Anda di halaman 1dari 16

http://www.mongabay.co.

id/2016/03/28/karang-mumus-
sungai-vital-di-samarinda-yang-harus-diselamatkan/
Karang Mumus, Sungai Vital di
Samarinda yang Harus Diselamatkan
March 28, 2016 Yustinus S. Hardjanto, Samarinda xkonservasi, xLingkungan Hidup

Sungai Karang Mumus yang penting bagi masyarakat Samarinda akan tetapi tercemar akibat
sampah dan limbah. Foto: Yustinus S. Hardjanto

Sungai Karang Mumus, salah satu sungai utama di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, yang
airnya banyak dimanfaatkan warga tak luput dari tekanan lingkungan yang menyebabkan mutu airnya
semakin menurun.

“Air Sungai Karang Mumus bukan hanya keruh kecoklatan melainkan hitam dan berbau. Ikan yang
sekarang bertahan hanyalah sapu-sapu,” terang Agist, Koordinator Lapangan Forum Satu Bumi yang
mengelar aksi Peringatan Hari Air di Gang Nibung, Samarinda, Selasa (22/03/2016).

Forum Satu Bumi merupakan gabungan LSM dan Organisasi Mahasiswa yang melakukan aksi peringatan
Hari Air Sedunia 2016 dengan aksi pemasangan spanduk himbauan untuk menyelamatkan air, melukis
kebangkrutan lingkungan, dan orasi yang dipusatkan di Gang Nibung, Jalan Sutomo Samarinda.

Data yang dilansir Forum Satu Bumi menyebutkan, DAS Karang Mumus telah dikepung usaha
pertambangan batubara yang luasnya mencapai 12.236,4 hektar atau sekitar 55,2% dari wilayah DAS
Karang Mumus.
“Di bagian hulu, ada 12 areal pertambangan batubara. Aktivitas ini berkontribusi besar terhadap
pencemaran dan pendangkalan Sungai Karang Mumus,”ungkap Merah Johansyah, Dinamisator Jatam
Kaltim dalam orasinya.

Merah kembali mengingatkan, kebutuhan utama air bersih di Kota Samarinda berasal dari Sungai
Mahakam. Dan Sungai Karang Mumus bermuara di Sungai Mahakam sehingga air sungai yang berasal
dari Sungai Karang Mumus juga turut diolah menjadi air bersih yang disalurkan oleh PDAM Kota
Samarinda. “Sekali lagi kualitas air kita tergantung pada praktik kebijakan tata guna lahan. Jika
pembangunan kita komitmennya rendah rendah terhadap lingkungan maka sungai tak akan mampu lagi
menahan beban pencemaran.”

Pendangkalan bukan hanya terjadi di badan sungai, melainkan juga di Bendungan Benanga yang
merupakan tempat penampungan air dari berbagai anak sungai, sebelum dialirkan melalui Sungai Karang
Mumus.

“Luasan bendung Benanga yang berfungsi sebagai penampung air bersih makin berkurang. Data Balai
Wilayah III Kementerian PU menyebutkan, luas bendung Benanga saat ini hanya tersisa 11 hektare,” ujar
Agist yang sehari-hari aktif di Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI).

Masyarakat memanfaatkan air Sungai Karang Mumus untuk kebutuhan sehari-hari. Foto:
Yustinus S. Hardjanto

Menguak Wajah Karang Mumus

Selain aksi yang dipusatkan di Gang Nibung, kegiatan susur Sungai Karang Mumus dilakukan juga oleh
IMAPA Universitas Mulawarman. Romiansyah, sang ketua menuturkan, tujuan kegiatan tersebut
dilakukan untuk mendokumentasikan wajah Karang Mumus selain memasang papan himbauan di beberapa
titik untuk menjaga kebersihan sungai.”

Susur sungai sepanjang 18 kilometer ini dimulai dari Bendungan Benanga dengan menurunkan tiga perahu
karet. Pada beberapa titik, kanan-kiri sungai masih terlihat pepohonan besar. Badan sungai relatif lebar,
meski ada juga penyempitan akibat dinding sungai yang longsor.
Romiansyah kembali menuturkan, dalam perjalanan menyusuri Karang Mumus terlihat masyarakat masih
memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, mereka tidak turut menjaga kebersihan air
sungai. “Kita hanya pintar dan gemar memakai, tapi tidak punya kesadaran untuk merawat,” ungkapnya.

