Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 2 BULAN


DENGAN DIARE AKUT

Disusun Oleh:
Fernando Sugiarto Soejono (406161001)

Pembimbing:
Dr. Abdul Hakam, Msi.Med,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 9 JANUARI 2017 – 18 MARET 2017
LAPORAN KASUS

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Seorang Anak Laki-laki Usia 2 bulan dengan Diare Akut

Telah didiskusikan tanggal:


Maret 2017

Pembimbing

Dr. Abdul Hakam, Msi.Med,Sp.A

Pelapor

Fernando Sugiarto Soejono


(406161001)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 9 JANUARI 2017 – 18 MARET 2017

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M. Arfan Wahyu
Lahir : 20 November 2016
Umur : 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 2


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Alamat : Margorejo 04/09 Dawe - Kudus


Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Dirawat di : Bougenville 2 Kamar G7
No. RM : 751943
Tanggal masuk RS : 12 Februari 2017
Tanggal kasus diberikan : 12 Februari 2017
Tanggal anamnesis dan pemeriksaan : 13 Februari 2017 – 16 Februari 2017
Tanggal pulang : 16 Februari 2017

B. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesa terhadap ibu pasien pada tanggal 13 Februari 2017 pukul 12.00
WIB di ruang perawatan - Bangsal Bougenville 2 kamar G7.

» Keluhan Utama
BAB cair.

» Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus pada tanggal 12 Februari
2017 pukul 19.45 dengan keluhan BAB cair sejak semalam, sebanyak lebih dari 10 kali
dalam sehari, sedikit-sedikit dan banyaknya diare tdk sampai 1 gelas belimbing. Tinja
berwarna kekuningan bercampur hijau, cair tanpa ampas. berbau sedikit amis, dan tidak
didapatkan lendir maupun darah dalam tinja. Pasien mengalami diare yg tdk hilang
timbul. Ibu pasien tdk mengetahui penyebab diare yg di alami pasien.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien kembung (+). Pasien tidak ada muntah.
Pasien sehari-hari minum ASI, dan sudah diberikan makanan pendamping ASI berupa
susu formula. Pasien awal mula tidak diare saat diberikan susu formula, tetapi pada tgl 11
Februari mengalami diare begitu di beri minum susu formula. Pasien menjadi lebih rewel.
BAK dalam batas normal, air mata masih dapat keluar ketika pasien menangis.
Keluhan seperti batuk, pilek, adanya bintik-bintik ataupun bercak-bercak merah,
alergi makanan, riwayat pemberian obat-obatan disangkal oleh ibu pasien.

» Riwayat Pengobatan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 3


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

- Pasien telah diberi obat untuk diare dari puskesmas berupa puyer tetapi pasien tidak
tahu nama obatnya

» Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat ISPA : disangkal

» Riwayat Penyakit Keluarga


- Disangkal

» Riwayat Prenatal
- Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke Bidan dan
puskesmas serta tidak terdapat masalah dalam kehamilannya.

» Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua dalam keluarga, dan lahir secara spontan per-vaginam
dengan bantuan Bidan Rumah Sakit.
- Usia dalam kandungan : 40 minggu
- Berat badan : 3000 gram
- Panjang badan : 38 cm
- Lingkar kepala : ibu pasien tidak ingat
- Lingkar dada : ibu pasien tidak ingat
- Lahir langsung menangis
- Tanpa cacat bawaan, anus (+)

» Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat badan : 6,4 kg

Panjang Badan : 60 cm

Usia : 2 bulan

IMT : BB = 6,4 = 17,77 kg/m2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 4


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

` TB2 (0,6)2
BMI-for-age : diantara median ( normal )

Perkembangan
• Sudah dapat duduk sendiri
• Sudah dapat berdiri tanpa berpegangan
• Mengucapkan “ibuk” dan “bapak”
• Gangguan perkembangan mental tidak ada
Psikomotor
• Tengkurap : Usia 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
• Duduk dengan dibantu : Usia 7 bulan (normal: 6-9 bulan)
• Berdiri dengan dibantu : Usia 10 bulan (normal: 9-12 bulan)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 5


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

• Berdiri sendiri : Usia 12 bulan (normal: 12-18 bulan)


• Kesan : pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal sesuai usia

» Antropometri :
- Berat Badan : 6,4 kg
- Panjang Badan : 60 cm
WHO Child Growth Standards for Girls, Birth to 2 years (z-scores)
- Length-for-age : median (normal)

- Weight-for-age: median ( normal )

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 6


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Weight-for-length : median (normal)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 7
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

»
»
»
»
»
»
»
»
»

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 8


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

» Riwayat Gizi
» ASI : Diberikan sejak lahir sampai sekarang
» Susu Formula : Diberikan sejak usia 2 bulan sampai sekarang
» Makanan : Sudah diberikan bubur sejak usia 2 bulan

» Riwayat Imunisasi
Ibu tidak membawa KMS-nya, namun ibu mengaku bahwa anaknya sudah mendapat
imunisasi sesuai jadwal di Posyandu hingga usia 1 bulan dan belum mendapat imunisasi
di usia 2 bulan dikarenakan sedang terkena diare.

Usia Vaksin yang didapatkan


0 Hepatitis B dan polio
1 Hepatitis B , BCG
2 Polio dan DPT
4 Polio dan DPT
6 Hepatitis B, polio, dan DPT
9 Campak

» Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu dan kakaknya. Ayahnya bekerja sebagai
pedagang, sedangkan Ibunya adalah ibu rumah tangga. Pasien berasal dari keluarga
dengan kesan ekonomi menengah ke bawah, dengan biaya perawatan menggunakan
BPJS.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 9


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Februari – 16 Februari 2017 di ruang perawatan G7 - Bangsal
Bougenville 2.

13 Februari 2017 14 Februari 2017 15 Februari 2017 16 Februari 2017


Tampak sakit Tampak sakit Tampak sakit Baik (lemas)
Keadaan umum
sedang sedang sedang
Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis Compos Mentis
Tekanan darah - - - -
Nadi 130x/menit 125x/menit 129x/menit 130x/menit
32x/menit
Laju napas 36x/menit 32x/menit 28x/menit
36°C
Suhu 38.0°C 37.8°C 37.2°C

SpO2 99% 98% 98% 99%

» Tanggal pemeriksaan 13 Feruari 2017 :


Kepala
Bentuk dan Ukuran Normosefali, ubun-ubun cekung (-)
Rambut Warna hitam, distribusi merata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil: isokor,
Mata diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+), air mata (+/+), mata cekung (-/-)
Telinga Bentuk normal, pembesaran KGB retroaurikula (-)
Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), pernapasan
Hidung
cuping hidung (-)
Mulut Bibir kering (-), mukosa mulut kering (-), lidah kering (-)
Leher Trakea letak di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

Thorax : Paru
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi Simetris saat inspirasi dan Simetris saat inspirasi dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 10


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

ekspirasi, retraksi suprasternal (-),


retraksi intercostal (-), retraksi ekspirasi
subcostal (-)
Stem fremitus kanan dan kiri Stem fremitus kanan dan
simetris, pergerakan napas kiri simetris, pergerakan
Palpasi
simetris, tidak terdapat adanya napas simetris, tidak
benjolan terdapat adanya benjolan
Perkusi Sonor Sonor
Suara dasar vesikuler (+), Suara dasar vesikuler (+),
Auskultasi
Wheezing (-), Ronkhi (-) Wheezing (-), Ronkhi (-)

Jantung
Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak tampak
ictus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis
Perkusi
sinistra
Batas atas : ICS III linea parastrenalis sinistra
Palpasi Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi Tampak datar
Supel, hepar dan lien tidak teraba. Turgor kulit kembali
Palpasi
lambat (+)
Perkusi Hipertimpani pada semua kuadran
Auskultasi Bising usus (+) meningkat 32x permenit

Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
CTR > 2 detik -/- -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
» Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 11


