Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH

ETIKA BISNIS DAN PROFESI


TOPIK PERTAMA:
BUSINESS, ACCOUNTING, AND ETHICS

Disusun oleh :

KHOLIDDIN
NIM 15/391645/PEK/21091
KELAS MAKSI STAR 5A

MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2016
BISNIS, AKUNTANSI DAN ETIKA

Ada teori fisika mengenai hukum kekelan energi, bahwa energi itu tetap, tidak hilang

tetapi hanya berubah bentuk. Menurut teori ini bahwa energi yang dipakai usaha sama dengan

hasil usaha atau energi yang diterima akan sama dengan energi yang dikeluarkan. Semua energi

yang dikeluarkan pasti berbalas. Jika dikaitkan dengan bisnis, akuntansi, dan etika maka energi

yang dikeluarkan oleh pelaku bisnis terhadap etika untuk melakukan atau tidak melakukan

sebuah keputusan pasti akan memiliki efek terhadap keberlangsungan bisnis yang

dijalankannya. Oleh karenanya Velasquez dalam bukunya Business Ethics; Concepts and

Cases mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang

terbaik bagi perusahaan, tindakan etis dapat memberikan perusahaan keuntungan kompetitif

terhadap perusahaan yang tidak etis. Merck and Company dalam kasus river blindness menjadi

contoh ideal akan pengaruh tindakan etis terhadap perusahaan.

Penulisan ini ditujukan untuk pemenuhan tugas ringkasan materi kuliah Etika Bisnis

dan Profesi dari Bab 1 Buku Etika Bisnis oleh Manuel G. Velasquez.

HAKIKAT ETIKA BISNIS

Pengertian etika, berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos” yang berarti watak

kesusilaan atau adat kebiasaaan (custom), adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral. Makna lain dari etika adalah “kajian moralitas”, meskipun etika berkaitan dengan

moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan—baik

aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri—sedangkan moralitas

merupakan subjek.

1
Moralitas

Lalu apakah moralitas itu? Moralitas dapat didefinisikan sebagai pedoman yang

dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.

Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang

kita yakini benar atau salah secara moral dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek

yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma-norma moral biasanya

dinyatakan sebagai aturan atau pernyataan umum semacam “Selalu katakanlah kebenaran,”

“kejujuran itu baik,” dan membunuh orang tak berdosa itu salah.”

Dari manakah pedoman atau standar itu berasal? Biasanya standar moral pertama kali

terserap ketika kanak-kanak dari keluarga, teman, dan beragam pengaruh kemasyarakatan

seperti lembaga keagamaan, sekolah, televisi, majalah, musik, dan perkumpulan-perkumpulan.

Kemudian ketika dewasa, pengalaman, pembelajaran, perkembangan intelektual, akan

mengarahkan orang dewasa untuk meninjau ulang standar-standar tersebut. Sebagian dibuang,

dan yang baru diadopsi untuk menggantikannya.

Apakah ciri-ciri yang membedakan standar yang moral dan yang bukan moral? Para

ahli etika mengajukan lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral:

Pertama, standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara

serius atau benar-benar menguntungkan manusia;

Kedua, standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Standar

moral, dengan demikian, tidak dibuat oleh kekuasaan, demikian pula validitasnya tidak terletak

pada prosedur pengambilan suara. Namun, validitas standar moral terletak pada kecukupan

nalar yang digunakan untuk mendukung dan membenarkannya; jadi, sejauh nalarnya

mencukupi, maka standarnya tetap sah;

2
Ketiga, standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya?)

kepentingan diri;

Keempat; standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Para filsuf

menyatakan hal ini dengan mengatakan bahwa standar moral didasarkan pada “sudut pandang

moral”—yaitu, sudut pandang yang tidak mengevaluasi standar menurut apakah mereka

membela kepentingan individu atau kelompok tertentu, namun sudut pandang yang melampaui

kepentingan personal menuju pijakan universal di mana kepentingan setiap orang dilihat

sejajar.