Begini kualitas air Sungai Karang Mumus bila dilihat lebih dekat. Foto: Yustinus S. Hardjanto

https://kaltim.antaranews.com/berita/37966/das-karang-
mumus-samarinda-dikepung-25-tambang

DAS Karang Mumus Samarinda


Dikepung 25 Tambang
Sabtu, 22 April 2017 22:09 WIB
Danau bekas galian tambang terlihat dari udara di Kalimantan Timur, Rabu (18/11). Reklamasi lahan bekas
galian tambang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan ekosistem serta meningkatkan produktivitas lahan.
(ANTARA FOTO/ Wahyu Putro A)
Samarinda (ANTARA Kaltim) - Forum Satu Bumi Kota Samarinda, Kalimantan
Timur, mengingatkan kepada masyarakat dan pemerintah setempat mengenai daerah
aliran sungai (DAS) Karang Mumus yang kini masih dikepung sebanyak 25 tambang
batu bara sehingga memicu banjir.

"Ada 25 izin tambang yang mengepung DAS Karang Mumus. Berdasarkan analisa
peta, setidaknya ada 12 aktivitas pertambangan yang menghilangkan anak-anak sungai
DAS Karang Mumus," ujar Rominsyah, koordinator FSB saat melakukan aksi di
depan Convention Hall Samarinda, Sabtu.

Menurut ia, banyaknya aktivitas tambang yang mengepung Sungai Karang Mumus
menyebabkan proses sedimentasi cukup besar akibat pengupasan lahan di bagian hulu
sungai dengan laju sedimentasinya mencapai 5.000 meter per kubik.

Hal ini menjadi salah satu alasan terjadinya banjir di 24 titik yang tersebar di 15
kelurahan, sementara jumlah titik tersebut berpotensi bertambah mengingat masifnya
pengerukan batu bara dan lahan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja oleh
perusahaan, tanpa dilakukan pemulihan.

Ia melanjutkan Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) dari pertambangan batu bara
jauh lebih rendah dibanding biaya mengurangi daya rusak tambang, khususnya banjir
di pusat kota.

"Pada tahun 2008-2010, biaya menanggulangi dampak banjir sekitar Rp107,9 milar,
kemudian naik menjadi Rp602 milar sepanjang 2011-2013. Sungguh kerugian sangat
besar," ujar Ahmad Saini, peserta demo yang berorasi melalui pengeras suara.

Ia melanjutkan nilai kerugian sebanyak itu belum termasuk biaya rehabilitasi akibat
kerusakan jalan umum atas pengangkutan batu bara yang mencapai Rp37,6 milar,
kemudian biaya yang ditanggung warga sekitar pertambangan saat lahan mereka
dihantam banjir di musim hujan dan krisis air saat kemarau.

Dalam penyusunan APBD Samarinda 2017, lanjutnya, untuk pengendalian banjir


hanya diprioritaskan pada dua lokasi di utara kota, yakni jalan KH Wahid Hasyim dan
jalan D.I Panjaitan dengan total anggaran sekitar Rp600 miliar.

Kemudian akan ada dana tak terduga untuk penanggulangan bencana senilai Rp5
milar setiap tahunnya, yakni anggaran yang diusulkan oleh Badan Pengelolaan
Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD).

Kondisi ini dinilai menjadi kenyataan pahit bahwa uang pajak warga digunakan setiap
tahun, hanya untuk membiayai segala kehancuran yang disebabkan oleh industri
pertambangan.

Menurutnya, berdasarkan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka


gubernur selaku perwakilan pusat di daerah memiliki kewenangan mencabut IUP batu
bara.

Banyak hal yang mendasari pencabutan semua IUP tersebut, selain karena melanggar
ketentuan, salah satunya adalah faktor keselamatan rakyat yang bermukim dekat
tambang.

"Untuk itu, kami menagih janji Gubernur Kaltim segera mencabut 63 IUP di Kota
Samarinda, 27 IUP di Paser, 152 IUP di Kubar, 42 IUP di Berau, 100 IUP di PPU,
110 IUP di Kutim, dan 377 IUP di Kukar," ujar Saini. (*)
Pewarta : M Ghofar
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2017

http://kaltim.prokal.co/read/news/262381-sungai-karang-
mumus-babak-belur-di-hulu-dan-hilir-masalah-sosial-harus-
selesai.html
Senin, 28 Maret 2016 10:02
Sungai Karang Mumus, Babak Belur
di Hulu dan Hilir, Masalah Sosial
Harus Selesai
Bersama-sama Mengendalikan Karang Mumus

