Anda di halaman 1dari 26

7.

FISIKA ATOM

7.1. PANJANG GELOMBANG PARTIKEL

Postulat Bohr menyatakan bahwa orbit-orbit yang diperkenankan untuk


ditempati elektron adalah orbit yang momentum angulernya merupakan kelipatan
konstanta Planck dibagi 2л.
h
mvr  n (7.1)
2

n = bilangan kuantum utama (menunjukkan nomor kulit atom atau lintasan


elektron mengelilingi inti)
Postulat itu dikemukakan dengan tujuan untuk melengkapi suatu teori agar
sesuai dengan fakta hasil eksperimen. Persamaan diatas memperlihatkan bahwa
momentum sudut (anguler) terkuantisasi untuk n = 1, 2, 3, ...
Anda telah mengetahui bahwa partikel yang bergerak, selain berkelakuan
sebagai paertikel, juga berkelakuan sebagai gelombang. Salah satu ciri gelombang
adalah mempunyai panjang gelombang (λ). Menurut Louise de Broglie, panjang
gelombang partikel yang bergerak adalah
h
 , (7.2)
mv

sehingga kedua persamaan tadi dapat digabungkan menjadi :

n  2  r

n = bilangan kuantum utama


λ = panjang gelombang de Broglie
r = jari-jari atom

7.1.1. Panjang gelombang deret hidrogen

Pengamatan garis spektrum yang ditimbulkan oleh atom suatu gas merupakan
kunci bagi penyelidikan struktur atom gas itu. Unsur yang paling sederhana dalam alam
ialah atom hidrogen. Gas hidrogen bila dipijarkan akan memancarkan sekumpulan gas
terang atau garis pancaran dengan jarak antar garis satu dan lainnya yang menunjukkan
suatu keteraturan tertentu. Panjang gelombang ini ditemukan dalam berbagai daerah
yaitu deret Lyman (m=1) pada daerah ultraviolet, deret Balmer (m=2) pada daerah
cahaya tampak, dan deret Paschen (m=3), Bracket (m=4) dan Pfund (m=5) pada daerah
inframerah. Panjang gelombang kumpulan garis ini mengikuti hukum:

1  1 1 
R 2  2 (7.3)
 m n 

λ = panjang gelombang (cm)


R = tetapan Rydberg (109 678)
m = daerah gelombang
n = bilangan bulat yang menyatakan bilangan garis

Pada deret Lyman, garis pertama spektrum hidrogen (Hα) nilai n = 2 , garis
kedua (Hβ) nilai n = 3, garis ketiga (Hγ) nilai n = 4 dan seterusnya. Demikian pula pada
deret Balmer, n = 3,4,5, dst. Pada deret Paschen n = 4,5,6 dst, pada deret Bracket n =
5,6,7 dst dan pada deret Pfund n = 6,7,8 dst.

7.2. ENERGI ELEKTRON

Energi total elektron dapat dirumuskan

e2
E  k (7.4)
2

E = energi total elektron (J)


1
k =  8,988  10 9 Nm 2 C  2
40
e = muatan elektron = 1,60 x 10-19 C
r = jari-jari lintasan elektron (m)

Sedangkan energi total elektron pada suatu orbit dengan nomor atom Z
dirumuskan menjadi

13,6 Z 2
En   eV (7.5)
n2

Dengan n adalah bilangan kuantum utama orbit electron. Energi dapat dikonversi
dalam joule dengan hubungan 1 eV = 1,6 x 10-19 J.
Untuk sembarang atom pada suatu kulit, energi elektronnya dapat dituliskan sebagai :
13,6
E   2 eV (7.6)
n

Tanda minus disini adalah tanda dari gaya ikat, bukan nilai negatif.

Dengan energi eksitasi dari kulit n = 1 ke kulit n = 2 yaitu


E  E2  E1

 1  1 
E   2  13,6   2  13,6  eV
2  1 

E  10,2 eV

Adapun panjang gelombang foton yang dipancarkan dapat dicari dengan rumus
Planck

Astronomi dan Astrofisika 2


c
Eh

7.3. JARI-JARI LINTASAN ELEKTRON


Jari-jari lintasan elektron dapat ditentukan dengan rumus
rn  n 2 r1 dengan r1= 0,53 Ǻ (7.7)

Sehingga perbandingan jari-jari lintasan elektron pada setiap orbit adalah


r1 : r2 : r3 : ...  11 : 2 2 : 33 : ...

