Anda di halaman 1dari 10

Studi Kasus

I. Meningkatkan Motivasi Kerja Paramedis

Kasus ini terjadi di sebuah rumah sakit pemerintah kabupaten tipe D, di

propinsi Kalimantan Selatan. Ada issu yang diyakini oleh paramedis bahwa

paramedis yang di tempatkan di rumah sakit umum adalah orang yang tidak dapat

dibina oleh kepala Puskesmas. Paramedis yang di tempatkan di rumah sakit

memang sebagian dipindahkan kepegawaian Dinas Kesehatan Tingkat II. Jadi

issu ini memang sebagian ada benarnya. Perilaku paramedis berubah begitu

mereka ditempatkan di rumah sakit, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi /

tingginya biaya hidup dikota. Faktor yang lain adalah kebiasaan masyarakat, jika

ada yang sakit lebih suka memanggil paramedis pada jam dinas maupun diluar

jam dinas, daripada harus dibawa ke rumah sakit. Pada umumnya hampir seluruh

paramedis di Kabupaten ini di luar jam dinas membuka praktek di rumah atau

mendatangi pasien di desa-desa. Akibat seringnya dipanggil oleh masyarakat

maka paramedis sering menghilang pada waktu jam kerja. Biasanya pagi hari

pada waktu apel sampai visite dokter, paramedis ada di tempat. Sesudah selesai

visite dokter mereka menghilang satu persatu, menjelang siang hari mereka ke

tempat untuk apel siang. Persentasi absen mereka per tahun dapat mencapai 8 –

9%.

Usaha-usaha yang telah dilakukan yaitu pemberian tunjangan daerah yang

jumlahnya tetap untuk tenaga-tenaga medis, paramedis, dan non-paramedis.

Demikian juga berbagai usaha untuk peningkatan disiplin seperti aplikasi

peraturan, ancaman dipindahkan, atau diturunkan DP3-nya dan apel pagi dan
siang hari, tenyata belum dapat meningkatkan motivasi dan tanggung jawab kerja.

Sehingga dicarikan alternative lain oleh direktur untuk memperbaiki keadaan

tersebut diatas, yaitu dengan jalan menyesuaikan besarnya pemberian jasa medis

dengan nilai prestasi kerja. Untuk mencapai tujuan ini dibuat standar pelaksanaan

kerja yang dihubungkan dengan hasil prestasi kerja paramedis. Tim penilaian

diambilkan dari beberapa instalasi rumah sakit / instansi kesehatan setempat,

supaya hasil penilainya mendekati obyektif. Besarnya uang jasa medis yang

diberikan dibagi dalam empat kategori, yaitu untuk skor dibawah rata-rata, skor

rata-rata, skor diatas rata-rata dan skor tinggi. Bagi paramedis yang menunjukkan

skor dibawah rata-rata, hanya memperoleh uang jasa minimal, sekedar untuk

menghindari kemarahan terpendam karena merasa didiskriminasi. Penilaian ini

dilakukan setiap tiga bulan sekali dan diikuti perkembanganya selama setahun.

Hasil evaluasi tahun pertama menunjukkan bahwa mereka yang memperoleh skor

di bawah rata-rata jumlahnya relatif tidak menurun dalam setahun, sedangkan

mereka yang memperoleh skor rata-rata jumlahnya menurun secara signifikan,

menambah jumlah mereka yang memperoleh skor di atas rata-rata dan skor tinggi.

Pertanyaan :

1. Menurut saudara faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penurunan motivasi

kerja paramedis di rumah sakit tersebut diatas?

2. Mengapa pemberian tunjangan daerah yang jumlahnya tetap untuk tenaga-tenaga

medis, paramedis dan non-paramedis itu tidak dapat meningkatkan motivasi kerja

paramedis?
3. Pemberian uang jasa medis yang jumlahnya bertingkat berdasarkan prestasi

kerjanya sebetulnya mengikuti teori-teori motivasi apa ? jelaskan jawaban

saudara!

4. Mengapa paramedis yang memperoleh skor dibawah rata-rata jumlahnya relatif

tidak menurun? Bagaimana usul saudara untuk mengatasi mereka? Beri alasan

yang kuat untuk usul saudara tersebut!

Jawaban :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan motivasi kerja paramedis di rumah

sakit tersebut adalah :

a. Adanya issu yang diyakini oleh paramedis bahwa paramedis yang di

tempatkan di rumah sakit umum adalah orang yang tidak dapat dibina oleh

kepala Puskesmas. issu ini memang sebagian ada benarnya karena paramedis

yang di tempatkan di rumah sakit memang sebagian dipindahkan

kepegawaian Dinas Kesehatan Tingkat II.

b. Faktor ekonomi / tingginya biaya hidup di kota

c. Kebiasaan masyarakat, jika ada yang sakit lebih suka memanggil paramedis

pada jam dinas maupun diluar jam dinas, daripada harus dibawa ke rumah

sakit.

2. Pemberian tunjangan daerah yang jumlahnya tetap untuk tenaga-tenaga medis,

paramedis dan non-paramedis itu tidak dapat meningkatkan motivasi kerja


paramedis tersebut, karena: Tunjangan daerah yang diberikan tersebut jumlahnya

tetap.

