Anda di halaman 1dari 23

30

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir

Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Molekul-molekul yang
membentuk komponen minyak bumi umumnya terdiri dari unsur-unsur hidrogen
dan karbon, sehingga minyak bumi dapat disebut hidrokarbon.

2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon

Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon


terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air
formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak.
Sedangkan hidrokarbon sendiri, selain mengandung hidrogen (H) dan
karbon (C) juga mengandung unsur-unsur senyawa lain, terutama belerang,
nitrogen dan oksigen.
Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dapat
berupa gas, cair atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus serta
tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Endapan hidrokarbon yang
berbentuk cair dikenal sebagai minyak bumi, sedangkan yang berbentuk gas
dikenal sebagai gas bumi.
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi, yang berdasarkan jenis
rantai ikatannya dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Golongan Asiklis
Golongan asiklis atau alifat disebut juga alkan atau parafin. Golongan asilklis
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan hidrokarbon jenuh dan
tak jenuh. Hidrokarbon jenis ini mempunyai rantai ikatan antar atom yang
terbuka, terdiri dari hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh.
2) Golongan Siklis
Sedangkan hidrokarbon golongan siklis mempunyai rantai tertutup (susunan
cincin). Golongan ini terdiri dari naftena (siklik alifatik) dan aromatik.
31

Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri


homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat diketahui
dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah diketahui.
Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada jumlah
atom karbon pada struktur kimianya.

2.2.1.1. Hidrokarbon Jenuh

Golongan hidrokarbon jenuh sering disebut sebagai golongan parafin. Seri


homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan mempunyai
ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan masing-masing
atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi dari satu atom C
berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog hidrokarbon ini
biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana penamaan
anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon dalam sebutan
Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”). Tabel II-10
menunjukkan contoh nama-nama anggota alkana sesuai dengan jumlah atom
karbonnya.

Tabel II-10
Nama-nama Alkana (CnH2n+2) 1)

Alkanes (CnH2n+2)
No. korbon, n Name
1
2
3
4
5
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacotane
32

Berikut ini merupakan contoh rumus bangun yang memberikan gambaran


struktur molekul senyawa hidrokarbon golongan alkana
Nama Rumus Molekul Rumus Bangun

H H
Etana C2H6 H–C–C–H
H H
H H H
Propana C3H8 H–C–C–C–H
H H H
H H H H
Butana C4H10 H–C–C–C–C–H
H H H H
dan seterusnya.

Dalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai molekul yang berlainan


susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain senyawa
hidrokarbon dapat mempunyai rumus molekul sama tetapi rumus bangun berbeda.
Keadaan semacam ini disebut sebagai isomeri, sedangkan masing-masing
senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat tersebut dikenal dengan isomer.
Dalam keadaan standar (60 oF, 14,7 psia) empat alkana yang pertama (C1
sampai C4) berbentuk gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point)
karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai
hepta dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18
atom karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Sedangkan lilin (parafin)
merupakan campuran dari bermacam-macam molekul parafin dalam keadaan
padat.
Golongan seri alkana atau parafin ini memiliki sifat kimia dan sifat fisika
yang khas. Parafim memiliki sifat kelembaman kimia (chemical inertness). Sifat
ini menyebabkan parafin dapat bertahan didalam reservoir minyak selama
berabad-abad, oleh karena itu setiap senyawa akan membutuhkan kestabilan yang
tinggi. Parafin yang berada didalam ruangan yang mengandung udara atau
33

oksigen, apabila dinyalakan dan diberikan sejumlah kalor yang besar akan
terbakar dan memberikan energi yang tinggi. Dalam keadaan pembakaran yang
sempurna, maka pengeluaran panas yang disertai ledakan dapat terjadi pada suhu
tinggi. Golongan parafin ini akan maenghasilkan minyak pelumas yang baik dan
menghasilkan lilin sebagai residunya.
Sifat-sifat alkana yang lainnya diantaranya adalah titik didih dan titik cair
yang akan makin tinggi pada berat molekul yang makin besar. Semua alkana
umumnya larut dalam air dan dan dalam bentuk gas tidak berbau. Alkana dengan
rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-
alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang
kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan didalam
gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada
titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.

