Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI

Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

HUBUNGAN POLA TANAM TERHADAP INTERSEPSI


CAHAYA DAN RENDEMEN MINYAK ATSIRI
JERUK PURUT (Citrus hystrix D. C)

PLANTING PATTERN RELATIONSHIP TO INTERCEPTION OF


LIGHT AND ESSENTIAL OIL RENDEMEN LIME (Citrus hystrix D. C)
Oleh

Adi setiawan 1,2* dan Sukardi1,3


1)
Pusat Riset dan Entreprenur Agroindustri Atsiri, Institut Atsiri Univeristas Brawijaya
2)
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Univeristas Brawijaya
3)
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Jl Veteran Malang, Jawa Timur 65145
+62 81334888689
*e-mail : adisetiawan@ub.ac.id

ABSTRAK

Jeruk purut (Citrus hystrix D.C) ialah tumbuhan perdu yang bermanfaat sebagai stimulan
dan berpotensi sebagai bahan citarasa. Daun adalah salah satu organ tanaman yang
berperan dalam proses pembentukan metabolit primer dan sekunder. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi proses tersebut ialah intensitas cahaya matahari. Penelitian ini
bertujuan mengetahui respon maupun hubungan antara pola tanam dan pengaruhnya pada
intersepsi cahaya oleh daun. Mengetahui akibat dari pengaruh intersepsi cahaya pada
kuantitas rendemen minyak atsiri jeruk purut yang dihasilkan. Penelitian ini mengunakan
rancangan petak terbagi factor utamanya ialah pola tanam square (persegi) dan pola tanam
rhombus (belah ketupat) selanjutnya sebagai anak petak ialah posisi daun yang diambil
berdasarkan 4 arah mata angin. Lokasi penelitian ialah lahan jeruk purut di kebun
Kesamben Kab. Blitar pada koordinat 8°08'53.2"S 112°22'03.4"E. Hasil menunjukan
dengan pola tanam Rhombus (belah ketupat) menunjukan LAI (leaf Area Index) rerata
3.03 dan warna klorofil yang lebih tinggi sebesar 62.61. Posisi daun yang memiliki
rendemen minyak yang lebih tinggi arah utara meskipun kandungan klorofil 50.75 dan
54,70 (pada berbagai pola tanam). Sudut kemiringan dari 900 tanaman menjadi rata-rata
sebesar 830 pada pola tanam square dan sudut 860 pada rhombus karena adanya
fototropisme ke arah utara sebagai mekanisme untuk memperoleh sinar matahari secara
optimal hal inilah yang menyebakan posisi daun di utara serta pola tanam rhombus
memiliki kandungan minyak atsiri lebih tinggi sebesar 0.75%.

Kata kunci : pola tanam, cahaya, jeruk purut (Citrus hystrix D.C), minyak atsiri

ABSTRACT

Kaffir lime (Citrus hystrix D.C.) is a herbaceous plant that are useful as a stimulant and
potentially as a flavor ingredient. The leaves are one of the organs of plants that play a role
in the formation of primary and secondary metabolites. Environmental factors that
influence the process are the intensity of sunlight. This study aims to investigate the
response as well as the relationship between planting patterns and their effect on light
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

interception by leaves. Knowing the result of the influence of light interception on the
quantity of essential oil yield of lime produced. This research uses primary factor split plot
design is cropping square and cropping patterns Rhombus hereinafter as the subplot is the
position taken by the leaf 4 cardinal directions. The research location is Kesamben field
lime in the garden district. Blitar at coordinates 8 ° 08'53.2 "S 112 ° 22'03.4" E. Results
showed the cropping pattern Rhombus showed LAI (Leaf Area Index) average of 3:03 and
the color of chlorophyll is higher by 62.61. The position leaves that have a higher oil yield
north although chlorophyll 50.75 and 54.70 (on a variety of cropping patterns). The tilt
angle of 900 plants to an average of 830 on the cropping pattern square and the corner 860
at Stanford for their phototropism to the north as a mechanism for obtaining the sunlight
optimally it is this that caused the position of the leaf in the north as well as the cropping
pattern Rhombus contains volatile oil higher 75%.