HARUS DICARIKAN SOLUSI: Sulitnya mensterilkan lahan dari permukiman warga di bantaran
Karang Mumus menjadi penyebab tersendatnya proyek pengendalian banjir (DOK/KP)
PROKAL.CO, style="text-align: justify;">Musim hujan tiba, banjir membayang. Di aliran Karang
Mumus yang membelah kota, seribu masalah menggelayut. Berikut rangkuman Balai Wilayah
Sungai Kalimantan III, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
MENYUSURI Sungai Karang Mumus dari hulu berarti menemui Bendungan Benanga di Lempake yang
berusia 37 tahun. Waduk itu awalnya dibangun untuk mengairi 350 hektare sawah. Benanga juga bertugas
mengirimkan air bersih kepada warga kota dengan kapasitas 215 liter per detik.
Namun, posisi bendungan di hulu Sungai Karang Mumus belakangan membuat Waduk Benanga sebagai
pengendali banjir. Memiliki tangkapan air 194,5 kilometer persegi, Benanga sangat vital. Luasnya mencapai
dua per tiga dari total daerah aliran sungai (DAS) Karang Mumus. Sekali saja Benanga tak mampu
menampung limpasan, seluruh kota tergenang.
Sejarah mencatatnya. Pada Juli 1998, menurut rekaman Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Kementerian
PU, tanggul bendungan runtuh. Sebagian besar Kota Tepian dilanda banjir terbesar dalam sejarah, yakni
selama lima hari. Jalan berubah menjadi sungai. Orang-orang berperahu di persimpangan Voorvo. Sekujur
kota lumpuh total.
Kini, 18 tahun sejak peristiwa itu, kondisi makin parah. Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan III,
Kementerian PU dan PR, Jarot Widyako, didampingi PPK Perencanaan dan Program Sendi Erryanto,
memberikan penjelasan. Hulu Karang Mumus di Benanga telah tertimbun sedimen.
Saat ini, sekitar 2.500 meter kubik material menyengsarakan Sungai Karang Mumus setiap tahun. Jika
endapan itu terus dibiarkan, Karang Mumus akan lenyap seabad lagi.
Di Benanga, konstruksi juga rawan. Puncak tanggul bendungan yang dilimpasi air rawan runtuh. Peninggian
pelimpah dan tanggul juga menimbulkan masalah baru. Genangan waduk dipastikan meluas. Desa Wisata
Pampang di sekitar bendungan pun terancam tergenang.
“Dengan kondisi itu, harus ada penanganan yang segera,” imbuh Sendi. Beberapa program memang telah
direncanakan. Mulai operasi dan pemeliharaan rutin, pengerukan sedimen hingga peningkatan konstruksi
waduk. Ada pula pembangunan pengendali sedimen hingga sistem peringatan dini banjir.

25 PERUSAHAAN TAMBANG
KEPUNG DAS KARANG
MUMUS
BY BK-001

APRIL 16, 2017


SAMARINDA – Forum Satu Bumi Samarinda, Kalimantan Timur menyatakan terdapat 25
perusahaan pemegang izin tambang batu bara yang mengepung Daerah Aliran Sunga (DAS)
Karang Mumus dari total 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Samarinda yang memicu banjir.

“Gubernur Kaltim berjanji mencabut semua IUP di Samarinda, jadi aksi kami hari ini menuntut janji
itu agar direalisasikan. Cabut 63 IUP yang tersebar di Samarinda,” ucap Muhammad Jamil,
koordinator aksi saat menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda,
Jumat.

Dari 25 izin tambang yang mengepung Sungai Karang Mumus Samarinda, lanjutnya, berdasarkan
analisa peta, setidaknya terdapat 12 aktivitas pertambangan yang menghilangkan beberapa anak
sungai.

Akibatnya, terjadi proses sedimentasi cukup besar karena adanya pengupsan lahan di bagian hulu
SKM dengan tingkat kelajuan mencapai 5.000 kubik per meter. Inilah yang menjadi salah satu
alasan kuat mengapa sekarang Samarinda dilanda banjir.

Hari ini, lanjutnya, terdapat 24 titik banjir yang tersebar pada 15 kelurahan di Samarinda. Titik
banjir tersebut dinilainya rentan meluas karena masifnya pengerukan batu bara dan lahan bekas
tambang yang ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan, padahal seharusnya lahan tersebut
dipulihkan.

Ia melanjutkan, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pertambangan batu bara, jauh lebih
rendah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi daya rusak tambang,
khususnya banjir yang melanda hingga pusat kota.

“Untuk itu, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah tidak melakukan penghentian aktivitas tambang
batu bara di Samarinda, karena dampaknya lebih buruk ketimbang manfaatnya bagi masyarakat.
Gubernur harus cabut semua IUP di Samarinda,” katanya lagi.

Dilanjutkannya, tahun2008-2010, biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak banjir


mencapai Rp107,9 miliar, meningkat hingga menjadi Rp602 miliar periode 2011-2013.

Nilai tersebut belum termasuk biaya rehabilitasi akibat kerusakan jalan umum sebagai dampak
kendaraan pengangkut batu bara yang mencapai Rp37,6 miliar, kemudian ditambah biaya yang
harus ditanggug warga sekitar pertambangan ketika banjir saat musim hujan dan krisis air saat
musim kemarau.

Dalam penyusunan APBD Samarinda 2017, katanya, untuk pengendalian banjir hanya
diprioritaskan dua titik di bagian utara Samarinda dengan anggaran Rp600 miliar, kemudian akan
ada dana tak terduga penanggulangan bencana Rp5 miliar per tahun.

Menurutnya, ini merupakan kenyataan pahit bahwa uang dari pajak warga, digunakan setiap tahun
hanya untuk membiayai segala kehancuran yang disebabkan oleh industri batu bara.

“Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, gubernur selaku perwakilan


pemerintah pusat memiliki kewenangan mencabut IUP batu bara. Untuk itu, gubernur harus
mencabut semua IUP batu di Samarinda yang menyebabkan banjir,” kata Jamil. (Ant)
POTRET SUNGAI KARANG MUMUS DULU DAN KINI
29 Januari 2013 oleh indarpuri

Oleh : Inni Indarpuri

SUNGAI SAKSI PERADABAN

Sungai Karang Mumus kini, sedih dan miris memandang sungai penuh kenangan dan sejarah

Sungai adalah saksi bagaimana sejarah peradaban tercipta. Peradaban manusia pertama yang

cukup maju berkembang di sungai Nil. Begitu pula dengan lembah sungai Gangga, dimana bangsa

Dravida membangun budaya India Kuno yang berpusat di Mohejo Daro dan Harappa. Di negeri

Chinapun tak dipungkiri peradaban tumbuh melalui lembah sungai kuning Kwang Ho.

Barangkali karena pertimbangan aliran sungailah, ketika orang-orang bugis Wajo dipimpin oleh

Lamohang Daeng Mangkona hijrah dari kerajaan Gowa ke daerah kerajaan Kutai menetap sekitar

muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) sebagai pemukiman baru mereka. Inilah cikal bakal

kota Samarinda dan awal mula diperkenalkan nama Samarenda/Samarinda, yang pada akhirnya

berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda nomor : 1 tahun 1988

tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi ditetapkan sebagai hari jadi Kota Samarinda pada tanggal

21 Januari 1668 M.

Sungai Karang Mumus (SKM) salah satu anak Sungai Mahakam yang membelah kota Samarinda ke

arah utara. Sungai Mahakam sendiri merupakan sungai terpanjang di Indonesia, setelah sungai
Barito. Sungai Mahakam, pun anak sungai Karang Mumusnya merupakan sarana transportasi

penting dalam menggerakkan sektor ekonomi, sosial dan budaya serta akses menuju kota-kota

lainnya di Kalimantan Timur.

Bagi sebagian besar penduduk kota tepian yang tinggal di sekitar bantaran sungai Karang Mumus

mungkin masih mengingat banyak hal menarik di sepanjang sungai ini terutama sekitar tahun 1970

sampai 1980. Waktu itu rumah-rumah yang terbuat dari papan berjajar di sepanjang sungai,

dilengkapi batang dari rakit kayu gelondongan dan diatasnya dibuat jamban. Batang berfungsi

sebagai tempat MCK. Air sungai karang Mumus belum tercemar kala itu, maka sore hari adalah

waktu yang sangat ditunggu anak-anak bantaran untuk mandi di sungai. Mereka menangkap ikan

dan menciduk anak udang dengan menggunakan tudung saji. Sesekali saat itu masih terlihat

beberapa jenis ikan, ikan haruan, patin, pipih, biawan, dan pepuyu berseliweran. Termasuk haliling

yang biasanya nempel disekitar batang. Haliling itu semacam siput yang bisa dijadikan lauk yang

kebanyakan menempel pada kayu penopang rumah yang berlumut.

Kapal kayu bermotor yang umumnya membawa sembako yang akan dijual ke hulu Mahakam, juga

tak luput dari sasaran. Kapal-kapal itu selain sebagai alat transportasi, juga pengangkut BBM dan

beberapa kebutuhan bahan pokok. Terkadang lewat juga kapal yang mengangkut papan-papan hasil

dari sawmill yang pada waktu itu merupakan usaha yang banyak berdiri di pinggir-pinggir sungai.

