Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Dermatitis Kontak Alergi Akibat Minyak Gosok

Diajukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura

Penguji:
dr. Inneke Viviane Sumolang, Sp.KK

Oleh:
Asmanda Nur Agung
20180811018023

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD JAYAPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
KETERAMPILAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA

Formulir Evaluasi Diskusi Kasus / Ujian Kasus


Nama : Asmanda Nur Agung
NIM : 20180811018023
Judul Kasus : Pasien Dengan Dermatitis Kontak Alergi Akibat Minyak Gosok
Tanggal Presentasi : 31 Januari 2018
Indikator Penilaian Nilai
Anamnesa: Identitas, Keluhan utama, Keluhan tambahan
Pemeriksaan Fisik: 1. Status Generalisata
1. Status Lokalis
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Kerja / Diagnosis Banding
Terapi
Anjuran Konsultasi / Pemeriksaan Penunjang Lain
Penguasaan Kasus (dasar diagnosis, dll)
Relevansi dalam menjawab
(Kemampuan sintesa dan analisa)
Penguasaan kasus-kasus lain, yang berhubungan dengan diagnosis
banding kasus
Penguasaan kasus-kasus lain diluar diagnosis banding kasus

Total Nilai dibagi 10

Jayapura, 31 Januari 2018


Penguji

dr. Inneke Viviane Sumolang, Sp.KK


NIP. 19710925 200012 2 002
Telah disetujui dan diterima oleh penguji, Laporan Kasus dengan judul “Pasien
Dengan Dermatitis Kontak Alergi Akibat Minyak Gosok” sebagai salah satu syarat
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Jayapura. Yang dilaksanakan pada:

Nama : Asmanda Nur Agung


Nim : 20180811018023
Hari : Rabu
Tanggal : 31 Januari 2018
Tempat : Ruangan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura

Menyetujui
Dosen Pembimbing / Penguji

dr. Inneke Viviane Sumolang, Sp.KK


NIP: 19710925 200012 2 002
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


1. Nama : Ny. R.S
2. Tanggal lahir : 28 Oktober 1954
3. Umur : 63 tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Status pernikahan : Menikah
6. Alamat : jalan Pasifik Indah III Pasir 2 atas
7. Agama : K.P
8. Pekerjaan : Pensiunan PNS
9. Tanggal pemeriksaan : 16 Januari 2018
9. NO.RM : 02 91 94
1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Bercak kemerahan pada bagian leher yang terasa gatal
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluahan bercak merah yang terasa gatal pada
bagian leher. Mula – mula sebelum timbul di bagian leher sekitar 3
tahun yang lalu pasien pernah merasakan gejala yang serupa pada
bagian telinga, namun sudah sembuh dan mulai timbul kembali sejak 3
hari yang lalu. Bercak akan terasa sangat gatal di tambah rasa perih
ketika pasien berkeringat. Pasien mengaku sering kali mengoles minyak
gosok pada bagian leher.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
d. Riwayat pengobatan
Pasien mengatakan pernah berobat ke dokter Sp.KK, pernah sembuh
lalu gejala muncul kembali.
e. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.

1
f. Riwayat alergi
Pasien mengaku memiliki alergi makanan udang dan beberapa
hidangan laut lainnya.
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sehat
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 23x/menit
Suhu : 36,7°C
b. Status Dermatologis
Distribusi : Regional (bagian tertentu)
Lokasi : regio colli
Bentuk/susunan : tidak teratur
Efloresensi : Pada regio colli tampak Papul eritem, makula
hiperpigmentasi, berbatas tegas, tampak skuama putih
halus diatasnya, tampak erosi.
Ukuran : Lentikular hingga numular
1.4 Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Alergi Akibat Minyak Gosok
1.5 Diagnosis Banding
Dermatitis Alimentosa
1.6 Penatalaksaan
a. Medikamentosa
1. Cetirizine 10mg 1x1
2. Metilprednisolon 4mg 2x1
3. Dexoximetasone cream
b. Non medikamentosa
1. Hindari menggaruk sampai luka
2. Menjaga dan merawat kebersihan diri
3. Menjaga kebersihan lingkungan