7.4. FISIKA INTI

A. Partikel Penyusun Atom


Penulisan umum suatu unsur dapat dituliskan sebagai berikut
A
Z X
X = simbol atom
Z = nomor atom, menunjukkan banyaknya proton atau elektron
A = nomor massa, menunjukkan jumlah proton dan neutron
A–Z = banyaknya neutron

partikel Massa diam (kg) sma MeV


proton 1,67265 x 10-27 1,007276 938,3

Astronomi dan Astrofisika 3


neutron 1,67495 x10-17 1,008665 939,6
elektron 9,110 x10-31 0,000549 0,510

Partikel-partikel dasar

partikel lambang

proton 1
1 p, 11H 
neutron 1
0 n

elektron 0
1 e
beta , 0
1 e
positron  , 0
1 e
alpha  , 24He 2
photon 

neutrino 

muon 

B. Partikel Elementer

Seluruh bentuk materi di alam semesta tersusun dari tiga kelas partikel
elementer, yaitu quark, lepton dan boson. Selain itu terdapat juga partikel
elementer hipotetik, yang belum dapat dibuktikan keberadaannya secara
eksperimental. Quark terdiri dari enam variasi, yaitu up, down, charm, strange,
top, dan bottom serta antipartikelnya masing-masing. Quark juga memliki muatan
warna yang terdiri dari tiga variasi yang diberi label “biru”, “hijau” dan “merah”.
Kelas lepton terdiri dari elektron, muon, tau, neutrino elektron, neutrino muon,
dan neutrino tau, beserta antipartikelnya masing-masing.
Kelas boson merupakan kelas dari partikel elementer yang membawa
interaksi dasar, yaitu photon (elektromegnet), gluon (interaksi kuat), serta W± dan
Z (interaksi lemah). Kelas quark dan lepton memiliki spin pecahan (1/2) dan
mematuhi distribusi Fermi dan asas ekslusi Pauli, sehingga disebut juga Fermion,
berbeda dengan boson yang memiliki spin integer.
Partikel-partikel elementer tadi dapat bergabung membentuk partikel
komposit. Partikel komposit yang umum adalah hadron, yang terbentuk dari tiga
macam quark dengan muatan warna berbeda (totalnya nol) disebut baryon, dan
yang terbentuk dari quark-colour dan quark-anticolour-nya disebut meson.
Proton dan neutron merupakan contoh dari baryon. Proton tersusun dari dua quark

Astronomi dan Astrofisika 4


up dan satu quark down sehingga muatannya +1, sedangkan neutron tersusun dari
satu quark up dan dua quark down sehingga muatannya 0. Ketiga quark yang
menyusun baryon diikat oleh gluon, yang berkontribusi menahan quark dan
memberikan kontribusi massa yang besar pada baryon.

Gambar 7.1 Diagram yang menggambarkan tiga kelas partikel elementer.

C. Satuan Massa Atom


1
Satu satuan massa atom (sma) didefinisikan sama dengan massa isotop
16
16 1 12
oksigen yang paling ringan 8 O atau sama dengan massa isotop karbon 6 O.
12
1 sma = 1,66 x 10-27 kg
1 sma = 931 MeV (MeV = mega elektron volt)
Dengan bilangan Avogadro, kesetaraan 1 sma dapat diturunkan sebagai berikut,
1 sma = massa 1 mol oksogen dibagi N0 (bilangan Avogadro)
1
  1,66  10  24 g
6,03  10 23

 1,66  10  27 kg
Mengingat 1 eV = 1,6 x 10-19 joule maka
1 sma setara dengan 1,66 x 10-27 (3 x 108)2 Joule ( E  mc 2 )
1 sma  1,49  10 10 joule
1,48  10 10
 eV
1,6  10 19
 931  10 6 eV
 931 MeV

Astronomi dan Astrofisika 5


D. Gaya Ikat Inti

Inti atom nukleon tersusun atas proton dan neutron. Proton bermuatan positif,
namun nukleon tidak pecah karena gaya tolak-menolak antara muatan sejenis. Ini
disebabkan karena adanya gaya ikat inti.
Massa inti atom stabil selalu lebih kecil dari jumlah massa proton dan neutron
pembentuknya. Contohnya adalah massa inti helium 24 He adalah 4,0026 sma. Inti
helium terdiri atas dua proton dan dua elektron. Massa penyusun inti helium dapat
dihitung sebagai berikut.
m He  (2  m p )  (2  mn )
 (2  1,0073)  (2  1,0087)
 2,0146  2,0174
 4,0320 sma
Jadi ada selisih massa antara inti helium dan massa partikel penyusun inti helium
sebesar Δm = (4,0320 – 4,0026) sma = 0,0294 sma. Selisih massa partikel
penyusun inti dengan massa inti yang terbentuk disebut massa defek.
Menurut Einstein, terdapat kesetaraan antara massa dan energi,

E  mc 2 (7.8)

m = massa yang berubah menjadi energi


c = kecepatan cahaya di ruang hampa
Hal itu berarti massa defek timbul karena adanya perubahan massa menjadi enegi.
Energi inilah yang merupakan energi ikat inti. Dengan demikian besar energi ikat
inti helium dapat dihitung sebagai berikut,

E = 0,0294 sma
E = 0,0294 x 931 MeV
E = 27,39 MeV
Jadi besar energi ikat inti helium adalah 27,39 MeV.

Contoh :
Berapa besar energi yang dihasilkan apabila 1 gram massa diubah menjadi energi?
Penyelesaian
E  mc 2
 (1  10 3 )(3  10 8 ) 2
 9  1013 joule
 (9  1013 )(6,242  1012 ) MeV
 5,6  10 26 MeV

Dapat pula diselesaikan dengan cara berikut,


1
m 1g   24
sma  6,02  10 23 sma
1,66  10
E  (6,02  10 23 )(931)  5,6  10 26 MeV

Astronomi dan Astrofisika 6


8. TEORI RELATIVITAS
8.1. KECEPATAN RELATIF

A. Kecepatan Relatif Klasik


Secara umum, kecepatan relatif dapat ditulis
v  v1  v2 (8.1)

CONTOH
Perhatikan gambar. Apabila v1=15 m/s dan v2=10 m/s, tentukan
a. Untuk gambar a, v1 relatif terhadap v2 dan v2 relatif terhadap v1;
b. Untuk gambar b, v1 relatif terhadap v2 dan v2 relatif terhadap v1.