Keywords: cropping, light, lime (Citrus hystrix D.C.), essential oils

PENDAHULUAN
Jeruk purut (Citrus hystrix D.C) ialah tumbuhan perdu yang bermanfaat sebagai
stimulan dan berpotensi sebagai bahan citarasa. Bagian yang digunakan ialah daun karena
kandungan minyak atsiri yang dimiliki. Daun adalah organ tanaman yang berperan dalam
proses pembentukan metabolit primer dan sekunder. Minyak atsiri merupakan metabolit
sekunder yang termasuk dalam kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap serta dijadikan ciri khas aroma dari suatu jenis
tumbuhan dari kandungan yang dimilikinya (Tuhana, 2007).
Sumber energi utama untuk kehidupan mahluk hidup ialah radiasi matahari yang
dimanfaatkan tanaman untuk berfotosintesis, sehingga kebutuhan akan radiasi untuk
pertumbuhan tanaman, perkembangan, dan pembentukan bahan kering mutlak diperlukan.
Energi radiasi matahari digunakan oleh klorofil dalam proses fotosintesis menghasilkan
asimilat yang digunakan untuk membentuk organ tanaman dan produksi biomassa
tanaman. Oleh karenanya optimalnya proses fotosintesis sangat tergantung intensitas
radiasi Photosynthetic Active Radiation (PAR) yang digunakan. Maka makin tinggi
efisiensi serapanya makan baik, karena semua energi akan digunakan. efisiensi
penggunaan energi radiasi surya ditentukan oleh faktor-faktor: geometris bumi terhadap
matahari (lintang dan musim), kejernihan atmosfer bumi (keawanan dan kandungan
aorosol atmosfer), komposisi spektral radiasi surya dan sifat optis daun, fraksi radiasi yang
diintersepsi tajuk (indeks luas daun dan susunan daun), laju difusi karbon dioksida dari
atmosfer ke permukaan pusat unit fotosintetik dalam sel (konsentrasi karbon dioksida), dan
fraksi asimilat yang digunakan saat respirasi (Monteith & Moss, 1977).
Cahaya memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel dalam kultur,
juga termasuk pembentukan metabolit sekunder. Sebagai contoh, dalam pembentukan
antosianin pada kultur sel Haplopappus gracilis akan dipengaruhi oleh cahaya biru. Contoh
lain, yaitu pembentukan antosianin dalam kultur sel Catharanthus roseus dan Populus sp.
akan dipengaruhi oleh cahaya putih. Sebaliknya pembentukan 1,4-naftokinon dalam kultur
sel LJthospermum erythrorhizon akan dihambat total oleh cahaya biru maupun putih
(Dicosmo dan Towers, 1984). Pembentukan glikosida flavon dalam kultur uspensi sel
Petroselinum hortense akan dipacu oleh cahaya ultraviolet (X 280-320 nm).
Pembentukan glikosida flavon akan ditingkatkan bila cahaya uv disertai dengan
cahaya merah (lampu pijar), akan tetapi sinar jauh akan mengurangi pengaruh sinar uv
tadi. Dalam kultur suspensi sel Ruta graveolens akan diproduksi beberapa senyawa
kumarin dan alkaloid bila disinari dengan cahaya putih secara berkesinambungan.
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

