Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya


sehingga Penulis telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendahuluan
Kesehatan Reproduksi” dalam mata kuliah Pengantar Kesehatan Reproduksi,
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat semester III Angkatan 2008,
Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah


membantu penyelesain makalah ini baik secara moril maupun materil.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempuna, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga
makalah ini ada manfaatnya.

Padang, September 2009

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak


diangkatnya materi tersebut dalam konferensi internasional tentang kependudukan
dan pembangunan (International Coference on Population and Development,
ICPD) di Kairo, Mesir pada tanggal 5-13 september 1994. Dalam konferensi
tersebut disepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan dari pendekatan dan pengendalian populasi serta
penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi
serta hak reproduksi.

Dengan demikian upaya pengendalian penduduk perlu mempertimbangkan


pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi pria dan wanita sepanjang siklus
hidup termasuk hak-hak reproduksi. Di tingkat Internasional tersebut telah
disepakati defenisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan secara fisik,mental
dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dari
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya.

Kesehatan Reproduksi adalah salah satu dari sekian banyak problem


remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua kalangan, baik orang tua, guru,
dan maupun konselor sekolah. Mengingat belakangan ini perilaku & pergaulan
remaja dengan lawan jenisnya (pacaran) telah mengarah pada perilaku seks dan
mengabaikan substansi dalam menjalin hubungan, yang pada dasarnya adalah
sebagai ruang belajar dalam bersosialisasi, komunikasi, mengungkapkan emosi,
dan berkomitmen.

Hasil penelitian Persatuan Keluarga Berencana Indonesia pada tahun 2002


diperoleh informasi bahwa minimnya pengetahuan remaja mengenahi kesehatan
reproduksi remaja dapat menjerumuskan remaja pada perilaku seks pra nikah dan
sebaliknya, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dapat menunda
prilaku seks pra nikah dikalangan remaja.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang kesehatan reproduksi?


2. Apakah defenisi kesehatan reproduksi?
3. Apa tujuan, kebijakan dan strategi kesehatan reproduksi?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Agar pembaca atau mahasiswa mengetahui sejarah kesehatan
reproduksi
2. Supaya pembaca memahami pengertian kesehatan reproduksi
3. Menjelaskan tujuan, kebijakan dan strategi kesehatan reproduks.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Kesehatan Reproduksi

Konferensi kependudukan dan pembangunan tahun 1994 di Kairo


merupakan satu tonggak sejarah dalam menegakkan hak-hak reproduksi yang
merupakan menjadi suatu keharusan setiap negara untuk melakssanakan upaya-
upaya pembangunan kesehatan reproduksi sebagai bagian penting kehidupan
manusia sebagai pelaku pembangunan. Hasil pada konferensi ini adalah:
 Kesehatan Reproduksi
 Keluarga berencana
 Penyakit menular seksual
 HIV/AIDS
 Seksualitas Jender dan hak-hak perempuan.

Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan


paradigma dalam pengelolahan masalah kependudukan dan pembangunan dari
pendekatan pengendalian populasi dan penurunanan fertilitas menjadi pendekatan
yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak
reproduksi.

Pada bulan September tahun 1995 telah diselenggarakan Fourth Word


Converence on Women di Beijing, RRC yang menghasilkan kesepakatan yang
disebut Platform for Action dan Beijing Declaration. Pokok-pokok yang
digariskan adalah persamaan hak dan harga diri manusia yang inheren dari
perempuan dan laki-laki, pelaksanaan secara lengkap hak asasi manusia terhadap
perempuan dan anak perempuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hak
asasi manusia dan dasar-dasar kebebasan, pemberdayaan dan pengembagan
perempuan termasuk hak untuk berpendapat, beragama, dan kepercayaan.

Pada bulan februari 1999 telah dilaksanakan konferensi internasional di


Den Hagg, Belanda yang disebut Cairo+5. Konferensi ini menetapkan 3 isu
proritas untuk mempercepat hasil konferensi ICDP di Kairo.
 Hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi dari kaum muda

 Menangani kematian dan kesakitan yang disebabkan tindakan


aborsi yang tidak aman

 Program yang efektif hak seksual dan reproduksi

Munculnya orientasi kependudukan kepada kespro melewati 3 tahap


sejarah. Pertama (1960-1970), sejarah di mana masyarakat barat sedang
menerapkan doktrin ‘pesimistis’ Neo Malthusian yang melahirkan doktrin
pembatasan kelahiran secara ekstrem. Doktrin ini lahir dari seorang ahli ekonomi
bernama Malthus (1766 – 1834) yang mengatakan bahwa reproduksi manusia
cenderung mengikuti deret ukur (2,4,8, dan seterusnya) sementara pasokan bahan
pangan hanya tumbuh secara aritmatik (1,2,3, dan seterusnya). Dalam sejarah ini
muncullah alat kontrasepsi modern dan muncullah program keluarga berencana di
Indonesia.

