Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) atau dalam bahasa Inggrisnya

dikenal sebagai Veterinary Public Health (VPH) diperkenalkan pertama kali oleh

World Health Organization (WHO) dan Food Agriculture Organization (FAO)

pada laporannya the Joint WHO/FAO Expert Group on Zoonoses pada tahun

1951. Dalam laporan tersebut, Kesmavet (VPH) didefinisikan sebagai seluruh

usaha masyarakat yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seni dan ilmu

kedokteran hewan yang diterapkan untuk mencegah penyakit, melindungi

kehidupan, dan mempromosikan kesejahteraan dan efisiensi manusia (veterinary

public health comprises all the community efforts influencing and influenced by

the veterinary medical arts and sciences applied to the prevention of diseases,

protection of life, and promotion of the well-being and efficiency of man).

Menurut Schwabe (1984), istilah Kesmavet mengarah kepada bidang

kesehatan masyarakat yang mana kedokteran hewan berkontribusi secara khusus.

Selanjutnya definisi Kesmavet dimodifikasi oleh WHO/FAO pada tahun 1975.

Kesmavet didefinisikan sebagai suatu komponen aktivitas kesehatan masyarakat

yang mengarah kepada penerapan keterampilan, pengetahuan dan sumberdaya

profesi kedokteran hewan untuk perlindungan dan perbaikan kesehatan

masyarakat (veterinary public health is a component of public health activities

devoted to the application of professional veterinary skills, knowledge and

resources for the protection and improvement of human health).


2

Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah daging yang diperoleh dari sapi yang

biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh

has luar, daging iga dan T-Bone sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan.

Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak

digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro dan rendang.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun ujuan dari praktikum kesehatan masyarakat veteriner yaitu untuk

mengetahui jenis daging, tekstur daging, kebersihan tempat penjualan serta proses

pemotongan karkas yang ada di tempat tersebut.

1.2 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum kesehtan masyarakat veteriner ialah agar

mahasiswa peternakan dapat mengetahui dan memahami berbagai prinsip

pemotongan karkas sapi,tekstur daging,warna daging,dan kebersihan lingkungan

di tempat penjualan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging Sapi

Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk

kebutuhan protein karena daging mengamdung protein yang bermutu tinggi, yang

mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Menurut Soputan

(2004), daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan

manusia sebagai bahan makanan, selaian mempunyai penampakan yang menarik

selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Daging adalah

bagian ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang

dan bulunya. Dengan demikian hati, lympa, otak da nisi perut seperti usus juga

ternasuk daging.

Soputan (2004) menyatakan bahwa jaringan otot, jaringan lemak, jaringan

ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama daging. Jaringan

otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan

otot spesial. Sedangkan jaringan lemak pada daging dibedakan menurut

lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan

lemak intraselular. Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen, serabut

elastin, dan serabut retikulin. Secara garis besar struktur daging terdiri atas satu

atau lebih otot yang masing-masing disusun oleh banyak kumpulan otot, maka

serabut otot merupakan unit dasar struktur daging.

Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak pucat.

Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang masih
4

terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi sangat khas

(gurih) (Usmiati, 2010). Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis kelamin dan

umur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan mutu dari daging

sapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan non karkas. Dari sapi

yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg karkas dan 270 kg daging

(Susilawati, 2001). Komposisi daging menurut Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004), dalam 100 gram daging dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. KOmposisi daging sapi tiap 100 gram bahan


Komponen Jumlah

Kalori (kal) 207,00


Protein (g) 18,80
Lemak (g) 14,00
Karbohidrat (g) 0
Kalsiuam (mg) 11,00
Fosfor (mg) 170,00
Besi (mg) 2,80
Vitamin A (SI) 30,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 66,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Ri (1981) dalam soputan


(2004)
5

2.2 Sifat Fisik Daging

Secara visual, mutu daging dinilai dari warna, marbling dan daya ikat air

(water holding capacity, WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika memiliki

warna dan marbling yang seragam pada keseluruhan potongan daging dan dengan

penampakan permukaan yang kering karena sifat WHC-nya yang baik.

Keberadaan marbling tidak saja mempengaruhi penampakan tetapi juga

meningkatkan juiciness, keempukan dan flavor produk olahan daging. Sementara

itu, daya ikat air selain mempengaruhi penampakan juga akan mempengaruhi

juiciness dari produk olahan daging. (anonim. 2011).