Penyelesaian:
a. 1
v1
2
v2
v1 = 15 m/s
v2 = 10 m/s
v1 relatif terhadap v2 ( pengamatan ditinjau dari v2), ditulis
v = v1 – v2
v = 15 – 10 = 5 m/s

v2 relatif terhadap v1 ( pengamatan ditinjau dari v1), ditulis


v = v2 – v1
v = 10 – 15 = -5 m/s
(tanda negatif menunjukkan bahwa seolah-olah benda kedua bergerak
berlawanan arah dengan v1 dengan laju 5 m/s).

b. 1
v1
2 v2

Astronomi dan Astrofisika 7


v1 = 15 m/s
v2 = 10 m/s
v1 relatif terhadap v2 ( pengamatan ditinjau dari v2), ditulis
v = v1 – ( - v2)
v = 15 + 10 = 25 m/s
(v2 diberi tanda negatif karena berlawanan arah dengan arah laju peninjau (v1)).

v2 relatif terhadap v1 ( pengamatan ditinjau dari v1), ditulis


v = v2 – ( - v1)
v = 10 + 15 = 25 m/s
(v1 diberi tanda negatif karena berlawanan arah dengan arah laju peninjau (v2)).

B. Kecepatan Relatif Relativistik


Untuk partikel yang bergerak mendekati kecepatan cahaya atau kecepatan foton,
kecepatan relatifnya oleh Einstein dirumuskan sebagai berikut
v  vA
v B'  B (8.2)
vB v A
1 2
c

c = kecepatan cahaya
v = kecepatan relatif
vA = kecepatan benda acuan (pengamat)
vB = kecepatan benda yang diamati
vB’ = kecepatan relatif benda menurut pengamat

Bila pengamatan ditinjau dari v1, jika laju v2 searah v1, maka kecepatan v2
bernilai positif dan bila berlawanan arah dengan v1 maka kecepatannya bernilai
negatif. Begitu pula sebaliknya jika pengamatan ditinjau dari v2.

Dari rumus di atas dapat pula diturunkan rumus untuk mencari kecepatan benda
yaitu:
v  vA
v B'  B
v v
1 B 2 A
c

v B v A v B' v B v A v B'
vB  v A v  '
B vB  v A v  '
B
c2 c2
v ' c 2  v B v A v B' v ' c 2  v B v A v B'
 B  B
c2 c2
vB c 2  v Ac 2  v B' c 2  v B v A v B' vB c 2  v Ac 2  v B' c 2  v B v A v B'
v B c 2  v B v A v B'  v B' c 2  v A c 2 v B v A v B'  v A c 2  v B' c 2 _ v B c 2
v B (c 2  v A v B' )  v B' c 2  v A c 2 v A (v B v B'  c 2 )  v B' c 2  v B c 2
v B' c 2  v A c 2 v B' c 2  v B c 2
vB  2 vA 
c  v B v B' v B v B'  c 2
v B ' v A vB  vB '
vB  vA 
v v v v '
1 B 2A 1  B 2B
c c

Astronomi dan Astrofisika 8


(7.3)

CONTOH
1. Seorang pengamat di Bumi melihat piring terbang A bergerak ke kanan dengan
kecepatan 0,8 c dan piring terbang B bergerak ke kiri dengan kecepatan 0,6 c.
a. Berapa kecepatan piring terbang A terhadap B?
b. Berapa kecepatan piring terbang B terhadap A?
Penyelesaian:
Diketahui vA = 0,8 c dan vB = 0,6 c.
a. Piring terbang A relatif terhadap B
Ditinjau dari B, piring terbang A berlawanan arah (A bernilai negatif).
v  vB 0,8 c  (0,6 c)
v A'  A =
v v 0,8 c(0,6 c)
1 A 2 B 1
c c2

1,4 c
v A'   0,946 c
1  0,48
Jika ditinjau secara klasik, kecepatan piring terbang A terhadap B adalah v =
vA – (-vB) = 0,8 c + 0,6 c = 1,4 c (hasil ini tidak sesuai dengan postulat
Einstein).
b. Piring terbang B relatif terhadap A
Ditinjau dari A, piring terbang B berlawanan arah (B bernilai negatif).
v  vA 0,6 c  (0,8 c)
v B'  B 
v v 0,6 c(0,8 c)
1 B 2 A 1
c c2

1,4 c
v B'   0,946 c
1  0,48
Jadi, kecepatan relatif A terhadap B sama dengan kecepatan relatif B
terhadap A, hanya arahnya berlawanan.

2. Seorang pengamat di Bumi melihat piring terbang A bergerak ke kanan dengan


kecepatan 0,8 c dan piring terbang B bergerak ke kanan dengan kecepatan 0,6 c.
a. Berapa kecepatan piring terbang A terhadap B?
b. Berapa kecepatan piring terbang B terhadap A?

