Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua
bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit
pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya
pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung
koroner.
Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80
x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat.
Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC
IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill.
Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis
sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal,
normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax
CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal.
Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test)
normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam batas normal.
I. Klarifikasi istilah
1. Berdebar-debar : Denyut jantung tidak teratur yang sifatnya
subjektif.
2. Diabetes melitus : Penyakit metabolik dengan manifestasi
hiperglikemia, akibat gangguan kerja insulin, penurunan
sekresi insulin, maupun keduanya.
3. Nyeri dada : rasa tidak nyaman pada daerah dada, dapat
berupa seperti tertekan, tertindih beban berat,
terbakar, tertusuk benda tajam.
4. Sesak napas : pernafasan yang sukar atau sesak.
5. Apeks : Ujung lancip suatu struktur kerucut;
puncak tubuh,organ atau bagian
6. Heaving : Rigth Ventricular Lift, gerakan naik turun
di daerah linea sternalis kiri yang ditimbulkan akibat
terdapat Hipertrofi Ventrikel Kanan.
7. SIC : Interval antar costa dimana terdapat otot,
arteri, vena, dan saraf interkosta.
8. Murmur : Bunyi auskultasi, terutama periodik
berdurasi singkat dan berasal dari jantung atau
pembuluh darah.
9. Gallop : Kelainan bunyi jantung yang ditandai bila
pengisian darah ventrikel terhambat selama diastolik.
10. Ronchi : Bunyi koninyu seperti mengorok pada
tenggorokan atau tabung bronchial, terjadi karena
obstruksi partial.
11. CTR (Cardio Thoraks Ratio) : Suatu cara pengukuran besarnya jantung
dengan mengukur perbanding antara ukuran jantung
dengan lebarnya rongga dada pada foto thoraks
proyeksi PA.
12. Echo Cardiography : Perekaman posisi dan gerakan dinding
jantung atau struktur internal jantung melalui gema
yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonik
yang diarahkan lewat dinding toraks.
II. Identifikasi Masalah
1. Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali.
3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit
jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan
menderita penyakit jantung koroner.
4. Pemeriksaan Fisik Umum:
Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut
nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak
meningkat.
5. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:
Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis
sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra,
tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea
medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi
jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop.
Tidak ada ronchi.
6. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto
thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung
normal. Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test
(treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam
batas normal.
b. Apa saja kemungkinan etiologi nyeri dada berdasarkan karakteristik nyeri dada?
− Angina Pektoris
Kualitas nyeri biasanya nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di dada,
rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-
remas atau dada mau pecah. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya
merasa tidak enak di dadanya.
Nyeri biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tidak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke
kanan. Nyeri dapat juga dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas nyeri biasanya dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila
lebih dari 20 menit dan berat makan dipertimbangkan sebagai angina tak stabil
(unstable angina).
Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-
hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.
− Perikarditis
Kualitas nyeri dada pada perikarditis biasanya nyeri yang tajam, retrosternal
sebelah kiri, bertambah sakit bila bernapas batuk atau menelan.
− Infark miokard
o Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang di epigastrium dengan
ciri seperti diperas. Perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,
rasa penuh, berat atau tertekan.
Infark Penurunan
Nyeri dada cardiac output
Miokardium
e. Apa makna klinis tidak didapatnya sesak napas, lekas lelah dan dada berdebar-
debar?
Untuk menyingkirkan DD infark miokard. Untuk membedakan antara infark
miokard dengan angina pectoris dilihat dari perekaman EKG, gejala nyeri yang
ditimbulkan pada infark miokard hampir sama dengan angina pectoris prizmental.
Lama nyeri berlangsung dari 35 sampai 45 menit atau lebih (terjadi dalm kurun
waktu beberapa jam) disertai dengan sesak nafas (dypsnea), diaporesis, gugup,
nausea.
f. Bagaimana tatalaksana awal nyeri dada?
Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar
strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi
yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas
dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai
maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti .
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali.
a. Bagaimana hubungan kebiasaan dengan keluhan nyeri dada?
Merokok memiliki peran yang kompleks dalam meningkatkan risiko terjadinya
PJK. Merokok mempermudah terjadinya aterosklerosis, memicu trombogenesis
dan vasokonstriksi, meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan myocard
demand. (Gray, 2005).