Tabel II-11
Sifat – sifat Fisik n-Alkana 20)

Boiling Point Melting Point Specific Gravity


n Name o o
F F 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6 --
2 Ethane -127.5 -297.9 --
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99 --
30 Triacontane 835.5 151 --

2.2.1.2. Hidrokarbon Tak Jenuh


34

Golongan hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun


rangkap tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang
berdekatan, karena valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom H telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap
dua atau tiga yang mengikat dua atom C. Dan jumlah atom H-nya lebih sedikit
dibandingkan dengan seri alkana. Hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak
jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene) dengan rumus
umum CnH2n.
Dalam keadaan tertentu yang menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh
dapat menjadi jenuh dengan penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai
ikatan tersebut.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik
alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada
Tabel II-12. Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga
peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana
peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih
reaktif bila dibandingkan dengan alkana.

Tabel II-12
Sifat-sifat Fisik Alkena 20)

Boiling Melting
Nama Rumus Bangun SG, 60o/60 oF
Point, oF Point, oF
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5 --
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4 --
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698
1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716
1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 -- 0.731
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 -- 0.743

Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang dijelaskan di atas adalah yang hanya
mempunyai satu ikatan rangkap dua yang lebih dikenal dengan deretan olefin. Ada
35

juga hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai dua ikatan rangkap dua yang disebut
deretan diolefin.
Rumus umum seri olefin adalh CnH2n, deret ini penamaannya sama dengan
alkana namun pada golongan ini akhiran “ana” diganti “ena”, sebagai contoh
adalah sebagi berikut :

CH2 = CH2 CH2 = CH - CH3 CH2 = CH - CH2 - CH3


Etilena (Eetena) Propelina (Propena) Butilena (Butena)

Rumus umum seri diolefin adalah CnH2n-2, sedangkan penamaannya


menggunakan akhiran “adiena” (inggris : “adiene”), sebagai contoh adalah
sebagai berikut :

CH2 = C = CH - CH3 CH2 = CH - CH = CH2


1,2 - Butadiena 1,3 - Butadiena

Derajat ketidakjenuhan dari seri diolefin lebih tinggi daripada seri olefin.
Secara kimiawi senyawa diolefin reaktif seperti olefin dan secara fisik mempunyai
sifat yang hampir sama dengan alkana.
Seri asetilen senyawa hidrokarbon tak jenuh mempunyai ikatan rangkap
tiga (triple bond) atau disebut Alkynes. Rumus umumnya adalah CnH2n-2, dimana
terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang berdekatan.
Pemberian nama sama dengan deret alkena dengan memberikan akhiran “una”.
Sifat deret asetilen hampir sama dengan alkana dan alkena, sedangkan sifat
kimianya hampir sama dengan alkena dimana keduanya lebih reaktif dari alkana.

CH3

CH ≡ CH CH ≡ C – C - CH3

CH3
Acetylene (Etuna) 3,3-dimethyl-1-butuna

Sifat kimia dan fisika dari hidrokarbon tak jenuh berbeda dengan parafin.
Hidrokarbon tak jenuh sangat reaktif, reaksi yang cepat terjadi dengan Cl 2 dan
membentuk cairan berupa minyak (oil liquid), dalam bahasa inggris disebut olefin,
36

yang artinya membentuk minyak (oil forming). Dalam keadaan tertentu yang
menguntungkan ikatan ini mudah bereaksi dengan hidrokarbon dan menjenuhkan
ikatan ini dan membentuk ikatan parafin.

2.2.1.3. Hidrokarbon Siklik Alifatik

Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh, tetapi rantai karbonnya


merupakan rantai tertutup, oleh karena itu diberi nama golongan sikloparafin, atau
golongan sikloalkana, atau golongan naftena, dengan rumus umum C nH2n..
Golongan ini dicirikan oleh adanya atom C yang diatur menurut rantai tertutup
(berbentuk cincin) dan masing-masing atom dihubungkan dengan ikatan tunggal.
Pemberian nama untuk golongan ini sama seperti pada parafin, yaitu
sesuai dengan banyaknya atom karbon tetapi dengan tambahan awalan siklo,
misalnya siklopropana, siklobutana, dan seterusnya. Apabila rantai karbon dari
golongan ini mempunyai gugus alkil, maka penamaannya dilakukan dengan cara
memberi nomor pada atom-atom karbonnya dalam rangkaian tertutup tersebut
sesuai dengan letak gugus alkilnya. Berikut contoh rumus bangun naftena :

CH2
CH2 CH2
CH2 CH2

CH2 CH2
CH2 CH2
CH2
CH2
Siklo-heksana Siklo-pentana

CH3

CH2 ─ CH

│ > CH
2 1.metil-3.etil siklopentana
CH2 ─ CH

C2H5
Sikloparafin mempunyai sifat-sifatnya mirip dengan parafin sebagaimana
terlihat pada Tabel II-13.

Tabel II-13
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena 20)
37

Boiling Melting
Name SG, 60o/60 oF
Point, oF Point, oF
Cyclopropane -27 -197 --
Cyclobutane 55 -112 --
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847

2.2.1.4. Hidrokarbon Aromatik

Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa


hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap secara berselang-seling.Untuk menunjukan
adanya benzene dalam suatu senyawa, biasanya digunakan lambing segi enam
seperti contoh berikut :

CH

CH CH

Adanya tiga ikatan CH CH rangkap pada cincin benzena


seolah-olah memberi petunjuk CH
bahwa golongan ini sangat
reaktip. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
n - Benzena
demikian, golongan ini tidak sestabil golongan parafin.
Jadi deretan benzena tidak menunjukkan sifat reaktip yang tinggi seperti olefin.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara
golongan parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik
terdapat dalam minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standar, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
38

berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.

2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi

Elemen-elemen yang terdapat dalam air formasi merupakan


kesetimbangan ion-ion positif dan negatif. Air formasi atau disebut “connate
water” mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara reservoir yang satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air formasi perlu sekali
dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya. Dibandingkan dengan air
laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi.
Garam-garam yang terlarut didalam air formasi tersebut terionisasi sebagai kation
dan anion. Ion-ion inilah sebagai penyusun air formasi.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta
bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi terdiri dari kation-
kation yakni Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Iron (Fe), Barium (Ba), sedangkan
anion-anion air formasi yakni Clorida (Cl), Carbonat (CO 3), Bikarbonat (HCO3),
dan Sulfat (SO4). Tabel II-14 memperlihatkan contoh hasil analisa air formasi
suatu reservoir.
Kalsium merupakan penyusun terbanyak pada air formasi dengan
konsentrasi dapat mencapai 30000 mg/liter. Ion kalsium ini dapat bergabung
dengan ion karbonat dan sulfat membentuk padatan tersuspensi atau scale.
Sodum merupakan salah satu komponen utama penyusun air formasi yang
secara normal tidak menimbulkan persoalan, akan tetapi menyebabkan endapan
NaCl yang berlebihan, sehingga kadar garamnya menjadi tinggi.
Kadar besi alamiah pada air formasi biasanya rendah, dan adanya besi
mengindikasikan adanya korosi. Senyawa besi ada dalam larutan sebagai ferric
(Fe+++) dan ion ferous (Fe++) yang berfungsi sebagai suspensi dari senyawa besi.
Tedapatnya senyawa besi ini dapat menyebabkan formasi tersumbat.
39

Klorida merupakan anion yang banyak dijumpai dalam jumlah besar


dalam air formasi. Sumber utama dari ion klorida adalah NaCl. Konsentrasi ion
ini digunakan untuk mengukur kegaraman air. Konsentrasi Cl yang tinggi
memungkinkan terjadinya korosi.