Biosintesis nikotina dalam kultur sel Nocotiana tabacum akan turun apabila diberi
pencahayaan, pengaruh hambatan akan menaik bila intensitas pencahayaan dinaikkan,
sedangkan biosintesis nikotina tidak berbeda bila disinari dengan cahaya biru atau merah.
Pembentukan suatu flavon, yaitu apigenin ditemukan dalam kultur suspensi sel Glycine
max yang diberi pencahayaan; terdapat korelasi positif antara pembentukan apigenin
dengan kenaikan aktivitas enzim PAL dan p-kumarat KoA-ligase. Sinensetin, nobiletin,
dan flavon lain yang termetoksilasi didapatkan pada kultur kalus Citrus aurantiorum dan
Citrus medica yang diberi pencahayaan tetapi senyawa tersebuttidak diproduksi pada
keadaan gelap.
Biosintesis senyawa flavonoid selalu didahului dengan kenaikan aktivitas enzim PAL
(Dicosmo dan Towers, 1984). Meskipun berbagai aspek mengenai pengaturan enzim
dengan perantara cahaya dalam hubungannya dengan fotosintesis dan perkembangan
kloroplas telah dirangkum, temyata informasi tentang hubungan antara pencahayaan
dengan produksi metabolit sekunder sangat sedikit diperoleh. Hubungan antara faktor
lingkungan dengan produksi metabolit sekunder masih merupakan bidang yang perlu
diteliti. Cahaya merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pembentukan
metabolit sekunder. Cahaya mempengaruhi morfogenesis dan akumulasi flavonoid pada
kalus tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze). Hal yang sama juga terjadi pada
kultur kalus Prunus cerasus L. untuk produksi antosianin (Blando et al., 2005).
Penelitian ini bertujuan mengetahui respon maupun hubungan antara pola tanam dan
pengaruhnya pada intersepsi cahaya oleh daun. Mengetahui akibat dari pengaruh intersepsi
cahaya pada kuantitas rendemen minyak atsiri jeruk purut yang dihasilkan.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2016. Di Kebun Kesamben
yang dikelola PUREEA (Pusat Riset dan Entreprenur Agroindustri Atsiri), Institut Atsiri
Univerisitas Brawijaya. Kebun kesamben berada pada 8°08'53.2"S 112°22'03.4"E dengan
ketinggin 190 mdpl. Tanaman Jeruk berumur 4 tahun. Rancangan percoban mengunakan
Rancangan Petak Terbagi Split Plot Desain factor utamanya ialah pola tanam Square
(persegi) dan pola tanam Rhombus (belah ketupat) kemudian factor selanjunya ialah posisi
daun yang diambil berdasarkan letak daun pada 4 arah mata angin. Parameter yang dimati
ialah Leaf Area Index (mengunakan LAI Li-Core serie 2200) (LAI = leaf area / ground
area, m2 / m2) (Wilhelm et., al. 2000). Kandungan klorofil mengunakan (menggunkan
Chlorophyll Meter SPAD-502Plus - Konica Minolta), Perentase (%) cahaya terbuang
/jumlah intersepsi cahaya menggunkan Lux Meter (hannna). Kemiringan arah canopy
tanaman mengunakan busur dan Kadar minyak atsiri dari daun menggunakan metode
suling uap dalam bentuk persentase (%). Data dianalisis dan untuk melihat perbedaan
perlakuan dilakukan uji dengan menggunakan uji BNT dengan taraf 5% (P:0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengaturan pola tanam agar tanaman dapat optimal menerima cahaya matahi
menjadi penentu keberhasilan budidaya. Pengaturan ini diperlukan untuk meningkatkan
serapan sinar agar efektif dan efisien. Semakin besar indeks luas daun radiasi yang
diintersepsi semakin besar. Oleh karena itu varietas yang memiliki indeks luas daun besar
dapat mengintersepsi radiasi dalam jumlah besar (Hesketh dan Backer, 1967). Loomis et
al. (1968) menyatakan bahwa produksi tanaman meningkat dengan bertambahnya indeks
luas daun (“site” untuk fotosintesis meningkat), intersepsi radiasi (sumber energi
meningkat), dan efisiensi penggunaan radiasi (jumlah satuan energiyang dirubah menjadi
bobot kering meningkat). Namun demikian apabila indeks luas daun tidak diimbangi
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

dengan bentuk canopy yang baik dan daun saling menaungi maka reaksi terang dalam
fotosintesis tidak akan optimal.