Kedua, (era 70-an), di mana negara berkembang mulai mengkritisi doktrin


Neo-Malthusian dan mengkritik barat yang tidak melihat akar kemiskinan sebagai
akar persoalan kependudukan. Sejarah ini dimulai dengan diadakannya pertemuan
di Bucharest pada tahun 1974 yang sebagian besar diikuti oleh negara-negara
sosialis.

Ketiga, era 1980 ke atas, muncul kritik dari organisasi perempuan yang
menekankan aspek ketertindasan perempuan sebagai akar persoalan
kependudukan. Perempuan hanya dijadikan target dari program kependudukan
dan hak-hak reproduksi mereka terabaikan. Tahap ketiga ini dikuatkan dengan
ICPD tahun 1994 di Kairo yang menetapkan hak-hak reproduksi bagi perempuan.
(Sciortino, 1999: 181-183)

Kespro dengan demikian adalah sebuah wacana yang dikonstruksi lewat


sejarah perkembangan wacana kependudukan. Dalam taraf tertentu, kespro lahir
dari sebuah perebutan atas makna kesejahteraan yang harus juga bisa dirasakan
oleh perempuan dalam persoalan reproduksi. Reproduksi dalam konteks ini adalah
sebuah bagian dari sistem seksualitas modern yang terus diwacanakan dalam
konteks kesehatannya.

Pada tahun 1998, melalui surat Keputusan Menteri Kesehatan


No.433/MENKES/SK/V/1998. Tentang komisi kesehatan reproduksi dibentuklah
Komisi Kesehatan Reproduksi yang terdiri dari dari 4 Kelompok Kerja (Pokja):

 Pokja kesehatan ibu dan bayi baru lahir

 Pokja keluarga berencana

 Pokja kesehatan reproduksi remaja

 Pokja kesehatan reproduksi usia lanjut.

2.2 Defenisi Kesehatan Reproduksi

Secara keilmuan kespro didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari alat


dan fungsi reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan yang merupakan
bagian integral dari system tubuh manusia lainya serta hubungannya secara timbal
balik dengan lingkungannya termasuk lingkungan social.

Menurut WHO yakni


Reproductive health is a state of complete physical, mental and social
welling and not merely the absence of disease or infirmity, in all matters relating
to reproductive system and to its funtctions processes (WHO)

Kesehatan reproduksi menyangkut proses, fungsi dan sistem reproduksi


pada seluruh tahap kehidupan. Oleh karena itu, dalam konsep kesehatan
reproduksi terkandung asumsi bahwa setiap individu dapat memperoleh
kehidupan seks yang bertanggungjawab, memuaskan dan aman, dan juga dapat
mempunyai kapasitas berreproduksi dan kebebasan untuk menentukan jumlah,
jarak, dan waktu kapan memperoleh anak (WHO 1994: 5).
2.2 Tujuan, Kebijakan Dan Strategi Kesehatan Reproduksi

Adapun tujuan Kesehatan Reproduksi adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman remaja tentang kesehatan


reproduksi untuk menumbuhkan sikap dan perilaku yang bertanggung
jawab, sehingga dapat menekan laju kejadian kehamilan remaja, aborsi,
dan penyakit hubungan seksual termasuk AIDS dikalangan remaja
sebanyak 1,2 juta sampai tahun 2000
2. Untuk meningkatkan dan mempertahankan kesertaan KB melalui
pelayanan KB berkualitas, mandiri, dan holistik, kepada 50.000 individu
dan 500.000 PUS, melalui 15 induk jaringan dan 75 unit jaringan sampai
tahhun 2000. Sehingga dapat menurunkan tingkat drop out KB,
menjangkau kelompok yang terisolir, dan membuka pilihan cara ber-KB
3. Meningkatkan dan mempertahankan kesetaraan gender dalam perfektif
kesehatan reproduksi perempuan kepada 51.000 keluarga dan lembaga
terkait, sehingga tercapai suasana yang kodusif untuk peningkatan
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, kontrol dan akses
kepada sumber daya, serta menghapus persepsi yang salah tentang
kesetaraan gender.
4. Memperkuat organisasi pada semua tingkat, meningkatkan
profesionalisme dan memperluas akses sumber dana dan pendukung
lainnya, sehingga tercapai organisasi yang kuat, mandiri, ramping, dan
efektif.