2
4. Hindari penggunaan minyak gosok
1.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad functionam : ad Bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Dermatitis kontak merupakan dermatitis yang disebabkan oleh atau
substansi yang menempel pada kulit dan selanjutnya menimbulkan reaksi
pada kulit, baik itu tipe lambat maupun tipe cepat.1 Dermatitis kontak
diidentifikasi dalam dua varian utama, yaitu iritan dan alergik berdasarkan
keterlibatan sistem imun spesifik. Sebagian besar kepustakaan yang
tersedia, baik kepustakaan khusus mengenai dermatitis kontak, kepustakaan
dermatologi secara umum, maupun kepustakaan geriatri yang membahas
mengenai dermatitis kontak, tidak menyebutkan adanya perbedaan
patofisiologi dermatitis kontak pada populasi anak, dewasa, dan geriatri.
Namun, perubahan struktur dan fisiologi kulit dan imunosenescence akibat
proses menua dapat berpengaruh terhadap kekerapan dan manifestasi klinis
dermatitis kontak. 2

Gambar 1.1 Dermatitis Kontak Alergi


Akibat Peniti Kerudung.1

Adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak


dengan alergen melalui proses sensitisasi.3 Sama dengan bentuk alergi
lainnya, penyakit ini berkembang dalam dua fase; fase awal diperoleh
selama sensitisasi, diikuti kemudian (setelah paparan alergen kimiawi yang
sama) dengan memunculkan reaksi inflamasi cutaneous. Induksi sensitisasi
kulit dimulai setelah terpapar topikal yang rentan terhadap jumlah alergen

4
kimia yang cukup untuk menginduksi respon imun kutaneous dari jumlah
yang diperlukan. Pemeliharaan imunologis ini menyebabkan sensitisasi dan
jika individu yang pernah terpapar di tempat kulit yang sama atau berbeda,
dengan adanya kontak dengan alergen kimia yang dapat merangsang, maka
respons kekebalan sekunder yang lebih kuat akan dipicu pada lokasi dengan
kontak alergen. Hal ini kemudia dapat memulai reaksi inflamasi kutaneous
yang didefinisikan secara klinis sebagai DKA.4
2.2 Sinonim
Nama lain dari Dermatitis kontak alergi adalah Eksema yang digunakan
secara sinonim untuk menunjukkan pola polimorfi peradangan kulit pada
fase akut yang ditandai oleh eritema, vesikulasi dan pruritus.5
2.3 Epidemiologi
DKA sering terjadi, penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang
terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat.1 Berdasarkan beberapa studi
yang dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi, DKA dipengaruhi oleh
alergen-alergen tertentu. Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan
(18,8%) ditemukan memiliki DKA dibandingkan laki-laki (11,5%).6
Bila dibandingkan dengan DKI, maka jumlah pasien DKA lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang dengan keadaan kulit yang sangat peka atau
hipersensitif. Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin meningkat
seiring bertambahnya jumlah produk yang mengadung bahan kimia yang
dipakai oleh masyarakat. Tidak ada data yang cukup tentang epidemiologi
dermatitis kontak alergi di Indonesia, namun berdasarkan penelitian pada
penata rias di Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efek samping
kosmetik, dimana 25,4 persen dari angka itu menderita DKA. 1,6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa angka kejadian dermatitis
kontak alergi yang datang berobat ke Poliklinik IKKK RSUP MH paling
banyak terjadi pada wanita usia dewasa. Tingginya angka kejadian dematitis
kontak alergi pada kelompok usia dewasa dikarenakan banyaknya
kesempatan individu untuk berkontak langsung dengan alergen yang ada di
lingkungan. Tiga alergen penyebab tertinggi adalah detergen, kosmetik dan
perhiasan.7

