Anda di halaman 1dari 13

‫اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻜﻢ ورﺣﻤﺔ اﷲ وﺑﺮﻛﺎﺗﻪ‬

ِ ‫ وﻫ َﺪاﻫﻢ إِﻟَﻰ اﻟْﺤ ﱢﻖ ﺑِﻤ‬،‫ﺎدﻩِ ﻧِﻌﻤﻪ وﻋﻄَﺎﻳﺎﻩ‬


‫ﻮاﻋ ِﻈ ِﻪ‬ ِ ‫اَﻟْﺤﻤ ُﺪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ اﻟﱠ ِﺬي أَﺳﺒ َﻎ َﻋﻠَﻰ ِﻋﺒ‬
َ َ ْ ُ ََ ُ َ َ َ ََُ َ َْ ْ َْ
ِ ‫ْﻜﺘَﺎب ِﻣﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ُﻜﻢ وإِﻳﱠﺎ ُﻛﻢ أ‬ ِ ِ
‫َن اﺗﱠـ ُﻘﻮا‬ ْ َ ْ ْ َ ‫ﺻ ْﻴـﻨَﺎ اﻟﱠﺬﻳْ َﻦ أ ُْوﺗُﻮا اﻟ‬ ‫ َوﻟََﻘ ْﺪ َو ﱠ‬:‫ﺎل ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ‬ َ َ‫ ﻗ‬،ُ‫ﺻﺎﻳَﺎﻩ‬ َ ‫َوَو‬
،‫ َوأ ُْوِﻣ ُﻦ ﺑِ ِﻪ َوأَﺗَﻮﱠﻛ ُﻞ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬،‫ْﺤ ْﻤ ِـﺪ َوأُﺛْﻨِ ْﻲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ ‫ أَﺣﻤ ُﺪﻩ ﺳﺒﺤﺎﻧَﻪ ﺑِﻤﺎ ﻫﻮ ﻟَﻪ أ َْﻫ‬،‫اﻟﻠﱠﻪ‬
َ ‫ـﻞ ﻣ َﻦ اﻟ‬ ٌ ُ َ ُ َ ُ َ ُْ ُ َ ْ َ
َ‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﻻَ إِﻟَﻪَ إِﻻﱠ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻ‬،ُ‫ي ﻟَﻪ‬ ِ ِ ْ ‫ﻀ ﱠﻞ ﻟَﻪ وﻣﻦ ﻳ‬ ِ ‫ﻣﻦ ﻳـ ْﻬ ِﺪﻩِ اﷲ ﻓَﻼَ ﻣ‬
َ ‫ﻀـﻠ ْﻞ ﻓَﻼَ َﻫﺎد‬ ُ ْ ََ ُ ُ ُ َ َْ
‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن َﺳﻴﱢ َﺪﻧَﺎ َوﻧَﺒِﻴﱠـﻨَﺎ‬،‫ﺼﻠِ ِﺤ ْﻴ َﻦ‬ ِ
ْ ‫ َو ُﻫ َﺪاةً ُﻣ‬،‫ﺸ ِﺮﻳْ َﻦ َوُﻣ ْﻨﺬ ِرﻳْ َﻦ‬‫ أ َْر َﺳ َﻞ ُر ُﺳﻠَﻪُ ُﻣﺒَ ﱢ‬،ُ‫ﻚ ﻟَﻪ‬ َ ْ‫َﺷ ِﺮﻳ‬
،‫ أ َْر َﺳﻠَﻪُ َرﺑﱡﻪُ ﺑَ ِﺸ ْﻴـ ًﺮا َوﻧَ ِﺬﻳْـ ًﺮا‬،َ‫ َوأ َْر َﺷ َﺪ وﻧَـﺒﱠﻪ‬،َ‫ﺻﻰ َوَو ﱠﺟﻪ‬ ِ
َ ‫ َﺧ ْﻴـ ُﺮ َﻣ ْﻦ أ َْو‬،ُ‫ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪ اﷲ َوَر ُﺳ ْﻮﻟُﻪ‬
‫َﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ‬ ِِ ِ ِ ‫اﷲ ﺑِﺈ ْذﻧِِﻪ و ِﺳﺮ‬ ِ ‫اﻋﻴﺎ إِﻟَﻰ‬ ِ
ْ ‫ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ َوﺑَﺎ ِر ْك َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟﻪ َوأ‬ َ ‫ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ‬،‫اﺟﺎ ُﻣﻨ ْﻴـ ًﺮا‬ً َ َ ً ‫َو َد‬
ِ ِ ِ ٍ ‫ واﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌ ْﻴﻦ ﻟَ ُﻬﻢ ﺑِﺈﺣ‬،‫أَﺟﻤ ِﻌ ْﻴﻦ‬
َ‫ ﻓَـﻴَﺎ أَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ ُﻤ ْﻮ َن اﺗّـ ُﻘﻮا اﷲ‬:‫ أَ ﱠﻣﺎ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ‬.‫ﺴﺎن إِﻟَﻰ ﻳَـ ْﻮم اﻟﺪﱢﻳْ ِﻦ‬ َْ ْ َ َ َ َْ
‫آﻣﻨُـ ْﻮا اﺗﱠـ ﱡﻘﻮ اﷲَ َﺣ ﱠﻖ ﺗُـ َﻘﺎﺗِِﻪ َو َﻻ ﺗَ ُﻤ ْﻮﺗُ ﱠﻦ إِﱠﻻ َو‬ ِ
َ ‫ ﻳَﺎ أَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟّﺬﻳْ َﻦ‬،‫ﺴ ﱢﺮ َو اْ َﻟﻌﻠَ ِﻦ‬ ‫ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ﻓِﻲ اﻟ ﱢ‬
‫أَﻧْـﺘُ ْﻢ ُﻣ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮ َن‬

Jamaah Shalat Jumah Rahimakumullah..

