Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PREEKLAMSIA BERAT

A. DEFINISI
Preeklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu
atau lebih (Nurarif & Kusuma, 2013).
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan
atau disertai edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Nugroho, 2012).

B. KLASIFIKASI
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. Preeklamsia Ringan
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi
berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih,
kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam
interval 4 – 6 jam.
2) Edema umum: kaki, jari tangan dan muka atau berat badan meningkat 1
kg atau lebih perminggu.
3) Proteinuri kuantitatif 0,3 gram atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif
1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
b. Preeklamsia Berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gram atau lebih perliter
3) Oliguria yaitu jumlah urine < 500cc/24 jam
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium
5) Terdapat edema paru dan sianosis
C. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Ada
beberapa faktor resiko yang mempengaruhinya diantaranya (Manuaba, 2010) :
a. Kehamilan pertama, terutama primigravida muda.
b. Riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia.
c. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa.
d. Penyakit yang menyertai hamil : diadetes melitus, kegemukan, penyakit
ginjal, an tekanan darah tinggi.
e. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau usia diatas 35 tahun.

D. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia
yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan
gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ. Gangguan multiorgan
terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver,
renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan
intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral, nyeri dan terjadinya kejang. Pada darah akan terjadi enditheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh
darah akan menyebabkan terjadinya perdarahan,sedangkan sel darah merah
yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru,
LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal,
perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru.
Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada
hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung. Pada
ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan
menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema. Selain
itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan
permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada
mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia. Pada
plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa
keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob
menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan
pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang
diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah.
E. PATHWAYS

Tekanan darah

Meningkat (TD > 140/90 mmhg) Normal

Hamil < 20 minggu Hamil > 20 minggu

Kejang (+)
Hipertensi kronik Superimpossed preeklamsi Kejang (-)

eklamsia

Vasospasme pada pembuluh darah Penurunan pengisian di ventrikel kiri

Proses I cardiac output


Penurunan curah jantung Volume dan TD menurun
menurun

Kelebihan volume cairan


Merangsang medulla oblongata Perfusi darah ke plasenta menurun

Traktus gastrointestinal Resiko cedera pada janin


Sistem saraf simpatis meningkat

Pembuluh darah
Hipoksi duodenal dan Penumpukan darah di paru-paru
penumpukan ion H vasokonstriksi

LAEDP meningkat
HCL meningkat Metabolisme turun

Kongesti vena pulmonal


Nyeri epigastrik Akral dingin

Proses perpindahan cairan karena perbedaan


Nyeri akut Perubahan perfusi
tekanan
jaringan ke perifer

Oedema, gangguan fungsi alveolus


Kelemahan umum

Gangguan pertukaran gas


Intoleransi aktivitas
(Nurarif, 2013)
F. MANIFESTASI KLINIS
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau
lebih gejala sebagai berikut (Prawirohardjo, 2008) dan (Nugroho, 2010) :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5 gram/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
g. Edema paru-paru dan sianosis.
h. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
i. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.
j. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
k. Sindrom HELLP(Hemolisis, Elevated liver function test and Low Platelet
Count)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat menurut Walsh (2008)
meliputi:
a. Gangguan plasenta
b. Gagal ginjal akut
c. Abrupsio retina
d. Gagal jantung
e. Hemoragi serebral
f. IUGR (Intrauterine Growth Restriction)
g. Kematian maternal dan janin.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12 – 14 gr %)
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%)
 Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
 Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=
<31 u/l)
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kejadian preeklampsia berat dapat dilakukan nasehat
tentang dan berkaitan dengan preeklampsia :
a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin,
rendah lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.
b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti
bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak
duduk atau berbaring kearah punggung janin sehingga aliran darah menuju
plasenta tidak mengalami gangguan.
c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin
dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
(Prawirohardjo, 2008)

