APPENDIKSITIS
DI SUSUN OLEH :
1730054
NIM : 17.30.054
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik departemen Keperawatan
Anak, yang dilaksanakan pada tanggal 05 Februari - 10 Februari 2018, yang telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari :……………………
Tanggal :……………………
Malang,………………………….
Mahasiswa
Mengetahui :
(…………………………..) (…………………………..)
Kepala Ruang
(…………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira–kira
10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks
makanan yang mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. karena tidak
efektif, dan lumennya kecil, apenddiks cenderung tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)
Apendisitis merupakan penyakit bedah minor yang sering terjadi usia
remaja dan dewasa muda. Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari – hari (Lindseth , 2005)
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de
Jong et al, 2010).Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis
verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).
Appendiktomi merupakan pengangkatan apendiks terinflamasi, dapat
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan
endoskopis. Adanya perlengketan multipel, posisi reteroperitonial dari
apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (Doenges, 2000)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan
apendiks kronik
1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut
adalah nyeri samar-samar dan tumpul, nyeri visceral didaerah epigastrium di
sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di sertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya. Sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopis dan mikroskopik, dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis
kronis adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan sel inflamasi kronik. Insidens apendiksitis kronik antara 1-5%.
(Sjamsuhidajat, 2004).
C. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing
askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
D. PATOFISIOLOGIS
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus
tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
E. PATHWAY
Luka Insisi
Ansietas Apendiks Teregang
1. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang
muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
2. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah
rektus kanan.
3. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri
tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
4. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah
mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
b. Ultrasonografi/USG
c. CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
a. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
b. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi
risiko perforasi.
b. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
c. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
d. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan
apendiktomidengan cara pemberian antibiotik dapat mengakibatkan
abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainage.
(Brunner&Suddarth, 2014).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
yang optimal.
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila
d. Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda
(Brunner&Suddarth, 2014).
3. Penatalaksaan Keperawatan
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka
yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
I. KOMPLIKASI
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor
penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat
sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% lebih
sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada
orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks masih sangat tips, omentum lebh
Meningkatkan tekanan
Resiko tinggi
intraluminal
kekurangan volume
cairan
Menghambat aliran limfe
appendektomy
Luka post op
Liana, 2008. Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Keseimbangan Emosi. Diakses
pada tanggal 4 Februari 2018 dalam
(http://www.pembelajar.com/category/kolomnis/emmy-liana-dewi)