Jika kapal barang itu bersandar di batang, dijadikan sarana untuk terjun “ciruk” (istilah terjun bebas)

atau salto dari atasnya sebelum menyentuh sungai. Anak lelaki yang lebih berani biasanya menaiki

jembatan yang menghubungkan seberang sungai, jembatan waktu itu masih jembatan kayu. Sungai

karang mumus adalah kolam renang pertama mereka untuk belajar berenang.

Lalu bagaimana wajah sungai Karang Mumus kini? Sangat sulit mengatakan bagaimana memandang

sungai penuh sejarah ini, sedih dan miris menjadi satu. Airnya keruh kecoklat-coklatan, bahkan

sekali waktu hitam dan berbau sangat menyengat. Tumpukan sampah mendangkalkan sungai,

terutama di kawasan jalan perniagaan pasar segiri, mengendap membentuk sedimen. Warga seolah

terus membuang limbah pribadi ke sungai, pun limbah berbagai jenis usaha, sortiran sayur yang

tidak terjual, dan limbah ternak ayam. Semua dibuang ke sungai, seakan-akan tak ada peraturan

yang melarang. Jadilah sungai Karang Mumus seperti “keranjang sampah” terpanjang di kota

Samarinda.

Beberapa anak-anak nampak masih memanfaatkan pendangkalan sungai untuk bermain layang-

layang. Namun sudah tidak berenang lagi karena kondisi yang tidak memungkinkan. Kecuali mereka

yang masih tinggal pada rumah-rumah sepanjang sungai yang belum direlokasi, mereka masih

mandi pada batang-batang yang masih menyediakan jamban.


Sungai Karang Mumus semakin memprihatinkan dengan terjadinya pembukaan lahan, penggalian

tambang. Ketika hujan turun, air yang dibawa ke sungai mengandung lumpur. Konon kawasan utara

Samarinda sangat rawan banjir, disebabkan kerena di kawasan itu terletak Daerah Aliran Sungai

(DAS) Karang Mumus. Terdapat lebih dari dua puluh izin usaha pertambangan (IUP) dan belasan di

antaranya berada di dekat DAS Karang Mumus. Sebelum marak penambangan saja, banjir besar

pernah melanda kota Samarinda pada tahun 1998. Musibah banjir yang terjadi di Jakarta baru-baru

ini seharusnya menjadi warning bagi kota Samarinda.

ASET POTENSIAL PARIWISATA KOTA SAMARINDA

Taman yang tertata di pinggir sungai terlihat dari muara jalan Pelabuhan sampai jembatan 2 Sungai

Dama. Ini merupakan keberhasilan program relokasi pemerintah. Program ini dimulai sejak tahun

1989 yang telah memindahkan 1.355 unit rumah warga di bantaran sungai Karang Mumus (SKM)

ke 7 perumahan yang berbeda. Relokasi ini merupakan salah satu upaya pemerintah terhadap

pengendalian banjir.

Anak-anak memanfaatkan taman itu untuk bermain layang-layang bahkan sebagai lapangan sepak

bola mini atau sekedar duduk-duduk memandang sungai. Ada pula yang membuat pangkalan untuk

berenang. Menyaksikan hal ini setitik harapanpun tumbuh terhadap upaya rencana kota Samarinda

untuk menjadikan sungai Karang Mumus menjadi sungai yang rapi, bersih dan jalur hijau yang

berjarak beberapa meter dari bibir sungai. Sungai Karang Mumus yang bersih dan terawat bisa

menjadi potensi dan aset wisata kota Samarinda.

Mungkin penataan Hutong oleh pemerintahan China, yaitu sebuah perkampungan yang terdiri dari

sisa-sisa rumah tradisional tipe courtyard (Siheyuan) bisa menjadi contoh penataan rumah kuno.

Perkampungan Hutong berada pada jalan-jalan sempit yang terkenal dengan sebutan “Hutong” di

daerah distrik Barat (XiCheng) dan Timur (DongCheng) Beijing. Ini merupakan upaya revitalisasi

terhadap pemukiman kota tua yang dilakukan mulai dari perbaikan infrastruktur seperti penyediaan

toilet umum, pemasangan paving dan instalasi penerangan sampai dengan pengalihfungsian

bangunan courtyard. Hutong oleh pemerintahan setempat dijadikan salah satu wisata kota Beijing.

Wisatawan bisa menyewa sepeda berkeliling Hutong dengan menaiki sepeda roda tiga sejenis becak

yang akan memandu wisatawan mengelilingi bagian kota tua Beijing.

Kitapun dulunya disepanjang jalan Pangeran Suriansyah dan Yos Sudarso memiliki rumah-rumah

kuno, beberapanya masih dipertahankan oleh pemiliknya. Bahkan pada kegiatan Festival dalam

rangka hari ulang tahun kota Samarinda baru-baru ini, disebutkan salah satu rumah kuno di

Samarinda merupakan peninggalan turun menurun berusia 108 tahun. Ini potensi wisata yang bisa

dijadikan cagar budaya. Saya membayangkan, setelah berwisata menikmati sungai Karang Mumus

dengan menyewa jukung (perahu tradisional kota Samarinda) wisatawan bisa diajak menikmati
rumah-rumah kuno. Sebagai kota yang dikepung oleh sungai, yang nama kotanyapun berhubungan

dengan keberadaan sungai, Samarinda selayaknya menjadi kota wisata sungai.

Rumah kuno yang tersisa, potensi wisata kota Samarinda

Akankah Sungai karangmumus akan bersih dan terawat atau bahkan bisa menjadi potensi dan aset

wisata kota samarinda ? Nampaknya kita semua perlu berjibaku sebagai upaya konkrit untuk

menyelamatkan sungai Karang Mumus, salah satunya mengkampanyekan kepada warga Samarinda

untuk untuk bijak dengan persoalan sampah. Setidaknya, menumbuhkan kesadaran untuk tidak lagi

membuang sampah ke sungai.

Sungai Karang Mumus adalah bagian penting kota ini, bagian siklus hidrologi, kunci utama

penanganan banjir bahkan berpotensi sebagai objek wisata. Semoga Karang Mumus bisa

kembali menjadi kolam renang pertama bagi anak-anak bantaran meski sudah tanpa

batang dan jamban, bukan menjadi keranjang sampah terpanjang di kota Samarinda

seperti saat ini.(*) tamat


Anak-anak bantaran sungai, memanfaatkan sungai untuk bermain dan berenang, hal yang pernah
Iklan dilakukan orang tua mereka dengan kondisi sungai yang jauh berbeda.

Laju Pembangunan Tanpa Rehabilitasi, Tujuh DAS di Kaltim Kritis


POSTED ON 03:38 BY FMSC
Curah Hujan yang Tinggi Membuat 16 Kecamatan yang Berada di Pinggir Sungai Mahakam dan Anak Sungai
Mahakam Rawan Banjir. Foto: Hendar

Pemprov Kaltim nampaknya tidak bisa berbuat banyak untuk menangani tujuh Daerah Sungai (DAS) di Kaltim
yang kini dalam kondisi kritis, atau masuk dalam prioritas pertama. Pasalnya, kewenangan pengelolaan sungai di
Kaltim berada pada Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III.

Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim, M Taufik Fauzi. “Bicara sungai merupakan
kewenangan penuh dari BWS Kalimantan 3. Di dalamnya termasuk DAS Kandilo, DAS Manggar, maupun DAS
Mahakam,” kata Taufik.

Sementara, kata Taufik, BWS Kalimantan III masih menitikberatkan program pada pembangunan bendungan,
seperti pembangunan Bendungan Teritip di Balikpapan. “Dalam kaitannya kerusakan sungai dengan banjir,
teman-teman di BWS programnya masih ke arah bendungan seperti Bendungan Teritip Balikpapan yang akan di
Ground Breaking tahun ini.

Kemudian di Samarinda menangani bendungan Lempake,” papar Taufik.

Selama ini, keterlibatan PU Kaltim, lanjut Fauzi, hanya sebatas kordinasi penanganan yang di lakukan di
Kementrian PU, sebelum pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). “Kita
sebatas kordinasi saja. Jadi sebelum musrenbangnas, kita ada

konsultasi regional bersama Dirjen Bina Marga, Cipta Karya, RTRW, dan Sumber Daya Air. Kordinasi saja,
karena kita tidak mungkin bisa masuk (menangani langsung),. Sama saja seperti penanganan jalan nasional,”
jelasnya.

Terpisah, Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak mengakui Sungai Mahakam mengalami kerusakan kritis.
“Penanganannya memerlukan kerjasama lintas pemerintah, karena Mahakam berada di empat daerah administrasi
yakni Kabupaten Mahulu, Kubar, Kukar, dan Samarinda,” kata Awang.
Menurut Gubernur Awang Faroek kerusakan DAS Mahakam juga diikuti kerusakan sub DAS Mahakam yakni
Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda. Akibatnya banjir terus terjadi lantaran kerusakan sungai.
“Empat Pemerintah Daerah di wilayah DAS Mahakam diminta ikut menjaga.