Tingkat kecerahan wana pada daging, ditentukan oleh tebal-tipisnya

lapisan Oksimioglobin pada permukaan daging. Keadaan ini lebih banyak terjadi

pada suhu rendah, sehingga daging yang disimpan didalam lemari pendingin

(didinginkan) akan terlihat lebih rendah. Jika daging segar dibungkus oleh

pembungkus yang tidak tembus oksigen, maka oksigen yang ada dalam

bungkusan akan habis karena adanya aktivitas biokimia dan Microoganisme pada

permukaan daging. Sehingga warna daging akan berubah dari merah cerah

menjadi merah coklat/merah gelap karena terbentuknya metmioglobin. (anonim.

2011).

Soeparno (1983), daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan

semua hasil produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini
6

disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam

glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. (Anonim. 2010).

Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam

menilai mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan

penetrasi gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi

potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal

setelah pengunyahan (Anonim. 2011).

Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga komponen air,

yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai

lapisan monomolecular pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari

molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4 %, dan lapisan kedua ini

akan terikat oleh protein bila tekanan uap meningkat. Lapisan ketiga adalah

molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10%.

Jumlah air terikat (lapisan dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang

disebabkan denaturasi protein daging, sedangkan jumlah air terikat lebih lemah

yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein daging

mengalami denaturasi (anonim. 2011).

2.3 Penyimpanan Daging

Perkembangan mikroorganisme dalam daging sangat cepat. Mikroba

patogen yang biasanya mencemari daging antara lain : E. Coli, Salmonella sp. dan

Stahpylococcus sp. yang merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan

unggas segar (Ho et al., 2004 ; Usmiati, 2010). Oleh karena itu, daging harus

segera disimpan dalam ruangan dengan temperatur rendah.


7

Ruang pendingin untuk daging biasanya diatur pada kisaran -4o-0oC,

sehingga diharapkan temperatur di dalam daging berada pada kisaran 2o-5oC.

Pada temperatur penyimpanan ini, kualitas daging dapat dipertahankan selama 8

hari. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pendinginan daging, yaitu : (a)

panas spesifik daging, (b) berat dan ukuran daging, (c) jumlah lemak pada

permukaan daging, (d) jumlah daging dalam ruang pendingin, dan (e) temperatur

alat pendingin (Rachmawan, 2001).

2.4 Syarat Umum Daging Sehat

Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari hewan yang

sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan petugas

rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Secara

fisik, kriteria, atau ciri-ciri daging yang baik adalah :

1. bersih atau terang

2. berwarna merah segar

3. lapisan luar kering

4. berasal dari rumah potong hewan

5. ada cap pemeriksaan dari pemerintah setempat

6. daging yang sudah ditiriskan tidak berdarah

7. aroma bau tidak amis dan tidak bau asam

8. daging masih elastis dan tidak kaku

9. bila ditekan tidak banyak mengeluarkan cairan


8

 Standar/Persyaratan Mutu Daging

Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik

dan digunakan konsumen untuk memilih produk.Pada daging dan produk olahan

daging, mutu daging ditentukan oleh mutu komposisi gizi atau rasio antara daging

non-lemak dengan lemak dan palatabilitasnya yang mencakup penampakan,

tekstur (juiciness dan keempukan) dan flavor.Secara visual, mutu daging dinilai

dari warna, marbling, dan daya ikat air.

Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan

masih hidup maupun setelah dipotong. Faktor penentu kualitas daging pada waktu

hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang meliputi : pemberian pakan, tata

laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi

oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah

hewan dipotong.

a) Kualitas daging yang baik.

Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging

yang layak konsumsi adalah :

Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua

usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang

dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki

konsistensi kenyal.

Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot

(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan


9

keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citra

rasa.

Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik dan

usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging

sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa.

Rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik

mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.

Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering

sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan

demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

b) Kualitas daging yang tidak baik

Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal

tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :

 Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ

dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.

 Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotik akan

menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.

 Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun

akan mengurangi selera konsumen.

 Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah

(jika ditekan dengan jari akan terasa lunak) dapat mengindikasikan daging
10

tidak sehat, apabila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal

maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.

Daging busuk dapat menganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan

gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang

kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga kativitas bakteri pembusuk

meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu

relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh

enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amonia dan asam sulfit.


11

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktudan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada Tanggal 13 Mei 2017 pada pukul 09.00

Wita sampai dengan selesai bertempat di pasar masomba kota palu Sulawesi

tengah.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis menulis dan

Kamera, sedangkan bahan dalam praktikum ini adalah daging sapi

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja dari praktikum ini meliputi pengamatan langsung di

lapangan dan wawancara dengan pak sukri, mengenai sistem penjualan daging

sapi

Cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1) Pertama melakukan pengamatan di pasar masomba kemudian melakukan

pengamatan daging sapi.

2) Mengamati keadaan daging sapi yang terdiri dari tekstur dagin, warna

daging,ke empukan.