Kelima; standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu. Misalnya

jika saya bertindak bertentangan dengan standar moral, normalnya saya akan merasa bersalah,

malu, menyesal; saya akan menyebut tingkah laku saya “immoral” atau “salah” dan saya akan

merasakan diri saya amat buruk dan mengalami hilangnya rasa percaya diri.

Etika, dan Etika Bisnis

Etika dalam definisi yang lain adalah ilmu yang mendalami standar moral perorangan

dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan

dalam kehidupan kita dan apakah standar ini masuk akal atau tidak masuk akal—standar yaitu,

apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau yang jelek.

Etika merupakan penelaahan standar moral—proses pemeriksaan standar moral orang

atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk

diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkret. Tujuan akhir standar moral adalah

mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut, dengan

demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah dan moral

yang baik dan jahat.

3
Adapun etika bisnis, studi tentang etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral

sebagaimana ditetapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Perusahaan bisnis saat

ini merupakan institusi ekonomi yang paling berpengaruh di dalam masyarakat sekarang ini,

institusi ini didesain untuk mencapai dua tujuan:

a. Produksi barang dan jasa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat;

b. Distribusi barang dan jasa ke beragam anggota masyarakat.

Perusahaan adalah struktur fundamental yang didalamnya anggota masyarakat

mengombinasikan sumber daya yang langka menjadi barang yang berguna dan perusahaan juga

menyediakan saluran-saluran untuk mendistribusikan barang-barang dalam produk konsumer,

gaji karyawan, pengembalian investor dan pajak pemerintah.

Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke

dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan

mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam

organisasi. Mengingat masalah-masalh etika bisnis mencakup beragam topik yang luas, cukup

membantu jika kita membedakan tiga jenis masalah yang dipelajari etika bisnis: sistemik,

korporasi dan individu. Untuk menganalisis permasalahan moral, pertama-tama lihatlah

termasuk dalam kategori manakah permasalahan itu: sistemik, korporatif, atau individual.

Acap kali dunia memberikan kepada kita keputusan-keputusan mengenai persoalan yang

melibatkan permasalahan sangat rumit yang menyebabkan kebingungan, kecuali beragam

permasalahan itu dipilah dan dibedakan satu dengan uang lainnnya.

PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

Perkembangan Moral

Psikolog Lawrence Kohlberg, yang mempelopori riset dalam bidang perkembangan

moral menyimpulkan—berdasarkan riset selama lebih dari 20 tahun—bahwa ada enam

4
tingkatan yang teridentifikasi dalam perkembangan kemampuan moral seseorang untuk

berhadapan dengan isu-isu moral sebagai berikut:

Level Satu: Tahap Prakonvensional

Tahap Satu: Orientasi Hukuman dan Ketaatan. Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah

tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan

anak untuk melakukan hal yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau

menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.

Tahap Dua: Orientasi Instrumen dan Relativitas. Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah

yang dapat berfungsi sebagai instrumen untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri

atau kebutuhan mereke yang dipedulikan anak itu.

Level Dua: Tahap Konvensional

Tahap Tiga: Orientasi Kesesuaian Interpersonal. Perilaku yang baik pada tahap konvensional

awal ini memenuhi ekspektasi mereka dari dari mana dia merasakan loyalitas, afeksi,

dan kepercayaan seperti keluarga dan teman.

Tahap Empat: Orientasi Hukum dan Keteraturan. Benar dan salah pada tahap konvensional

yang lebih dewasa kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat

sekitarnya yang lebih besar.

Level Tiga: Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip

Tahap Lima: Orientasi Kontrak Sosial. Pada tahap postkonvensional ini, seseorang menjadi

sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang

bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai konsensus dengan

kesepahaman, kontrak dan proses yang matang.

5
Tahap Enam: Orientasi Prinsip Etis Universal. Pada tahap terakhir ini, tindakan yang benar

didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas,

universalitas dan konsistensinya.

Prinsip-prinsip moral yang dihasilkan oleh analisis dan refleksi yang menandai tahap-

tahap akhir perkembangan moral “lebih baik” namun bukan sekedar karena prinsip-prinsip

tersebut muncul pada tahap akhir. Seperangkat prinsip moral adalah “lebih baik” daripada yang

lain hanya ketika secara hati-hati telah diuji dan didukung oleh alasan yang lebih baik dan lebih

kuat—sebuah proses diperkuat melalui diskusi dan perdebatan dengan orang lain.