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi (Nugroho, 2012):
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG).
Indikasi :
1. Ibu
- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medisinal terjadi
kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal,
ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
2. Janin
- Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
- Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
3. Laboratorium
Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
Pengobatan medikamentosa :
a) Rawat inap
b) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30
menit, refleks patella setiap jam.
c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125 cc/jam) 500 cc.
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). Syarat-syarat
pemberian MgSO4:
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10%
dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat.
- Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/KgBB/jam) 4.
- MgSO4 dihentikan bila : Ada tanda-tanda keracunan yaitu
kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena
ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter.
Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-
15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.Berikan calcium gluconase 10% 1
gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit, berikan
oksigen dan lakukan pernapasan buatan
- MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah
terjadi perbaikan (tekanan darah kembali normal).
f) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg IM.
g) Anti hipertensi diberikan bila : Tekanan darah sistolik > 180 mmHg,
diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.Bila diperlukan penurunan tekanan darah
secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam
500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.Bila
tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral.
Pengobatan obstetrik (terminasi kehamilan):
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi
persalinan yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir
sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi persalinan
diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC.
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medis/farmakologi.
1. Indikasi : bila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medis/farmakologi : sama dengan perawatan medispada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV,
cukup intramuskular saja dimana 4 gram pada pantat kiri dan 4 gram
pada pantat kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dulu MgSO4 20% 2 gr IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
a) Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia
ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu preeklamsia antara lain sebagai berikut :
a. Identitas umum ibu.
b. Data riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
 Kemungkinana ibu mempunyai riwayat preeklamsi pada kehamilan
terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Nyeri epigastrium.
 Gangguan virus ; penglihatan kabur, skotoma dan diplopia.
 Anoreksia, mual dan muntah.
 Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, reflek tinggi dan tidak
tenang.
 Edema pada ekstermitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
 Riwayat kesehatan keluarga
 Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam
keluarga.
3) Riwayat perkawinan.
Biasanya terjadi pada wanita dibawah usia 20 tahun dan diatass 35 tahun.
c. Pemeriksaan fisik biologis
Keadaan umum : lemah
Kepala : sakit kepala, wajah edema.
Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina.
Pencernaan abdomen : nyeri epigastrium, anoreksi, mual dan muntah.
Ekstermitas ; edema pada kaki dan tangan juga jari-jari.
Sistem persarafan : hiper refleksi, klonus pada kaki.
Gastrourinaria : oliguria, proteinuria.
Pemeriksaan janin ; bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Data sosial ekonomi
Preeklamsia berat banyak terjadi pada wanita dari golongan ekonomi
rendah, karena kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein
dan juga kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur.
2) Data psikologis
Biasanya ibu preeklamsia ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah
marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam
kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat atau meninggal duni,
sehingga ia takut untuk melahirkan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
akibat dari kerusakan fungsi glomerulus sekunder terhadap penurunan cardiac
output.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload (penurunan
aliran balik vena).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
e. Resiko cedera pada janun berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi
darah ke plasenta.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan gangguan
mekanisme regulasi akibat dari kerusakan fungsi glomerulus sekunder
terhadap penurunan cardiac output.
Tujuan : volume cairan seimbang.
Kriteria hasi :
1) Tidak ada edema, efusi
2) Tidak terjadidistensi vena jugularis, reflek hepatojugular +
3) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru,output jantung dan
vital sign dalam batas normal.
4) Tidak terjadi kelelahan, kecemasan atau kebingungan.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat waktu pengisian kapiler (capillary refil).
R/ dapat dijadikan pedoman untuk penggantian cairan atau menilai respon
dari kardiovaskular.
2) Pantau dan catat intake dan output setiap hari.