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh
darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb
menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol
tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar
HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang
abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang
perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan
perokok.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral
koroner sehingga risiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena .
a. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard.
b. Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-
sama dengan menurunnya LDL kolesterol.
c. Menurunkan kolesterol, trigliserid dan kadar gula darah pada penderita DM.
d. Menurunkan tekanan darah.
e. Meningkatkan kesegaran jasmani.
b. Bagaimana intensitas, frekuensi, durasi dan jenis olahraga yang untuk jantung
berdasarkan ACSM?
Menurut American College of Sport Medicines ‘Cardiorespiratory Fitness and
Body Composition’:
- Frekuensi latihan : 3-5 hari dalam seminggu
- Intensitas latihan: 55/65%-90% dari denyut jantung maksimum, atau 40/50%-
80% dari ambilan oksigen cadangan (VO2R) atau HRmax cadangan.
- Durasi latihan : 20-60 menit secara kontinu atau intermiten.
- Model aktivitas : menggunakan otot-otot besar seperti berjalan-mendaki,
berlari-jogging,bersepeda dll.
3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit
jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan
menderita penyakit jantung koroner.
a. Bagaimana hubungan penyakit DM dengan Keluhan nyeri dada?
Diabetes melitus meningkatkan risiko dua hingga empat kali untuk menderita
PJK. Iskemia dan infark miokard yang terjadi pada penyandang DM kadang-kadang
tidak disertai gejala khas berupa nyeri dada setelah aktivitas fisik dan menghilang
setelah istirahat. Keadaan ini disebut Silent Myocardial Ischaemia (SMI). Terjadinya
SMI pada penyandang DM berhubungan dengan komplikasi kronis DM seperti
gangguan sensitivitas sentral terhadap sensasi nyeri, penurunan konsentrasi beta
endorphin, dan neuropati perifer yang mengganggu hantaran impuls saraf sensorik.
Pada penyandang DM yang mengalami SMI, gejala yang timbul biasanya tidak
khas, tanpa nyeri dada dan sesak seperti penderita angina atau MI tanpa DM.
Keluhan yang biasanya dirasakan hanya berupa mudah lelah, dyspnoe d’effort, atau
dispepsia.
b. Bagaimana hubungan riwayat ayah PJK dengan Keluhan nyeri dada?
Menurut World Heart Federation, riwayat penyakit jantung dalam keluarga
berhubungan secara signifikan sebagai risiko terjadinya kembali penyakit jantung.
Namun, mekanisme hubungan tersebut masih belum diketahui secara jelas.
Didapatkan bahwa jika ayah dan saudara laki-laki menderita serangan jantung
sebelum usia 55 tahun atau ibu dan saudara perempuan menderita serangan
jantung sebelum usia 65 tahun, maka akan timbul risiko yang lebih besar untuk
terjadinya penyakit jantung.
Jika kedua orang tua menderita penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, maka
risiko untuk terjadi penyakit jantung dapat meningkat sampai 50% dibandingkan
dengan populasi pada umumnya.
c. Apa hubungan DM dengan PJK?
Pembentukan advanced glycation end products (AGEs) terjadi akibat glikasi
pada protein dan DNA pada keadaan hiperglikemia. AGEs bersifat toksik karena
dapat menyebabkan ekspresi molekul adhesin, hipertrofi sel, dan inhibisi nitrat
oksida (NO). Gangguan pada NO menyebabkan terjadinya perubahan tekanan
intravaskular dan vasokonstriksi. Hipertrofi sel endotel dan otot polos disebabkan
karena ekspresi berlebihan growth factors yang selanjutnya akan menyebabkan
neovaskularisasi. Selain itu, AGEs juga akan mengaktivasi nuclear factor kappa B
(NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) yang meningkatkan sintesis kemokin, sitokin,
dan migrasi monosit, serta peningkatan matriks metaloproteinase yang
berhubungan dengan percepatan aterosklerosis dan ruptur plak aterosklerosis
(Shahab, 2014).
Hiperglikemia akan meningkatkan stres oksidatif akibat peningkatan reactive
oxygen species (ROS), peningkatan lipoprotein teroksidasi, terutama LDL yang
bersifat aterogenik, dan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas. Hiperglikemia
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat penurunan
konsentrasi NO. Selain itu, aktivitas koagulasi juga dipengaruhi oleh pembentukan
AGEs akibat peningkatan tissue factor (TF) dan penurunan sintesis heparin sulfat
(Shahab, 2014).
Diabetes Melitus
Stress Oksidatif
Aktivasi PKC
Aktivasi RAGE