Penalaran Moral

Penalaran moral mengacu pada proses penalaran di mana perilaku, institusi, atau

kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu meliatkan dua

komponen mendasar:

a. Pemahaman tentang yang dituntut dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral

yang masuk akal; dan

b. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau

perilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai,

atau menyalahkan.

Ada beragam kriteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan

penalaran moral:

Pertama, penalaran moral harus logis;

Kedua, bukti faktual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan, dan

lengkap;

Ketiga, standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

6
PRO KONTRA ETIKA BISNIS

Tiga Keberatan atas Penerapan Etika ke dalam Bisnis

Pertama, di pasar bebas kompetitif yang sempurna, pencarian keuntungan dengan

sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling

menguntungkan secara sosial.

Kedua, argumen diajukan untuk menunjukkan bahwa manajer bisnis hendaknya

berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan petimbangan etis yang

oleh Alex C. Michales disebut “argumen dari agen yang loyal.”

Ketiga, ada keberatan bahwa untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis

sekedar menaati hukum.

Argumen Etika ke dalam Bisnis

Pertama, etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis

merupakan aktivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis.

Kedua, aktivitas bisnis, seperti aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali

orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika.

Ketiga, pertimbangan etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dengan

pencarian keuntungan. Semua studi menunjukkan bahwa secara keseluruhan etika tidak

memperkecil keuntungan, dan tampaknya justru berkontribusi pada keuntungan.

TANGGUNG JAWAB DAN KESALAHAN MORAL

Penilaian tentang tanggung jawab moral seseorang atau kerugian yang ditimbulkan

merupakan penilaian tentang sejauhmana seseorang pantas disalahkan atau dihukum, atau

harus membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Kapankah seseorang secara moral

bertanggung jawan—atau disalahkan—karena melakukan sesuatu?

7
Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan

yang telah diketahui:

a. Dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas; atau

b. Gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan

sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau emncegahnya.

Seseorang juga dinilai bertanggung jawab karena gagal bertindak atau agagl

mencegah bahaya jika kelalaian seorang disengaja dan jika seseorang dapat dan seharusnya

bertindak, atau dapat dan seharusnya mencegah bahaya.

Ada kesepakatan umum bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan

tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian:

1. Ketidaktahuan; dan

2. Ketidakmampuan.

Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu, ada juga beberapa faktor yang

meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan.

Faktor yang memperingan mencakup:

a. Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun juga tidak ayakin tentang

apa yang sedang ia lakukan (hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang);

b. Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari

melakukannya (hal ini memengaruhi kebebasan seseorang);

c. Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan

seseorang dalam sebuah tindakan (hal ini mempengaruhi tingkatan sampai di mana

seseorang benar-benar menyebabkan kerugian);

d. Keseriusan kesalahan. Cakupan sejauh mana ketiga lingkungan yang meringankan di

atas dapat memperkecil tanggung jawab seseorang tergantung pada tingkat keseriusan

8
kesalahan, semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga faktor pertama tadi dapat

memperingan.

Tanggung Jawab Korporasi dan Bawahan

Tindakan korporasi biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda

yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan

tindakan korporasi, meskipun kita kadang membebankan tindakan kelompok korporasi, fakta

legal dan linguistik tersebut tidak mengubah realitas moral di balik semua tindakan itu, yaitu:

Individu harus melaksanakan tindakan tertentu yang menghasilkan tindakan korporasi. Karena

individu secara moral bertanggung jawab atas konsekuensi tindakan bebas mereka yang telah

diketahui dan sengaja, individu mana pun yang bergabung secara suka rela dan bebas dalam

tindakan bersama dengan rang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan korporasi, secara

moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu. Semakin serius kesalahan tindakan korporasi,

semakin sedikit tangggung jawab karyawan diringankan oleh ketidakpastian, tekanan, dan

keterlibatan minimal.

Anda mungkin juga menyukai