3) Melakukan wawancara dengan pedagang daging sapi, serta menulis hasilnya.


12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Sistem penjualan daging Sapi, dan kondisi lingkungan yang ada

ditempat penjualan

1. Pengambilan Daging Sapi

a. Pengambilan daging sapi berasal dari RPH Tatanga

b. Jumlah karkas yang diambil dari RPH 1-4 ekor ternak yang sudah

di potong

2. Kualitas Daging

a. Kualitas daging segar

b. Warna daging merah cerah

c. Tekstur daging kenyal

3. Kebersihan tempat penjualan

a. Meja tempat penjualan, masih terdapat darah kering yang masih

menempel di permukan meja

b. Ruangan tempat penjualan masi banyak terdapat sarang laba-laba

yang terdapat di langit-langat dan tembok ruangan.

c. Balok tempat memotong daging, kurang bersih dikarenakan masi

banyak terdapat sisa-sisa daging memotong daging

d. Tempat penyimpanan daging (freezer), kurang Steril, karena

didalam masi banyak di simpan karung-karung pengambilan

daging dari RPH


13

e. Lantai ruangan tempat penjualan, becek dan berbau di karenakan

limbah air pencucian daging masuk kedalam ruangan tersebut.

f. Daging sapi tersebut masi terdapat lalat yang hinggap di daging.

4.2 Pembahasan

Persyaratan Mutu Daging Sapi


No. Faktor mutu Mutu daging
1 Warna daging Merah terang
Skor 1-5
2 Warna lemak Putih
Skor 1-3
3 Marbling Skor 9-12
4 Tekstur Halus

Sesuai dengan hasil pengamatan, daging sapinya masih berwarna merah

terang disebut dengan tekstur yang masih halus pula. Dari pengamatan tersebut

dapat disimpulkan kalau daging sapi yang dijual termasuk dalam mutu I.

Dalam praktikum ini dilakukan penyimpanan daging sapi dengan

perlakuan yaitu dengan disimpan di tempat pendingin (freezer). Hal ini bertujuan

untuk mempertahankan kualitas dan masa simpan daging.

Salah satu sifat daging adalah mudah rusak. Mudah rusaknya daging

disebabkan kandungan air yang cukup tinggi yang merupakan syarat untuk

berbagai mikroorganisme untuk tumbuh. Tumbuhnya mikroorganisme ini dapat

menyebabkan kerusakan enzimatis, yaitu kerusakan yang disebabkan

mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim-enzim hasil metabolisme yang


14

dapat merusak daging. Ciri-ciri terjadinya kerusakan enzimatis adalah rasa daging

menjadi terlalu asam. Selain itu warna buah biasanya berubah.


15

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesmavet mengarah kepada bidang kesehatan masyarakat yang mana hewan

berkontribusi secara khusus serta mampu memberikan dampak negative bagi

masyarakat tentang kesehatan pangan asal hewan.

Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk

kebutuhan protein karena daging mengamdung protein yang bermutu tinggi, yang

mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap, serta daging sangat

bagi masyarakat Indonesia untuk dapat meningkatkan kecerdasan.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat memotong daging sapi sebaiknya tempat atau meja

dibersihkan terlebih dahulu, agar daging tersebut tidak mudah busuk, serta saluran

pembuangan limbah/selokan air selalu dibersihkan, agar memudahkan air

pencucian mengalir dengan sempurna, sehingga tempat tersebut tidak berbau, dan

tidak banyak lalat yang hinggap di daging, yang dapat merusak kualitas daging.
16

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke -V.


Penerbit PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press,Yogyakarta.

Parakkasi, A.1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit


Universitas Indonesia, Jakarta.

Sarwono, D dan Matnur, R. 1993. Sifat Produksi dan Produktifitas Kambing


Lokal. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Mataram.

Devendra, C. Dan M. Burns. 1994. ProduksiKambing di Daerah Tropis.


PenerbitITB, Bandung.
Purnomoadi, Agung. 2003. Diktat Kuliah Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Fakultas
Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.

Mulyono, S dan B. Sarwono. 2005. PenggemukanKambingPotong. Cetakankedua.


PenebarSwadaya, Jakarta.

Rianto, E. dan Purbowati, E. 2009. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sarwono, B. 2005. BeternakKambingUnggul. CetakanKe – VIII. Penerbit PT


PenebarSwadaya, Jakarta.
Williamson, G dan W.J.A. Payne.1993. PengantarIlmuPeternakan di Daerah
Tropis. GadjahMada University Press, Yogyakarta (diterjemahkanoleh
S.G.N. D Darmaja).
Wello, Basit. 2011. Manajemen Ternak Sapi Potong. Masagena Press. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai