Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO E BLOK 27

Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua
bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit
pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya
pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung
koroner.

Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80
x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat.

Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC
IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill.
Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis
sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal,
normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax
CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal.
Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test)
normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam batas normal.

I. Klarifikasi istilah
1. Berdebar-debar : Denyut jantung tidak teratur yang sifatnya
subjektif.
2. Diabetes melitus : Penyakit metabolik dengan manifestasi
hiperglikemia, akibat gangguan kerja insulin, penurunan
sekresi insulin, maupun keduanya.
3. Nyeri dada : rasa tidak nyaman pada daerah dada, dapat
berupa seperti tertekan, tertindih beban berat,
terbakar, tertusuk benda tajam.
4. Sesak napas : pernafasan yang sukar atau sesak.
5. Apeks : Ujung lancip suatu struktur kerucut;
puncak tubuh,organ atau bagian
6. Heaving : Rigth Ventricular Lift, gerakan naik turun
di daerah linea sternalis kiri yang ditimbulkan akibat
terdapat Hipertrofi Ventrikel Kanan.
7. SIC : Interval antar costa dimana terdapat otot,
arteri, vena, dan saraf interkosta.
8. Murmur : Bunyi auskultasi, terutama periodik
berdurasi singkat dan berasal dari jantung atau
pembuluh darah.
9. Gallop : Kelainan bunyi jantung yang ditandai bila
pengisian darah ventrikel terhambat selama diastolik.
10. Ronchi : Bunyi koninyu seperti mengorok pada
tenggorokan atau tabung bronchial, terjadi karena
obstruksi partial.
11. CTR (Cardio Thoraks Ratio) : Suatu cara pengukuran besarnya jantung
dengan mengukur perbanding antara ukuran jantung
dengan lebarnya rongga dada pada foto thoraks
proyeksi PA.
12. Echo Cardiography : Perekaman posisi dan gerakan dinding
jantung atau struktur internal jantung melalui gema
yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonik
yang diarahkan lewat dinding toraks.
II. Identifikasi Masalah
1. Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali.
3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit
jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan
menderita penyakit jantung koroner.
4. Pemeriksaan Fisik Umum:
Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut
nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak
meningkat.
5. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:
Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis
sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra,
tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea
medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi
jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop.
Tidak ada ronchi.
6. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto
thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung
normal. Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test
(treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam
batas normal.

III. Analisis Masalah


1. Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
a. Bagaiaman hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan Tn. A?
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan enters umur
dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan
bertambahnya umur. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada laki-laki maupun
perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesterol
akan meningkat sampai umur 50 tahun.
Selain itu, faktor penuaan berhubungan dengan integritas dan elastisitas
pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya disfungsi endotel. Penuaan juga
berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif yang juga mempengaruhi
disfungsi endotel.
Laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar daripada perempuan. Pada
beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan akan
meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita hamil kadar kolesterolnya akan
kembali normal 20 minggu setelah melahirkan. Angka kematian pada laki-laki
didapatkan lebih tinggi daripada perempuan dimana ketinggalan waktu l0 tahun
kebelakang seperti terlihat pada gambar di bawah akan tetapi setelah menopause
hampir tidak didapatkan perbedaan dengan laki-laki. Perbedaan risiko laki-laki dan
perempuan sebelum menopause berhubungan dengan kadar hormon estrogen.
Hormon estrogen diketahui bersifat protektif terhadap pembuluh darah.

b. Apa saja kemungkinan etiologi nyeri dada berdasarkan karakteristik nyeri dada?
− Angina Pektoris
Kualitas nyeri biasanya nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di dada,
rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-
remas atau dada mau pecah. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya
merasa tidak enak di dadanya.
Nyeri biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tidak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke
kanan. Nyeri dapat juga dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas nyeri biasanya dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila
lebih dari 20 menit dan berat makan dipertimbangkan sebagai angina tak stabil
(unstable angina).
Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-
hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.
− Perikarditis
Kualitas nyeri dada pada perikarditis biasanya nyeri yang tajam, retrosternal
sebelah kiri, bertambah sakit bila bernapas batuk atau menelan.
− Infark miokard
o Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang di epigastrium dengan
ciri seperti diperas. Perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,
rasa penuh, berat atau tertekan.

o Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)


Sifat nyeri dada STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina) yang lebih lama
dan berat. Nyeri dada terjadi saat istirahat dan tidak membaik dengan
pemberian nitroglycerine.
− Pneumonia dan pleuritis
Biasanya nyeri yang dirasakan nyeri yang tajam.
− Keadaan emosional/psikiatrik
Biasanya gejalanya rasa penuh di dada, nyeri berlangsung dalam 30 menit,
dapat menusuk, tajam dan terlokalisir (biasanya tidak khas).
Perbedaan sifat sakit dada
Jantung Non Jantung
Tegang tidak enak Tajam
Tertekan Seperti pisau
Berat Ditusuk
Mengencangkan/diperas Dijahit
Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan/posisi
Menekan/menghancurkan Terus-menerus seharian
c. Bagaimana perbedaan gejala nyeri dada pada penyakit jantung dan paru?
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard
(nyeri dada nonkardiak) :
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
− Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan
berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat
disebakan oleh : Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau
radang subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
− Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
o Kardial
Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri
substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam
lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar
ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama
iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan
apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula
spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari
sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard
tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung
koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya
penyempitan pembuluh darah koroner.
o Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik
nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa
nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri
epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
o Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada
depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada
dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering
menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi
dan luasnya pendesakan.
o Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas
untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram,
test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
o Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya
nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri
otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik
biasanya tidak demikian.
o Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal,
rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati.
Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat
membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
o Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan
substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik.
Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri
prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan
utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau
dinding dada.
d. Bagaimana mekanisme nyeri dada pada kasus?
Pada kasus ini Tn. A mempunyai faktor risiko yang mana Ia adalah seorang laki-
laki dengan kebiasaan merokok dua bungkus sehari, jarang berolahraga, riwayat
penyakit diabetes melitus dan memiliki riwayat penyakit jantung koroner dalam
keluarga (ayah). Beberapa hal diatas dapat meningkatnya atherosklerosis,
peningkatan trombogenesis, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen.
Merokok menyebabkan meningkatnya atherosklerosis dengan mekanisme
injury endotel secara langsung akibat agent pada rokok (karbon monoksida dan
nikotin) yang menyebabkan timbulnya plak pada permukaan lumen, formasi
mikrofili dan lepasnya sel endotel (endotel damage), perubahan trombosit,
meningkatnya kadar fibrinogen dan C-reactive protein dan menginduksi sitokin
proinflamasi.
Disamping itu meningkatkan level produk oksidasi termasuk LDL-oksidasi dan
menurunkan kolesterol HDL. Atherosklerosis pembuluh koroner merupakan
penyabab penyakit arteria koronaria yang paling sering ditemukan.
Atherosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteria koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh
darah. Bila lumen menyempit, maka resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila keadaan ini
berlanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti dengan perubahan vaskular yang
mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Dengan demikian
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium menjadi tidak
seimbang, sehingga dapat menyebabkan nyeri dada, penurunan cardiac output,
dan infark miokardium. Nyeri berlangsung terus menerus oleh stimulus noxious
(inflamasi).

Kompleks Penimbunan lipid dan Lumen


Atherosklerosis jaringan fibrosa dalam pembuluh darah
(atheroma) arteria koronaria menyempit

Ketidakseimbang Penurunan kemampuan Resistensi


-an antara suplai pembuluh vaskular terhadap aliran
dan kebutuhan O2 untuk melebar darah ↓
miokardium

Infark Penurunan
Nyeri dada cardiac output
Miokardium

e. Apa makna klinis tidak didapatnya sesak napas, lekas lelah dan dada berdebar-
debar?
Untuk menyingkirkan DD infark miokard. Untuk membedakan antara infark
miokard dengan angina pectoris dilihat dari perekaman EKG, gejala nyeri yang
ditimbulkan pada infark miokard hampir sama dengan angina pectoris prizmental.
Lama nyeri berlangsung dari 35 sampai 45 menit atau lebih (terjadi dalm kurun
waktu beberapa jam) disertai dengan sesak nafas (dypsnea), diaporesis, gugup,
nausea.
f. Bagaimana tatalaksana awal nyeri dada?
Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar
strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi
yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas
dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai
maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti .
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali.
a. Bagaimana hubungan kebiasaan dengan keluhan nyeri dada?
Merokok memiliki peran yang kompleks dalam meningkatkan risiko terjadinya
PJK. Merokok mempermudah terjadinya aterosklerosis, memicu trombogenesis
dan vasokonstriksi, meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan myocard
demand. (Gray, 2005).
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh
darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb
menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol
tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar
HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang
abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang
perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan
perokok.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral
koroner sehingga risiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena .
a. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard.
b. Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-
sama dengan menurunnya LDL kolesterol.
c. Menurunkan kolesterol, trigliserid dan kadar gula darah pada penderita DM.
d. Menurunkan tekanan darah.
e. Meningkatkan kesegaran jasmani.
b. Bagaimana intensitas, frekuensi, durasi dan jenis olahraga yang untuk jantung
berdasarkan ACSM?
Menurut American College of Sport Medicines ‘Cardiorespiratory Fitness and
Body Composition’:
- Frekuensi latihan : 3-5 hari dalam seminggu
- Intensitas latihan: 55/65%-90% dari denyut jantung maksimum, atau 40/50%-
80% dari ambilan oksigen cadangan (VO2R) atau HRmax cadangan.
- Durasi latihan : 20-60 menit secara kontinu atau intermiten.
- Model aktivitas : menggunakan otot-otot besar seperti berjalan-mendaki,
berlari-jogging,bersepeda dll.
3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit
jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan
menderita penyakit jantung koroner.
a. Bagaimana hubungan penyakit DM dengan Keluhan nyeri dada?
Diabetes melitus meningkatkan risiko dua hingga empat kali untuk menderita
PJK. Iskemia dan infark miokard yang terjadi pada penyandang DM kadang-kadang
tidak disertai gejala khas berupa nyeri dada setelah aktivitas fisik dan menghilang
setelah istirahat. Keadaan ini disebut Silent Myocardial Ischaemia (SMI). Terjadinya
SMI pada penyandang DM berhubungan dengan komplikasi kronis DM seperti
gangguan sensitivitas sentral terhadap sensasi nyeri, penurunan konsentrasi beta
endorphin, dan neuropati perifer yang mengganggu hantaran impuls saraf sensorik.
Pada penyandang DM yang mengalami SMI, gejala yang timbul biasanya tidak
khas, tanpa nyeri dada dan sesak seperti penderita angina atau MI tanpa DM.
Keluhan yang biasanya dirasakan hanya berupa mudah lelah, dyspnoe d’effort, atau
dispepsia.
b. Bagaimana hubungan riwayat ayah PJK dengan Keluhan nyeri dada?
Menurut World Heart Federation, riwayat penyakit jantung dalam keluarga
berhubungan secara signifikan sebagai risiko terjadinya kembali penyakit jantung.
Namun, mekanisme hubungan tersebut masih belum diketahui secara jelas.
Didapatkan bahwa jika ayah dan saudara laki-laki menderita serangan jantung
sebelum usia 55 tahun atau ibu dan saudara perempuan menderita serangan
jantung sebelum usia 65 tahun, maka akan timbul risiko yang lebih besar untuk
terjadinya penyakit jantung.
Jika kedua orang tua menderita penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, maka
risiko untuk terjadi penyakit jantung dapat meningkat sampai 50% dibandingkan
dengan populasi pada umumnya.
c. Apa hubungan DM dengan PJK?
Pembentukan advanced glycation end products (AGEs) terjadi akibat glikasi
pada protein dan DNA pada keadaan hiperglikemia. AGEs bersifat toksik karena
dapat menyebabkan ekspresi molekul adhesin, hipertrofi sel, dan inhibisi nitrat
oksida (NO). Gangguan pada NO menyebabkan terjadinya perubahan tekanan
intravaskular dan vasokonstriksi. Hipertrofi sel endotel dan otot polos disebabkan
karena ekspresi berlebihan growth factors yang selanjutnya akan menyebabkan
neovaskularisasi. Selain itu, AGEs juga akan mengaktivasi nuclear factor kappa B
(NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) yang meningkatkan sintesis kemokin, sitokin,
dan migrasi monosit, serta peningkatan matriks metaloproteinase yang
berhubungan dengan percepatan aterosklerosis dan ruptur plak aterosklerosis
(Shahab, 2014).
Hiperglikemia akan meningkatkan stres oksidatif akibat peningkatan reactive
oxygen species (ROS), peningkatan lipoprotein teroksidasi, terutama LDL yang
bersifat aterogenik, dan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas. Hiperglikemia
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat penurunan
konsentrasi NO. Selain itu, aktivitas koagulasi juga dipengaruhi oleh pembentukan
AGEs akibat peningkatan tissue factor (TF) dan penurunan sintesis heparin sulfat
(Shahab, 2014).
Diabetes Melitus