Penyelesaian:
Diketahui vA = 0,8 c dan vB = 0,6 c.

a. Piring terbang A relatif terhadap B


Ditinjau dari B, piring terbang A searah (A bernilai positif).

Astronomi dan Astrofisika 9


v A  vB 0,8 c  (0,6 c)
v A'  =
v v 0,8 c(0,6 c)
1 A 2 B 1
c c2

0,2 c
v A'   0,385 c
1  0,48
Jika ditinjau secara klasik, kecepatan piring terbang S terhadap B adalah v =
vA - vB = 0,8 c - 0,6 c = 0,2 c.

b. Piring terbang B relatif terhadap A


Ditinjau dari A, piring terbang B searah (B bernilai positif).
v  vA 0,6 c  (0,8 c)
v B'  B 
v v 0,6 c(0,8 c)
1 B 2 A 1
c c2

0,2 c
v B'   0,385 c
1  0,48
Jadi, kecepatan relatif A terhadap B sama dengan kecepatan relatif B
terhadap A, hanya arahnya berlawanan.

3. Seorang alien pengemudi UFO A yang bergerak ke arah timur dengan


kecepatan 0,5 c melihat UFO B yang juga bergerak ke timur dengan kecapatan
0,8 c menurut pengamatannya. Berapakah kecepatan piring terbang B menurut
pengamat diam?

Penyelesaian:
Diketahui vA = 0,5 c
v’B = 0,8 c
vB = ...?

v B'  v A
vB  rumus kecepatan
v B' v A
1 2
c

vA dan v B' bergerak searah, maka nilainya positif

0,8 c  0,5 c 1,3 c


vB 
0,8 c  0,5 c 1,4
1
c2
v B  0,926 c

Jadi, UFO B melaju ke arah timur dengan kecepatan 0,926 c diukur dari
pengamat diam.

Astronomi dan Astrofisika 10


8.2. TRANSFORMASI LORENTZ

Y Y’ Gambar 8.1 Kerangka acuan O’


yang bergerak
terhadap O.
x

x’

O X O’ v P X’

l
Z Z’

Jika kerangka acuan O’ bergerak terhadap kerangka acuan O dengan kecepatan v, dan
titik P bergerak searah sumbu x’ terhadap kerangka acuan O’ dengan kecepatan v’,
maka jarak titik P terhadap titik O setelah dalam selang waktu t’ adalah
x ' vt'
x (8.4)
v2
1 2
c

Atau waktu dari P ke O jika jarak x diketahui adalah


vx'
t ' 2
t c (8.5)
v2
1 2
c

1
Selanjutnya, nilai disebut nilai dilatasi relativistik (γ).
v2
1 2
c
v
Sedangkan nilai disebut β.
c

Tips praktis menentukan nilai γ :


o Jika diketahui γ
x y2  x2
  , maka v
y x
 2 3
Misal, jika   2     maka v 
 1 2
o Jika diketahui v
x y
v  , maka  
y y  x2
2

8.3. KONTRAKSI LORENTZ (KONTRAKSI PANJANG)

Rumus untuk Kontraksi Lorentz adalah

Astronomi dan Astrofisika 11


v2  L 
L  L0 1   L  0  (8.6)
c2   

Kontraksi (penyusutan panjang) ini terjadi berdasarkan arah kecepatan batang. (jika
batang bergerak searah sumbu X, hanya komponen x batang yang berkontraksi).

Jika batang dengan panjang saat diam = 20 meter bergerak searah sumbu X dan
membentuk sudut α =30° terhadap sumbu X, dan bergerak dengan kecepatan 0,8 c
panjang batang diukur oleh pengamat diam adalah :

Y
Gambar 8.2 Kontraksi Lorentz
L0 pada batang.
y

O v X

Karena batang bergerak searah sumbu X, maka hanya komponen x-nya yang berubah,
sedangkan komponen y-nya tetap.
L0 = 20 m
α = 30°
L0x = L0 cos 30° Loy = L0 sin 30°
= 20 x 0,866 = 20 x 0,5
L0x = 17,32 m Loy = 10 m

v2
L' x  L0 x 1 
c2
(0,8 c) 2
L' x  17,32 1 
c2
L' x  10,39 m

Jadi, panjang batang dalam keadaan bergerak adalah


L'  L' x  L y
2 2

 (10,39) 2  (10) 2
 14,42 m

Sedangkan sudut baru yang dibentuk oleh batang dalam keadaan bergerak adalah
L0 y
tan  
L' x
10

10,39
  43.9

Astronomi dan Astrofisika 12


L0 L’

L0y L’y=L0y
α
α’
r α
L0x L’x


v  0,8 c

Demikian pula pada bangun tiga dimensi, hanya bidang searah vektor kecepatan saja
yang mengalami kontraksi.

CONTOH:
1. Sebuah kubus dengan panjang rusuk 26 sentimeter ditendang oleh Superman
12
sehingga terlontar dengan kecepatan c . Karena kehendak pembuat soal, arah
13
kecepatan kubus itu ternyata sejajar dengan salah satu rusuknya. Tentukanlah
volum kubus itu sewaktu melaju dilihat dari pengamat diam!

Penyelesaian:
x 12
v  c
y 13
y 13 13
   
y x
2 2
13  12
2 2 5
L
L 0

26
L  10 cm
13
5

V  26  26  10
V  6.760 cm 3
8.4. DILATASI WAKTU

Dilatasi (dilasi) waktu, menurut Teori Relativitas Khusus adalah terjadinya


perlambatan waktu oleh benda-benda yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.
Perlambatan ini mengakibatkan parbedaan waktu yang dialami oleh orang yang diam
dan seorang lain yang bergerak mendekati kecepatan cahaya. Namun, perbedaan ini
tak dapat dihitung pada dua orang dalam kerangka yang berbeda. Saat kedua orang itu
kembali bertemu, barulah perbedaan waktunya dapat dibandingkan.

Dilatasi waktu ini telah dibuktikan oleh para ilmuwan dengan mengamati jam
yang diletakkan dalam pesawat supersonik yang telah terbang berkali-kali dengan jam

Astronomi dan Astrofisika 13


lain yang identik yang selalu diam di Bumi. Ternyata, walaupun amat kecil
(kecepatan suara hanya sekitar sepersejuta kecepatan cahaya), terdapat perlambatan
pada jam di pesawat.

Secara umum, dilatasi waktu dapat ditulis


t
t '  t'  t    (8.7)
v2
1 2
c

Δt’ = pengukuran waktu oleh pengamat diam, relatif terhadap acuan bergerak
Δt = pengukuran waktu oleh pengamat bergerak, relatif terhadap acuan diam
v = kecepatan pengamat bergerak relatif terhadap pengamat diam

Apabila pengamat dan objek yanmg diamati sama-sama bergerak, kecepatan v


merupakan kecepatan relatif relativistik, sehingga diperoleh

v1  v 2
v 2'  . (8.8)
v1 v 2
1 2
c

Waktu antara A dan B adalah:

tB
tA  (8.9)
2
v
1  B2
c

dengan tA = waktu menurut A (kerangka diam)


tB = waktu menurut B (benda yang bergerak)
vB = kecepatan relatif B terhadap A

CONTOH

1. Ada dua bayi kembar A dan B. Bayi A tetap diam di Bumi dan bayi B
dibawa pergi ke luar angkasa dengan kecepatan 0,95 c dengan sebuah
pesawat luar angkasa dan dianggap terus berada dalam pesawat.
a. Jika umur B = 20 tahun, berapa umur A?
b. Jika umur A = 20 tahun, berapa umur B?

Penyelesaian
Kecepatan relatif B terhadap A adalah vB = 0,95 c.
a. Umur B adalah 20 tahun, berarti tB = 20 tahun
tB
tA 
2
vB
1 2
c

Astronomi dan Astrofisika 14


20
tA 
(0,95) 2
1
12
20
tA 
1  0,9025
t A  64 tahun

b. Umur A adalah 20 tahun, berarti tA = 20 tahun


2
tB vB
tA  sehingga tB  t A 1 
v
2 c2
1  B2
c

(0,95) 2
t B  20 1 
12
t B  20 1  0,9025
t B  6,24 tahun

8.5. MASSA DAN ENERGI RELATIVISTIK

Menurut Einstein, terdapat kesetaraan antara massa dan energi. Energi timbul
karena adanya massa, dan massa yang bergerak adalah energi. Dengan demkian
terdapatlah massa relativistik. Adapun massa sejati (massa saat benda tidak bergerak)
disebut massa diam.
Menurut Teori Relativitas Khusus, massa benda yang bergerak mendekati
kecepatan cahaya akan bertambah sebesar:

m0
m   m0 (8.10)
v2
1 2
c

Dengan m0 adalah massa diam partikel atau massa partikel dalam keadaan diam.

Jika partikel diam (v = 0) maka massanya sama dengan massa diamnya dan
E 0  m0 c 2 . Dan jika partikel mencapai kelajuan maksimum (kelajuan maksimum

Astronomi dan Astrofisika 15


yang mungkin menurut Einstein adalah kecepatan cahaya), maka energinya adalah
energi maksimum dan massanya berubah.
E total   m0 c 2
m0 c 2
E total  (8.11)
v2
1 2
c

Energi relativistiknya dapat dirumuskan menjadi


Ek  Etotal  E0 (8.12.1)

m0 c 2
Ek   m0 c 2 (8.12.2)
2
v
1 2
c

Ek = energi kinetik
m = massa materi antar partikel
v = kecepatan partikel
c = kecepatan cahaya

CONTOH
Sebuah partikel bermassa 1 kg bergerak dengan kecepatan 0,5 c. Berapakah energi
kinetik klasik dan relativistiknya relativistiknya?

