Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

SKENARIO 3
APAKAH SAYA AKAN TERKENA KANKER?

KELOMPOK 18
LES YASIN G0012244
M. BEIZAR YUDHISTIRA G0012134
RIZKI FEBRIAWAN G0012190
YUSUF ARIF SALAM G0012240
TRIA MULTI FATMAWATI G0012222
LELY AMEDHIA RATRI G0012114
TIA KANZA NURHAQIQI G0012220
R.rr. ERVINA KUSUMA W G0012168
LATIFA ZULFA S G0012112
RIANITA PALUPI G0012180
OKI SARASWATI UTOMO G0012156

TUTOR:
dr. Arsita Eka P., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 2
APAKAH SAYA AKAN TERKENA KANKER?

Ibu Mira, 40 tahun, datang ke puskesmas untuk melakukan papsmear. Ibu Mira
merasa cemas karena membaca di internet bahwa meminum pil KB dapat menyebabkan
kanker servix, karena saat ini Ibu Mira sudah mengkonsumsi pil KB secararutin sejak 2
tahun yang lalu. Ibu Mira bertanya, berapa persen kemungkinannya untuk mengalami
kanker dan bagaimana untuk menghindarinya. Dokter memberikan penjelasan
berdasarkan artikel yang kebetulan baru saja dibacanya dan telah dilakukan telaah kritis.
Dalam artikel hasil penelitian case control tersebut, disebutkan bahwa odds ratio (OR)
pemakai kontrasepsi oral selama 5-9 tahun dibanding yang tidak pernah meminum pil
kontrasepsi sebesar 2,8 sedangkan untuk konsumsi pil KB dibawah 5 tahun OR 0.73 akan
tetapi secara statistik tidak signifikan. Dokter juga membaca hasil penelitian lain dengan
desian cohort juga menunjukan hasil yang sama bahwa penggunaan pil KB dibawah 5
tahun tidak menunjukan hubungan yang signifikan terhadap kejadian kanker servix, akan
tetapi pemakaian diatas 5 tahun merupakan faktor resiko menderita kanker servix. Dokter
menyarankan ibu Mira untuk skrining secara rutin sebagai pencgahan sekunder kanker
servix yang dilakukan pada fase subklinis dapat dilakukan penangangan dengan cepat
(prompt treatment) apabila terjadi gejala awal penyakit. Dokter menyampaikan bahwa
saat ini ada vaksinasi untuk pencegahan primer infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
yang merupakan etiologi utama kanker servix, akan tetapi berdasar hasil penelitian, untuk
usia diatas 30 tahun efektivitas vaksin ini sangat rendah. Ibu Mira menanyakan keamanan
vaksin HPV, karena mempunyai anak perempuan usia 10 tahun dan ingin melindungi
anaknya, serta menanyakan imunisasi apa saja yang harus diberikan untuk anaknya,
maupun untuk dirinya.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Seven Jump
Jump I: Klarifikasi Istilah
Dalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai berikut :

1. Penelitian case control : rancangan penelitian yang mempelajari hubungan antara


enyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kontrol berdasarkan status
paparan.
2. Prompt treatment : upaya kesehatan yang dilakukan pada awal terjadi penyakit
untuk mencegah terjadinya perburukan.
3. Odds ratio : ukuran asosiasi antara fakta risiko dan angka kejadian penyakit
membandingkan kelompok yang beresiko terkena penyakit dengan kelompok
yang tidak beresiko.
4. Pap smear : pemeriksaan sitologi dari servix dan portio untuk melihat perubahan
atau keganasan pada epitel servix sebagai screening awal kasus untuk kanker
servix.
5. Cohort : jenis penelitian untuk mempelajari seberapa jauh faktor risiko
mempengaruhi suatu efek dengan pendekatan perspektif.

Jump II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan


Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan konsumsi pil KB dengan kejadian kanker serviks?


2. Mengapa dokter membaca artikel dengan rancangan penelitian yang berbeda?
3. Bagaimana kriteria suatu penelitian dikatakan berhubungan secara signifikan?
4. Bagaimana langkah-langkah pencegahan kanker serviks?
5. Skrining apa sajakah yang disarankan dokter sebagai pencegahan sekunder pada
kanker serviks?
6. Apa tujuan, rumus, dan interpretasi OR? Apakah ada ukuran lain selain OR?
7. Apakah perbedaan desain penelitian case control dan cohort? Apakah kelebihan
dan kekurangan masing-masing selain penelitian tersebut?
8. Apakah ada faktor resiko yang lain penyebab kanker serviks?
9. Bagaimana efektivitas vaksinasi HPV diusia di atas 30 tahun?
10. Imunisasi apa sajakah yang dapat diberikan untuk ibu dan anak untuk pencgahan
kanker serviks?
11. Bagaimana riwayat alamiah penyakit kanker serviks?
12. Apakah indikasi pap smear?

Jump III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara


mengenai permasalahan.

1. Apakah ada hubungan konsumsi pil KB dengan kejadian kanker


serviks?
Ada hubungan tetapi tidak signifikan secara statistik.
2. Mengapa dokter membaca artikel dengan rancangan penelitian yang
berbeda?