Alhamdulillah, adalah kalimat yang layak selalu di baca lantaran


hingga saat ini kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT yang diberikan
kekuatan untuk melaksanakan shalat jumat berjamaah dengan limpahan
kesehatan. Kita berharap, karunia ini selalu mengiringi keseharian dalam
perjalanan hidup sehingga kian banyak kebaikan yang disebar di atas muka
bumi ini. Hal ini juga sebagai bentuk takwa kita kepada Allah SWT yak ni
melaksanakan perintah dan menjauhi segala yang dilarang.
Allah taala telah mengingatkan agar selalu memperhatikan yang kita
perbuat, serta mempersiapkan yang terbaik untuk bekal di kehidupan
mendatang, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah al-
Hasyr:18 yang berbunyi:
              

    

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Hadirin jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah.


Pada kesempatan siang ini ijinkan saya menyampaikan cerita dari
salah seorang sahabat Nabi yang bernama Ammar bin Yasir. Siapakah
Ammar bin Yasir itu? Apa yang Istimewa darinya? Dan apa nasihat yang
bisa kita peroleh darinya?
‘Ammar bin Yasir RA adalah anak dari Sumayyah binti
Khayyat dan Yasir bin Amir RA yang merupakan salah satu dari orang yang
paling awal dalam memeluk Agama Islam atau disebut dengan As-sabiqunal
Awwalun.
Keluarga Yasir bin Amir berasal dari Tihanah, suatu daerah di Yaman.
Yasir bin Amir kemudian datang ke Mekkah untuk mencari saudaranya
yang hilang dan kemudian menetap di sana dan beristerikan Sumayyah
binti Khayyat. Setelah ‘Ammar bin Yasir dan keluarga memeluk Islam,
kemudian mereka disiksa oleh Abu Jahal untuk melepaskan Islam. Dalam
siksaan itu orang tua ‘Ammar bin Yasir tewas oleh kekejaman
kaum Quraisy. Sementara ‘Ammar selamat setelah diperlihatkan mukjizat
oleh Rasulullah SAW yang mengubah api menjadi dingin. ‘Ammar bin Yasir
RA juga ikut dalam hijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian
hijrah ke Madinah.
‘Ammar bin Yasir RA termasuk sahabat yang dijanjikan masuk surga
oleh nabi Muhammad SAW. Beliau juga berperanan penting di setiap
situasi kritis. Di masa khalifah ‘Umar RA beliau dipercaya sebagai walikota
Kufah dengan ‘Abdurrahman bin Mas’ud RA sebagai wazir dan bendahara
kota itu (Bastoni, 2007: 198-205).
Jamaah Sholat Jumah yang di rahmati Allah
Dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dalam Kitab Az- Zuhdi H. 257 dan 928 yang berbunyi:

،‫ َوَﻛ َﻔﻰ ﺑِﺎﻟْﻴَ ِﻘ ْﻴ ِﻦ ِﻏﻨًﻰ‬،‫اﻋﻈًﺎ‬


ِ‫ت و‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َﻛ َﻔﻰ ﺑﺎﻟ َْﻤ ْﻮ‬:ُ‫ﺎر ﺑْ ُﻦ ﻳَﺎﺳ ٍﺮ َرﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨﻪ‬ ٌ ‫ﺎل َﻋ ﱠﻤ‬ َ َ‫ﻗ‬
‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﻓِ ْﻲ اﻟ ﱡﺰ ْﻫ ِﺪ‬ ِ َ ‫وَﻛ َﻔﻰ ﺑِﺎﻟ ِْﻌﺒ‬
ْ ‫ أَ ْﺧ َﺮ َﺟﻪُ أ‬.‫ﺎدة ُﺷﻐْ ًﻼ‬ َ َ
Dari ‘Ammar bin Yasir RA beliau berkata: “Cukuplah kematian sebagai
nasihat, keyakinan sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai
kesibukan.” (Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa kalimat
itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Kitab Az-Zuhdu).Hadis
semisal juga terdapat dalam mu’jam Ibn A’rabi Juz 1/97, mu’jam at-
tabraniy juz 10/311, Musnad As-Shihab, Juz 2/302.
Nasihat ‘Ammar bin Yasir RA yang termaktub dalam hadis di atas
sangatlah mendalam, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Jalaluddin As-
Suyuthi di dalam kitab tafsir beliau, Ad-Durru al-Mantsur fi at-Ta’wili bi al-
Ma’tsur.
Hadirin jamaah sholat jumat yang di rahmati Allah
Nasihat pertama dari Ammar bin Yasir adalah:
1. Kafa bi al-mauti wa’idha,
Cukuplah kematian sebagai nasihat). Kematian adalah peristiwa
yang sangat besar bagi manusia. Ia mengakhiri kenikmatan duniawi. Ia
menjadi pemutus periode hidup di alam ikhtiar. Kematian pasti dialami
oleh setiap yang bernyawa. Kemanapun manusia menghindarinya,
kematian pasti menjemputnya. Oleh karena itu mengambil nasihat dari
kematian, mengambil nasihat dari sebuah peristiwa terbesar, sangatlah
penting.
Ka`b berkata, “Barang siapa mengenal kematian, niscaya menjadi
remehlah segala musibah dan kegundahan dunia.” [Al-Ihyā', vol. IV, hal.
451.]
Rabī` Ibn Abī Rāsyid berkata:

ُ ‫ﺎﻋﺔً ﻟَ َﺨ ِﺸ ْﻴ‬
‫ﺖ أَ ْن ﻳَـ ْﻔﺴ َﺪ َﻋﻠَ ﱠﻲ ﻗَـ ْﻠﺒِ ْﻲ‬ ِ ‫ﻟَﻮ ﻓَﺎر َق ِذ ْﻛﺮ اﻟْﻤﻮ‬
َ ‫ت ﻗَـ ْﻠﺒِ ْﻲ َﺳ‬ َْ َ َ ْ
“Sekiranya kalbuku terpisah sesaat saja dari mengingat kematian,
maka aku benar-benar khawatir kalbuku menjadi rusak.” [Lihat Shifah
ash-Shafwah, vol. III, hal. 109; dan az-Zuhd, Ibnu'l Mubārak, hal. 90.
Dalam al-Ihyā', vol. IV, hal. 451, ucapan tersebut dinisbatkan kepada ar-
Rabī` Ibn Khutsaim, namun yang tepat adalah sebagaimana telah
disebutkan. Allāhu a`lam.]
Seorang wanita pernah mendatangi `Āisyah untuk mengeluhkan
tentang kekerasan kalbu. `Āisyah berkata, “Perbanyaklah mengingat
kematian, niscaya kalbu itu akan menjadi lembut (baik).”
Dikisahkan bahwa ar-Rabī` Ibn Khutsaim menggali kuburan di
tempat tinggalnya dan tidur di dalamnya beberapa kali dalam sehari,
agar selalu mengingat kematian.
Nabi SAW pernah ditanya, “Siapakah yang paling cerdik dari
kalangan kaum mukminin?” Beliau menjawab,