3. Pemberian uang jasa medis yang jumlahnya bertingkat berdasarkan prestasi

kerjanya mengikuti teori-teori :

a. Teori Keadilan dan Kepuasan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-

masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil

pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan

ketidakadilan. Pegawai Rumah sakit tersebut dapat mengambil kesimpulan

bahwa ia diperlakukan secara adil sesuai dengan apa yang telah diberikannya

terhadap perusahaan.

b. Teori Kebutuhan.

Pegawai rumah sakit tersebut merasakan tingginya biaya hidup di kota.

Dengan adanya uang jasa medis yang jumlahnya bertingkat, akan membuat

pegawai tersebut berusaha untuk meningkatkan kinerjanya agar

penghasilannya bertambah tinggi untuk menutupi kebutuhannya.

c. Teori Harapan dan Motivasi.

Keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-

imbalan eksternal. Kemungkinan subyektif terhadap reward yang

jumlahnya bertingkat, akan meningkatkan motivasi kerja pegawai.


4. Paramedis yang memperoleh skor dibawah rata-rata jumlahnya relatif tidak

menurun, karena pemberian incentive hanya dapat memotivasi orang yang

memiliki kemampuan. Sedangkan paramedis yang memperoleh skor di bawah

rata- rata biasanya adalah orang-orang yang memiliki kemampuan yang rendah.

Usul saya untuk mengatasi hal ini:

1. Modifikasi perilaku dengan pelatihan-pelatihan tentang motivasi.

Dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang motivasi akan dapat

meningkatkan pengetahuan dan kemauan mereka, sehingga akan merobah

perilaku mereka kearah yang lebih baik dan dapat meningkatkan kinerjanya.

II. Menghindari Kebosanan Perawat

Di sebuah rumah sakit pendidikan para perawat yang ditempatkan dalam

bagian-bagian di rumah sakit seperti penyakit dalam, peyakit syaraf, jiwa,

kesehatan anak dan lain-lain. Biasanya untuk periode waktu yang relatif lama,

kecuali para siswa perawat yang berpraktek yang penempatannya berpindah-

pintah. Akibatnya kerja mereka menjadi monoton. Ditambah honorarium / gaji

perawat yang masih relatif kecil, sambilan mereka dirumah untuk menjalankan

”praktek gelap” yang ternyata cukup melelahkan, dan kesadaran mereka yang

menganggap kerja perawat hanya membantu dokter (bukannya sebagai profesi

yang juga harus dikembangkan terus menerus), menyediakan kerja mereka di

rumah sakit sekedar menyelesaikan tanggung jawab minimalnya.


Di rumah sakit pendidikan ini, dalam survei kasar yang dilakukan

manajemen, ternyata terdapat 20% - 30% para perawat di semua bagian, yang

memperlihatkan kebosanan untuk kerja monoton serupa itu, khususnya yang

dialami mereka yang masih setengah baya (30-40). Dari jumlah ini oleh direktur

dilakukan rotasi secara bertahap di dalam bagian itu sendiri maupun melalui

perpindahan ke bagian-bagian lain. Tidak dilakukan training-training khusus

dalam kelas, tetapi hanya dilakukan secara magang kepada perawat senior /

pengawas di bagian-bagian yang baru, di samping untuk menghemat pembiayaan

juga lebih cepat dan ”natural” hasil-hasil yang dicapainya. Melalui pengamatan

perawat kepala / pengawas, direktur memperoleh masukan bahwa mereka yang

dipindahkan ini lebih ”concerned” dengan pekerjaanya yang baru, lebih banyak

bertanya, lebih bertanggung jawab dan lebih berdisiplin. Program rotasi ini

terselesaikan dalam waktu satu tahun dan kesan pertama direktur yaitu adanya

gairah kerja kembali dari mereka yang telah memperlihatkan kebosanan di tempat

lama. Memang belum bisa di evaluasi adanya peningkatan produktivitas kerja dan

kepuasan pasien, tetapi kesan sedang menuju kesana dapat dirasakan oleh direktur

juga. Yang masih belum bisa dihilangkan yaitu kesadaran mereka bahwa

pekerjaan perawat itu hanya sekedar membantu dokter, antusiasme kerja mereka

juga hanya sekedar menyelesaikan tugas yang diperintahkan dokter. Hal yang

masih menyedihkan direktur karena sikap mereka serupa ini telah lama dibina

sejak mereka memperoleh pendidikan keperawatan yang lebih ”profesional”

tidak hanya ”vocational” seperti sekarang ini.

Pertanyaan :
1. Jelaskan tentang kebijaksanaan rotasi perawat yang dilakukan oleh manajemen

rumah sakit pendidikan ini dari aspek motivasi.

2. Jika sempat dilakuakan penelitian, apakah perasaan direktur bahwa sistem rotasi

yang telah dilakukanya akan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan

kepuasan pasien itu cukup beralasan? Bagaiman ramalan saudara sendiri tentang

hal ini dan jelaskan ramalan tersebut dari aspek motivasi?

3. Apakah saudara setuju dengan harapan direktur agar sistem pendidikan

keperawatan di masa mendatang supaya lebih ”professional”,tidak sekear

”vocational”. Jelaskan jawaban saudara.

Jawaban:

1. Kebijaksanaan rotasi perawat yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit

pendidikan ini dari aspek motivasi :

Kepemimpinan dan Motivasi.

Untuk meningkatkan produktivitas kerja (kepuasan kerja dan prestasi kerja),

dibutuhkan perubahan (change), dan menggerakkan (drive) pegawai oleh pihak

manajemen.

2. Jika sempat dilakuakan penelitian, perasaan direktur bahwa sistem rotasi yang

telah dilakukannya akan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kepuasan

pasien itu cukup beralasan. Karena melalui pengamatan perawat kepala /

pengawas, direktur memperoleh masukan bahwa mereka yang dipindahkan ini

lebih ”concerned” dengan pekerjaanya yang baru, lebih banyak bertanya, lebih
bertanggung jawab dan lebih berdisiplin dan kesan pertama direktur yaitu adanya

gairah kerja kembali dari mereka yang telah memperlihatkan kebosanan di tempat

lama.

Ramalan saya dari aspek motivasi tentang hal ini:

Sama dengan ramalan direktur tersebut, sebab kalau dilihat dari aspek motivasi

3.

VIII c. Kebijaksanaan Tentang Dokter PTT

Menjelang akhir orde baru ribuan dokter PTT tidak bisa tertampung sebagai PNS

atau melanjutkan spesialisasi setelah mereka menyelesaikan tugas wajib dokter PTT. Bagi

mereka yang orang tuanya masih mau dan mampu membiayai, masuk keprogram pasca

sarjana seperti MMR,MARS,MMPK dan lain-lain. Tetapi lebih banyak lagi yang

statusnya tidak jelas.mereka ini kebanyakan menupuk dikota-kota besar. Disatu puhak

indonesia masih dikatakan masih kekurangan tenaga dokter, jika dihitung ratio antara

jumlah dokter dan jumlah penduduk,tetapi dilainkan pihak terjadi penumpukan dokter

EKS PTT yang statusnya tidak jelas di kota-kota besar. Menempuh progra pasca pun

belum menjamin masa depan yang lebih baik setelah lulus.


Diskusi : Kelas dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing kelompok

mendiskusikan kasus tersebut diatas,bagaiman sebaiknya kebijaksanaan

Depkes dan pemda untuk mengatasi masalah ini dari aspek motivasi.

VIII.d.Krisis Kehidupan Menjelang Tua

Sebelum terjadinya perubahan kehidupan Rosandi adalah sebuah cerita sukses.

Meskipun kehidupan orang tuanya pas-pasan,tetapi dia cerdas dan sangat rajin dikala

bersekolah sampai di SMA. Sehingga dia mendapatkan beasiswa di universitas dan

memenangkan beasiswa luar negri untuk meperoleh gelar MBA dia kemudian bekerja

pada perusahaan multi nasional di bidang elektronik sebagai ”sales representative” dan

karirnya menanjak sampai dengan jabatan wakil direktur pada usia 40 tahun. Tetapi suatu

peristiwa terjadi setelah ulang tahunnya yang ke -40 tersebut. Kesibukanya yang luar

biasa, membuat isterinya selingkuh dengan pria lain dan meninggalkannya. Celakanya

ketiga anaknya dibawa dan menghilang begitusaja tanpa alamat yang jelas. Rosandi

mengalami goncannggan besar karena stres ini dan menjadi pemabuk.

Rosandi menjadi lebih kurus dan oleh atasanya disuruh konsultasi ke psikiater.

Hidupnya tidak elegan lagi, sekarang memakai mobil bekas, padahal sebelumnya

memakai mobil baru. Atasnnya mengeluh pada stafnya : ”Rosandi semula adalah aset

perusahaan yang paling berharga. Dia pernah menyelamatkan perusahaan dari kerugian

milyaran rupiah.saya tapi tidak seberat mengerti bahw kerja kerasnya itu merupakan

tekanan berat, yang bertambah berat lagi setelah ditinggalkan istri dan anak-anaknya.saya

melihat orang lain mengalami krisis menjelang tua, tetapi seberat yang dialami

rosandi.tetapi saya tidak bisa mentolerir prilakunya sekarang yang seenaknya. Sering
datang kerja terlambat,sering membolos sehingga tidak dapat mengikuti pertemuan-

pertemuan penting. Moralnya betul-betul telah runtuh,saya tidak tau lagi cara mengatasi

dia, mungkin terpaksa saya harus memecatnya.”

Pertanyaan :

1. Terangkan perilaku rosandi dalam pengertian teori motivasi

2. Jika kepribadian itu pada umumnya stabil maka bagaimana saudara bisa

menerangkan kepribadian rosandi yang seolah-olah telah berubah ?

3. Jika saudara atasan rosandi, pilihan-plihan apa dari pertimbangan saudara untuk

mengatasi masalahnya?tindakan khusus apa yang akan saudara ambil?

Anda mungkin juga menyukai