5
2.4 Etiologi
Sekitar 25 bahan kimia yang tampaknya memberi pengaruh terhadap
setengah dari semua kasus DKA. Ini termasuk nikel, pengawet, pewarna,
dan parfum. Penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul yang rendah. Berbagai faktor berpengaruh terhadap kejadian DKA,
misalnya potensi sensititasi alergen, luas daerah yang terkena, lama pajanan,
suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum (pembawa zat aktif agar
dapat berkontak dengan kulit) dan pH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit atau terpajan
sinar matahari secara intens).1,6,7

Gambar 1.2 Dermatitis Akibat Kontak


Dengan Jam Tangan Berbahan Nikel

2.5 Manifestasi Klinis


Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi
dermatitisnya. Pasien umumnya mengeluhkan gatal. Pada stadium akut
dimulai dengan bercak eritematosa berbatas tegas kemudian di ikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). 1
Gejala dimulai pada individu yang peka, 48 jam atau beberapa hari
setelah kontak dengan alergen. Pajanan yang berulang menyebabkan reaksi
crescendo (penanda) yaitu, erupsi yang semakin memburuk. Pusat gejala
terbatas pada lokasi yang sering terpapar. Gejala subyektif adalah pruritus
yang intens, pada reaksi berat juga menyengat dan nyeri. Reaksi yang sama
bisa terjadi setelah beberapa minggu di tempat yang tidak terpapar.

6
Sedangkan pada keadaan Kronis, akan timbul Plak likenifikasi (penebalan
epidermis), papula, eritema, dan hiperpigmentasi, dan berbatas tegas.9
2.7 Efloresensi Dermatitis Kontak Alergi
Tampak lesi akut dengan ukuran miliar sampai numular, juga tampak
papula berkelompok disertai erosi. Terkadang hanya berupa makula
hiperpigmentasi dengan skuama halus.2
2.8 Diagnosis
Diagnosis didasarkan ditegakkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang
dicurigai berdasarkan pada kelainan kulit yang ditemukan. Alat-alat
diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis adalah uji
tempel sebagai gold standart. Kita harus memahami interpretasi dari
masing-masing pasien. Terkadang menunjukkan reaksi yang meragukan,
reaksi positif lemah (non-vesikular), reaksi positif yang kuat (vesikuler),
reaksi positif yang ekstrim (bulosa), reaksi negatif, dan reaksi iritasi.1
Pemeriksaan fisik juga sangatlah penting, karena dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Misalnya di ketiak oleh karena penggunaan deodoran, di
pergelangan tangan oleh karena penggunaan gelang logam atau jam tangan,
di kedua kaki oleh karena penggunaan kaos kaki maupun sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat dengan pencahayaan yang
cukup terang, pada seluruh permukaan tubuh untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain kerena berbagai sebab endogen.1
2.9 Diagnosis Banding
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding
yang paling utama dalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Pada keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah
dermatitis tersebut merupakan DKA.1

7
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan definitif untuk dermatitis kontak alergi adalah identifikasi
dan pemindahan agen sebab-akibat potensial, jika tidak, pasien berisiko
tinggi mengalami dermatitis kronis atau rekuren. Perawatan juga mencakup
hal berikut:8
1. Kortikosteroid : Kortikosteroid topikal adalah pengobatan utama,
termasuk pada dermatitis kontak alergi bersifatt
akut, diobati dengan kortikosteroid sistemik 2
minggu.
2. Agen imunosupresif : dalam kasus yang jarang terjadi, digunakan
untuk mengobati kasus dermatitis kontak alergi
parah, membandel, kronis, menyebar luas atau
dermatitis berat yang mencegah pasien untuk
bekerja atau melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Disulfiram : Kadang-kadang, seseorang yang sangat alergi
terhadap nikel dan memiliki dermatitis tangan
vesikular yang parah akan mendapat manfaat
dari pengobatan dengan disulfiram (Antabuse),
obat tersebut memiliki efek chelating (mengikat
ion logam).
Hal paling utama yang perlu diperhatikan pada pengobatan DKA adalah
upaya pencegahan pajanan ulang dengan alergen penyebab. Umumnya
kelainan kulit akan mereda dalam beberapa hari.1
2.11 Pencegahan
Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah
diketahui, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien
dengan cara yang mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat
terhadap bahan yang mengandung alergen.4 Pasien memiliki prognosis
terbaik saat mereka alergi. Berikan pasien informasi sebanyak mungkin
untuk jenis-jenis bahan kimia penyebab alergi, termasuk semua nama bahan
kimia yang diketahui memiliki efek samping penyebab alergi. Individu yang
rentan perlu membaca daftar bahan sebelum menerapkan produk kosmetik

8
ke kulit mereka, karena bahan kimia seperti pengawet selalu digunakan pada
produk konsumen, medis, dan tempat kerja. Bahan kimia yang sama
mungkin memiliki nama yang berbeda bila digunakan untuk keperluan
konsumen atau industri.10

9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil Anamnesa
Berdasarkan kasus diatas, seorang wanita umur 63 tahun mengeluh
adanya bercak kemerahan di bagian leher dengan rasa gatal. Akan terasa
semakin gatal bila pasien berkeringat dan bahkan di sertai rasa perih. Pasien
juga mempunyai kebiasaan yaitu mengoleskan minyak gosok di area leher.
Hal ini sesuai dengan karakteristik dertmatitis kontak elergi yang
menimbulkan rasa gatal setelah adanya kontak dengan bahan alergen.
3.2 Hasil Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya papul eritema yang disertai
makula hiperpigmentasi juga tampak adanya lesi di regio colli. Didapatkan
adanya erosi akibat garukan yang memungkinkan menjadi penyebab pasien
mengeluhkan timbulnya rasa perih saat pasien mulai berkeringat.
3.3 Hasil Gambar Klinis

Gambar 3.2 Dermatitis Kontak


Alergi Akibat minyak Gosok

Gambar 3.1 Dermatitis Kontak


Alergi Akibat Minyak Gosok

3.4 Pengobatan
Dermatitis kontak alergi umumnya berprognosis baik apabila
mendapatkan penanganan yang tepat dan juga dapat menghindari faktor
pencetusnya. Hal yang perlu diperhatikan pada pasien DKA adalah upaya

10
pencegahan pajanan yang berulang dengan alergen penyebab. Umumnya
kelainan kulit kan mereda dalam beberapa hari.
Pada kasus ini pasien mengatakan bahwa ia sangat gemar mengkonsumsi
kerupuk dan makanan olahan yang mengandung terasi, sehingga dokter
mangenjurkan untuk berhenti mengkonsumsinya, mengingat bahwa pasien
memiliki riwayat alergi udang. Dokter juga memberikan pengobatan
diantaranya:
1. Cetirizine 10mg
Cetirizine merupakan obat Antihistamin Generasi II non sedatif, kerja
obatnya tidak sampai menembus sawar darah otak, sehingga tidak
menyebabkan efek kantuk bagi pasien, tidak menyebabkan gangguan
koordinasi, atau efek lain pada SSP. Cetirizin memiliki efek kerja obat
yang cukup lama, setelah pemberian oral atau parenteral obat akan
diabsorbsi dengan baik. Efeknya akan timbul 15-30 menit dan akan
mencapai puncaknya setelah 1-2 jam. Cetirizine memiliki efek yang
bersifat paliatif (mengurangi gejala), membatasi dan mengurangi efek
dari histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi.
Selama kerjanya, obat ini tidak memiliki efek yang berpengaruh
terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab
gangguan alergik. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan menghindari
alergen, desensitisasi, atau menekan reaksi tersebut dengan
kortikosteroid.11
2. Metilprednisolon 4mg
Metilprednisolon menjadi pilihan terapi kerena memiliki efek sebagai
anti inflamasi atau imunosupresi pada beberapa penyakit hematologi,
alergi, inflamasi, neoplasma maupun autoimun. Metilprednisolon
merupakan obat golongan kortikosteroid yang dapat menekan sistem
kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya,
seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam. Dalam penggunaan obat ini,
efek samping dapat timbul akibat penghentian pemberian obat secara
tiba-tiba (menyebabkan insufiensi adrenal akut dengan gejala demam,
myalgia, antralgia, dan malaisme) atau pemberian obat secara terus