َ ِ‫ادا أُوﻟﺌ‬
ً ‫اﺳﺘِ ْﻌ َﺪ‬ ِ ِ ِ ِ
ُ َ‫ﻚ ْاﻷَ ْﻛﻴ‬
‫ﺎس‬ ْ ُ‫ﺴﻨُـ ُﻬ ْﻢ ﻟ َﻤﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪﻩ‬ ْ ‫أَ ْﻛﺜَـ ُﺮُﻫ ْﻢ ﻟﻠ َْﻤ ْﻮت ذ ْﻛ ًﺮا َوأ‬
َ ‫َﺣ‬
“Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik
persiapannya untuk setelah kematian. Mereka itulah orang-orang yang
cerdik.” [Shahīh at-Targhīb wa't Tarhīb III/164/3335.]
Hampir setiap hari kita mendengar adanya kabar kematian, dari
pengeras suara di masjid/surau, dari radio, dari televisi, dari kabar
sesama kawan, dari koran, dan dari media yang beragam. Betul,
kematian itu hanya satu, tetapi sebabnya bermacam-
macam. Tanawwa’at al-asbab wa al-mautu wahidu, bermacam-
macamlah sebab kematian, tetapi kematian itu hanya satu.
Kematian membuat kita sadar bahwa manusia hidup di dunia ini
bersifat sementara. Usia umat nabi Muhammad SAW rata-rata berkisar
60 sampai 70 tahun. Meskipun begitu ada pula yang masih lebih muda
sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Dan tidak sedikit pula warga
masyarakat yang sudah sepuh, sudah tua, sudah berusia di atas 70
tahun, tetapi masih dianugerahi kesehatan dan kebugaran sehingga
setiap hari dapat salat berjama’ah dengan baik di masjid atau mushalla,
dapat mengunjungi majelis-majelis ilmu, dapat berbelanja memenuhi
kebutuhan sehari-hari, dapat membersihkan rumah, dapat menerima
tamu dengan ramah, dan dapat menolong sesama dengan
lembut. Alhamdulillah. Semoga sampai di usia tua kita tetap dapat
berbuat baik dalam kesehatan yang terjaga. Amin.
Kematian juga mengingatkan kita bahwa kita ini adalah anak
keturunan Adam AS. “Asal” kita adalah surga. Kita dihidupkan di dunia
untuk memakmurkan bumi-Nya agar kelak kita dapat kembali kepada
surga Allah SWT. Kematian adalah gerbang, untuk mengakhiri hidup
duniawi kita menuju ke alam hidup berikutnya. Surgalah tempat kita
kelak. Allahumma, amin.
Demikianlah Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk
menguji manusia, manakah di antara mereka yang terbaik amalnya.

َ‫ْﺤﻴﺎة‬ َ ‫ اﻟﱠ ِﺬ ْي َﺧﻠَ َﻖ اﻟ َْﻤ ْﻮ‬.‫ْﻚ َو ُﻫ َﻮ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء ﻗَ ِﺪﻳْـ ٌﺮ‬


َ ‫ت َواﻟ‬ ُ ‫ﺒﺎر َك اﻟﱠ ِﺬ ْي ﺑِﻴَ ِﺪﻩِ اﻟ ُْﻤﻠ‬
َ َ‫ﺗ‬
ِ‫ﻟ‬
ُ ‫ﺴ ُﻦ َﻋ َﻤﻼً َو ُﻫ َﻮ اﻟ َْﻌ ِﺰ ُﻳﺰ اْﻟﻐَ ُﻔ‬
‫ﻮر‬ َ ‫َﺣ‬
ْ ‫أ‬ ‫ﻢ‬
ْ ‫ﻜ‬
ُ ‫ﻳ‬
‫ﱡ‬ َ
‫أ‬ ‫ﻢ‬
ْ ‫ﻛ‬
ُ‫ﻮ‬َ ‫ﻠ‬
ُ ‫ـ‬ ‫ﺒ‬
ْ ‫ﻴ‬
َ
“Mahasuci Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk
[67]: 1-2).
Hadirin Jamaah solat jumat yang dirahmati Allah.
2. Nasehat ke dua adalah Kafabi al-yaqini ghina, cukuplah keyakinan
sebagai kekayaan. Cukupkan kepercayaan sebagai aset. Cukuplah
kemantapan pikir, kemantapan hati, dan kemantapan rohani sebagai
modal.
Nasihat kedua ini tidak kalah daya hentaknya. Yang merasa tidak
sukses dalam hidup, oleh ‘Ammar bin Yasir diajak untuk memeriksa
keyakinan diri. Ya, keyakinan diri. Keyakinan bertingkat-tingkat. Ada
yang terbentuk melalui kesaksian inderawi (‘ainu al-yaqin). (QS. At-
Takatsur [102]: 7).

‫ﺛُ ﱠﻢ ﻟَﺘَـ َﺮُوﻧﱠﻬﺎ َﻋ ْﻴ َﻦ اﻟْﻴَ ِﻘ ْﻴ ِﻦ‬


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainu
al-yaqin.”
‘Ainu al-yaqin artinya melihat dengan mata kepala sendiri
sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat. Syaikh Fakhruddin Ar-
Razi menyatakan wa la syakka ba’da ar-ru`yati (‫)وﻻ ﺷﻚ ﺑﻌﺪ اﻟﺮؤﻳﺔ‬, “tak ada

keraguan setelah menyaksikan dengan mata kepala.” Keyakinan


berdasarkan fakta empirik yang terindera, dapat memenuhi tahapan
keyakinan yang berupa pengetahuan dan pemahaman. Tahapan ini
merupakan dasar yang penting dalam membangun keyakinan.
Masih ada keyakinan yang lebih tinggi, yaitu yang berdasarkan
ilmu (‘ilmu al-yaqin). (QS. At-Takatsur [102]: 5).