Hiperglikemia ↑Asam Lemak Resistensi Insulin


bebas (FFA)

Stress Oksidatif
Aktivasi PKC
Aktivasi RAGE

↓NO ↑NF-kB ↑TF


↑ ET-1 ↑AP-1 ↑PAI-1
↑ AT-II ↓NO

Vasokonstriksi Inflamasi Trombosis


Hipertensi Kemokin (MCP-1) Hiperkoagulasi
↑ VSMC Sitokin ( IL-1) Aktivasi Platelet
CAM (ICAM-1)

Gambar Patofisiologi Komplikasi Vaskular pada Penyandang Diabetes Melitus


Tipe 2.
Jalur reduktase aldosa menyebabkan terbentuknya sorbitol dan fruktosa yang
dapat menyebabkan stress oksidatif. Selain itu sorbitol dan fruktosa akan
terakumulasi di dalam sel sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotik dan
edema sel. Hiperglikemia dan peningkatan asam lemak bebas akan meningkatkan
sintesis diacylglycerol (DAG) yang kemudian meningkatkan aktivasi Protein Kinase-
C (PKC). Peningkatan aktivasi PKC ini akan menurunkan endothelin nitric oxide
synthase (eNOS), peningkatan endotelin-1, dan proliferasi sel otot polos yang akan
memicu terjadinya vasokonstriksi. Selain itu peningkatan aktivasi PKC juga akan
menyebabkan penurunan fibrinolisis akibat peningkatan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1).
4. Pemeriksaan Fisik Umum:
Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut
nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak
meningkat.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik umum di
atas?
NORMAL SEMUA.
5. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:
Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis
sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra,
tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea
medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi
jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop.
Tidak ada ronchi.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik thoraks di
atas?
NORMAL SEMUA.
6. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto
thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung
normal. Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test
(treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam
batas normal.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan penunjang di
atas?
NORMAL SEMUA.
b. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis pada
kasus ini?
Sudah lengkap.
c. Apakah EKG abnormal hanya ditemukan pada pasien penyakit jantung saja?
Tidak, karena kegunaan EKG adalah:
− Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
− Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan
ventrikel)
− Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
− Mengetahui adanya gangguan elektrolit
− Mengetahui adanya gangguan perikarditis
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi
alat pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-
ruangan jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit,
pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan
lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.
d. Apa GOLD STANDARD penyakit jantung?
Angiografi koroner Adalah suatu tindakan pemeriksaan (test) yang paling
akurat (gold standard) untuk mendiagnosa penyakit jantung koroner. Angiografi
koroner (kateterisasi jantung). Pemeriksaan ini menggunakan sinar X dan zat
kontras yang diinjeksikan ke dalam pembuluh darah arteri koroner / jantung untuk
melihat adanya penyempitan / sumbatan.
Angiografi koroner juga digunakan sebagai gold standard penentuan Acute
Coronary Syndrom.
e. Bagaiamana menilai CTR?
Cara menilai CTR adalah dengan menghitung rasio antara nilai maksimum dari
transverse diameter dari jantung (MD) dengan nilai maksimum dari transverse
diameter dari rongga dada (ID). Nilai rasio ini dikenal dengan cardio-thoracic ratio
(CTR) dengan rumus a+b:c.
Pemeriksaan CTR dilakukan pada rontgen dengan posisi PA (posterior-
anterior) karena jika melakukan penilaian dengan posisi AP (anterior-posterior)
jantung tidak dikatakan membesar bahkan jika CTR >50% karena posisi AP
membesarkan ukuran jantung. Jika pada posisi AP CTR <50% maka sudah pasti
ukuran jantung normal.

Anda mungkin juga menyukai