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 12 Februari 2017

NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin L 10.5 g/dL 11.5 – 13.5

Eritrosit L 3.83 jt/ul 3.9 – 5.9

Hematokrit L 30.8 % 34 – 40

Trombosit 347 10^3/ul 150 – 400

Lekosit 10.4 10^3/ul 6.0 – 17.0

Netrofil L 38.8 % 50 – 70

Limfosit H 51.4 % 25 – 40

Monosit 7.7 % 2–8

Eosinophil L 1.7 % 2–4

Basofil 0.2 % 0–1

MCH 27.4 pg 27.0 – 31.0

MCHC 34.1 g/dL 33.0 – 37.0

MCV 80.4 fL 79.0 – 99.0

RDW 12.9 % 10.0 – 15.0

MPV 9.7 fL 6.5 – 11.0

PDW L 9.0 fL 10.0 – 18. 0

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 12


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

E. DIAGNOSA

DIAGNOSA BANDING

* Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi ringan-sedang

* Diare akut tipe sekretorik dengan dehidrasi ringan-sedang

* Diare akut tipe invasif dengan dehidrasi ringan-sedang

DIAGNOSIS KERJA

Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi ringan-sedang

F. PENATALAKSANAAN

* Pemberian RL 8 tpm

* Zinc 1 x 1 tablet (20 mg)

* L Bio 1 x 1 Sachet

G. EDUKASI

Edukasi ibu:

» Mengusahakan penyediaan makanan dan minuman yang diolah secara bersih, serta alat
makan dan minum yang bersih (contohnya botol susu).
» Menghindari anak dari memasukkan benda-benda yang kotor ke dalam mulut.

» Memberikan makanan bergizi sesuai dengan kebutuhan anak.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 13


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

» Jangan berikan susu formula dalam jangka waktu dekat ini sampai usia 4 bulan. Jika
sudah usia 4 bulan dan ke atas baru di berikan MP-ASI

H. PROGNOSIS
» Ad vitam : bonam
» Ad fungsionam : bonam
» Ad sanationam : bonam

CATATAN KEMAJUAN

13 Februari 2017 14 Februari 2017


S Keluarga pasien mengatakan BAB Keluarga pasien mengatakan BAB cair (+)
cair (+) sebanyak 10 kali, warna sebanyak ± 4 kali, warna kuning
kekuningan bercampur hijau, cair (+), kecoklatan bercampur hijau, cair kadang
lendir (-), darah (-), lemas (+), panas ada ampas (+), lendir (-), darah (-), lemas
(-), muntah (-), minum (+) menyusu (+), panas (-), muntah (-) ,menyusu (+),
kuat, rewel (+), BAK dalam batas rewel (+), BAK dalam batas normal
normal

O Kesadaran compos mentis, tampak Kesadaran compos mentis, tampak sakit


sakit sedang sedang

Nadi: 130x/menit Nadi: 125x/menit

RR: 36x/menit RR: 32x/menit

Suhu: 38.0 °C Suhu: 37.8 °C

SpO2: 99% SpO2: 98%

Kepala, hidung, mulut, leher Kepala, hidung, mulut, leher


Normocephal, secret (-/-), bibir Normocephal, secret (-/-), bibir kering (-),
kering (-), sianosis (-), simetris (+), sianosis (-), simetris (+), pembesaran

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 14


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

pembesaran kelenjar (-) kelenjar (-)

Mata: Mata:

Mata cekung (-/-), oedem palpebra Mata cekung (-/-), oedem palpebra (-/-),
(-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
ikterik (-/-)
Kulit:
Kulit:
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit baik
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit
Thorax:
baik

Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)


Thorax:
Paru: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
Cor: BJ I-II regular, murmur (-), wheezing (-/-)
gallop (-) Paru: SD vesikuler (+/+),
Abdomen:
rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Supel, bising usus (+) meningkat, nyeri


Abdomen:
tekan epigastrium (-), hipertimpany
Supel, bising usus (+) meningkat,
Ekstremitas:
nyeri tekan epigastrium (-),
hipertimpany
Akral hangat +/ +/ +/ +

Ekstremitas:

Akral hangat +/ +/ +/ +

A Diare akut tipe osmotik dengan Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi
dehidrasi ringan sedang ringan sedang

P * Infuse RL 8 tpm * Infuse RL 8 tpm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 15


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

* Zinc 1 x 1 tablet * Zinc 1 x 1 tablet

* L Bio 1 x 1 * L Bio 1 x 1

15 Februari 2016 16 Februari 2017


S Keluarga pasien mengatakan BAB cair (+) Keluarga pasien mengatakan BAB cair (-)
& sdh ada ampas (+), warna tinja warna tinja kekuningan, lendir (-), darah
kekuningan, BAB 2x cair bercampur (-), lemas (+), panas (-), muntah (-), minum
ampas, lendir (-), darah (-), lemas (+), (+) kuat, BAK dalam batas normal
panas (-), muntah (-), minum (+), BAK
dalam batas normal

O Kesadaran compos mentis, tampak sakit Kesadaran compos mentis


sedang
Nadi: 130x/menit
Nadi: 129x/menit
RR: 32x/menit
RR: 28x/menit
Suhu: 36°C
Suhu: 37.2 °C
SpO2: 99%
SpO2: 98%
Kepala, hidung, mulut, leher
Kepala, hidung, mulut, leher Normocephal, secret (-/-), bibir kering (-),
Normocephal, secret (-/-), bibir kering (-), sianosis (-), simetris (+), pembesaran
sianosis (-), simetris (+), pembesaran kelenjar (-)
kelenjar (-)
Mata:
Mata:
Mata cekung (-/-), oedem palpebra (-/-),
Mata cekung (-/-), oedem palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Kulit:
Kulit:
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit baik
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit baik
Thorax:
Thorax:
Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 16
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
Paru: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen:
Abdomen:
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-), tympany
epigastrium (-), tympany
Ekstremitas:
Ekstremitas:
Akral hangat +/ +/ +/ +
Akral hangat +/ +/ +/ +

A Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi
ringan sedang ringan sedang

P * Inf RL 8 tpm * Inf RL 8 tpm

* Zinc 1 x 1 tablet * Zinc 1 x 1 tablet

* L Bio 1 x 1 * L Bio 1 x 1

TINJAUAN PUSTAKA

DIARE

DEFINISI

Diare adalah buang air besar yang lebih sering dengan konsistensi cair dari biasanya, dan
terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 17


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang
berlangsung < 14 hari. (Buku Ajar IKA Undip, 2011)

EPIDEMIOLOGI

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.

ETIOLOGI

Berdasarkan sumber dari Buku Saku Petugas Kesehatan dari Departemen Kesehatan RI,
etiologi diare akut dibagi atas enam golongan:

1. Infeksi

a. Bakteri :

 Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens,


Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

b. Virus :

 Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

c. Parasit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 18


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris


trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

2. Malabsorpsi

- Defisiensi disakaridase

- Malabsorbsi glukosa – galaktosa

- Cystic fibrosis

- Cholestosis

- Celiac disease

3. Alergi

- Alergi susu sapi

4. Keracunan

- Logam berat

- Jamur

5. Imunodefisiensi

- Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.

6. Lain-lain

- Infeksi non GI

- Gangguan motilitas usus

CARA PENULARAN

Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal yaitu melalui:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 19


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

1. Makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen,


2. Kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar
tinja penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris maka
terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja),
finger (jari tangan), and fly (lalat).

FAKTOR RISIKO

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

 Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan
tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.

 Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 20


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia),
diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.

 Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.

KLASIFIKASI

Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Berdasarkan lamanya diare:

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.
(Suraatmaja, 2007).

2. Berdasarkan derajat dehidrasi:

a. Dehidrasi berat

b. Dehidrasi ringan-sedang

c. Tanpa dehidrasi

3. Berdasarkan patofisiologi:

a. Diare sekresi (secretory diarrhea)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 21


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

b. Diare osmotik (osmotic diarrhea)

PATOFISIOLOGI

Patogenesis diare karena virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara
selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus. Hal ini
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang, sehingga fungsinya belum baik.
Villus mengalami atrofi sehingga tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan menjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menyebabkan terjadinya diare osmotik.

Infeksi virus selektif pada diare rotavirus menyebabkan:

1. Ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi

2. Malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi pada dasarnya adalah sama, bedanya pada bakteri dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu
(Alfa):

1) Diare sekretorik

2) Diare invasif/dysentriform diarrhae

3) Diare osmotik

Diare Sekretorik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 22


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah akibatnya penderita cepat jatuh
ke dalam keadaan dehidrasi.

Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang
dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.

Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio
biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)
penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

Diare Invasif

Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus
sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh
Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba).
Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering
disebut sebgai dysentriform diarrhea.

Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini
akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi
diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus
besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam
mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai
dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.

Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya BAB sering
tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-
kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan
meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 23


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Diare Osmotik

Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.

Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh
enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.

Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut
penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan
klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk
sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang
mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.

Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak
seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat
anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan
klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat
defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan
kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.

MANIFESTASI KLINIK

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 24


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.

Pasien dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan/ sedang dan dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

- Lama diare, frekuensi diare dalam sehari, warna dan konsentrasi tinja, lendir dan darah
dalam tinja

- Muntah dan rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung

- Jumlah cairan yang masuk selama diare

- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi makanan
yang tidak biasa

- Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

2. Pemeriksaan Fisik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 25


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi
dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)

b. Kesimpulan derajat dehidrasi pasien ditentukan dari adanya 1 gejala kunci (yang diberi tanda
bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.

Penunjang

- Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis

- Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 26


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau


 Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

 Kimia : pH, elektrolit (Na,K, HCO3)

 Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit

TATALAKSANA

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
LINTAS DIARE yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Edukasi kepada orang tua/pengasuh

1) Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
merupakan cairan yang terbaik bagi pasien diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila pasien
tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 27


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :


o Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

o Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan

o Keadaan umum baik, sadar

o Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata


ada, mukosa mulut dan bibir basah.

o Turgor abdomen baik, bising usus normal.

o Akral hangat

o Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat


badan)

o Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda


tambahan

o Keadaan umum gelisah atau cengeng

o Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata


kurang, mukosa dan bibir sedikit kering

o Turgor kurang, akral hangat

o Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

o Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda


tambahan

o Keadaan umum lemah, letargi atau koma

o Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata


tidak ada, mukosa dan bibir sangat kering

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 28


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

o Turgor sangat kurang, akral dingin

o Pasien harus rawat inap

a. Diare tanpa dehidrasi

cairan rehidrasi oral (CRO) dengan oralit formula baru diberikan 5-10 ml/kgBB
setiap kali diare cair

 Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret (50-100 ml)
 Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

 Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

 Dapat dirawat dirumah kecuali terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah
terus menerus)

b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang

CRO hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti


kehilangan cairan yang telah terjadi dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi.

Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi makanan
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui NGT. Berikan RL
atau KaEN 3B atau NaCL dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 29


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Pasien dipantau di Puskesmas/rumah sakit selama proses rehidrasi sambil memberi


edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua

c. Diare dengan dehidrasi berat

Pasien diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus. (Kemenkes RI, 2011)

- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgBB
berdasarkan umur:
o Umur < 12 bulan = 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya

o Umur >12 bulan = 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70


ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

o Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses dehidrasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 30


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan.

Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1
sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti (Juffrie, 2010).

2) Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare
(Kemenkes RI, 2011).

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 31


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

 Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).

3) Pemberian ASI/makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada pasien terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit
dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).

4) Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada pasien diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).

Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan
ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).

5) Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita
harus diberi nasehat tentang:

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah


2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 32


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari.

3. Memberitahukan tentang langkah pencegahan diare:

a. ASI tetap diberikan

b. Kebersihan peorangan

c. Cuci tangan sebelum makan

d. Kebersihan lingkungan, BAB di jamban

e. Imunisasi campak

f. Memberikan makanan penyapihan yang benar

g. Penyediaan air minum yang bersih

h. Selalu memasak makanan

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis.

Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 33


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
LAPORAN KASUS

o Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau


o Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

o Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)

o Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut

o Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta:


Departement Kesehatan R.I PPM & PLP.2009
2. Juffrie, M. Soenarto, S. Oswari, H. Dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI: 2015. Hal. 87-
118

3. The Treatment of Diarrhoea. A Manual for Physicians and Other Seniors Health
Workers. WHO: 2005. [Cited January 1, 2017]. Available from:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/

4. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17 th edition. International Edition.


Saunders 2004. P 1239-1241

5. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela. 2011.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 34


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai