Disusun Oleh:
Fernando Sugiarto Soejono (406161001)
Pembimbing:
Dr. Abdul Hakam, Msi.Med,Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Pembimbing
Pelapor
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M. Arfan Wahyu
Lahir : 20 November 2016
Umur : 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
B. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesa terhadap ibu pasien pada tanggal 13 Februari 2017 pukul 12.00
WIB di ruang perawatan - Bangsal Bougenville 2 kamar G7.
» Keluhan Utama
BAB cair.
» Riwayat Pengobatan
- Pasien telah diberi obat untuk diare dari puskesmas berupa puyer tetapi pasien tidak
tahu nama obatnya
» Riwayat Prenatal
- Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke Bidan dan
puskesmas serta tidak terdapat masalah dalam kehamilannya.
» Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua dalam keluarga, dan lahir secara spontan per-vaginam
dengan bantuan Bidan Rumah Sakit.
- Usia dalam kandungan : 40 minggu
- Berat badan : 3000 gram
- Panjang badan : 38 cm
- Lingkar kepala : ibu pasien tidak ingat
- Lingkar dada : ibu pasien tidak ingat
- Lahir langsung menangis
- Tanpa cacat bawaan, anus (+)
` TB2 (0,6)2
BMI-for-age : diantara median ( normal )
Perkembangan
• Sudah dapat duduk sendiri
• Sudah dapat berdiri tanpa berpegangan
• Mengucapkan “ibuk” dan “bapak”
• Gangguan perkembangan mental tidak ada
Psikomotor
• Tengkurap : Usia 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
• Duduk dengan dibantu : Usia 7 bulan (normal: 6-9 bulan)
• Berdiri dengan dibantu : Usia 10 bulan (normal: 9-12 bulan)
» Antropometri :
- Berat Badan : 6,4 kg
- Panjang Badan : 60 cm
WHO Child Growth Standards for Girls, Birth to 2 years (z-scores)
- Length-for-age : median (normal)
»
»
»
»
»
»
»
»
»
» Riwayat Gizi
» ASI : Diberikan sejak lahir sampai sekarang
» Susu Formula : Diberikan sejak usia 2 bulan sampai sekarang
» Makanan : Sudah diberikan bubur sejak usia 2 bulan
» Riwayat Imunisasi
Ibu tidak membawa KMS-nya, namun ibu mengaku bahwa anaknya sudah mendapat
imunisasi sesuai jadwal di Posyandu hingga usia 1 bulan dan belum mendapat imunisasi
di usia 2 bulan dikarenakan sedang terkena diare.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Februari – 16 Februari 2017 di ruang perawatan G7 - Bangsal
Bougenville 2.
Thorax : Paru
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi Simetris saat inspirasi dan Simetris saat inspirasi dan
Jantung
Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak tampak
ictus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis
Perkusi
sinistra
Batas atas : ICS III linea parastrenalis sinistra
Palpasi Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Tampak datar
Supel, hepar dan lien tidak teraba. Turgor kulit kembali
Palpasi
lambat (+)
Perkusi Hipertimpani pada semua kuadran
Auskultasi Bising usus (+) meningkat 32x permenit
Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
CTR > 2 detik -/- -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
» Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin L 10.5 g/dL 11.5 – 13.5
Hematokrit L 30.8 % 34 – 40
Netrofil L 38.8 % 50 – 70
Limfosit H 51.4 % 25 – 40
E. DIAGNOSA
DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSIS KERJA
F. PENATALAKSANAAN
* Pemberian RL 8 tpm
* L Bio 1 x 1 Sachet
G. EDUKASI
Edukasi ibu:
» Mengusahakan penyediaan makanan dan minuman yang diolah secara bersih, serta alat
makan dan minum yang bersih (contohnya botol susu).
» Menghindari anak dari memasukkan benda-benda yang kotor ke dalam mulut.
» Jangan berikan susu formula dalam jangka waktu dekat ini sampai usia 4 bulan. Jika
sudah usia 4 bulan dan ke atas baru di berikan MP-ASI
H. PROGNOSIS
» Ad vitam : bonam
» Ad fungsionam : bonam
» Ad sanationam : bonam
CATATAN KEMAJUAN
Mata: Mata:
Mata cekung (-/-), oedem palpebra Mata cekung (-/-), oedem palpebra (-/-),
(-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
ikterik (-/-)
Kulit:
Kulit:
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit baik
Petekie (-), sianosis (-), turgor kulit
Thorax:
baik
Ekstremitas:
Akral hangat +/ +/ +/ +
A Diare akut tipe osmotik dengan Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi
dehidrasi ringan sedang ringan sedang
* L Bio 1 x 1 * L Bio 1 x 1
Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
Paru: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen:
Abdomen:
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-), tympany
epigastrium (-), tympany
Ekstremitas:
Ekstremitas:
Akral hangat +/ +/ +/ +
Akral hangat +/ +/ +/ +
A Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi Diare akut tipe osmotik dengan dehidrasi
ringan sedang ringan sedang
* L Bio 1 x 1 * L Bio 1 x 1
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
DEFINISI
Diare adalah buang air besar yang lebih sering dengan konsistensi cair dari biasanya, dan
terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare
didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang
berlangsung < 14 hari. (Buku Ajar IKA Undip, 2011)
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Berdasarkan sumber dari Buku Saku Petugas Kesehatan dari Departemen Kesehatan RI,
etiologi diare akut dibagi atas enam golongan:
1. Infeksi
a. Bakteri :
b. Virus :
c. Parasit
2. Malabsorpsi
- Defisiensi disakaridase
- Cystic fibrosis
- Cholestosis
- Celiac disease
3. Alergi
4. Keracunan
- Logam berat
- Jamur
5. Imunodefisiensi
6. Lain-lain
- Infeksi non GI
CARA PENULARAN
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal yaitu melalui:
FAKTOR RISIKO
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan
tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia),
diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
KLASIFIKASI
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.
(Suraatmaja, 2007).
a. Dehidrasi berat
b. Dehidrasi ringan-sedang
c. Tanpa dehidrasi
3. Berdasarkan patofisiologi:
PATOFISIOLOGI
Patogenesis diare karena virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara
selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus. Hal ini
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang, sehingga fungsinya belum baik.
Villus mengalami atrofi sehingga tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan menjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menyebabkan terjadinya diare osmotik.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi pada dasarnya adalah sama, bedanya pada bakteri dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik.
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu
(Alfa):
1) Diare sekretorik
3) Diare osmotik
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah akibatnya penderita cepat jatuh
ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang
dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio
biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)
penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus
sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh
Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba).
Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering
disebut sebgai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini
akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi
diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus
besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam
mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai
dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya BAB sering
tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-
kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan
meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh
enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut
penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan
klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk
sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang
mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak
seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat
anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan
klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat
defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan
kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
MANIFESTASI KLINIK
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa
diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Pasien dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan/ sedang dan dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Lama diare, frekuensi diare dalam sehari, warna dan konsentrasi tinja, lendir dan darah
dalam tinja
- Muntah dan rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi makanan
yang tidak biasa
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi
dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
b. Kesimpulan derajat dehidrasi pasien ditentukan dari adanya 1 gejala kunci (yang diberi tanda
bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.
Penunjang
- Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis
Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit
TATALAKSANA
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
LINTAS DIARE yaitu:
4. Antibiotik Selektif
1) Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
merupakan cairan yang terbaik bagi pasien diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila pasien
tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
o Akral hangat
cairan rehidrasi oral (CRO) dengan oralit formula baru diberikan 5-10 ml/kgBB
setiap kali diare cair
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret (50-100 ml)
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Dapat dirawat dirumah kecuali terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah
terus menerus)
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi makanan
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui NGT. Berikan RL
atau KaEN 3B atau NaCL dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
Pasien diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus. (Kemenkes RI, 2011)
- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgBB
berdasarkan umur:
o Umur < 12 bulan = 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
o Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses dehidrasi
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan.
Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1
sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti (Juffrie, 2010).
2) Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare
(Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
3) Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada pasien terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit
dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada pasien diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan
ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).
5) Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita
harus diberi nasehat tentang:
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
b. Kebersihan peorangan
e. Imunisasi campak
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis.
o Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
3. The Treatment of Diarrhoea. A Manual for Physicians and Other Seniors Health
Workers. WHO: 2005. [Cited January 1, 2017]. Available from:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/