‫ْﻢ اﻟْﻴَ ِﻘ ْﻴ ِﻦ‬ ِ


َ ‫َﻛﻼﱠ ﻟَ ْﻮ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤ ْﻮ َن ﻋﻠ‬
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan
yang yakin.” (QS. At-Takatsur [102]: 5).
Syaikh Fakhruddin Ar-Razi menegaskan bahwa al-‘ilmu min
asyaddi al-bawa’itsi ‘ala al-‘amali (‫)اﻟﻌﻠم ﻣن أﺷد اﻟﺑواﻋث ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻣل‬, “ilmu
merupakan salah satu pendorong terkuat bagi perbuatan.”
Keyakinan orang yang berilmu lebih kokoh daripada keyakinan
orang-orang yang tidak berilmu. Di sinilah kekuasaan dan sekaligus
keadilan Allah juga dapat kita pahami. Ada perbedaan kualitas antara
orang yang berpendidikan dan yang tidak terdidik. Yang berilmu
pengetahuan lebih terhormat daripada yang tidak berilmu
pengetahuan.
Mengapa? Karena mutu kesaksian mereka berbeda. Peristiwanya
bisa sama, tetapi maknanya berbeda. Misalnya genangan air bersih
yang baru saja dijumpai di sebuah lokasi terbuka yang jauh dari
permukiman. Orang bodoh menganggapnya itu hanyalah sekadar
genangan, tetapi bagi orang yang berilmu pengetahuan tinggi,
kesaksian itu akan menuntun kepada pengamatan yang lebih seksama,
bahkan bisa melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan
berbagai pihak yang berwenang.
Ilmu menjadikan fakta berbicara lebih fasih. Peristiwa sederhana
bisa menjadi pelajaran berharga setelah melewati pertimbangan orang
yang berilmu pengetahuan. Demikianlah kita sangat menghargai
firman-Nya tentang ilmu dan keilmuan di dalam Al-Quran al-Karim.
ٍ ‫ﻳـﺮﻓَ ِﻊ اﻟﻠﱠﻪُ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا ِﻣ ْﻨ ُﻜﻢ واﻟﱠ ِﺬﻳﻦ أُوﺗُﻮا اﻟ ِْﻌﻠْﻢ َدر‬
‫ﺟﺎت َواﻟﻠﱠﻪُ ﺑِ َﻤﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧﺒِْﻴـ ٌﺮ‬َ َ َْ َ ْ َ َْ َْ
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-
Mujadilah [58]: 11).
.‫ﻀﻠِ ْﻲ َﻋﻠَﻰ أَ ْدﻧَﺎ ُﻛ ْﻢ‬
ْ ‫ﻀ ُﻞ اﻟ َْﻌﺎﻟِ ِﻢ َﻋﻠَﻰ اﻟ َْﻌﺎﺑِ ِﺪ َﻛ َﻔ‬
ْ َ‫ ﻓ‬:‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ُ ‫ال رﺳ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ َ َ َ‫ق‬
ُ‫ﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨﻪ‬ ِ ‫ﺎﻫﻠِ ﱢﻲ ر‬ِ ‫ي َﻋﻦ أَﺑِﻲ أُﻣﺎﻣﺔَ اﻟْﺒ‬ ِِ
َ َ َ َ ْ ْ ‫َرَواﻩُ اﻟﺘـ ْﱢﺮﻣﺬ ﱡ‬
Rasulullah SAW bersabda: “Keutamaan orang ‘alim atas orang
yang tekun ibadah, laksana keutamaanku atas orang-orang yang paling
rendah dari kalian.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abi Umamah Al-Bahili RA).
Kita menyaksikan peran ilmu sangat penting di dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak negara bangkit menjadi semakin kuat karena modal
ilmu pengetahuan yang berhasil mereka pupuk sejak lama. Bangsa-
bangsa berkembang semakin dihormati juga bersama ilmu
pengetahuan yang berhasil mereka kuasai.
Ilmu pengetahuan ditambah dengan penerapannya dalam
menjawab kebutuhan hidup sehari-hari melahirkan teknologi.
Teknologi membuat hidup manusia semakin mudah, praktis dan hemat
waktu. Sebaliknya teknologi juga mengakibatkan kesenjangan, baik
kesenjangan sosial, karena kalangan yang kaya akan mendapatkan
akses teknologi yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Tetapi
kesenjangan tidak hanya bersifat sosial saja, melainkan juga
kesenjangan antara moralitas masyarakat dengan tuntunan yang dianut
oleh masyarakat sendiri.
Teknologi memudahkan kehidupan manusia. Di tangan orang
yang tidak berakhlak karimah, maka teknologi akan juga memudahkan
perbuatan-perbuatan mereka. Itulah sebabnya para ilmuwan yang arif
bijaksana, para ulama, dan kaum cerdik pandai mendukung
konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kearifan
masyarakat, termasuk yang bersumber dari nilai-nilai agama.
Tak lain dan tak bukan agar teknologi tidak berkembang liar. Jika
teknologi berkembang penggunaannya secara liar, maka perangkat
modern itu akan sangat disayangkan apabila hanya semakin
menyibukkan manusia dan melalaikan kaum beriman dari ibadah dan
keluhuran.
Oleh karena itu Allah SWT menegaskan menjamin untuk
“meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Hadits “Keutamaan Mencari Ilmu”

ِ ‫ﻣﻦ َﺧﺮج ﻓِﻰ ﻃَﻠَﺐ اﻟ ِْﻌﻠ ِْﻢ ﻓَـ ُﻬﻮ ﻓِﻰ ﺳﺒِْﻴ ِﻞ‬
‫اﷲ َﺣﺘﱠﻰ ﻳَـ ْﺮِﺟ َﻊ‬ َ َ ُ َ َ َْ

Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada
di jalan Allah hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)
Hadits “Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu”

‫ْﺠﻨ ِﱠﺔ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ﻚ ﻃَ ِﺮﻳـ ًﻘﺎ ﻳـﻠْﺘ ِﻤ‬


َ ‫ﺲ ﻓ ْﻴﻪ ﻋﻠ ًْﻤﺎ َﺳ ﱠﻬ َﻞ اﷲُ ﺑِﻪ ﻃَ ِﺮﻳْـ ًﻘﺎ إِﻟَﻰ اﻟ‬
ُ َ َ ْ َ َ‫َﻣ ْﻦ َﺳﻠ‬

Artinya : ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu


ilmu. Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR.
Turmudzi)
Hadits “Menuntut Ilmu”

ِ ِ ‫ﺐ اﻟ ِْﻌﻠ‬
ْ ‫ْﻢ ﻣ َﻦ اﻟ َْﻤ ْﻬﺪ إِﻟَﻰ اﻟﱠ‬
‫ﻠﺤﺪ‬ َ ِ ُ‫أُﻃْﻠ‬

Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al
Hadits)
Hadirin jamaah solat jumat yang dirahmati Allah.
Keyakinan berdasarkan ilmu pengetahuan akhirnya diakui
terbatas kepada asumsi-asumsi dan postulat-postulat yang berlaku di
dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Kehidupan yang dijalani oleh
manusia masih menyisakan misteri. Misteri kehidupan banyak yang
belum terjawab. Orang masih saja mencari-cari sandaran yang paling
kokoh untuk membangun keyakinan diri. Dalam kaitan itu kita layak
menyimak firman-firman-Nya. Allah SWT memberitahu kita adanya
keyakinan tertinggi, yaitu keyakinan hakiki atau haqqu al-yaqin (QS. Al-
Waqi’ah [56]: 95). Tidak bisa tidak, firman-Nya-lah yang melengkapi
sandaran kedua keyakinan sebelumnya.

‫إِ ﱠن َﻫ َﺬا ﻟَ ُﻬ َﻮ َﺣ ﱡﻖ اﻟْﻴَ ِﻘ ْﻴ ِﻦ‬


“Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang
benar.” (QS Al-Waqi’ah [56]: 95)

Hadirin yang dirahmati Allah.


Seandainya menghitung biaya, maka bagi setiap keyakinan ada
harga yang harus dibayar. Pertama, untuk menjangkau keyakinan
inderawi atau ‘ainu al-yaqin, maka dibutuhkan biaya. Dan biaya yang
lebih besar harus dikerahkan untuk menjangkau tataran keyakinan
kedua, yaitu keyakinan berikutnya (‘ilmu al-yaqin). Dan ketika
mencapai tataran ketiga dari keyakinan, yaitu keyakinan hakiki (haqqu
al-yaqin), maka seseorang memiliki “kekayaan” yang tidak ternilai oleh
harta.
Dengan modal keyakinan itulah manusia akan merasakan
tahapan-tahapan kenikmatan. Pertama adalah tahapan kenikmatan
inderawi. Kedua, adalah kenikmatan keilmuan. Dan ketiga, adalah
kenikmatan rohani. Di tataran itulah orang akan merasakan lezatnya
beribadah kepada-Nya, baik ibadah ritual (mahdlah) maupun ibadah
kemasyarakatan (ijtima’iyah) dan ibadah yang perlu mengerahkan
harta (maliyah).
3. Sampailah kita kepada nasihat ketiga ‘Ammar bin Yasir RA. Kafa bi
al-‘ibadati syughla, cukuplah ibadah sebagai kesibukan. Cukuplah
kebaikan lillahi ta’ala sebagai pengisi waktu kita. Mulai terbit fajar,
matahari menyingsing di ufuk timur, sampai matahari berada tepat di
atas kepala kita, hingga tiba waktunya sore, petang dan malam, bahkan
tengah malam, ibadah selalu pantas menjadi pengisi waktu.
Kebiasaan beribadah membuat orang lebih terukur di dalam
berpikir, bersikap dan berbuat. Kita perhatikan, ada ibadah yang
bersifat ritual (mahdlah), ada pula yang bersifat kemasyarakatan
(ijtima’iyah) dan ada juga ibadah yang perlu mengerahkan harta
(maliyah). Semua dapat kita lakukan sesuai dengan petunjuk agama.
Memperhatikan ragam ibadah itu, tergambar bagi kita, semakin
sukses seseorang, maka semakin berpeluang untuk
menganekaragamkan dan melengkapkan bentuk ibadahnya. Alangkah
indahnya hidup kita jika sehari-hari kita dapat mendasarkan setiap
kegiatan kita sebagai ibadah kepada sang Pencipta.

Hadirin yang dirahmati Allah.


Semoga kita semua selalu dimudahkan untuk melaksanakan
nasihat-nasihat yang baik, termasuk nasihat dari para sahabat nabi
Muhammad SAW. Salah satu sahabat yang kita angkat nasihatnya
adalah ‘Ammar bin Yasir RA. “Cukuplah kematian sebagai nasihat,
keyakinan sebagai kekayaan dan ibadah sebagai kesibukan

َ َ‫ َوَﻛ َﻔﻰ ﺑِﺎﻟ ِْﻌﺒ‬،‫ َوَﻛ َﻔﻰ ﺑِﺎﻟْﻴَ ِﻘ ْﻴ ِﻦ ِﻏﻨًﻰ‬،‫اﻋﻈًﺎ‬


(‫ﺎدةِ ُﺷﻐْ ًﻼ‬ ِ‫تو‬ ِ ِ
َ ‫ ) َﻛ َﻔﻰ ﺑﺎﻟ َْﻤ ْﻮ‬.”
‫َن اﻟْ َﻜ ِﺮﻳْ ِﻢ‪ ،‬وﻧَـ َﻔﻌﻨِﻲ وإِﻳﱠﺎ ُﻛﻢ ﺑِﻤﺎ ﻓِ ْﻴ ِﻪ ِﻣﻦ ْاﻷَﻳ ِ‬
‫ﺎت‬ ‫ﺑﺎر َك اﷲ ﻟِﻲ وﻟَ ُﻜﻢ ﻓِﻲ اﻟْ ُﻘﺮأ ِ‬
‫َ َ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬ ‫ََ ُ ْ َ ْ ْ ْ‬
‫ﱢﻲ َوِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﺗَِﻼ َوﺗَﻪُ إِﻧﱠﻪُ ُﻫ َﻮ اﻟ ﱠ‬
‫ﺴ ِﻤ ْﻴ ُﻊ اﻟ َْﻌﻠِ ْﻴ ُﻢ‬ ‫ﻨ‬ ‫واﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ اﻟْﺤ ِﻜﻴ ِﻢ‪ ،‬وﺗَـ َﻘﺒﱠﻞ ِ‬
‫ﻣ‬
‫َ ْ َ ْ ْ‬ ‫َ‬
‫‪Khutbah 2‬‬

‫ْﻤﺘ ِﱠﻘ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬وﻻَ ﻋُ ْﺪ َوا َن إِﻻﱠ َﻋﻠَﻰ اﻟﻈﱠﺎﻟِ ِﻤ ْﻴ َﻦ‪،‬‬ ‫ب اﻟﻌﺎﻟَ ِﻤﻴﻦ‪ ،‬و ِ ِ‬
‫اﻟﻌﺎﻗﺒَﺔُ ﻟﻠ ُ‬ ‫ْﺤ ْﻤ ُﺪ ﷲ َر ﱢ َ ْ َ َ َ‬
‫ِ‬
‫اﻟ َ‬
‫ﺼﺎﻟِ ِﺤ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬وﻧَ ْﺸ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن َﺳﻴﱢ َﺪﻧَﺎ َوﻧَﺒِﻴﱠـﻨَﺎ‬ ‫ﻚ ﻟَﻪُ َوﻟِ ﱡﻲ اﻟ ﱠ‬ ‫َوﻧَ ْﺸ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﻻَ إِﻟَﻪَ إِﻻﱠ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻَ َﺷ ِﺮﻳْ َ‬
‫ات ِ‬
‫اﷲ‬ ‫ﺻﻠَ َﻮ ُ‬ ‫اﷲ أ ِ‬
‫َﺟ َﻤﻌ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬‬ ‫ﻀ ُﻞ َﺧﻠ ِْﻖ ِ ْ‬ ‫ﺎم اﻷَﻧﺒِﻴَ ِﺎء َواﻟ ُْﻤ ْﺮ َﺳﻠِ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬وأَﻓْ َ‬‫ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪﻩُ َوَر ُﺳ ْﻮﻟُﻪُ إِ َﻣ ُ‬
‫ﺎن إِﻟَﻰ ﻳَـ ْﻮِم اﻟﺪﱢﻳْ ِﻦ‬
‫وﺳﻼَﻣﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‪ ،‬و َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ وﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ واﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌ ْﻴﻦ ﻟَ ُﻬﻢ ﺑِِﺈﺣﺴ ٍ‬
‫َ ْ َْ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ََ ُ‬
‫ﺎﺷﻜﻢ‪ ،‬وﺗَﻔ ﱠﻜﺮوا‬ ‫اﷲ اﺗﱠﻘﻮا اﷲ وأَﺻﻠِﺤﻮا أَﻣﺮ ِدﻳﻨِﻜﻢ وﻣﻌ ِ‬
‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َ‬
‫ﺎد ِ‬ ‫أَ ﱠﻣﺎ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ ‪ :‬ﻓَـﻴَﺎ ِﻋﺒَ َ‬
‫ﺻﻠﱡ ْﻮا َو َﺳﻠﱢ ُﻤ ْﻮا َﻋﻠَﻰ إِ َﻣ ِﺎم اﻟ ُْﻤ ْﺮ َﺳﻠِ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬وﻗَﺎﺋِ ِﺪ اْﻟﻐُﱢﺮ‬ ‫َﻫ َﺬا َو َ‬ ‫وﻣﺂﻟِﻜﻢ‪.‬‬ ‫ﻓﻲ َﻣﺼﻴ ِﺮﻛﻢ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎل‬‫ﺚ ﻗَ َ‬ ‫ﺴﻼَِم َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ﻓِﻲ ُﻣ ْﺤ َﻜ ِﻢ ﻛِﺘَﺎﺑِ ِﻪ َﺣ ْﻴ ُ‬ ‫ﺼﻼَةِ َواﻟ ﱠ‬ ‫اﻟ ُْﻤ َﺤ ﱠﺠﻠِ ْﻴ َﻦ‪ ،‬ﻓَـ َﻘ ْﺪ أ ََﻣ َﺮُﻛ ُﻢ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ﺑِﺎﻟ ﱠ‬
‫ﺻﻠﱡ ْﻮا َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫آﻣﻨُـ ْﻮا َ‬‫ﺼﻠﱡ ْﻮ َن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﻳَﺎ أَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟﱠﺬﻳْ َﻦ َ‬ ‫َﻋ ﱠﺰ ﻗَﺎﺋﻼً َﻋﻠ ْﻴﻤﺎً‪ :‬إِ ﱠن اﷲَ َوَﻣﻼَﺋ َﻜﺘَﻪُ ﻳُ َ‬
‫َو َﺳﻠﱢ ُﻤ ْﻮا ﺗَ ْﺴﻠِ ْﻴ ًﻤﺎ ‪.‬‬
‫ﺖ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧﺎ‬ ‫ﺻﻠﱠْﻴ َ‬ ‫ٍ‬ ‫اﻟﻠﱠﻬ ﱠﻢ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ﻣﺤ ﱠﻤ ٍﺪ و َﻋﻠَﻰ ِ ِ‬
‫آل َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ‪َ ،‬ﻛ َﻤﺎ َ‬ ‫َ َُ َ‬ ‫ُ َ‬
‫آل َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ‪،‬‬ ‫آل َﺳﻴﱢ ِﺪﻧﺎ إِﺑْـﺮ ِاﻫ ْﻴﻢ‪ ،‬وﺑَﺎ ِر ْك َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ و َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫إِﺑْـﺮ ِاﻫ ْﻴﻢ و َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ َ َ‬
‫ﻚ َﺣ ِﻤ ْﻴ ٌﺪ‬ ‫اﻟﻌﺎﻟَ ِﻤ ْﻴ َﻦ إِﻧﱠ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ﺖ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ و َﻋﻠَﻰ ِ ِ‬
‫آل َﺳﻴﱢﺪﻧﺎ إِﺑْـ َﺮاﻫ ْﻴ َﻢ‪ ،‬ﻓﻲ َ‬ ‫َْ ْ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َﻛ َﻤﺎ ﺑَ َﺎرْﻛ َ‬
‫َﻣ ِﺠ ْﻴ ٌﺪ‪،‬‬
‫اﻟﻤ ْﺆِﻣﻨِْﻴ َﻦ‪َ ،‬و َﻋ ْﻦ َﺳﺎﺋِ ِﺮ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِِ ِ ِ‬
‫ض اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ْﻦ ُﺧﻠَ َﻔﺎﺋﻪ اﻟ ﱠﺮاﺷﺪﻳْ َﻦ‪َ ،‬و َﻋ ْﻦ أَ ْزَواﺟﻪ أُﱠﻣ َﻬﺎت ُ‬ ‫َو ْار َ‬
‫ِ‬ ‫ﺼﺤﺎﺑ ِﺔ أَﺟﻤ ِﻌ ْﻴﻦ‪ ،‬و َﻋﻦ اﻟﻤ ْﺆِﻣﻨِْﻴﻦ واﻟﻤ ْﺆِﻣﻨَ ِ‬
‫ﻚ ﻳَﺎ‬ ‫ﺎت إِﻟَﻰ ﻳَـ ْﻮم اﻟﺪﱢﻳْ ِﻦ‪َ ،‬و َﻋﻨﱠﺎ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑَِﺮ ْﺣ َﻤﺘِ َ‬ ‫اﻟ ﱠ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ ُ‬
‫أَرﺣﻢ اﻟ ﱠﺮ ِ‬
‫اﺣ ِﻤ ْﻴ َﻦ‪.‬‬ ‫َْ َ‬
‫ِ ِِ‬
‫ﺼ ْﻮﻣﺎً‪،‬‬ ‫اﺟ َﻌ ْﻞ ﺗَـ َﻔ ﱡﺮﻗَـﻨَﺎ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻌﺪﻩ ﺗَـ َﻔ ﱡﺮﻗﺎً َﻣ ْﻌ ُ‬
‫اﺟ َﻌ ْﻞ َﺟ ْﻤ َﻌﻨَﺎ َﻫ َﺬا َﺟ ْﻤﻌﺎً َﻣ ْﺮ ُﺣ ْﻮﻣﺎً‪َ ،‬و ْ‬ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ‬
‫ﺎف‬‫اﻟﻌ َﻔ َ‬ ‫ﻚ اﻟ ُْﻬ َﺪى َواﻟﺘﱡـ َﻘﻰ َو َ‬ ‫ع ﻓِ ْﻴـﻨَﺎ َوﻻ َﻣ َﻌﻨَﺎ َﺷ ِﻘﻴﺎ َوﻻ َﻣ ْﺤ ُﺮْوﻣﺎً‪.‬اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ َ‬ ‫َوﻻ ﺗَ َﺪ ْ‬
‫َوا ِﻟﻐﻨَﻰ ‪.‬‬
‫ﺎﺷﻌﺎً ُﻣﻨِْﻴﺒﺎً‪،‬‬ ‫ﺎدﻗﺎً ذَاﻛِﺮاً‪ ،‬وﻗَـﻠْﺒﺎً َﺧ ِ‬ ‫ﻚ أَ ْن ﺗَـﺮُز َق ُﻛﻼ ِﻣﻨﱠﺎ ﻟِﺴﺎﻧﺎً ﺻ ِ‬ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ َ‬
‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫ْ‬
‫ﺎدﻗﺎً َﺧﺎﻟِﺼﺎً‪،‬‬ ‫اﺳﺨﺎً ﺛَﺎﺑِﺘﺎً‪ ،‬وﻳ ِﻘﻴﻨﺎً ﺻ ِ‬ ‫و َﻋﻤﻼً ﺻﺎﻟِﺤﺎً َزاﻛِﻴﺎً‪ ،‬و ِﻋﻠْﻤﺎً ﻧَﺎﻓِﻌﺎً راﻓِﻌﺎً‪ ،‬وإِﻳﻤﺎﻧﺎً ر ِ‬
‫ََ ْ َ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ‬
‫ْﺠﻼَ ِل َوا ِﻹ ْﻛ َﺮ ِام ‪.‬‬ ‫ِ‬
‫َوِر ْزﻗﺎً َﺣﻼَﻻً ﻃَﻴﱢﺒﺎً َواﺳﻌﺎً‪ ،‬ﻳَﺎ ذَا اﻟ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺻ ُﻔ ْﻮﻓَـ ُﻬ ْﻢ‪َ ،‬وأَﺟﻤﻊ ﻛﻠﻤﺘﻬﻢ َﻋﻠَﻰ‬ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَﻋ ﱠﺰ ا ِﻹ ْﺳﻼَ َم َواﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ ِﻤ ْﻴ َﻦ‪َ ،‬وَو ﱢﺣﺪ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ُ‬
‫ﺴﻼَ َم َواﻷَ ْﻣ َﻦ ﻟِ َﻌﺒﺎدك أﺟﻤﻌﻴﻦ‪ .‬اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َرﺑﱠـﻨَﺎ‬ ‫ﺐ اﻟ ﱠ‬ ‫اﻟﺤﻖ‪َ ،‬وا ْﻛ ِﺴ ْﺮ َﺷ ْﻮَﻛﺔَ اﻟﻈﺎﻟﻤﻴﻦ‪َ ،‬وا ْﻛﺘُ ِ‬
‫اﻟﻌﺎﻟَ ِﻤ ْﻴ َﻦ‪ .‬اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َرﺑﱠـﻨَﺎ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ب َ‬ ‫ْﺤ ﱠﻖ ﻳَﺎ َر ﱠ‬ ‫ْﺤ ﱢﻖ َوأَﻳﱢ ْﺪ ﺑِﻪ اﻟ َ‬ ‫اﺣ َﻔ ْﻆ أ َْوﻃَﺎﻧَـﻨَﺎ َوأَﻋ ﱠﺰ ُﺳ ْﻠﻄَﺎﻧَـﻨَﺎ َوأَﻳﱢ ْﺪﻩُ ﺑِﺎﻟ َ‬ ‫ْ‬
‫ﱠﻬﺎ ِر‪ ،‬اﻟ ُْﻤ ْﺴﺘَـﻐْ ِﻔ ِﺮﻳْ َﻦ‬
‫ﻚ ﻓﻲ اﻟﻠَْﻴ ِﻞ َواﻟﻨـ َ‬ ‫اﺟ َﻌﻠْﻨَﺎ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠﺬاﻛِ ِﺮﻳْ َﻦ ﻟَ َ‬
‫ﻚ اﻟ ِْﻤ ْﺪ َرا ِر‪َ ،‬و ْ‬ ‫ﻀَ‬ ‫اﺳ ِﻘﻨَﺎ ِﻣﻦ ﻓَـ ْﻴ ِ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ﺴﻤﺎء وأَ ْﺧ ِﺮج ﻟَﻨَﺎ ِﻣﻦ َﺧ ْﻴـﺮ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ات‬ ‫ْ َ‬ ‫ﻚ ﺑِﺎﻟ َْﻌﺸ ﱢﻲ َواﻷَ ْﺳ َﺤﺎر‪ ِ.‬اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَﻧْ ِﺰ ْل َﻋﻠَْﻴـﻨَﺎ ﻣ ْﻦ ﺑَـ َﺮَﻛﺎت اﻟ ﱠ َ َ ْ‬ ‫ﻟَ َ‬
‫ْﺠﻼَ ِل َوا ِﻹ ْﻛ َﺮ ِام‬ ‫ض‪ ،‬وﺑﺎ ِر ْك ﻟَﻨَﺎ ﻓﻲ ﺛِﻤﺎ ِرﻧَﺎ وُزرو ِﻋﻨَﺎ وُﻛ ﱢﻞ أ َ ِ‬
‫َرزاﻗﻨَﺎ ﻳَﺎ ذَا اﻟ َ‬ ‫َ َ ُْ‬ ‫اﻷَ ْر ِ َ َ‬
‫اب اﻟﻨﱠﺎ ِر‪َ .‬رﺑﱠـﻨَﺎ ﻻ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺴﻨَﺔً َوﻗﻨَﺎ َﻋ َﺬ َ‬ ‫ﺴﻨَﺔً َوﻓﻲ اﻵﺧ َﺮة َﺣ َ‬ ‫‪َ .‬رﺑﱠـﻨَﺎ آﺗﻨَﺎ ﻓﻲ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﺣ َ‬
‫ﱠﺎب‪َ .‬رﺑﱠـﻨَﺎ‬ ‫اﻟﻮﻫ ُ‬ ‫ﺖ َ‬ ‫ﻚ أَﻧْ َ‬ ‫ﻚ َر ْﺣ َﻤﺔً‪ ،‬إِﻧﱠ َ‬ ‫ﺐ ﻟَﻨَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻟَ ُﺪﻧْ َ‬ ‫غ ﻗُـﻠُ ْﻮﺑَـﻨَﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪ إِ ْذ َﻫ َﺪﻳْـﺘَـﻨَﺎ‪َ ،‬و َﻫ ْ‬ ‫ﺗُ ِﺰ ْ‬
‫ْﻤ ْﺆِﻣﻨِْﻴ َﻦ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺴﻨَﺎ َوإِ ْن ﻟَ ْﻢ ﺗَـﻐْﻔ ْﺮ ﻟَﻨَﺎ َوﺗَـ ْﺮ َﺣ ْﻤﻨَﺎ ﻟَﻨَ ُﻜ ْﻮﻧَ ﱠﻦ ﻣ َﻦ اﻟ َﺨﺎﺳ ِﺮﻳْ َﻦ‪ .‬اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻏﻔ ْﺮ ﻟﻠ ُ‬ ‫ﻇَﻠَ ْﻤﻨَﺎ أَﻧْـ ُﻔ َ‬
‫ﻚ‬‫ات‪ ،‬إِﻧﱠ َ‬ ‫ﺎت‪ ،‬اﻷَﺣﻴ ِﺎء ِﻣ ْﻨـ ُﻬﻢ واﻷَﻣﻮ ِ‬ ‫ﺎت‪ ،‬واﻟْﻤﺴﻠِ ِﻤ ْﻴﻦ واﻟْﻤﺴﻠِﻤ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ْ َ َْ‬ ‫َْ‬ ‫َواﻟ ُْﻤ ْﺆﻣﻨَ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ‬
‫ﺐ اﻟ ﱡﺪ َﻋ ِﺎء‪.‬‬ ‫ﺳ ِﻤ ْﻴﻊ ﻗَ ِﺮﻳْ ِ‬
‫ﺐ ُﻣﺠ ْﻴ ُ‬ ‫َ ٌ ٌ‬
‫اﷲ‪...‬‬ ‫ﺎد ِ‬ ‫ِﻋﺒَ َ‬
‫ﺸ ِﺎء َواﻟ ُْﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ‬ ‫ﺎن َوإِﻳْـﺘَ ِﺎء ِذي اﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ َوﻳَـ ْﻨـ َﻬﻰ َﻋ ِﻦ اْﻟ َﻔ ْﺤ َ‬ ‫إِ ﱠن اﷲ ﻳﺄْﻣﺮ ﺑِﺎﻟْﻌ ْﺪ ِل وا ِﻹﺣﺴ ِ‬
‫َ َ ُُ َ َ ْ َ‬
‫َواﻟْﺒَـﻐْ ِﻲ ﻳَ ِﻌﻈُ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮْو َن‬

Anda mungkin juga menyukai