Anda di halaman 1dari 3

Suku bangsa Nahua, yang terakhir tiba di tanah tinggi Meksiko, mewarisi rumpun budaya

yang luas di daerah tersebut. Salah satu diantara suku itu adalah Mexica-Aztec atau Aztec.
Pada mulanya bangsa Aztec merupakan suku yang pertama kali berjuang di daerah pinggiran
wilayah tersebut. Selama pengembaraan mereka sebagai kelompok luar-garis, bangsa Aztec
kadang-kadang mengalami kemerosotan sampai berpakaian dedaunan dan makan serangga.
Pada sekitar tahun 1325 Masehi bangsa Aztec sampai ditempat yang sekarang menjadi kota
Meksiko. Waktu itu tempat tersebut merupakan gususan danau paya dan pulau kecil.

Di sebuah pulau di danau Tecoco, bangsa Aztec memperoleh semacam wangsit karena telah
meihat seekor elang dengan seekor ular dimulutnya, yang sedang bertengger pada pada
sebatang kaktus. Karena menganggap hal tersebut sbeagi pertanda gaib, para pendeta
mengikrarkan bahwa pulau tersebut telah dipilih untuk bangsa Aztec oleh dewa-dewa
mereka. Distulah mereka membangun kota Tenochtitlan. Mereka memperluas kota tersebut
dengan membuat rakit-rakit yang terbuat dari anyaman ranting dan rotan yang uruk tanah dan
tanaman. Di daerah danau ini mereka mengembangkan pertanian yang bersifat primitif. Kota
Tenocthitlan yang didirikan oleh bangsa Aztec kemudian berkembang menjadi pusat kegiatan
ritual. Bangunan pemujaan berbentuk piramid banyak didirikan.

Bangsa Aztec adalah bangsa yang gemar berperang, bagi mereka perang merupakan bagian
dari budaya sendiri dan bagian dari sistem kepercayaan. Bangsa Aztec menyembah banyak
dewa atau politheisme. Mereka menyembah dewa matahari yaitu Huitzilochti. Mereka
mempercayai bahwa matahari adalah sumber kehidupan dan harus terus dipelihara, agar terus
beredar pada orbitnya dan berputar terbit dan tenggelam. Untuk itu diperlukan pelumas yang
murni yaitu darah manusia. Mereka meyakini bahwa pengorbanan manusia merupakan tugas
suci dan wajib dilakukan agar dewa matahari tetap memberikan kemakmuran bagi manusia.
Upacara pengorbanan dilakukan diatas altar dipuncak piramid dengan cara mengambil
jantung korban untuk pendeta. Upacara pengorbanan manusia juga dilakukan secara masal
dengan cara membunuh banyak orang.

Ada tiga hipotesis yang dilakukan oleh para Antropolog mengenai alasan pengorbanan
manusia disamping alasan untuk pengorbanan dewa, yaitu :

1. Pengorbanan dilakukan untuk mengurangi jumlah penduduk, terutama sejak jumlah


tawanan perang meningkat dengan pesat dibandingkan dengan jumlah kelahiran.

2. Untuk memberikan kepada rakyat mayat-mayat yang dikorbankan sebagai sumber protein
dan vitamin. Hipotesis ini snagat lemah, karena bangsa Aztec menghasilkan jagung, kacang,
serta memlihara anjing, ayam dan kalkun.

3. Pendapat yang lebih rasional adalah untuk menakut-nakuti para pembangkang dan
pemberontak, agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap penguasa raja. Para
tawanan perang banyak dijadikan korban dan jumlah besar untuk dewa matahari, orang-orang
yang berslah juga yang bersalah juga jadi sasaran untuk jadi korban seperti jenderal yang
salah dalam memimpin perang, para koruptor, hakim yang keliru membuat keputusan, serta
pejabat negara yang berbuat salah, termasuk orang yang memasuki daerah terlarang istana
raja.

Dalam buku Negara dan Bangsa (1990:208), disebutkan bahwa Huzlopochtli, khususnya,
demikian rakus sehingga pada upacara istimewa ribuan manusia dikorbankan sebagai sesaji
untuknya dalam waktu satu hari saja. Monte Zuma II pernah mengorbankan 5100 orang
korban dalam satu upacara peringatan tahtanya. Pada waktu Ahuitzolt yang berkuasa pada
abad ke-15, paling tidak 20.000 jiwa manusia dijadikan korban dalam upacara. Calon korban
digiring ke puncak piramid tempat pendeta saling berebut bagian mereka masing-masing dan
memotong jantung si korban dengan pisau batu gelas, lalu memprsembahkannya hangat-
hangat dan masih berlumur darah ke batu altar sang dewa. Untuk sesaji yang sedemikian
massalnya itu, bangsa Aztec tidak dapat mengandalkan sukarelawan dan oleh sebab itu
mereka sering mengirim rombongan pejuang ke wilayah sekutunya untuk menangkapi calon-
calon korban.