Penelitian tunggal tidaklah cukup untuk memberikan asupan bagi


perbaikan kebijakan. Agar hasil-hasil penelitian kesehatan dapat
dimanfaatkan untuk masukan kebijakan, maka sintesis beberapa hasil
penelitian dan pengemasan hasil penelitian dalam format actionable
messages merupakan metodologi penting yang harus dikuasai oleh
peneliti. Dengan melakukan sintesis hasil-hasil penelitian melalui
pendekatan systematic review dan menyajikannya dalam bentuk
actionable messages (policy brief dan policy paper), maka fakta yang
lebih komprehensif dan berimbang dapat disuguhkan kepada penentu
kebijakan. Systematic review mencakup teknik kuantitatif (meta-
analisis) dan teknik kualitatif (meta-sintesis), namun systematic
review harus dibedakan dengan review yang tidak sistematis
(traditional review). Baik systematic review kuantitatif maupun
kualitatif mempunyai tahapan yang runut dan sistematis sebagaimana
tahapan pada metodologi riset secara umum (Siswanto, 2010).
Menurut prinsip EBM, diperlukan perbandingan/comparison dalam
penentuan kebijakan. Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis
latar depan bisa diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu
dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri atas empat
komponen, disingkat ―PICO‖:
1. Patient and problem
2. Intervention
3. Comparison
4. Outcome
Tingkatan kualitas penelitian adalah sebagai berikut RCT>cohort > case
control > case series.

3. Bagaimana kriteria suatu penelitian dikatakan berhubungan secara


signifikan?
Dalam statistika, signifikan itu artinya berkemungkinan atau
berpeluang betul-betul benar, bukan benar karena secara
kebetulan. Taraf signifikansi (t.s.) menunjukkan kepada kita
seberapa mungkin itu terjadi karena kebetulan saja. T.s itu lazim
dinyatakan dengan tanda .05 (diindonesiakan jadi 0,05) atau .01
(diindonesiakan jadi 0,01). Taraf signifikansi ini sering diubah
menjadi taraf kepercayaan(t.p.), dilambangkan dengan bilangan 95%
atau 99%. Jadi, t.s. 0,05 = t.p. 95%, sedangkan t.s. 0,01 = t.p. 95%.
Jika angka (hasil analisis komputer) yang didapat dari analisis statistik
itu lebih besar dari angka standar pada taraf signifikansi .05 atau .01
(misalnya standarnya 1,5 sedangkan bilangan yang diperoleh dari
analisis 1,9; jadi 1,9 > 1,5), maka dikatakanlah bahwa ada korelasi
yang signifikan.
Taraf signifikansi (significance levels) menunjukkan kepada seberapa
mungkin itu terjadi karena kebetulan saja. Jadi, bilangan yang
ditunjukkan untuk taraf signifikansi itu 0,05 atau 0,01. Itu artinya ada
kemungkinan sebanyak 0,05 = 5% (atau 0,01 = 1%) responden (yang
ditanyai dalam) penelitian secara kebetulan menjawab benar, begitu.
Jadi, jika ada 100 orang responden, ada 5 orang (atau 1 orang) yang
menjawab benar, tapi hanya secara kebetulan menjawab benar.
Apapun pendekatan yang digunakan, secara substantif hanya ada dua
macam label statistik akibat perolehan harga p, yaitu tidak signifikan
atau signifikan. “Tidak signifikan” berarti harga statistik harus
diabaikan dan dianggap tidak ada, berapa besarnya pun harga tersebut.
“Signifikan” berarti harga statistik tidak dapat diabaikan dan harus
dianggap ada, berapa kecilnya pun harga statistik tersebut. Label
‘sangat signifikan’ tidak diperlukan dikarenakan eratnya hubungan
(dalam kasus korelasi) atau besarnya perbedaan (dalam kasus uji-beda)
ditunjukkan antara lain oleh statistik.
Perlu diperhatikan pula perbedaan antara signifikansi
statistik (statistical significance) dan signifikansi praktis (practical
significance). Kedua signifikansi ini tidak selalu memiliki makna yang
seiring. Signifikansi statistik memang dapat dihitung dan karenanya
dapat ditunjukkan secara objektif, namun dari sisi praktis, adanya
signifikansi praktis perlu dilandasi oleh pertimbangan akal. Hal itu
antara lain dikarenakan signifikan-tidaknya suatu statistik yang diuji
tergantung antara lain pada ukuran sampel (n) dan variabilitas data.
Akhirnya baik juga dicermati apa yang dikatakan oleh Hays (1973)
bahwa: “Statistical significance is a statement about the likelihood of
the observed result, nothing else. It does not guarantee that something
important, or even meaningful, has found”
4. Bagaimana langkah-langkah pencegahan kanker serviks?
PENCEGAHAN PRIMER
Menunda onset aktivitas seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan
secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara
signifikan.
Penggunaan Kontrasepsi Barier
Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom,
diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap
agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang
dibuat dari kulit kambing.
Penggunaan Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi
Human Papilomavirus karena mempunyai kemampuan proteksi
>90%.
Vaksin HPV yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan merupa
kan vaksin kapsid L1 (imunogenik mayor) HPV tipe 16 dan 18.
Vaksinasi HPV merupakan upaya pencegahan primer yang diharapkan
akan menurunkan terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan
kejadian karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya
menurunkan kejadian kanker serviks uteri. Infeksi HPV tipe 16 dan 18
ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks, sehingga sejumlah
itu pula yang diharapkan dapat menikmati proteksi terhadap kanker
serviks uteri. Pemberian vaksin dilaporkan memberi proteksi sebesar
89%, karena vaksin tersebut dilaporkan mempunyai cross protection
dengan tipe lain. Vaksin yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18
disebut sebagai vaksin bivalent, sedangkan vaksin HPV tipe 16, 18, 6
dan11 disebut sebagai vaksin quadrivalent. HPV tipe 6 dan 11 (HPV
risiko rendah) bukan karsinogen sehingga bukan penyebab kanker
serviks. Vaksin HPV risiko tinggi tipe lainnya belum
dikembangkan.Pemberian vaksin pada laki-laki dilaporkan tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Vaksin yang saat ini akan
diaplikasikan adalah vaksin profilaksis bukan vaksin terapeutik.
Vaksinasi pada perempuan yang telah terinfeksi HPV tipe 16 dan 18
kurang bahkan mungkin tidak memberi manfaat proteksi, tetapi
pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan efek yang merugikan.

PENCEGAHAN SEKUNDER
Tes pap (pap smear) merupakan tes yang dipercaya sebagai
pencegahan sekunder kanker serviks dan tidak mahal. Tes pap yang
pertama dilakukan ketika wanita menjadi aktif secara seksual atau
mencapai usia 18 tahun. Karna tes ini mempunyai risiko false negatif
sebesar 5-6%, Tes pap yang kedua seharusnya dilakukan saattahun
pemeriksaan yang pertama. Penyakit Neoplastik serviksbiasanya
bekembang dari displasia menjadi karsinoma insitu kemudian menjadi
karsinoma invasif. Perkembangan dari awal sampai akhir ini biasanya
membutuhkan waktu 8-30 tahun. Oleh karena itu, dokter dapat
mendeteksi dan menghentikan penyakit ini denganmengikuti jadwal
tes pap yang dianjurkan. Penurunan insiden dan kematian akibat
kanker serviks berkaitan dengan skrining. Diperkirakan sebanyak 40%
kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3
tahun. Semakin besar jumlah hasil negatif yang didapat, maka akan
semakin kecil risiko berkembangnya tumor serviks invasif.
Tujuan utama tes pap adalah untuk menemukan sel-sel kanker serviks
dalam stadium dini. Secara umum pemeriksaan tes pap adalah untuk
mengetahui sel-sel serviks :
-Normal atau tidak
-Jenis kelainannya radang, prakanker atau kanker
-Derajat kelainan
-Evaluasi sitohormonal
Selain melihat gambaran sel-selnya, pemeriksaan sitologi juga
sekaligus dapat memberikan informasi mengenai orgasme penyebab
peradangan serta memantau hasil terapi.

Tambahan :
Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya kanker
serviks, sehingga tindakan skrining mengalami pergeseran yang
semula ditujukan untuk pencegahan sekunder bergeser untuk tujuan
pencegahan primer. Mencegah terjadinya infeksi HPV risiko tinggi
merupakan pencegahan primer dan dianggap lebih penting, karena
pencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1. pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS(CIN),
2. terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pencegahansekunder
seringkali menimbulkan morbiditasterhadap fungsi fertilitas pasien,
dan
3. pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada sumber daya
manusia dan alat yang kurang.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi
terjadinya infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu. Identifikasi
terjadinya infeksi HPV risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid
Capture (HC) atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain
itu, berbagai macam cara mendeteksi HPV, antara lain dengan Vira
Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut
dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42,
43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51,
52, 56 dan 58).
Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam program
skrining karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS dan HSIL secara
lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, walaupun
dengan spesifisitas yang lebih rendah. Sensitivitas HC pada NIS I,
HSIL dan kanker adalah sebesar 51,5%, 89,3% (85,2-96,5%), dan
100%, berturut-turut, dengan spesifisitas 87,8% (81-95%). Secara
keseluruhan sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap
smear lebih tinggi 23% (untuk NIS I sebesar 11% dan untuk NIS II-III
sebesar 8%), dan spesifisitas HC lebih rendah 6% dibandingkan
dengan pap smear. Sensitivitas gabungan HC dan pap smear akan
meningkatkan sensitivitas sampai 39%, dan spesifisitas tetap lebih
rendah 7%. Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi infeksi
HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan sel
prakanker sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika dibandingkan
dengan pap smear. Temuan pada HC dan pap smear pada beberapa
institusi menjadi dasar penelitian protokol skrining dan tindak lanjut
hasil pemeriksaan. HC yang positif harus diikuti dengan pengawasan
yang ketat, kelainan sitologi harus diikuti dengan terapi, sedangkan
hasil negatif keduanya menjadi dasar pemberian vaksinasi HPV.

5. Skrining apa sajakah yang disarankan dokter sebagai pencegahan


sekunder pada kanker serviks?
Pap smear, iva test dan kolposkopi (jika hasil pap smear positif).
6. Apa tujuan, rumus, dan interpretasi OR? Apakah ada ukuran lain selain
OR?

A. Rasio Odds

Rasio odds (RO) adalah rasio kemungkinan eksposur pada kelompok


kasus dengan kemungkinan eksposur pada kelompok kontrol. RO mewakili
kemungkinan bahwa suatu hasil akan terjadi diberi paparan tertentu,
dibandingkan dengan kemungkinan hasil yang terjadi tanpa paparan itu. Rasio
Odds paling sering digunakan dalam studi kasus-kontrol, namun juga dapat
digunakan di cross-sectional dan studi kohort desain juga (dengan beberapa
modifikasi dan / atau asumsi). Rasio odds dapat digunakan untuk menentukan
apakah suatu paparan tertentu merupakan faktor risiko untuk hasil tertentu,
dan untuk membandingkan besarnya berbagai faktor risiko terhadap hasil itu.

Penting untuk menghitung interval kepercayaan untuk setiap rasio odds.


Sebuah interval kepercayaan yang mencakup 1,0 berarti bahwa hubungan
antara paparan dan hasil bisa ditemukan secara kebetulan saja dan bahwa
hubungan tersebut tidak signifikan secara statistik. Rasio odds tanpa interval
kepercayaan tidak terlalu berarti. Berikut adalah interpretasi hasil RO :

RO = 1 Paparan tidak mempengaruhi kemungkinan hasil

RO> 1 Kemungkinan paparan berhubungan dengan hasil tinggi

RO <1 Kemungkinan paparan berhubungan dengan hasil rendah

Rumus penghitungan Rasio Odds adalah sebagai berikut :

PG1 = peluang kejadian terjadi pada kasus


PG2 = peluang kejadian terjadi pada control
Atau bisa juga dijelaskan dengan menggunakan tabel :

X (+) X (-)

Terpapar A b

Tidak c d
terpapar

RO = (a/b)/(c/d) atau RO = (a × d)/(b × c)

B. Resiko Relatif (RR)


Resiko relatif mempunyai pengertian yang hampir serupa dengan
rasio odds. Rasio odds menyatakan kecenderungan terjadinya suatu
kejadian sedangkan resiko relatif menyatakan peluang terjadinya suatu
kejadian (resiko). Penggunaan resiko relatif biasanya pada desai penelitian
kohort. Untuk studi epidemiologi yang bertujuan untuk membandingkan
kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar, maka RR merupakan
indikator terbaik untuk menunjukkan hubungan antara keduanya:
RR = risiko pada kelompok terpapar / risiko pada kelompok tidak terpapar

Interpretasi Hasil RR adalah sebagai berikut :


RR = 1, artinya risiko sama pada kedua kelompok, dan tidak ada hubungan
antara faktor risiko dengan kejadian penyakit
RR > 1, artinya risiko penyakit lebih tinggi pada kelompok terpapar
(kelompok intervensi) dibanding dengan risiko kelompok tidak terpapar
(kelompok kontrol)
RR < 1, artinya risiko lebih rendah pada kelompok terpapar dan
menunjukkan bahwa factor paparan (atau intervensi) merupakan proteksi
RR makin jauh dari angka 1 menunjukkan makin kuatnya hubungan antara
faktor paparan (atau intervensi) dan penyakit yang terjadi
7. Apakah perbedaan desain penelitian case control dan cohort? Apakah
kelebihan dan kekurangan masing-masing selain penelitian tersebut?
8. Apakah ada faktor resiko yang lain penyebab kanker serviks?

Perokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenbaik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentras ini
kotinpadagetahserviks 56 kali lebihtinggidibandingkan di dalam serum.
Efeklangsungbahan-bahantersebutpadaserviksadalahmenurunkan status
imunlokalsehinggadapatmenjadikokarsinogeninfeksi virus.
Wanita yang merokokkemungkinanmenderitaCaCerviks 2 kali dibandingkan
yang bukanperokokuntukmenderitakankerleherrahim.Selainparu-
parupadaperokokbanyakzatkimia yang mempengaruhi organ-organ tubuh.Zat-
zatberbahaya yang diserapmelaluiparu-parudan di
bawakealirandarahseluruhtubuh.Tembakautelahditemukandalamlendirservikspere
mpuan yang merokok.Para penelitipercayabahwazatinimerusak DNA
selserviksdandapatmemberikankontribusipadaperkembangankankerserviks.Mero
kokjugamembuatsistemkekebalantubuhkurangefektifdalammemerangiinfeksi
HPV.

Usia
UsiaInsidenskankerserviksmeningkatsejakusia 25-34 tahun.
Padamasakehidupanwanitaterjadiperubahanfisiologispadaepitelserviks;
epitelkolumnarakandigantikanolehepitelskuamosa yang
didugaberasaldaricadanganepitelkolumnar. Proses
pergantianepitelkolumnarmenjadiepitelskuamosadisebut proses metaplasia
danterjadiakibatpengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang
tinggiseringdijumpaipadamasapubertas.Jadi, seorangwanita yang
menjalinhubungansekspadausiaremaja, paling rawanbiladilakukan di bawahusia
16 tahun. Hal iniberkaitandengankematangansel-
selmukosapadaserviks.Padausiamuda, sel-selmukosapadaserviksbelummatang.
Artinya,
masihrentanterhadaprangsangan.Sehinggatidaksiapmenerimarangsangandariluar.
Termasukzat-zatkimia yang dibawasperma.Karenamasihrentan, sel-
selmukosabisaberubahsifatmenjadikanker.Sifatselkankerselaluberubahsetiapsaaty
aitumatidantumbuhlagi.Denganadanyarangsangan,
selbisatumbuhlebihbanyakdarisel yang mati,
sehinggaperubahannyatidakseimbanglagi.Kelebihanseliniakhirnyabisaberubahsifa
tmenjadiselkanker. Lain halnyabilahubunganseksdilakukanpadausia di atas 20
tahun, dimanasel-selmukosatidaklagiterlalurentanterhadapperubahan.

Berganti-gantipasangan
Banyakfaktor yang disebut-
sebutmempengaruhiterjadinyakankerserviks.Padaberbagaipenelitianepidemiologi
menunjukkanbahwagolonganwanita yang
mulaimelakukanhubunganseksualpadausia< 20
tahunataumempunyaipasanganseksual yang berganti-
gantilebihberisikountukmenderitakankerserviks.
Tinjauankepustakaanmengenaietiologikankerleherrahimmenunjukkanbahwafakto
rrisiko lain yang pentingadalahhubunganseksualsuamidenganwanita tuna susila
(WTS) dandarisumberitumembawapenyebabkanker (karsinogen)kepadaisterinya.
Data epidemiologi yang tersusunsampaiakhirabad 20,
menyingkapkemungkinanadanyahubunganantarakankerserviksdenganagen yang
dapatmenimbulkaninfeksi.Karsinogeninibekerja.
9. Proses terjadinyakankerservikssangaterathubungannyadengan proses metaplasia.
Masuknya mutagen ataubahan-bahan yang
dapatmengubahperangaiselsecaragenetikpadasaatfaseaktif metaplasia
dapatmenimbulkansel-sel yang berpotensiganas.Perubahaninibiasanyaterjadi di
SSK ataudaerahtransformasi.Mutagen tersebutberasaldariagen-agen yang
ditularkansecarahubunganseksualdandidugabahwahuman papilloma virus (HPV)
memegangperananpenting.Sel yang
mengalamimutasitersebutdapatberkembangmenjadiseldisplastiksehinggaterjadike
lainanepitel yang disebutdisplasia.Dimulaidaridisplasiaringan, displasiasedang,
displasiaberatdankarsinomain-situ
dankemudianberkembangmenjadikarsinomainvasif.Tingkat
displasiadankarsinomain-situ dikenaljugasebagaitingkatpra-kanker.

PenggunaanPil KB
Penelitianmenunjukkanbahwarisikokankerservikssemakinmeningkatselam
aseorangwanitamenggunakankontrasepsi oral,
tetapirisikonyakembaliturunlagisetelahkontrasepsi oral
dihentikan.Dalampenelitianterbaru, risikokankerserviksadalahdua kali
lipatpadawanita yang mengambilpil KB lebihdari 5 tahun,
namunrisikokembali normal 10 tahunsetelahmerekadihentikan. American
Cancer Society
percayabahwaseorangwanitadandokterharusmendiskusikanapakahmanfaat
menggunakankontrasepsi oral
lebihbesardaripadapotensiresiko.Seorangwanitadenganbeberapamitraseksu
alharusmenggunakankondomuntukmenurunkanresikonyapenyakitmenulars
eksuallainnyatidakpeduliapabentukkontrasepsiiamenggunakan.
Estrogen
merangsangpertumbuhandanperkembanganrahimpadamasapubert
as, menyebabkan endometrium (lapisandalamrahim)
menebalpadaparuhwaktupertamasiklusmenstruasisertamempengar
uhijaringanpayudarasepanjanghiduphaliniterjadidarimasapubertas
sampai menopause.Progesteron yang
diproduksipadaparuhterakhirdarisiklusmenstruasimempersiapkan
endometrium
untukmenerimatelur.Jikatelurtelahdibuahimakasekresiprogesteron
akanmencegahpelepasantelurdariovarium. Untukalasanini,
progesterondisebut "mendukungkehamilan" hormon,
danparailmuwanpercayabahwaiamemilikiefekkontrasepsiberharga.
Progesteronbuatanmanusia yang digunakandalamkontrasepsi oral
disebutprogestogenatau
progestin.Karenapenelitianmedismenunjukkanbahwabeberapajenis
kankerbergantungpadahormonseksalamibagiperkembanganmereka
danpertumbuhan,
parailmuwantelahmenyelidikikemungkinanadanyahubunganantara
penggunaankontrasepsi oral danrisikokanker.Para
penelititelahberfokusbanyakperhatianpadapenggunakontrasepsi
oral selama 40
tahunterakhir.Pengawasaninitelahmenghasilkankekayaan data
tentangpenggunaankontrasepsi oral
danperkembangankankertertentu,
meskipunhasilstudiinitidakselalukonsisten.Risikokanker
endometrium danovariumberkurangdenganpenggunaankontrasepsi
oral, sementararisikokankerpayudaradanleherrahimmeningkat.
Dari
penelitianmenunjukkanbahwapenggunaanjangkapanjangdarikontrasepsi
oral (5
tahunataulebihdikaitkandenganpeningkatanrisikokankerserviks.Sebuahana
lisisolehBadanInternasionaluntukRisetKanker (IARC)
menemukanpeningkatanrisikokankerserviksdenganpenggunaankontrasepsi
oral lama.Para penelitimenganalisis data dari 28 studi yang mencakup
12.531 wanitadengankankerserviks. Data
menunjukkanbahwarisikokankerserviksdapatmenurunkansetelahdigunakan
OC berhenti.21
Dalamlaporanlain IARC, data
daridelapanstudidigabungkanuntukmenilaiefekpenggunaan OC
padarisikokankerservikspadaperempuan HPV-positif. Para
penelitimenemukanpeningkatanempat kali lipatrisiko di antarawanita yang
telahmenggunakankontrasepsi oral selamalebihdari 5
tahun.Risikojugameningkatpadawanita yang
mulaimenggunakankontrasepsi oral sebelumusia 20 danwanita yang
telahmenggunakankontrasepsi oral dalam 5 tahunterakhir.

SosioEkonomi

Tingkat sosioekonomi yang


rendahmembuatkemampuandayabelimenurunsehinggakonsumsiakansayur-
surandandanbuah-buahan yang mengandungbahan-
bahanantioksidandanberkhasiatmencegahkankerberkurang. Sayur -
sayurandanbuah-buahan yang mengandungbahan-
bahanantioksidandanberkhasiatmencegahkankermisalnyaadvokat, brokoli,
kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari
beberapapenelitianternyatadefisiensiasamfolat (folic acid), vitamin C,
vitamin E, beta karoten/retinol
dihubungkandenganpeningkatanrisikokankerserviks. Vitamin E, vitamin C
dan beta karotenmempunyaikhasiatantioksidan yang
kuat.Antioksidandapatmelindungi DNA/RNA
terhadappengaruhburukradikalbebas yang
terbentukakibatoksidasikarsinogenbahankimia.Vitamin E
banyakterdapatdalamminyaknabati (kedelai, jagung, biji-bijiandankacang-
kacangan).Vitamin C banyakterdapatdalamsayur-sayurandanbuah-buahan.

9. Bagaimana efektivitas vaksinasi HPV diusia di atas 30 tahun?


Populasi target pemberian vaksin HPV adalah 9-26, apabila lebih dari 30 tahun
proteksi vaksin HPV berkurang, tidak dapat 100% (Andrijono, 2007)
10. Imunisasi apa sajakah yang dapat diberikan untuk ibu dan anak untuk
pencegahan kanker serviks?
Vaksin HPV
Indikasi
Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian
vaksin (disarankan usia >12 tahun). Belum cukup data efektivitas
pemberian vaksin HPV pada laki-laki
Kontraindikasi
Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan
setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum
direkomendasikan. Hipersensitivitas.
Efek samping
Nyeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare,
dan febri
Cara pemberian vaksin HPV
Vaksin diberikan secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0,
1, 6 (dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun)
Target sasaran
Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26
tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal
hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun,
di Czech 29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
Deteksi HPV
Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara umum,
tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko tinggi. Diagnosis infeksi
HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture
(HC) atau polymerase chain reaction (PCR). Pemberian vaksin sebaiknya
dilakukan pada perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV. Pemeriksaan
skrining infeksi HPV sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas
vaksinasi HPV. Pemberian vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi
HPV ataupun NIS tidak merugikan penderita tetapi mempunyai efektivitas
penangkalan infeksi HPV yang lebih rendah. Vaksinasi HPV dapat
diberikan pada penderita gangguan sistem imun, tetapi efektivitasnya lebih
rendah (Andrijono, 2007).
11. Bagaimana riwayat alamiah penyakit kanker serviks?

Riwayat Alamiah Kanker Serviks


Ca serviks merupakan kanker bagian bawah (leher) uterus
yang berhubungan dengan vagina. Kanker tersebut merupakan kanker
kedua terbanyak pada wanita dan penyebab kematian karena kanker
paling utama di negara-negara berkembang. Sekitar 466,000 kasus baru
Ca serviks terjadi pada wanita di seluruh dunia setiap tahun, sebagian
besar di negara berkembang. Dari 231,000 wanita yang meninggal karena
Ca serviks setiap tahun, sekitar 80 persen berasal dari negara berkembang
(Alliance for Cervical Cancer Prevention, 2007). Riwayat alamiah
penyakit Ca serviks sebagai berikut. Agen kausal utama (70%) Ca
serviks adalah human papillomavirus (HPV) tipe 16/18, ditularkan
melalui kontak genital

Skrining abnormalitas

0 – 1 tahun 0 – 5 tahun 1 – 20 tahun

Normal, tidak Infeksi Infeksi CIN 2/3 Kanker


terinfeksi awal HPV berlanjut serviks
invasif
CIN 1

Infeksi HPV menghilang spontan


Gambar 2.1 Riwayat alamiah infeksi HPV dan potensi menjadi

kanker . CIN= cervical epithelial displasia

Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi awal


oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak
berkembang menjadi Ca serviks. Infeksi awal HPV
dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan
spontan. Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan
mengalami displasia tingkat rendah, disebut CIN 1
(cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa bulan
atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1
mengalami regresi dan menghilang dengan spontan dalam
tempo 2-3 tahun terutama pada wanita usia di bawah 35
tahun. Displasia tingkat rendah (CIN 1) perlu dimonitor
tetapi tidak perlu diobati Sebagian kecil kasus CIN 1 akan
mengalami progresi menjadi displasia tingkat tinggi,
disebut CIN 2/3. Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten
akan berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo 3-4 tahun,
baik dengan atau tanpa melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan
prekursor Ca serviks, karena itu harus diobati. Perjalanan
Ca serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga
20 tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN
2/3) menjadi kanker invasif adalah sekitar 30-70% (rata-
rata 32 persen) dalam tempo 10 tahun. Ca serviks paling
sering terjadi pada wanita setelah usia 40 tahun, lebih-lebih
wanita di usia 50 dan 60 tahunan.

1. Upaya Kuratif
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis
telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan
perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim
kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher
rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium
penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana
penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya
tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika
daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada
waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker
bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi
(pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser
untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai
jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
a. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada
lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali
dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita
masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang
dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah
satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif
adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan
paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki
keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan
pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus
dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum
menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga
pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien
juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi)
seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.

b. Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada
serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa
pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti
rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi
dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium
I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke
rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif
yang diberikan secara selektif pada stadium IV A.
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada
radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi
eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit,
penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu
selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi
internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah
kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul
ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari
terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium
berhenti berfungsi.

c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan
pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi
tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag
nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang
dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam
beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun
tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan
dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif
untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen
dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide
Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain –lain

12. Bagaimana langkah-langkah telaah kritis?

Tujuan telaah kritis secara EBM:

Pertama, EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis


berbasis bukti terbaik, yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi
yang benar.

Metodologi yang benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode
kuantitatif epidemiologi. Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti
ilmiah yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan (BMJ Evidence
Centre, 2010). Dengan menggunakan bukti-bukti yang terbaik dan relevan dengan
masalah pasien atau sekelompok pasien, dokter dapat memilih tes diagnostik yang
berguna, dapat mendiagnosis penyakit dengan tepat, memilih terapi yang terbaik,
dan memilih metode yang terbaik untuk mencegah penyakit.

Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis


berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-
centered medical care).

EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai ―principal‖ atau ―pusat‖


pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian bahwa tujuan
sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih
panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-
bukti yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit
(Disease-Oriented Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien
(Patient-Oriented Evidence that Matters, POEM). Di samping itu, paradigma
EBM mengingatkan kembali pentingnya hubungan antara pasien sebagai
‘principal‘ dan dokter sebagai ‘agent‘ yang dibutuhkan untuk penyembuhan.
“Healing requires relationships—relationships which lead to trust, hope, and a
sense of being known” (Straus etal., 2005)

Langkah-langkah telaah kritis secara EBM

Tabel 1. Lima langkah Evidence-Based Medicine


Langkah 1 Rumuskan pertanyaan klinis tentang
pasien, terdiri atas empat komponen:
Patient, Intervention, Comparison,
dan Outcome
Langkah 2 Temukan bukti-bukti yang bisa
menjawab pertanyaan itu. Salah satu
sumber database yang efisien untuk
mencapai tujuan itu adalah PubMed
Clinical Queries.
Langkah 3 Lakukan penilaian kritis apakah
bukti-bukti benar (valid), penting
(importance), dan dapat diterapkan di
tempat praktik (applicability)
Langkah 4 Terapkan bukti-bukti kepada pasien.
Integrasikan hasil penilaian kritis
dengan keterampilan klinis dokter,
dan situasi unik biologi, nilai-nilai
dan harapan pasien
Langkah 5 Lakukan evaluasi dan perbaiki
efektivitas dan efisiensi dalam
menerapkan keempat langkah
tersebut
Langkah 1: Merumuskan pertanyaan klinis
Ketika seorang dokter memberikan pelayanan medis kepada pasien
hampir selalu timbul pertanyaan di dalam benaknya tentang diagnosis, kausa,
prognosis, maupun terapi yang akan diberikan kepada pasien. Sebagian dari
pertanyaan itu cukup sederhana atau merupakan pertanyaan rutin yang mudah
dijawab, disebut pertanyaan latar belakang (background questions).
Pertanyaan latar belakang dikemukakan untuk memperoleh pengetahuan medis
yang bersifat umum yang lazim dikemukakan oleh mahasiswa kedokteran,
misalnya fisiologi dan pato-fisiologi penyakit. Bagi kebanyakan dokter praktik,
pertanyaan latar belakang mudah dijawab dengan menggunakan pengetahuan
yang diperoleh dari pendidikan dokter, pengalaman praktik klinis, mengikuti
seminar, continuing medical education (CME), membuka buku teks, ataupun
membaca kajian pustaka (Ilic, 2009)

Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa diperoleh dari
database, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur
terdiri atas empat komponen, disingkat ―PICO‖:
1. Patient and problem
2. Intervention
3. Comparison
4. Outcome

Langkah 2: Mencari Bukti


Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur, langkah berikutnya
adalah mencari bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bukti adalah
hasil dari pengamatan dan eksperimentasi sistematis (McQueen dan Anderson
2001). Jadi pendekatan berbasis bukti sangat mengandalkan riset, yaitu data yang
dikumpulkan secara sistematis dan dianalisis dengan kuat setelah perencanaan
riset (Banta 2003). Bukti ilmiah yang dicari dalam EBM memiliki ciri-ciri
”EUREKA” - Evidence that is Understandable, Relevant, Extendible, Current and
Appraised – yaitu bukti yang dapat dipahami, relevan, dapat diterapkan/
diekstrapolasi, terkini, dan telah dilakukan penilaian.

Langkah 3: Menilai Kritis Bukti


EBM merupakan praktik penggunaan bukti riset terbaik yang tersedia
(best available evidence). Tetapi “not all evidences are created equal”- tidak
semua sumber bukti memberikan kualitas bukti yang sama. Dokter dituntut untuk
berpikir kritis dan menilai kritis bukti (critical appraisal). Nilai bukti ditentukan
oleh dua hal: (1) Desain riset; dan (2) Kualitas pelaksanaan riset.

Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu dilakukan terhadap


kualitas buki-bukti yang dilaporkan oleh artikel riset pada jurnal. Intinya,
penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas
(validity), kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability)
bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan,
kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat
“VIA”.

Langkah 4: Menerapkan Bukti


Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur
―PICO‖, diakhiri dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek
―PICO‖ – patient, intervention, comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan
bukti intervensi perlu mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti
di lingkungan praktik klinis.

Langkah 5: Mengevaluasi Kinerja Penerapan EBM


Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas dua kegiatan sebagai berikut
Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-langkah EBM. Penerapan
EBM belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu lama untuk
mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat bukti dalam waktu
cukup singkat tetapi dengan kualitas bukti yang tidak memenuhi “VIA”
(kebenaran, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti). Kedua, melakukan
audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai dasar praktik klinis.
Kedua, melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai
dasar praktik klinis. Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang.
Kendala dalam penerapan EBM merupakan masalah penelitian untuk perbaikan
implementasi EBM di masa mendatang (BMJ, 2010)

12.Apakah indikasi pemeriksaan pap smear?

A. Indikasi Pap Smear


Frekuensi tes Pap Smear yang dianjurkan bervariasi mulai dari satu
kali pertahun sampai satu kali setiap lima tahun, American Cancer Society
(ACS) merekomendasikan pemeriksaan Pap Smear dilakukan pada:
1. Wanita yang telah menikah/seksual aktif selama tiga tahun dan/atau
sebelum berusia 21 tahun.
2. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang dilakukan
pemeriksaan setiap 6 bulan.
3. Wanita yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun.
4. Wanita yang mempunyai banyak partner ( multiple partner) seharusnya
melakukan tes Pap setiap tahun (Rasjidi, 2009, Nurhasanah, 2008)
Pada tahun 2003 rekomendasi untuk skrinning kanker serviks
berubah, seorang wanita harus menjalani pap smear pertama tiga tahun
setelah hubungan seksual pertama atau pada usia 21 tahun. Sebelum usia
30 tahun, dianjurkan bahwa wanita menjalani Pap Smear tahunan, karena
usia ini resiko infeksi HPV (Pearson, 2009)
American College of Obstetry and Gynecology dan National
Cancer Institute, US Preventive Task Force (USPSTF) menganjurkan
pemeriksaan Pap Smear untuk skrinning kanker mulut rahim saat 3 tahun
pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun.
Program pemeriksaan/skrinning yang dianjurkan untuk kanker
serviks (WHO), skrinning pada setiap wanita minimal satu kali pada usia
35-40 tahun. 1. Kalau fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita
usia 35-55 tahun. 2. Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun
pada wanita usia 35-55 tahun. 3. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun
pada wanita usia 25-60 tahun.
Pemeriksaan rutin Pap Smear dapat dihentikan pada usia 70 tahun
pada wanita yang tidak memiliki abnormalitas pada hasil pemeriksaan Pap
Smearnya (Rasjidi, 2009 dan Rachmi, 2004)

B. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear


Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah (Manuaba, 2005) :
a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve
(cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau
tanda, dan alkohol 95%.
b. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
c. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks
posterior, servik terus, dan kanalis servikalis.
d. Periksa serviks apakah normal atau tidak.
e. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks,
dimulai dari arah jam 12 dan diputar 360 ̊ searah jarum jam.
f. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang
telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45 ̊ satu kali usapan.
g. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.
h. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transport dan dikirim
ke ahli patologi anatomi.

