Anda di halaman 1dari 4

RESUSITASI JANTUNG PARU

No Dokumen No.Revisi Halaman


…………... 1/5
Ditetapkan,
Direktur
STANDAR
TanggalTerbit
OPERASIONAL
PROSEDURAL
dr. Hilmi K. Riskawa, Sp.A.,M.Kes

Pengertian 1. Resusitasi jantung paru suatu sistem/metode untuk mengatasi henti jantung
dan/atau henti nafas.
2. Henti jantung adalah berhentinya kontraksi jantung yang ditandai tak
terabanya denyut jantung, denyut nadi dan/atau denyut arteri karotis.
3. Henti nafas adalah berhentinya gerakan pernafasan dan ditandai dengan tak
terasanya hembusan nafas dari kedua lubang hidung.

Tujuan Agar nyawa penderita henti jantungdan/atau henti paru segera bisa diselamatkan
dan tidak memberikan gejala sisa.
Kebijakan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Prosedur 1. Periksa respon:
 a) Petugas IGD RSIA Anugrah segera memeriksa ada tidaknya cedera dan
tentukan ada respon atau tidak.
 b) Tepuk atau guncangkan secara halus, panggil atau tanya.
 c) Bila diduga ada trauma kepala atau leher, pasien tak boleh digerakkan
kecuali bila benar-benar diperlukan.
2. Aktifkan sistem pelayanan emergensi yang ada:
 Bila terjadi di luar RS :
a. panggil bantuan,
b. sebutkan jenis bantuan yang diperlukan,
c. lokasi korban,
d. nomor telpon yang digunakan,
e. apa yang terjadi,
f. jumlah orang yang memerlukan pertolongan,
g.kondisi korban, dan informasi lainnya.
3. AIRWAY (Jalan nafas):
Bila korban tak memberikan respon:
a) petugas IGD RSIA Anugrah harus menentukan apakah korban tersebut
bernafas secara adekuat.
b) Letakkan korban pada posisi terlentang dan jalan nafas terbuka.
c) Posisi korban :
 Tempatkan korban pada posisi terlentang, pada tempat yang keras
dan datar.
 Bila korban telungkup, balikkan korban dalam satu kesatuan
sehingga kepala, bahu dan badan bergerak serentak hingga tak ada
yang terputar. Kepala dan leher harus berada pada satu bidang,
lengan berada di samping badan.
d) Posisi petugas/penolong:
Penolong harus berada pada sisi korban sehingga memungkinkan
melakukan bantuan nafas dan kompresi dada.
e) Buka jalan nafas:
 Bila korban tak berrespon/tak sadar lakukan manuver ”head tilt-chin
lift” untuk membuka jalan nafas, dengan syarat pasien tak ada bukti
trauma kepala atau leher.
 Bila dicurigai adanya trauma leher lakukan manuver ”jaw- thrust”.
 Bila ada benda asing yang terlihat atau muntahan, segera keluarkan
dari dalam mulut dengan jari tangan yang memakai sarung tangan.
Benda yang keras dapat dikeluarkan dengan jari telunjuk, sementara
tangan yang lain tetap mempertahankan lidah dan rahang.
4. Manuver ”head tilt-chin lift”:
a. Letakkan satu tangan pada dahi korban, tekan dengan telapak tangan
hingga kepala menjungkit ke belakang. Letakkan jari-jari tangan yang
sebelah lagi di bawah tulang rahang bawah dekat dagu. Angkat rahang dan
dagu ke depan.
b. Jangan menekan bagian lunak di bawah dagu dan jangan menggunakan
ibu jari untuk mengangkat dagu. Buka mulut sehingga memungkinkan
pernafasan spontan dan memungkinkan bantuan nafas dari mulut ke
mulut. Bila gigi korban goyah atau ada gigi palsu, maka gigi tsb harus
lepaskan.
5. Manuver ”jaw-thrust”:
Letakkan tangan penolong pada masing-masing sisi kepala korban, letakkan
siku penolong pada bidang dimana korban berbaring. Raih sudut rahang bawah
korban dan angkat dengan ke dua tangan. Bila bibir korban terkatup,
regangkan atau buka dengan ibu jari ke dua tangan.
6. BREATHING (Pernafasan):
a. Periksa ada tidaknya nafas:
 Tempatkan telinga penolong dekat mulut dan hidung korban sambil
tetap membuka jalan nafas. Sambil memperhatikan dada korban
lakukan:
(1) Look: lihat ada tidaknya pergerakan dada;
(2) Listen: dengar ada tidaknya hembusan nafas;
(3) Feel: rasakan adanya hembusan
 Prosedur pemeriksaan ini tak boleh lebih dari 10 detik.
b. Tentukan ada/tidaknya dan adekuat/tidaknya pernafasan.