Penyelesaian:
Energi kinetik klasik :
1
E k  mv 2
2
1
E k  (1)(1,5  10 8 ) 2
2
E k  1,125  1016 joule

Energi kinetik relativistiknya :

Astronomi dan Astrofisika 16


mc 2
Ek   mc 2
1 0,5 c 2 0,866
 1
 c2 E k  1,155mc 2  mc 2
 1  0,25 E k  0,155mc 2
 0,75 E k  (0,155)(1)(3  10 8 ) 2
 0,866 E k  1,395  1016 joule

8.6. MOMENTUM RELATIVISTIK

Rumus umum momentum relativistik adalah


m0 v
p (8.13)
v2
1 2
c

dengan m0 = massa gabungan (m01 + m02) dan v = kecepatan relatif. Adapun


hubungan momentum dan energi ialah:

E 2  p 2  E0
2
(8.14)

8.7. TEORI RELATIVITAS UMUM

A. Pengantar Teori Relativitas Umum

Sebelum Teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada


tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga hukum gerak yaitu mekanika Newton,
relatifitas khusus dan gravitasi Newton. Mekanika Newton sangat berhasil dalam
menerangkan sifat gerak berkelajuan rendah. Namun mekanika ini gagal untuk
benda yang kelajuannya mendekati laju cahaya.

Kekurangan ini ditutupi oleh Einstein dengan mengemukakan Teori


Relativitas Khusus (TRK). Teori ini dibangun berdasarkan dua asas, yaitu:
1) Semua hukum fisika memiliki bentuk yang tetap di dalam sembarang kerangka
inersial.
2) Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa bernilai tetap dan tidak bergantung pada
gerak sumber maupun pengamat.

Teori relativitas khusus Einstein berhasil menerangkan fenomena saat benda


melaju mendekati laju cahaya. Teori ini juga lebih lengkap daripada mekanika

Astronomi dan Astrofisika 17


Newton, karena untuk gerak dalam kelajuan rendah, mekanika relativistik tereduksi
menjadi mekanika Newton. Salah satu implikasi teori ini adalah tidak ada benda
atau sinyal yang dapat bergerak lebih cepat dari cahaya.

Pada Teori Relativitas Umum, Einstein mengemukakan gagasan yang yang


cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun
gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya
penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut. Teori Relativitas ini
dibangun atas dua asas, yaitu pertama, asas kesetaraan (principle of equivalence)
dan kedua, kovariansi umum (general covariance)

Untuk menjelaskan asas kesetaran ini perlu diberikan gambaran sebagai


berikut. Misalnya seorang astronot berada di dalam sebuah roket yang masih berada
pada landasanya di permukan Bumi. Sebuah benda dilepaskan teramati jatuh ke
bawah dengan percepatan g = 9,8 m/s2. Kemudian roket itu telah berada di luar
angkasa dengan medan gravitasi amat kecil sehingga dapat dianggap nol.
Pendorong kemudian dinyalakan dan memberikan percepatan yang dikendalikan
tepat sebesar g = 9,8 m/s2. Sekali lagi benda tersebut dilepaskan, Maka benda
tersebut akan meluncur ke bawah dengan percepatan a = 9,8 m/s2. Dari kedua
percobaan yang bersifat angan-angan ini diperoleh hasil yang sama.

Einstein menggunakan hasil percobaan angan-angan itu untuk


mengemukakan asas kesetaran yang berbunyi, “Tidak ada percobaan yang dapat
dilakukan dalam daerah kecil (lokal) yang dapat membedakan medan gravitasi
dengan sistem dipercepat yang setara”. Pernyataan daerah kecil ini perlu
disebutkan karena pada sistem dipercepat kedua benda akan bergerak paralel ke
arah sebaliknya dari percepatan roket, sedangkan pada sistem gravitasi dua benda
yang dijatuhkan dengan jarak r akan bergerak jatuh dengan jarak yang makin
mengecil menuju pusat Bumi. Namun jika lebar daerah pengamatan cukup sempit,
perbedaannya tidak akan teramati.

a = 9,8 m/s2

g = 9,8 m/s2

Gambar 8.3 Percepatan jatuh pada medan gravitasi dan kerangka dipercepat.

Astronomi dan Astrofisika 18


Salah satu implikasi dari asas kesetaraan adalah kesamaan massa inersia dan massa
gravitasi. Sifat ini memungkinkan kita menghilangkan efek gravitasi yang muncul
dengan menggunakan kerangka acuan dipercepat yang sesuai.

Contohnya pada sistem pengamatan jatuh bebas dalam medan gravitasi


Bumi seperti pada elevator yang kabel gantungnya putus adalah kerangka inersial
lokal. Seorang pengamat dalam elevator tersebut dapat melepaskan sebuah benda
dari keadaan rehat (dalam kerangka pengamat) dan akan mendapati benda tersebut
tetap rehat. Kesimpulannya adalah gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa
medan gravitasi sama dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam
medan gravitasi.

Berkait dengan elevator yang jatuh bebas tersebut sebenarnya terdapat tak
hingga banyaknya kerangka acuan inersial. Kemudian kita dapat menggunakan
transformasi Lorentz untuk mengaitkan kerangka-kerangka inersial tersebut.
Dengan kata lain, hukum alam yang berlaku pada kerangka inersial menurut asas
kovariansi TRK, harus pula berlaku pada kerangka tak inersial (seperti kerangka
jatuh bebas dalam medan gravitasi). Inilah yang dimaksud dengan asas kovariansi
umum yang berbunyi, “Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap
sembarang pemilihan transformasi koordinat”.