Tapi terus terang, kebijakan penanganan Sungai Mahakam merupakan kewenangan Pemerintah Pusat,” paparnya.
Awang mengungkapkan, sejak tahun 2009 Pemprov sudah menaruh perhatian serius terkait kondisi Sungai
Mahakam . “Tapi yang sebenarnya bertanggung jawab itu pemerintah pusat, program penghijauan sudah kami
lakukan tapi apalah artinya kalau penggundulan masih saja terjadi. Pernah ada pengerukan sungai tapi di hulu
sungai hutannya gundul, pembalakan hutan dan tambang batubara beraktifitas,” sesalnya.

Inilah wajah saat air dari Sungai Mahakam meluap. Foto: Hendar

Sejatinya, Pemprov berupaya mengatasi laju kerusakan di Sungai Mahakam dengan memberlakukan moratorium
tambang. “Saya sebagai gubernur sudah mengingatkan bahkan mengeluarkan kebijakan moratorium tambang dan
kebun sembari menertibkan usaha yang sudah ada di kiri dan kanan sungai,” sebutnya.

Tujuh dari 31 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kaltim masuk dalam prioritas I, untuk segera mendapatkan
penanganan. Hal ini diungkapkan Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman (Unmul), Prof Sigit
Hardwinarto.

Tujuh DAS tersebut yakni DAS Mahakam, DAS Kandilo (Kabupaten Paser), DAS Manggar (Balikpapan), DAS
Bontang, DAS Sangatta, DAS Tarakan, dan DAS Nunukan. “Mahakam masuk prioritas I bersama enam DAS
lainnya di Kaltim. Kapuas juga masuk prioritas I,” kata Sigit, usai diskusi yang digagas Forum Komunikasi
Komunitas Kehutanan Kalimantan Timur (FK4T).

Kriteria yang digunakan untuk menetukan prioritas tersebut antara lain tutupan lahan, indeks pembangunan di tiap
DAS, hingga kawasan lindung di area DAS tersebut. “DAS ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan
maupun hutan. Karena erosi dan banjir ini berasal dari DAS,” papar Sigit.

Laju pembangunan yang tidak dapat diimbangi dengan program rehabilitasi menjadi salah satu faktor penyebab
degradasi lingkungan. “Luasan lahan terbuka terus meningkat, sementara kecepatan rehabilitasi lebih kecil.
Keduanya berjalan beriringan, tapi rehabilitasi lahan ini selalu tertinggal,” paparnya.

Diakui Sigit, lahan hutan di Kaltim terus terdesak oleh kepentingan pembangunan. Untuk itu, katanya, diperlukan
penataan wilayah yang tepat agar proses pembangunan berjalan berimbang dengan daya dukung lingkungan.
“Prinsip dalam tata ruang ialah proporsionalitas. Contoh di DAS Mahakam, hutan posisinya di mana? Berapa
luasnya? Bukan anti tambang atau perkebunan, tapi proporsinya harus tepat. Misalkan di Hulu Mahakam dengan
Formasi Balikpapan yang berarti banyak batubara dengan kalori yang menggiurkan, ya tidak boleh ditambang.
Tambang dan perkebunan mungkin bisa di daerah tengah DAS atau di hilir,” urai Sigit yang juga menjabat sebagai
Ketua Tim Terpadu (Timdu) penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Perubahan (RTRW-P) Kaltim.
Sigit mengungkapkan, luas hutan di Kaltim saat ini mencapai 14,5 juta hektare. Sementara, total luas daratan
Kaltim berkisar 21 juta hektare. Semula, Pemprov Kaltim mengusulkan sekitar 2,5 juta hectare Kawasan Budidaya
Kehutanan (KBK) dikonversi menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) atau Area Penggunaan Lain
(APL). Namun, dari usulan tersebut, timdu RTRW-P hanya menyetujui sekitar 400 ribu hektare KBK yang bisa
dialihfungsikan.

“Kami tidak bisa melepaskan 2,5 juta KBK menjadi KBNK atau APL. Karena timdu sendiri punya prinsip dan
kriteria untuk mengubah kawasan hutan.

Jadi hasil kajian timdu, hanya 400 ribu hektare saja yang bisa dialihfungsikan,” jelasnya.

Sementara, diskusi FK4T menghasilkan Deklarasi Ulin Arya yang salah satu butir deklarasinya bakal menyusun
platform pembangunan kehutanan Kaltim. Platform ini diharapkan menjadi acuan implementasi kebijakan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya hutan di Kaltim. “Kami akan melakukan kajian,
pemantauan, dan bila perlu pengawasan yang terkait dengan pembangunan kehutanan Kaltim,” tandas Agung
Nugraha dari FK4T. (sumber: Mongabay Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai

  • Geolistrik PDF
    Geolistrik PDF
    Dokumen26 halaman
    Geolistrik PDF
    Dinan P. Boka
    Belum ada peringkat
  • Eksplorasi Geofisika
    Eksplorasi Geofisika
    Dokumen5 halaman
    Eksplorasi Geofisika
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Modul
    Modul
    Dokumen26 halaman
    Modul
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • HK 0 TM
    HK 0 TM
    Dokumen7 halaman
    HK 0 TM
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Kalorimeter
    Kalorimeter
    Dokumen3 halaman
    Kalorimeter
    Fajar Rumanto
    Belum ada peringkat
  • Pengantar Termodinamika
    Pengantar Termodinamika
    Dokumen22 halaman
    Pengantar Termodinamika
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Hukum 1 Termodinamika
    Hukum 1 Termodinamika
    Dokumen46 halaman
    Hukum 1 Termodinamika
    darkbreaker3244
    0% (1)
  • Hidrodinamika
    Hidrodinamika
    Dokumen5 halaman
    Hidrodinamika
    Agus Dian Pratama
    Belum ada peringkat
  • Suhu Dan Kalor
    Suhu Dan Kalor
    Dokumen7 halaman
    Suhu Dan Kalor
    riyadi pria dwi ilcham
    Belum ada peringkat
  • Aliran Mampu Rapat
    Aliran Mampu Rapat
    Dokumen6 halaman
    Aliran Mampu Rapat
    Anisa Rachman
    Belum ada peringkat
  • TERMODIAMIKA
    TERMODIAMIKA
    Dokumen21 halaman
    TERMODIAMIKA
    LuffyVeraAghesty
    Belum ada peringkat
  • Kalor 2
    Kalor 2
    Dokumen30 halaman
    Kalor 2
    Khafriati Atik
    Belum ada peringkat
  • Soal Soal
    Soal Soal
    Dokumen3 halaman
    Soal Soal
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • UAS Termodinamika-1
    UAS Termodinamika-1
    Dokumen21 halaman
    UAS Termodinamika-1
    Afip Pullah
    Belum ada peringkat
  • TEORI KINETIK GAS
    TEORI KINETIK GAS
    Dokumen25 halaman
    TEORI KINETIK GAS
    Sandi Tri Utama
    Belum ada peringkat
  • TERMODIAMIKA
    TERMODIAMIKA
    Dokumen21 halaman
    TERMODIAMIKA
    LuffyVeraAghesty
    Belum ada peringkat
  • Gas Ideal
    Gas Ideal
    Dokumen4 halaman
    Gas Ideal
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Gas Ideal
    Gas Ideal
    Dokumen4 halaman
    Gas Ideal
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • 1e - Klasifikasi Mineral
    1e - Klasifikasi Mineral
    Dokumen53 halaman
    1e - Klasifikasi Mineral
    jimmyps
    Belum ada peringkat
  • Genesa Mineral
    Genesa Mineral
    Dokumen84 halaman
    Genesa Mineral
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Termodinamika
    Termodinamika
    Dokumen23 halaman
    Termodinamika
    Aldo Yorendi
    Belum ada peringkat
  • Rps
    Rps
    Dokumen2 halaman
    Rps
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Entrofi
    Entrofi
    Dokumen25 halaman
    Entrofi
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • 1c - Sifat Fisik Mineral
    1c - Sifat Fisik Mineral
    Dokumen80 halaman
    1c - Sifat Fisik Mineral
    Dinan
    Belum ada peringkat
  • Saptermo 1
    Saptermo 1
    Dokumen6 halaman
    Saptermo 1
    Thämäíyänthí Rätnäm
    Belum ada peringkat
  • Zairullah
    Zairullah
    Dokumen14 halaman
    Zairullah
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Cara Potong Foto
    Cara Potong Foto
    Dokumen7 halaman
    Cara Potong Foto
    Dja Yusman
    Belum ada peringkat
  • Poster Go Green
    Poster Go Green
    Dokumen16 halaman
    Poster Go Green
    Nugrahanto Djayusman
    Belum ada peringkat
  • Konsep Dasar Termodinamika 09
    Konsep Dasar Termodinamika 09
    Dokumen14 halaman
    Konsep Dasar Termodinamika 09
    Ivan Akbar
    Belum ada peringkat