selama 2 hari
- Methyl prednisolone ↓ 8 mg/12 jam (po) selama 2 hari
- Methyl prednisolone ↓ 4 mg/12 jam (po) selama 2 hari
- Methyl prednisolone ↓ 4 mg/24 jam (po) selama 2 hari kemudian stop
- Ranitidin 150 mg/12 jam (po)
- Mecobalamin 500 μg/12 jam (po)
Mx :-
Ex : Menjelaskan kepada penderita tentang pentingnya latihan di rumah dan
fisioterapi serta pemberian informasi mengenai cara dan aturan minum obat.
21
BAGAN ALUR
22
DECISION MAKING
23
24