Implikasi penerapan asas ini akan menuntun kita kepada beberapa ramalan
yang mengubah cara pandang kita tentang ruang-waktu. Andaikata seberkas cahaya
ditembakkan menembus sebuah roket yang dalam keadaan rehat, maka pengamat
dalam roket akan melihat cahaya berada pada lintasan lurus. Jika kemudian roket
melaju ke atas dengan kelajuan v terhadap permukaan Bumi, maka laju cahaya
dalam roket akan teramati membentuk sudut v/c (v<<c) terhadap arah horizontal.
Dan jika roket bergerak dengan percepatan konstan, maka kecepatan roket akan
berubah secara teratur, sehingga sudut v/c juga akan semakin berubah dan
membentuk lintasan lengkung bila diamati oleh pengamat dalam roket.

Jika asas kesetaran benar, berarti perilaku cahaya di dalam roket yang
dipercepat haruslah sama seperti dalam medan gravitasi. Berarti, berkas cahaya
harus pula menempuh lintasan lengkung dalam medan gravitasi.

Menurut TRK, tidak ada benda atau sinyal yang dapat bergerak lebih cepat
daripada cahaya. Oleh karena itu, lintasan cahaya pastilah mengambil lintasan
terpendek agar dapat mencapai dua titik dalam suatu ruang sesingkat mungkin. Jika
lintasan lengkung merupakan lintasan terpendek yang mungkin ditempuh cahaya,
maka berarti ruang itulah yang melengkung. Karena medan gravitasi ditimblkan
oleh materi, diperoleh kesimpulan bahwa kelengkungan ruang-waktu terjadi karena
adanya penyebaran materi di ruangan itu. Jika materi tersebut dihilangkan, maka
ruang waktu menjadi datar.

Astronomi dan Astrofisika 19


v=0 v = konstan a = kontan

Gambar 8.4 Lintasan cahaya dalam roket dengan kelajuan v = 0, v = konstan


dan a = konstan

B. Pelengkungan Cahaya dalam Kerangka Dipercepat

Telah di bahas sebelumnya tentang percobaan angan-angan tentang


pembelokan cahaya dalam kerangka kecepatan dan pelengkungan cahaya dalam
kerangka dipercepat. Namun, pembelokan atau pelengkungan ini tidak dapat
diamati untuk gerak berkelajuan rendah. Untuk kerangka kecepatan konstan (a = 0)
v
dengan vektor kecepatan tegak lurus vektor kelajuan cahaya berlaku tan   .
c

θ
c
Gambar 8.5 Lintasan cahaya
pada kerangka
v berkelajuan v =
R konstan.

Ada pun untuk kerangka dipercepat cahaya akan mengalami pelengkungan

Astronomi dan Astrofisika 20


Gambar 8.6 Lintasan cahaya
pada kerangka
dengan a = konstan

x  R1  ct
1
y  R2   at 2
2
Maka:
2
1 R 
R2   a  1 
2  c 
a GM
R2   2 R1 
2 2
2 2
R1 (8.15)
2c 2R c

Jadi persamaan kurva lintasan cahaya dapat dituliskan sebagai:

GM 2
y x (8.16)
2 R2 c2

C. Penerapan Teori Relativitas Umum

1. Presesi Orbit Merkurius


Presesi orbit planet adalah peristiwa bergesernya (berputar) perihelium suatu
planet karena perputaran orbitnya. Jadi dapat disimpulkan secara sederhana selain
berputarnya planet mengelilingi Matahari pada orbitnya, orbit itu sendiri juga
berputar mengelilingi Matahari searah dengan perputaran planet.

Menurut Teori Relativitas Umum, harus terjadi sedikit perbedaan dengan


gerak Newton-Kepler suatu planet dalam orbitnya, dan perbedaan itu sedemikian
rupa, sehingga sudut yang dibentuk oleh radius Matahari-planet antara satu
perihelium ke perihelium berikutnya harus melebihi sudut satu putaran penuh
(360°) dengan selisih sebesar

24 3 a 2
   (8.17)
T 2 c 2 (1  e 2 )

dimana :  = sudut presesi per revolusi (radian)


a = sumbu semi mayor (m)
T = periode revolusi (s)
c = kecepatan cahaya di ruang hampa (m/s)
e = eksentritas orbit

Astronomi dan Astrofisika 21


Untuk Merkurius, dimana a  5,79.1010 m, T  88 hari  7,603.10 6 s dan
eksentrisitas = 0,206
24 3 (5,79.1010 ) 2
  
(7,603.10 6 ) 2 (3.108 ) 2 (1  0,206 2 )
  5,007.10 7 rad/revolusi

Kecilnya sudut ini mengakibatkan sulitnya pengamatan dilakukan dalam


waktu singkat, namun akumulasi selama seabad (100 tahun Bumi) akan terjadi
36 525
kali revolusi, dapat dihitung dengan
88
 36 525 
  (5,007.10 7 rad )(57,3)(60' )(60" ) 
 88 
 43"

2. Pembelokan Cahaya oleh Medan Gravitasi


Menurut Teori Relativitas Umum, seberkas cahaya akan mengalami
pelengkungan lintasannya bila melalui medan gravitasi, dan pelengkungan ini
serupa dengan yang dialami suatu benda yang dilontarkan dalam medan gravitasi.
Sebagai akibat teori ini, kita dapat mengharapkan bahwa seberkas cahaya yang
melintas dekat suatu benda langit akan dibelokkan ke arah benda langit tersebut.

S’

Matahari
P

Astronomi dan Astrofisika 22


Gambar 8.7 Lintasan cahaya bintang dekat piringan Matahari.

Kuat pembelokan cahaya oleh Matahari dapat dituliskan:


4m
 , dengan (8.18)
R
GM
dengan m = medan Schwarzchild = 2 , sehingga
c
4GM
 (8.19)
R c2
Dari perhitungan didapatkan  = 8,62.10-6 rad = 1,77"

Sehingga pembelokan cahaya bintang yang berjarak Δ radius matahari


(dihitung dari pusat) sama dengan

1,77"
 (8.20)

3. Pergeseran Merah Gravitasi

Pandangan Einstein tentang gravitasi adalah efek dari kelengkungan ruang


waktu, sehingga cahaya pun akan merasakan efeknya. Suatu foton yang bergerak
menjauh dari medan gravitasi akan mengalami geser merah (redshift) sedangkan
foton yang bergerak ke arah medan gravitasi akan mengalami geser biru (blueshift).
Secara sederhana dapat dijelaskan jika suatu foton melepaskan diri dari suatu
medan gravitasi maka ia perlu melepaskan energi sehingga energi foton akan
berkurang, akibatnya panjang gelombang bergeser ke arah yang lebih panjang atau
menjadi lebih merah.

Menurut Planck, energi total foton adalah:

hc
mc 2  h 

h
Sehingga massa foton, m 
c
Energi gravitasi foton dari suatu sumber medan gravitasi bermassa M

GMm
Eg  
r

GMh
Eg  
r c

Energi total foton adalah:

c
Eh  Eg

Astronomi dan Astrofisika 23


hc GMh
E 
 r c

hc  GM 
E 1  2  (8.21)
  rc 

Pada jarak yang sangat jauh dari bintang, foton berada di luar medan gravitasi
bintang, namun demikian total energinya tetap sama, tetapi energinya sepenuhnya
merupakan energi elektromegnetik. Jika panjang gelombang foton yang berada di
luar pengaruh gravitasi bintang ini kita tulis λ, maka besar energinya dapat kita
nyatakan dengan

hc
E 0  h 0  (8.22)
0

Karena keduanya setara, maka dapat kita persamakan.

hc hc  GM 
 1  
0   rc 2 

  GM 
 1  
0  rc 2 

 GM
1 
0 rc 2

0   GM
 2 (8.23)
0 rc

Astronomi dan Astrofisika 24


SOAL LATIHAN 3

1. Roket A bergerak ke sebelah kanan dan roket B bergerak ke sebelah kiri masing-
12 5
masing dengan kecepatan c dan c relatif terhadap Bumi. Anggap kecepatan-
13 13
kecepatan tersebut dalam arah sejajar sumbu-X. Berapakah kecepatan roket A bila
diukur dari roket B?

2. Berapakah panjang rudal 8 meter yang bergerak dengan kecepatan 0,6 c bila diamati
oleh sasaran diam?

3. Berapakah kelajuan pesawat antariksa relatif terhadap Bumi agar satu hari dalam
pesawat relatif sama dengan dua hari di Bumi?

4. Sebuah meson yang sedang bergerak melalui sebuah laboratorium yang panjangnya x
pada kelajuan v meluruh setelah suatu waktu T bila diukur oleh seorang pengamat
yang diam dalam laboratorium. Jika meson dalam keadaan diam di laboratorium,
tentukanlah waktu hidup meson tersebut!

5. Salah satu implikasi dari teori relativitas khusus adalah kontraksi Lorentz pada suatu
sistem kecepatan ’dorongan’. Berdasarkan imajinasi Anda , coba tuliskan sebuah teori
yang mengemukakan dampak sistem kecepatan ’tarikan’ pada benda di dekat sebuah
lubang hitam.

6. Buktikan bahwa presesi orbit planet juga dapat dinyatakan dengan


3
   2  ,
c p
dengan  adalah sudut penuh (2 radian) dan p adalah parameter kerucut orbit!

7. Diketahui planet Venus dengan sumbu semi-mayor 1,082.1011 m , e  0,007 dan


  1,327.10 20 N m 2 kg -1 .
a) Tentukanlah akumulasi presesi orbit Venus selama seabad menurut TRU!
b) Mengapa sulit untuk mengukur presesi orbit Venus dengan teliti?

8. Jelaskan mengapa cahaya yang masuk melewati Radius Schwarschild tidak dapat
keluar lagi.

9. Partikel muon (  ) memiliki kelajuan maksimal 0,995 c.

Astronomi dan Astrofisika 25


a) Tentukanlah perbandingan laju waktu menurut kerangka muon yang bergerak
dengan laju waktu pada kerangka diam!
b) Menurut imajinasi Anda, bagaimana laju waktu yang dialami oleh foton yang
bergerak dengan kecepatan cahaya?

10. Jelaskan mengapa saya tidak suka makan bawang!

Astronomi dan Astrofisika 26

Anda mungkin juga menyukai