Tabel II-14
Contoh Hasil Analisa Kandungan Air Formasi20
)
Konstituen Hasil Analisa (ppm)
Na 6.715
Ca 549
Mg 51
Fe 0
Cl 11.172
HCO3 295
SO4 181
CO3 0

Total 18,813

Perkembangan analisa kimia dewasa ini telah memungkinkan untuk


menganalisa secara kuantitatif kation dan anion yang terkandung dalam air
formasi. Besarnya konsentrasi padatan yang terdapat dalam air formasi dinyatakan
dalam satuan parts per million (ppm), miligram per liter, milliequivalent per liter
dan fraksi padatan. Satuan ppm dan miligram per liter digunakan dengan asumsi
densitas air formasinya sama dengan satu.
Satuan fraksi padatan diperoleh dari pembagian ppm dengan 10000.
Sedangkan satuan milliequivalent per liter didapatkan dari konversi ppm, yaitu
dengan dibagi berat ekuivalen
nya. Pada reaksi ionisasi, berat ekuivalen diperoleh dari pembagian berat
atom ion dengan valensinya. Tabel II-15 menunjukkan hasil analisa pada Tabel
II-14 yang dikonversikan dalam satuan milliequivalent per liter (meq/liter).

Tabel II-15
Hasil Analisa Kandungan Air Formasi
dalam meq / liter 20)

Konstituen Hasil Analisa (meq/liter)


40

Na 292
Ca 27
Mg 4
Fe 0
Cl 315
HCO3 5
SO4 4
CO3 0

Total 647

Banyak manfaat yang diperoleh dengan menyajikan data analisa air


formasi dalam bentuk grafis antara lain untuk korelasi formasi. Hal ini dilakukan
dengan jalan membandingkan pola-pola air formasi yang dihasilkan dari beberapa
lapangan yang berdekatan. Manfaat lainnya adalah untuk menentukan sumber
kontaminasi air tawar, konfirmasi atau menyakinkan suatu zone pada sumur-sumr
ang baru selesai dikomplesi dan untuk penditeksian adanya penyerbuan air dari
luar zone yang dikomplesi ke dalam sumur.

2.2.3. Sifat Fisik Minyak

Minyak bumi mempunyai sifat yang berbeda dengan gas bumi. Jarak
molekul-molekul minyak bumi sangat dekat, sehingga gaya tarik-menarik
molekulnya mempengaruhi sifat fisiknya. Sedangkan pada gas bumi, jarak antar
molekulnya relatif lebih jauh, sehingga sifatnyapun berlainan.
Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai dengan
sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-molekulnya relatif
lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi yang akan dibahas adalah
densitas, viskositas, faktor volume formasi dan kompressibilitas.
2.2.3.1. Densitas Minyak

Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat masa suatu substansi


dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak (ρ o) merupakan
perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft).
Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran densitas di permukaan
(laboratorium), dimana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi reservoir
41

sehingga akurasi pengukuran yang dihasilkan tidak tepat. Metode lain dalam
pengukuran densitas adalah dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada
komposisi minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah :

 Xi Mi
 oSC  ................................................................ (2-19)
 Xi Mi / Po sci 
dimana :
ρoSC = densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
ρoSCi = densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi = fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = berat mol komponen minyak ke-i

Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific gravity minyak (γo),


yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak terhadap densitas air,
yang secara matematis, dituliskan :
ρo
γo = ................................................................................................ (2-20)
ρw

dimana :
γo = specific gravity minyak
ρo = densitas minyak, lb/cuft
ρw = densitas air, lb/cuft

Industri perminyakan seringkali menyatakan specific gravity minyak


dalam satuan oAPI, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
141,5
o
API =  131,5 ...................................................................... (2-21)
o

2.2.3.2. Viskositas Minyak

Viskositas minyak (μo) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak


terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran
tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise
(cp) atau gr/100 detik/1 cm.
42

Viskositas minyak dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas


yang terlarut dalam minyak tersebut. Kenaikan temperatur akan menurunkan
viskositas minyak, dan dengan bertambahnya gas yang terlarut dalam minyak
maka viskositas minyak juga akan turun. Hubungan antara viskositas minyak
dengan tekanan ditunjukkan pada Gambar 2.12.