Gambar 1. Gradasi yang muncul karena intensitas yang tinggi pada daun tanaman

Gradasi warna pada daun disebakan oleh intensitas yang tinggi sehingga muncul
sun burn atau daun terbakar matahari. Sun burn atau terbakar matahari merupakan gejala
kerusakan secara fisiologis. yaitu gejala di mana larutan dalam sel-sel tanaman menguap
karena respirasi yang sangat cepat. Sehingga tampak kerusakan secara fisiologis dengan
gejala seperti :1. Adanya kerusakan jaringan di atas permukaan daun, berupa lingkarang
berwarna putih jika tidak terlalu parah dan akan berubah warna menjadi coklat/kuning
(gosong) jika terkena sinar matahari yang sangat terik; 2. Adanya cekungan pada
permukaan daun dan hanya meninggalkan bekas berupa jaringan seperti jaring yg sudah
kering; 3. Daun akan berlubang jika terkena sinar matahari yang sangat terik.

Gambar 2. Rerata kemiringan tanaman jeruk pada bulan oktober

Mekanisme tanaman dalam merespon arah datangnya sinar melalui gerak foto
tropisme Fototropisme memungkinkan tanaman untuk menyelaraskan jaringan fotosintesis
mereka dengan cahaya yang masuk sesuai dengan pernyataan Paul et., al. (2013); Hohm,
et., al. (2013). Fototropisme adalah pertumbuhan organisme sebagai respon terhadap
cahaya. Sel-sel pada tanaman yang terjauh dari cahaya memiliki bahan kimia yang disebut
auksin yang bereaksi ketika fototropisme terjadi. Hal ini menyebabkan tanaman memiliki
sel-sel memanjang di sisi terjauh dari cahaya. Fototropisme adalah salah satu dari
banyak tropisme tanaman atau gerakan yang menanggapi rangsangan eksternal.
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

Pertumbuhan menuju sumber cahaya disebut fototropisme positif, sedangkan pertumbuhan


jauh dari cahaya disebut fototropisme negatif. Menurut Paul et., al. (2013); Hohm, et., al.
(2013) kebanyakan tanaman tunas menunjukkan fototropisme positif, dan mengatur ulang
kloroplas dalam daun untuk memaksimalkan energi fotosintesis dan meningkatkan
pertumbuhan.

Gambar 3. Lokasi petak penelitian berdasarkan arah mata angin

Kemiringan tanaman akibat arah datangnya sinar juga merupakan adaptasi tanaman
terhadap lingkungan Gambar 3, selama 6 bulan matahari terus berada di sebelah utara
sehingga berdampak pada gerak titik tumbuh tanaman mengikuti arah datangnya sinar.
Sudut kemiringan dari 900 tanaman menjadi rata-rata sebesar 830 pada pola tanam square
dan sudut 860 pada rhombus.

Waktu pengambilan sampel

Gambar 4. Letak matahari ke bumi selama kurun waktu satu tahun

Lama penyinaran matahari dipengaruhi oleh posisi atau letak matahari ke bumi
Gambar 4. Bulan Juni dan September atau dikenal solstice, dimana posisi matahari berada
tepat diatas daerah di katulistiwa, sehingga mempengaruhi baik lama penyinaran serta
intensitas radiasi matahari menurut Simatupang (2004). Posisi matahari yang tepat diatas
katulistiwa berpengaruh pula pada sudut datang sinar matahari ke permukaan bumi. Pada
bulan tertentu yaitu bulan Juni dan September, sudut datang sinar matahari tepat tegak
lurus ke bumi, sehingga lama penyinarannya semakin besar menurut Tukidi (2004). Kebun
kesamben berada pada 8°08'53.2"S 112°22'03.4"E posisi koordinat selatan katulistiwa
sehingga dominan penyinaran di sebelah utara, penelitian dilaksanakan pada bulan
Oktober-November, artinya selama 6 bulan sebelumnya matahari di sebelah utara,
sehingga munclnya mata tunas dan pertumbuhan vegetativ akan mengarah keutara sesuai
gerak fototropisme positif. Kehidupan tanaman sangat tergantung pada lingkungan, dan
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

tanaman mengatur pertumbuhan dan perkembangan mereka dalam menanggapi berbagai


rangsangan lingkungan yang berbeda hal tersebut sama seperti yang diutarakan Wyatt &
Kiss, (2013). Menurut Sakai & Haga, (2012); Wyatt & Kiss (2013); Paul et., al. (2013)
dan Hohm, et., al (2013) salah satu mekanisme regulasi yang terlibat dalam respons ini
adalah fototropisme, yang memungkinkan tanaman untuk mengubah arah pertumbuhan
mereka dalam menanggapi lokasi sumber cahaya.

Tabel 1. Rerata hasil pada indikator pengamatan LAI (leaf area meter), kandungan klorofil dan % cahaya
terbuang
Perlakuan LAI Kandungan % Cahaya
Klorofil terbuang
Square (J1) Utara (A1) 3.18 50.75 b 30.61
Selatan (A2) 1.79 62.75 e 45.58
Barat (A3) 2.49 45.50 a 32.77
Timur (A4) 2.92 58.60 d 37.39
Rhombus (J2) Utara (A1) 3.16 54.70 c 28.06
Selatan (A2) 2.89 66.30 f 36.30
Barat (A3) 3.14 61.75 e 32.51
Timur (A4) 2.96 67.70 f 34.84
BNT 5% 2.64
Keterangan: Bilangan yang diikuti dengan huruf yang sama menjukkan tidak berbedanyata pada BNT 5%

Pada Tabel 1. diketahui daun bagian utara cenderung memiliki kerapatan yang tinggi
karena daun bergerak menuju arah datangnya sinar matahari, ditunjukan dengan LAI yang
lebih besar dibanding arah yang lain baik pada J1 (square) maupun J2 (rhombus) yaitu
J1A1 3.18 dan J2A1 3.16. Berdasarkan Warna daun mengunakan SPAD daun utara dan
barat cenderung lebih kuning atau tidak memiliki warna hijau dibanding arah yang lain, hal
ini menunjukan daun sedikit terbakar karena intensitas matahari yang cukup tinggi di
kedua arah tersebut dan pada sisi barat intensitas pada siang hingga sore yang menybabkan
daun agak kekuningan.
Berdasarkan analisis diketahui dengan semakin besar LAI semakin kecil cahaya
terbuang oleh tanaman. Tutupan canopy menentukan seberapa banyak cahaya yang dapat
terserap oleh tanaman. Canopy yang saling menaungi mengakibatkan daun bagian bawah
tidak dapat optimal menghasilkan fotosintat. Hal ini tentu mengakibatkan kandungan
minyak atsiri tidak banyak. Kandungan minyak atsiri yang merupakan bagian dari
metabolit sekunder akan linier dengan kondisi metabolit primer. Pola tanam mempegaruhi
serapan unsur cahaya yang akhirnya mempengaruhi hasil metabolit sekunder.

LAI leaf area index


4
3
m2 /m2

2
1
0
J1A1 J1A2 J1A3 J1A4 J2A1 J2A2 J2A3 J2A4
Perlakuan

Gambar 5. Grafik LAI tanaman jeruk purut


Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

Sebaran radiasi di dalam kanopi tanaman menentukan penerimaan radiasi per


satuan luas daun, sehingga mempengaruhi penggunaan radiasi tanaman. Sebaran radiasi
ini juga ditentukan oleh koefisien peredaman (penyirnaan). Karakteristik distribusi cahaya
pada kanopi suatu tanaman ditunjukkan oleh besaran koefisien pemadaman cahaya (k).
Sebaran intensitas radiasi surya ke dalam komunitas tanaman, dapat diduga berdasarkan
kumulatif indeks luas daun dan koefisien pemadaman.
Faktor lain yang mempengaruhi sebaran cahaya dalam kanopi adalah struktur
kanopi. Sebaran cahaya pada kanopi berdaun tegak (erectophil) lebih baik dibandingkan
dengan kanopi yang berdaun horizontal. Menurut Djukri (2006) Sebaran cahaya pada
tanman berdaun tegak dapat tersebar ke sebagian besar permukaan daun sehingga efisiensi
penggunaan cahaya lebih tinggi. Gambar 6.

% Cahaya Terbuang
50
40
30
%

20
10
0
J1A1 J1A2 J1A3 J1A4 J2A1 J2A2 J2A3 J2A4
Perlakuan

Gambar 6. Grafik persentase cahaya yang terbuang

Persentase cahaya yang terbuang merupakan gambaran bagaimana suatu canopy


tanaman dapat menyerap secara optimal cahaya yang sampai ke bumi. Hubungan pola
tanam terhadap intersepsi cahaya dan rendemen minyak atsiri jeruk purut ditunjukan pada
Tabel 2. Indicator minyak atsiri merupakan ondikator terukur dan nyata dipengaruhi oleh
adanya metabolit primer yang dihasilkan dan metabolit sekunder ialah linier dengan
peningkatan metabolit sekunder. Pola tanam mempengaruhi peneriaman cahaya matahari
dan proses fotosintesis sangat dipengaruhi oleh adanya intersepsi cahaya. Daun bagian
utara memiliki rendemen tertinggi 0.75% lebih tinggi dari daun bagian timur 0.53% dan
selatan 0.64% serta 0.25% pada daun baian barat. Daun bagian barat cenderung paling
kecil karena daun cenderung terbakar. Hal ini mengakibatkan minyak atsiri yang mudah
menguap sulit tersimpan dalam daun karena menguap karena panas.
Tabel 2. Hasil Analsis rendemen Minyak Atsiri
Sampel Berat (gram) Minyak (ml) Rendemen Minyak
Blok 1 dan 2 Utara 680 5.1 0.75
Blok 1 dan 2 Selatan 500 3.2 0.64
Blok 1 dan 2 Timur 520 2.8 0.53
Blok 1 dan 2 Barat 480 1.2 0.25

Analisis rendemen menggunakan destilasi uap selama 4 jam, dimana rendemen


minyak tertinggi terdapat pada arah utara. Daun bagian utara ialah arah yang paling
intensif memperoleh sinar matahari. Hasil rendemen tersebut cenderung lebih kecil
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

dibandingkan penelitian mengenai destilasi daun jeruk purut oleh Sukardi et., al, (2014)
dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa daun segar perlakuan terbaik dengan
rendemen sebesar 0,92%, indeks bias 1,446, dan berat jenis 0,8583 serta kandungan
berjumlah 5 komponen dengan metode PEF (Pulsed Electric Field) namun demikian angka
tersebut ialah seluruh bagian daun dari daun atas hingga bawah. Hal ini perlu dilakukan
penelitian mengenai letak daun hubunganya dengan translokasi metabolit senkunder dari
daun bagian bawah ke atas.

KESIMPULAN

Hasil menunjukan dengan pola tanam Rhombus (belah ketupat) menunjukan LAI (leaf
Area Index) rerata 3.03 dan warna klorofil yang lebih tinggi sebesar 62.61. Posisi daun
yang memiliki rendemen minyak yang lebih tinggi arah utara meskipun kandungan klorofil
50.75 dan 54,70 (pada berbagai pola tanam). Sudut kemiringan dari 900 tanaman menjadi
rata-rata sebesar 830 pada pola tanam square dan sudut 860 pada rhombus karena adanya
fototropisme ke arah utara sebagai mekanisme untuk memperoleh sinar matahari secara
optimal hal inilah yang menyebakan posisi daun di utara serta pola tanam rhombus
memiliki kandungan minyak atsiri lebih tinggi sebesar 0.75%. Untuk memperoleh minyak
atsiri daun jeruk purut perlu ditanam secara rhombus dengan daun bagian utara yang lebih
dominan untuk dipanen.

DAFTAR PUSTAKA

Blando, F., Scardino, A. P., De Bellis, L., Nicoletti, I., & Giovinazzo, G. (2005).
Characterization of in vitro anthocyanin-producing sour cherry (Prunus cerasus L.)
callus cultures. Food research international, 38(8), 937-942.
Dicosmo, F., & Towers, G. H. N. (1984). Stress and secondary metabolism in cultured
plant cells In: Phytochemicals Adaptations to Stress. Barbara, N. Zimmermann,
Cornelius Steelink, and Frank A. Loewus.
Loomis, R. S., Williams, W. A., Duncan, W. G., & Dovrat, A. (1968). Quantitative
descriptions of foliage display and light absorption in field communities of corn
plants. Crop Science, 8(3), 352-356.Monteith, J.L. (1977). Climate. InAlvin Paulo
de T. and T.T Kozlowski (ed). Ecophysiology of Tropical Crops. New York:
Academic Press.
Monteith, J. L., & Moss, C. J. (1977). Climate and the efficiency of crop production in
Britain [and discussion]. Philosophical Transactions of the Royal Society of London
B: Biological Sciences, 281(980), 277-294.
Sakai, T., & Haga, K. (2012). Molecular Genetic Analysis of Phototropism in Arabidopsis.
Plant and Cell Physiology, 53(9), 1517–1534. http://doi.org/10.1093/pcp/pcs111
Simatupang, Ferry (2000). Solstice. Jakarta : Gramedia. Pp 8
Sukardi, Axnessya R. C, Maimunah H. P. dan Mulyadi F A, (2014). Penerapan PEF
(Pulsed Electric Field) Pada Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus
hystrix D.C) Dengan Metode Destilasi Air Dan Uap (Kajian Jenis Perlakuan
Pendahuluan Bahan dan Lama Waktu Pulsed Electric Field).
skripsitipftp.staff.ub.ac.id/files/2014/10/JURNAL-Axnessya-Rivita-Chilvia. 1-10
Tukidi (2004). Matahari. Jakarta : Gramedia pp: 32
Tuhana Taufiq (2007). Menyuling Minyak Atsiri. PT. Citra Aji Pratama. Yogyakarta
Seminar Nasional PERHORTI dan PERAGRI
Univeristas Hasanuddin, 14 November 2016

W.W. Wilhelm, K. Ruwe, M.R. Schlemmer (2000)“Comparisons of three Leaf Area Index
Meters in a Corn Canopy” Crop Science 40: 1179-1183
Djukri (2016). Pengaruh Jarak Tanam dan Varietas terhadap Transmisi Cahaya, Biomasa,
dan Produksi Kedelai Varietas Anjasmoro, Tanggamus, dan Wilis. Jurusan
Pendidikan Biologi FMIPA UNY. Seminar Nasional MIPA 2006
Wyatt, S. E., & Kiss, J. Z. (2013). Plant tropisms: from Darwin to the international space
station. American journal of botany, 100(1), 1-3.
Paul, A. L., Wheeler, R. M., Levine, H. G., & Ferl, R. J. (2013). Fundamental plant
biology enabled by the space shuttle. American journal of botany, 100(1), 226-234.
Hohm, T., Preuten, T., & Fankhauser, C. (2013). Phototropism: translating light into
directional growth. American journal of botany, 100(1), 47-59.

Anda mungkin juga menyukai