11
menerus terutama dengan dosis besar. Efek lainnya adalah gangguan
cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria, mudah pedarahan,
osteoporosis. Oleh sebab itu, pemberian harus di lakukan sesuai dengan
tingkat keparahan (akut atau kronik).12
3. Desoximetasone topikal 0,5%
Desoximetasone merupakan salah satu golongan obat oles (topikal)
kortikosteroid kuat, yang bekerja dengan merangsang zat alami pada
kulit untuk mengurangi pembengkakan, kemerahan dan rasa gatal. Obat
ini dapat pula diresepkan dokter sebagai bagian dari terapi kombinasi, di
mana pasien juga perlu mengonsumsi obat lainnya.13

12
BAB IV

KESIMPULAN

1. Telah dilaporkan kasus seorang wanita berusia 63 tahun dengan keluhan bercak
kemerahan terasa gatal. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di dapatkan
diagnose Dermatitis Kontak Alergi Akibat Minyak Gosok.
2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksan fisik. Pasien
mengeluh adanya bento kemerahan di bagian leher dengan rasa gatal. Akan
terasa semakin gatal di sertai rasa perih ketika pasien mulai berkeringat. Pasien
juga mempunyai kebiasaan yaitu mengoleskan minyak gosok di area leher Hal
ini sesuai dengan karakteristik dertmatitis kontak elergi yang menimbulkan
rasa gatal setelah adanya kontak dengan bahan alergen. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya papul macula, berbentuk papul lesi polisiklik di regio colli.
Didapatkan adanya erosi akibat garukan yang memungkinkan menjadi
penyebab timbulnya rasa perih.

13
Daftar Pustaka

1. Menaldi S L., Bramono K., & Indriatmi, W. (2015). Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Edisi 7: Dermatitis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 156 - 164.
2. Sulistyaningrum SK, Widaty Sandra, Triestianawati Wieke, et al. (2011).
Dermatitis Kontak Iritan Dan Alergik Pada Geriatri. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo. Vol 38. No 1.
3. Siregar., & Hartanto Huriawati. (2002). Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit. Edisi 2: Dermatitis Kontak Alergi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal. 109, 110, 111, 112.
4. Kimber Ian, Basketter A David, et al. (2002) Allergic Contact Dermatitis.
International Immunopharmacology 2. Di akses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15358566
5. Mezard Pierre Saint, Sosieres Aurore,. et al. 2004. Allergic contact
dermatitis. Diakses Dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15358566
6. Tersinanda Trisna Yuliharti, Rusyati Luh Made Mas,. Bagian/SMF; Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran. Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
7. Chairunisa Tiara., Thaha Athuf., & Nopriyanti. 2014. Angka Kejadian
Dermatitis Kontak Alergi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009-2012. Palembang.
MKS, Th 46, No. 4.
8. Helm N Thomas., James D William. (2017, June, 05). Allergic Contact
Dermatitis. Diakses dari: https://emedicine.medscape.com/article/1049216-
overview
9. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;
2009. hal. 26-33
10. Holgate S, Church MK, Lichtenstein LM. Allergy. 3rd. ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h.118-127

14
11. Gunawan, S G., Nafrialdi. R S., & Elysabeth. (2009). Farmakologi dan
Terapi. Balai Penerbit FK UI. Edisi 5, Jakarta: Hal. 273-287.
12. Medscape. Drug and disease. Available
from:https://reference.medscape.com/drug/medrol-medrol-dosepak-
methylprednisolone-342746. accessed
13. Medscape. Drug and disease. Available from:
https://reference.medscape.com/drug/topicort-desoximetasone-343655.

15

Anda mungkin juga menyukai