6
A
B .P
5
V is c o s ity , c p

3
B
B .P
2
B .P C
1

D B .P
0 1000 2000 3000
P r e s s u re , p s ig

Gambar 2.12.
Hubungan Viskositas terhadap Tekanan 1)

Gambar 2.12 menunjukkan bahwa tekanan mula-mula berada di atas


tekanan gelembung (Pb), dengan penurunan tekanan sampai (Pb), mengakibatkan
viskositas minyak berkurang, hal ini akibat adanya pengembangan volume
minyak. Kemudian bila tekanan turun dari Pb sampai pada harga tekanan tertentu,
maka akan menaikkan viskositas minyak, karena pada kondisi tersebut terjadi
pembebasan gas dari larutan minyak.

Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan persamaan :


F y
  x .................................................................................... (2-22)
A v
dimana :
μ = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
43

A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2


y / v = gradient kecepatan, cm/(sec.cm).

2.2.3.3. Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume minyak


dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock tank barrel
minyak termasuk gas yang terlarut. Dengan kata lain merupakan perbandingan
antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan
volume minyak pada kondisi standard (14,7 psi, 60 oF). Satuan yang digunakan
adalah bbl/stb.
Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan persamaan :

Bo = 0.972 + (0.000147 . F 1.175) ......................................................... (2-23)


g 
F  Rs .   1.25 T ...................................................................... (2-24)
o 
dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
γo = specific gravity minyak, lb/cuft
γg = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.

Dengan analisa PVT di laboratorium, harga Bo dapat ditentukan dan akan


tergantung pada proses pembebasan gas yang terlarut atau gas liberation process.
Gambar 2.13. menunjukan V1 barrel minyak pada kondisi permukaan (tangki
pengumpul)

V1 – V2 bbl
V1 Barrel Pengurangan
+ Gas
Minyak tangki dibebaskan
tekanan dan
Minyak pada pengumpul
temperatur
keadaan reservoir (60oF;14,7 psia)
44

Gambar 2.13.
Diagram Hubungan Antara Volume Minyak Pada Kondisi Reservoir
dan Kondisi Tangki Pengumpul

Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan


oleh Gambar 2.14. Tekanan reservoir awal adalah Pi dan harga awal faktor
volume formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoir dibawah tekanan
buble point, maka gas akan keluar dan Bo akan turun.
F o r m a ti o n - V o lu m e F a c to r, B o

Bo b

Pb
1
0 R e s e r v o ir p re s s u re , p s ia

Gambar 2.14.
Ciri Alur Faktor Volume Formasi
Terhadap Tekanan untuk Minyak 1)

Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.14. diatas, yaitu :


1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas Pb, maka Bo akan naik dengan
berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan
bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu :
1) Differential Liberation.
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam proses ini,
penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian fluida
meninggalkan sistem. Minyak harus berada dalam kesetimbangan dengan
gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu dan tidak dengan gas yang
45

meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini berlangsung, maka komposisi


total sistem akan berubah.
2) Flash Liberation
Merupakan proses pembabasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru dibebaskan.

Harga Bo dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan keadaan


reservoir selama proses produksi berlangsung. Pada Gambar 2.15. terlihat bahwa
harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil daripada proses differential
liberation.

1000 1 ,8

O R IG I N A L R E S E R V O I R P R E S S U R E

L ib e r a t e d G a s (a i r = 1 , 0 )
G a s in S o lu tio n , oc u . f t/ B B L

800 1 ,6

S p e c if ic G r a v it y o f
N
T IO
( S T. o i l = 6 0 F )

RA
L IB E
600 AS N 1 ,4
A L G TIO
N TI IB E
RA
ERE L
400 D IF F G A
S
1 ,2
SH
FLA
200 1 ,0
D I F F E R E N T IA L G A S L IB E R A T IO N
0 0 ,8
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600
R e s e r v o ir P r e s s u r e , p s ia

Gambar 2.15.
Perbedaan antara Flash Liberation
Dengan Differential Liberation 1)

2.2.3.4. Kompressibilitas Minyak

Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak


akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
1  dV 
Co  -   .............................................................................. (2-25)
V  dP 
46

Persamaan (2-25) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah


dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :

Bob - Boi
Co  ........................................................................... (2-26)
Boi  Pi - Pb 
dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.