Kebijakan umum yang diterapkan dalam kesehatan reproduksi mengikuti


paradigm baru, yaitu:

1. Mengutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi,


kesetaraan dan keadilan jender
2. Menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani masalah
kesehatan reproduksi
3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif
4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan
reproduksi berkualitas
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan umum tersebut
sebagai berikut:

1. Meningkatkan upaya advokasi dan komitmen politis di setiap tingkat


administrasi untuk menciptakan suasana yang mendukung dalam
pelaksanaan program kesehatan reproduksi.
2. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang merata dan
sesuai dengan kewenangan di tiap tingkat pelayanan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dengan
memperhatikan kepuasan klien.
4. Mengembangkan upaya kesehatan reproduksi dengan prioritas sesuai
dengan masalah spesifik daerah, minimal meliputi paket PKRE (Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial), sebagai bagian dari proses desentralisasi.
5. Menerapkan program kesehatan reproduksi melalui keterlibatan program,
sector dan pihak terkait, termasuk organisasi profesi, agen donor, LSM dan
masyarakat.
6. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan jender, termasuk meningkatkan
hak perempuan dalam kesehatan reproduksi.
7. Meningkatkan penelitian dan pengumpulan data berwawasan jender yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam rangka mendukung
kebijakan program dan peningkatan kualitas pelayanan.

Tujuan dan strategi program yang digariskan adalah tujaun dan strategi
program dalam lingkup nasional. Dengan mempertimbangkan perbedaan,
keragaman dan karekteristik serta kebutuhan kesehatan reproduksi masyarakat
indonesia dan kondisi obyektif organisasi di daerah, maka setiap daerah dapat
memilih strategi program yang ada sesuai prioritas daerah.

Strategi kesehatan reproduksi:

1. Kesehatan reproduksi untuk remaja


Mengembangkan dan menyediakan informasi, edukasi, motivasi,
pelatihan, advokasi, dan pelayanan mengenai kesehatan reproduksi kepada
remaja, melalui pusat remaja dan kegiatan khusus lainnya
2. Kualitas pelayanan kesehatan reproduksi
Menyediakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas kepada masyarakat melalui induk jaringan dan unit jaringan
3. Kesehatan gender
Melibatkan semua pihak terkait dan mengembangkan program serta
bersama-sama untuk memperjuangkan kesehatan gender
4. Penguatan organisasi
Mengembangkan pendidikan yang terencana dan berkesinambungan dan
mendayagunakan sumber-sumber serta kemampuan yang tersedia untuk
kemandirian organisasi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Munculnya orientasi kependudukan kepada kespro melewati 3 tahap
sejarah. Pertama (1960-1970), sejarah di mana masyarakat barat sedang
menerapkan doktrin ‘pesimistis’ Neo Malthusian yang melahirkan doktrin
pembatasan kelahiran secara ekstrem. Kedua, (era 70-an), di mana negara
berkembang mulai mengkritisi doktrin Neo-Malthusian dan mengkritik barat yang
tidak melihat akar kemiskinan sebagai akar persoalan kependudukan. Ketiga, era
1980 ke atas, muncul kritik dari organisasi perempuan yang menekankan aspek
ketertindasan perempuan sebagai akar persoalan kependudukan. Tahap ketiga ini
dikuatkan dengan ICPD tahun 1994 di Kairo yang menetapkan hak-hak
reproduksi bagi perempuan. (Sciortino, 1999: 181-183). Jadi Kespro dengan
demikian adalah sebuah wacana yang dikonstruksi lewat sejarah perkembangan
wacana kependudukan. Ada pun tujuan dan strategi kesehatan reproduksi
bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya remaja akan
pentingnya kesehatan reproduksi.

3.2 Saran

Kepada pembaca diharapkan lebih memahami lebih mendalam tentang


kesehatan reproduksi dan saling berbagi informasi karena begitu pentingnya
dalam kelansungan kehidupan dan dalam kebahagian rumah tangga setiap
individu. Serta harapan besar terhadap pemerintah agar mengoptimalkan
pelaksanaan program kesehatan reproduksi secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

DEPKES RI. 2001. Program Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Integratif di


Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: DEPKES RI.
Kesehatan Reproduksi dan Kehidupan Generasi Muda dalam www.bkkbn.go.id.
Sabtu. 12 September 2009.

Latar Belakang adanya PIKIR dalam www.pkpa-indonesia.org. Rabu, 8


September 2009. 12:38:00 AM

Mohamad, Kartono. 1998. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: PT


Sinar Agape Press.

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. 1996. Mewujudkan Kesehatan


Reproduksi Bagi Keluarga di Idonesia. Jakarta: Guna Aksara.

Anda mungkin juga menyukai