Pada puncak kejayaan kekuasaan Aztec, Tenochittlan merupakan pusat upacara berdarah
yang semakin menjadi-menjadi. Berbagai jamuan sakramental dan ritus-ritus lainnya,
menciptakan suatu kehidupan yang dibayang-bayangi oleh lambang kematian. Bagi bangsa
Aztec, darah manusia merupakan bagian upacara untuk mencegah kehancuran dunia, yang
menurut mereka ditandai oleh lenyapnya matahari. Upacara kurban bagi bangsa Aztec
bukanlah hal yang mengerikan, begitu pula bagi calon korban. Menurut kepercayaan mereka,
kematian ditangan para pendeta merupakan suatu kehormatan. Korban itu dipersembahkan
kepada dewa-dewa dengan cara membelah dada dan mengambil hatinya, agar tidak marah
dan lapar dan mendatangkan bencana alam. Kepercayaan ini mempengaruhi pendangan orang
Aztec. Sejak masa kanak-kanak mereka telah dilatih untuk siap dijadikan kurban ritual bila
mereka tertewan dalam peperangan. Mati sebagai kurban upacara bagi mereka berarti ikut
menyumbangkan hati dan darah untuk dipersembahkan kepada dewa matahari, dan dengan
demikian ikut memperkuat matahari dalam peperangan sehari-hari melawan gelap (malam)
sehingga mereka menjadi bagian penting dari matahari.

Bangsa Aztec memiliki seni bangun atau arsitektur yang amat tinggi. Ketika bangsa Spanyol
datang ke kota Tenocl (Mexico City) mereka menyaksikan kemajuan bangsa ini. Di sini
terdapat bangunan-bangunan seperti aquadec atau bangunan lain, tempat jalan raya menuju
kota, jalan-jalan lebar, serta kanal yang melewati kota serta jembatan diatasnya. Bangunan-
bangunan tersebut menggunakan teknologi tinggi menurut jamannya. Di pusat kota dibangun
kuil-kuil besar sebagai persembahan kepada dewa matahari. Tinggi bangunan tersebut 30
meter, terdiri atas tiga tingkat, yang masing-masing tingkat memiliki 120 anak tangga. Di
bangunnya jalan-jalan dan kanal-kanal yang lebar adalah untuk memudahkan lalu lintas
orang dan barang dagangan. Dalam kegitan perdagangan tersebut mereka memperjualbelikan
bebek, ayam, kalkun, kelinci, dan rusa.

Arsitektur bangsa Aztec tergolong sederhana, lebih mementingkan fungsi daripada keindahan
lahiriah. Di pegunungan, rumah orang Aztec terbuat dari batu bata yang dijemur, mirip
batako yang kita kenal di Indonesia. Di dataran rendah, rumah mereka berdinding ranting-
ranting atau batang padi yang diplester dengan tanah liat dan beratapkan alang-alang. Sebagi
tambahan pada tempat tinggal utama, umumnya mereka mempunyai bangunan lain seperti
tempat penyimpanan dan tempat seluruh keluarga mandi uap. Orang Aztec yang kaya
memiliki rumah dari batako atau batu yang dibangun mengelilingi suatu Patio, yaitu ruang
luas yang terbuka di tengah rumah.

Kuil Aztec dan bangunan lain dengan dekorasi patung merupkan salah satu karya terindah di
Amerika. Tetapi hanya sedikit peninggalan karya arsitektur Aztec yang masih dapat
ditemukan. Orang Spanyol, yang beragama kristen, telah memusnahkan kuil-kuil dan segala
peninggalan keagamaan orang Aztec. Mereka bahkan telah menghancurkan kota lama
Tenochitlan.
Hasil pertanian yang diolah di ladang-ladang pertanian adalah alpukat, kacang merah dan
jagung, mereka juga membuat kerajinan dari emas dan perak untuk perhiasan. Dari kegiatan
dagang dan jenis barang dagangannya yang diperjualbelikan dan sarana penunjang yang
dibangunnya para ahli menyimpulkan bahawa bangsa Aztec memiliki tingkat kebudayaan
dan peradaban yang tinggi. Peradaban ini runtuh karena penaklukan oleh bangsa Spanyol di
bawah pimpinan Hernando Cortez pada tahun 1521.

Anda mungkin juga menyukai