2.2.3.5. Kelarutan Gas dalam Minyak

Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya SCF gas yang terlarut dalam satu
STB minyak pada kondisi standar 14,7 psi dan 60 oF, ketika minyak dan gas masih
berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.
Kelarutan gas dalam minyak (Rs) dipengaruhi oleh tekanan, temperatur
dan komposisi minyak dan gas. Pada temperatur minyak yang tetap, kelarutan gas
tertentu akan bertambah pada setiap penambahan tekanan. Pada tekanan yang
tetap kelarutan gas akan berkurang terhadap kenaikan temperatur. Persamaan yang
digunakan adalah :

Rs = γ g [ ( P 18, 2 + 1,4) x10 0, 0125 API ]


0 , 00091(T 460) 1, 2048
.................................

(2-27)

Pada tekanan dan temperatur tertentu kelarutan gas dalam minyak akan
berkurang dengan berkurangnya densitas gas demikian juga halnya pada
temperatur dan tekanan tertentu kelarutan gas dalam minyak akan naik dengan
naiknya API gravity minyak

2.2.4. Sifat Fisik Gas


47

Gas merupakan suatu fluida yang homogen dengan densitas dan viskositas
yang rendah, yang tidak tergantung pada bentuk ruangan yang di tempatinya
sehingga dapat mengisi ruangan yang ada. Gas yang ada didalam reservoir dapat
berupa gas bebas (free gas), gas terlarut atau berupa gas cair (liquid gas). Sifat
fisik gas yang akan dibahas antara lain adalah densitas, saturasi, faktor volume
formasi serta kompresibilitas gas.

2.2.4.1. Densitas Gas

Densitas atau berat jenis gas didefinisikan sebagai perbandingan antara


rapatan gas tersebut dengan rapatan suatu gas standar. Kedua rapatan diukur pada
tekanan dan temperatur yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas standar
adalah udara kering. Secara matematis berat jenis gas dirumuskan sebagai
berikut :

ρg
BJ gas = ........................................................................................ (2-28)
ρu

Definisi matematis dari rapatan gas (ρg) adalah MP / RT, dimana M adalah
berat molekul gas, P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur,
sehingga bila gas dan udara dianggap sebagai gas ideal, maka BJ gas dapat
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

M g . P R. T
BJ gas =
M u . P R. T

Mg
= .............................................................................. (2-29)
28,97

Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut ini :

 BM tampak 
BJ gas 
gas
....................................................................... (2-30)
28,97
48

2.2.4.2. Viskositas Gas

Viskositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viskositas gas


hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viskositas minyak. Pada gas yang
sempurna viskositasnya akan naik dengan naiknya temperatur. Dalam keadaan
seperti ini kelakuan gas merupakan kebalikan dari kelakuan cairan. Viskositas gas
sempurna tidak tergantung pada tekanan dan energi kinetik gas akan naik dengan
naiknya temperatur. Gas sempurna akan menjadi tidak sempurna bila tekanannya
terus naik, sehingga kelakuannya mendekati kelakuan air. Jadi pada reservoir
minyak yang umumnya bertekanan tinggi maka viskositas gas dapat naik dengan
naiknya tekanan dan akan turun dengsn naiknya temperatur, seperti halnya zat
cair. Bila komposisi campuran gas alam diketahui, maka viskositasnya dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan :

  gi Yi Mi 0,5

g  ........................................................................ (2-31)
 Yi Mi 0 ,5

dimana :
μg = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer
μgi = viskositas gas murni
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni

2.2.4.3. Faktor Volume Formasi Gas

Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai volume dalam barrel
yang ditempati oleh satu standar cubic-feet gas (SCF) pada temperatur dan
tekanan standar , bila dikembalikan pada tekanan dan temperatur reservoir. Atau
dengan kata lain merupakan besarnya perbandingan volume gas pada kondisi
49

tekanan dan temperatur reservoir dengan volume gas pada kondisi standar (60 oF,
14,7 psia). Pada faktor volume formasi ini berlaku hukum Boyle - Gay Lussac.
Bila satu standar cubic feet ditempatkan dalam reservoir dengan tekanan Pr
dan temperatur Tr, maka rumus - rumus gas dapat digunakan untuk mendapatkan
hubungan antara kedua keadaan dari gas tersebut, yaitu :