R/ diharapkan dapat diketahui adanya keseimbangan cairan dan dapat
diramalkan keadaan dan kerusakan glomerulus.
3) Observasi keadaan edema, kaji distensi vena jugularis dan perifer.
R/ keadaan edema merupakan indikator keadaan cairan dalam tubuh.
4) Berikan diet rendah garam.
R/ akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan.
5) Kolaborasi pemberian obat antidiuretik.
R/ diuretik dapt meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat
penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload (penurunan
aliran balik vena).
Tujuan ; curah jantung kembali normal
Kriteria hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal.
2) Tidak ada oedem paru, perifer dan tidak ada asites.
3) Dapat mentoleransi aktivitas.
Intervensi
1) Pantau nadi dan tekanan darah
R/ mengetahui peningkatan volume plasma, relaksasi vaskuler dengan
penuruna tahanan perifer.
2) Lakukan tirah baring pada ibu dengan posisi miring ke kiri.
R/ meningkatakan aliran balik vena, curah jantung dan perfusi ginjal.
3) Pemantauan parameter hemodinamik invasif (kolaborasi)
R/ memberikan gambaran akurat dari perubahan vaskular dan volume
cairan.
4) Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
R/ meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskular dan membantu
meningkatkan suplai darah.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler.
Tujuan ;
Kriteria hasil :
1) Vital sign dalam batas normal
2) AGD dalam rentang normal.
3) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi
1) Kaji tanda-tanda vital
R/ indikator dalam menetukan intervensi selanjutnya.
2) Observasi tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
warna kulit, membran mukosa dan kuku.
R/ akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi.
3) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi kebutuhan oksigenasi.
4) Kolaborasi pemberian oksigen
R/ meningkatkan jumlah oksigen di paru-paru.
5) Kolaborasi monitor AGD
R/ menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya (PaCO2)
menunjukan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan
terapi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
Tujuan : nyeri terkontrol atau berkurang.
Kriteria hasil :
1) TTV dalam rentang normal.
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0-10)
3) Klien mengungkapkan nyeri berkurang.
4) Klien tampak relaks, dapat beristirahat dan beraktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif
R/ mengidentifikasi derajat nyeri serta sebagai standar dalam menetukan
intervensi selanjutnya.
2) Observasi respon non verbal dari ketidaknyamanan.
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
3) Kaji efek pegalaman nyeri terhadap kualitas hidup.
R/ mengetahui bagaimana pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup klien.
4) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (relaksasi, napas dalam,
massase punggung, guide imagery dll)
R/ meningkatkan kenyamanan.
5) Kolaborasi pemberian obat antasida.
R/ menetralkan peningkatan asam lambung.
e. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adanya perfusi darah ke
plasenta.
Tujuan : janin dalam keadaan sehat.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi abortus, kehamilan dapat dipertahankan
2) Denyut jantung janin (+) normal ( 120-160 kali/menit ).
Intervensi :
1) Pantau tekanan darah ibu
R/ mengetahui aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi
menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga suplai O2 ke
janin berkurang.
2) Pantau bunyi jantung janin.
R/ keadaan jantung janin lemah atau menurun menandakan suplai oksigen
ke plasenta berkurang, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.
3) Anjurkan ibu untuk beristirahat
R/ diharapkan metabolisme tubuh menurun sehingga peredaran darah ke
plasenta menjadi adekuat sehingga kebutuhan oksigen janin dapat
terpenuhi.
4) Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri.
R/ agar vena kava dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang
membesar sehingga aliran darah ke plasenta menjadi lancar.
5) Kolaborasi pemberian obat antihipertensi.
R/ obat antihipertensi akan menurunkan tonus arteri dan menyebabkan
penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah,
sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah maka
aliran darah ke plasenta menjadi adekuat.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : klien dapat menoleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
2) Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai perubahan
pada TTV
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas.
R/ mengetahui tingkat toleransi klien terhadap aktifitas fisik.
2) Batasi aktivitas yang berlebihan
R/ menghemat atau mengurangi kebutuhan oksigen.
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R/ agar kebutuhan ADL klien dapat tetap terpenuhi.
4) Dorong keluarga dalam support mental klie
R/ mengurangi beban psikologis atau stress klien yang dapat
memperburuk keadaan dirinya dan janin.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, dkk. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba medika
Manuaba, I Gede Bagus. 2010. Memahami Keadaan Reproduksi Wanita.
Jakarta: EGC
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif & Kusuma. 2013. Asuhan keperawatan Beerdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA Nic-Noc. Yogyakarta: Media Action Publishing
Purwaningsih, W. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: ISBN
Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Ausculapius
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo

Anda mungkin juga menyukai