 Bila korban tak berespon/tak sadar dengan nafas normal, tak ada
cedera tulang belakang, posisikan penderita pada posisi mantap, jaga
jalan nafas terbuka.
 Bila korban tak berespon dan tak bernafas, lakukan bantuan nafas 2
kali. Bila tak dapat dilakukan pemberian bantuan nafas awal, atur
ulang posisi kepala dan ulang lagi usaha ventilasi.
 Bila tetap tak berhasil memberikan ventilasi hingga dada
mengembang, tenaga terlatih harus melakukan manuver untuk
mengatasi sumbatan jalan karena benda asing (Heimlich manuver atau
abdominal thrust/back thrust).
 Pastikan dada korban turun naik pada tiap bantuan nafas yang
diberikan.
 Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi.
7. CIRCULATION (Sirkulasi)
a. Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi;
 Setelah pemberian bantuan nafas awal, periksa adanya pernafasan
normal, k atau gerakan dari korban sebagai respon terhadap bantuan
nafas yang diberikan. Sekaligus periksa ada tidaknya nadi karotis
jangan lebih dari 10 detik.
 Periksa denyut nadi arteri karotis adalah dengan mempertahankan
posisi kepala (head tilt) dengan satu tangan. Raba trakhea dengan 2
atau 3 jari tangan yang lain, geser jari-jari tersebut ke lateral sisi
penolong hingga celah antara trakhea dan otot.
 Gunakan tekanan yang lembut saja sehingga tidak menekan arterinya.
Bila denyut arteri karotis tak teraba lakukan kompresi dada.
b. Kompresi dada:
 Jari penolong mencari arkus kosta bagian bawah.
 Ditelusuri ke atas hingga teraba bagian terbawah sternum.
 Taruh salah satu pangkal tangan pada bagian separuh bawah sternum,
dan taruh tangan yang satu lagi di atas punggungn tangan yang
pertama, sehingga tangan dalam keadaan paralel. Pastikan sumbu
pangkal tangan tepat pada sumbu sternum.
 Jari-jari tangan dapat dibiarkan terbuka atau saling mengunci satu
sama lain tetapi jangan menekan dada.
 Usahakan mendapatkan posisi yang tepat di sternum dengan cara
meletakkan pangkal tangan penolong diantara ke dua papilla mammae.
 Lakukan kompresi yang efektif dengan memperhatikan hal- hal
sebagai berikut:
(1) Posisi siku tidak menekuk, posisi lengan tegak lurus dengan dada
korban.
(2) Tekan di tengah sternum.
(3) Lepaskan tekanan hingga dada kembali ke posisi normal agar darah
masuk ke dada dan jantung, posisi tangan tetap menempel di sternum.
(4)Lakukan 30 kali kompresi dada, pastikan dada kembali ke posisi
semula diantara dua kompresi. Buka lagi jalan nafas dan berikan lagi 2
kali bantuan nafas, masing- masing 1 detik. Bila sudah dilakukan
intubasi kompresi dada dan ventilasi dapat dilakukan kontinyu dan
tidak perlu sinkron.
8. REASSESSMENT:
a) Evaluasi ulang korban, bila tetap tak ada tanda-tanda sirkulasi ulangi RJP
dengan dimulai dari kompresi dada. Bila tanda-tada sirkulasi sudah tampak,
periksa pernafasan.
b) Bila ada nafas, tempatkan dalam posisi mantap dan awasi nafas dan
sirkulasi.
c) Bila tak ada nafas tapi ada tanda-tnda sirkulasi, berikan bantuan nafas 10-12
kali/menit dan awasi adanya tanda-tanda sirkulasi tiap menit.
d) Bila tak ada tanda sirkulasi teruskan kompresi dada dan ventilasi dengan
rasio 30 kompresi 2 ventilasi.
e) Berhenti dan periksa tanda-tanda sirkulasi dan adanya pernafasan spontan
tiap menit.
f) Jangan berhenti RJP kecuali karena keadaan khusus.
g) Bila didapatkan adanya pernafasan yang adekuat dan adanya tanda-tanda
sirkulasi, pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan posisikan dalam posisi
mantap; dengan cara:
1. Satu lutut difleksikan.
2. Satu lengan yang sepihak diletakkan dibawah pantat, lengan yang lain
difleksikan didepan dada.
3. Pelan pelan diguligkan kearah yang sepihak dengan lutut yang fleksi.
4. Kepala di ekstensikan, lengan yang fleksi didepan dada diletakkan
mengganjal rahang bewah (agar tidak terguling ke depan )

Unit Terkait InstalasiGawatDarurat

Anda mungkin juga menyukai