P1 V1 P V
 r r ................................................................................ (2-32)
Z1 T1 Z r Tr

Untuk harga P1 dan T1 dalam keadaan standar (14,7 psia dan 520 oR),
maka diperoleh :

Z r Tr
Vr  0.0283 cuft .................................................................. (2-33)
Pr

Untuk keadaan standar, maka Vr (cuft) harus dibagi dengan 1 scf untuk
mendapatkan volume standar. Jadi faktor volume formasi gas (Bg) adalah :

Z r Tr
B g  0.0283 cuft / scf ........................................................... (2-34)
Pr

Dalam satuan bbl / scf (1 bbl = 5,615 cuft), besarnya Bg adalah :

Z r Tr
B g  0.00504 bbl / scf ........................................................... (2-35)
Pr

2.2.4.4. Kompresibilitas Gas

Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang


disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya.
Kompresibilitas gas didapat dengan persamaan :
50

C pr
Cg  ........................................................................................ (2-36)
Ppc

dimana :
Cg = kompresibilitas gas, psi-1
Cpr = pseudo reduced kompresibilitas
Cpc = pseudo critical pressure, psi

2.3. Kondisi Reservoir

Pada penjelasan mengenai sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir


sebelumnya secara tidak langsung telah disinggung tentang kondoisi reservoir.
Kondisi reservoir yang dimaksud adalah tekanan dan temperatur yang merupakan
besaran-besaran yang sangat penting dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir,
baik pada batuan maupun fluidanya (air, minyak, dan gas). Tekanan dan
temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh adanya gradient kedalaman, letak
dari lapisan, serta kandungan fluidanya.

2.3.1. Tekanan Reservoir

Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung didalamnya disebut tekanan reservoir. Tekanan reservoir merupakan
sumber energi yang menyebabkan fluida dapat bergerak. Dengan adanya tekanan
reservoir yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoir akan mengalir dari formasi ke lubang sumur yang
relatif bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoir akan menurun dengan
adanya kegiatan produksi.
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
reservoir.
51

Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas


formasi produktip serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.
Tekanan yang bekerja pada reservoir dapat terbagi menjadi tekanan
hidrostatik dan tekanan overburden.

1) Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik merupakan tekanan yang timbul akibat adanya fluida
yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh expansi gas (gas cap gas), dan
desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan
selama proses produksi berlangsung. Pendesakan oleh ekspansi gas (tudung
gas bebas), pengaruh gravitasi, dan perbedaan densitas minyak dan gas , maka
gas akan memisahkan diri, yang selanjutnya akan terakumulasi pada puncak
lapisan formasi dan membentuk tudung gas bebas. Pengembangan volume
tudung gas bebas akan mendorong minyak kesumur produksi. Ukuran dan
bentuk kolom fluida tidak berpengaruh terhadap besarnya tekanan ini. Secara
matematis tekanan hidrostatik dituliskan :
Ph = 0,052 ρ D .................................................................................. (2-37)
dimana :
Ph = tekanan hidrostatik, psi
ρ = densitas fluida rata-rata, lb/gallon
D = tinggi kolom fluida, ft

2) Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya berat
batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan yang
terletak di atas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :
52

G mb G fl
Po   D1 -    ma +   fl ................................................ (2-38)
A
dimana :
Po = tekanan overburden, psi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, in2
D = kedalaman vertikal formasi, ft
Φ = porositas, fraksi
ρma = densitas matrik batuan, lb/cuft
ρfl = densitas fluida, lb/cuft
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,
yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet kedalaman
disebut gradien kedalaman.
Data-data tekanan reservoir, umumnya digunakan dalam hal-hal sebagai
berikut :
 Menentukan karakteristik reservoir, terutama yang menyangkut hubungan
antara jumlah produksi dengan penurunan tekanan reservoir.
 Bila digabungkan dengan data produksi, sifat-sifat fisik batuan dan fluida
reservoir, akan bermanfaat dalam penaksiran gas/oil in place dan recovery
untuk berbagai jenis mekanisme pendorongnya.
 Memperkirakan hubungan antar sumur-sumur yang letaknya berdekatan
dan bagaimana sistemnya.

Anda mungkin juga menyukai