Jump IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Case control
Telaah Kritis

Cohort
Kanker serviks
akibat konsumsi pil Edukasi
KB

Primer Vaksinasi

Riwayat Pencegahan Sekunder Skrining


alamiah
penyakit
Tersier

Jump V: Merumuskan tujuan pembelajaran


LO (Learning Objection) yang perlu diketahui dan dicari pada pertemuan kedua
adalah

1. Bagaimana epidemiologi kanker serviks di dunia, Asia Tenggara dan


Indonesia?

Jump VI : Mengumpulkan Informasi Baru (Belajar Mandiri)

EPIDEMIOLOGI KANKER SERVIKS


Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0
pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000
penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa
dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi
serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif.
Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. Di
Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap
tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium
patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah
penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah
sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus
di antara 918 kanker pada perempuan.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar
76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut,
yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu
stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga
kasus.
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%.
Relative 1 dan 5 years survival masing-masing sebesar 88% dan 73%. Apabila
dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang
paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker
lokal.Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah,
status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana
dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam
menentukan prognosis dari penderita.

Tabel 2. Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita Penyakit Kanker Serviks dan
Payudara
pada Perempuan, Kanker Prostat pada Laki-laki (‰) Menurut Provinsi Tahun
2013
Sumber: Diolah berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian
Kesehatan RI

Penyakit kanker serviks dan payudara merupakan penyakit kanker dengan


prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar
0,8‰ dan kanker payudara sebesar 0,5‰. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi
Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks
tertinggi yaitu sebesar 1,5‰, sedangkan prevalensi kanker payudara tertinggi
terdapat pada Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar 2,4‰. Berdasarkan estimasi
jumlah penderita kanker serviks dan kanker payudara terbanyak terdapat pada
Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.
Prevalensi kanker prostat di Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 0,2‰ atau
diperkirakan sebanyak 25.012 penderita. Provinsi yang memiliki prevalensi
kanker prostat tertinggi adalah D.I. Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, dan
Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,5‰, sedangkan berdasarkan estimasi jumlah
penderita penyakit kanker prostat terbanyak berada pada Provinsi Jawa Timur dan
Provinsi Jawa Tengah.

5
Gambar 2. Estimasi Jumlah Kasus Baru dan Jumlah Kematian Akibat Kanker
di RS Kanker Dharmais Tahun 2010-2013

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa penyakit kanker terbanyak di


RS Kanker Dharmais selama 4 tahun berturut-turut adalah kanker payudara,
serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar, hepatoma, dan nasofaring.
Kanker limfoma non-hodgkin berada pada urutan ke-10 penyakit kanker
terbanyak pada tahun 2010 dan 2011, namun pada tahun 2012 dan 2013 urutan
ke-10 penyakit kanker terbanyak adalah kanker jaringan lunak. Selama tahun
2010-2013, kanker payudara, kanker serviks dan kanker paru merupakan tiga
penyakit terbanyak di RS Kanker Dharmais, dan jumlah kasus baru serta jumlah
kematian akibat kanker tersebut terus meningkat.

Jump VII: Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang
Diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
Andrijono.2007.Vaksin HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker
Serviks.Majalah Kedokteran Indonesia 5:(57) pp 153-158

Azwar S (2012) Signifikan atau sangat signifikan. Fakultas Kedokteran


Universitas Gadjah Mada.
http://azwar.staff.ugm.ac.id/files/2012/04/TIDAK_SIGNIFIKAN_SIGNIFIKAN.
pdf- Diakses September 2015.

DEPKES (2013)
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodati
n-kanker.pdf- diakses pada 18 September 2015

Rasjidi I (2009) Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer Vol. II


http://www.indonesianjournalofcancer.or.id/e-
journal/index.php/ijoc/article/view/123/84- diakses pada 18 September 2015

Suryapratama, SA.2012.Laporan Karakteristik Pasien Kanker Serviks di RSUP


Dr. Kariadi Semarang Tahun 2010.Semarang:Universitas Diponegoro

BMJ Evidence Center (2010). About evidence-based medicine. group.bmj.com.


Diakses 13 Desember 2010.

Ilic D (2009). Assessing competency in Evidence Based Practice:


strengths and limitations of current tools in practice. BMC Medical Education
2009, 9:53 doi:10.1186/1472-6920-9-53. http://www.biomedcentral.com/1472-
6920/9/53. Diakses 22 September 2015

Straus SE, Richardson WS, Glasziou P, Haynes RB (2005). Evidence-


based medicine: how to practice and teach EBM. Edisi ketiga. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
Siswanto (2010) Systematic review sebagai metode penelitian untuk
mensintesis hasil-hasil penelitian (sebuah pengantar). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Volume 13.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=80700&val=4892 –
Diakses September 2015.

Lewallen S, Courtright P (1998). Epidemiology in Practice: Case-Control Studies.


Community Eye Health. 11(28): 57–58

Szumilas, Magdalena (2010). Explaining Odds Ratios. J Can Acad Child Adolesc
Psychiatry. 19(3): 227–229.

McHugh, Mary L (2009). The odds ratio: calculation, usage, and interpretation.
Biochemia Medica. 19(2):120-6

Hays. WL (1973). Statistics for the Behavioral Sciences, 2nd edition. New York:
Holt. Rinehart and Winston Inc.

Azwar, Saifuddin (2005). Signifikan atau sangat signifikan? . Buletin Psikologi


UGM. 13(1) : 38-44

Andrijono (2007) Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker


Servikshttp://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/508/
506

Anda mungkin juga menyukai