Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

2.1.1 Anatomi Regio Cruris

1.Tulang

Pada regio cruris terdapat dua


tulang yaitu os. tibia dan os. fibula.

 Tibia
Tibia atau tulang kering
merupakan tulang terpanjang
kedua setelah os.femoris. Tibia
di proximalnya lebih lebar dan
mengecil di distalnya. Tibia
berartikulassi dengan os
femoris di proximalnya dan
berartikulasi dengan talus di
distalnya. Tibia sebagai tulang
panjang dapat dibagi menjadi:
 Extremitas proximalis
tibiae
 Corpus tibiae
 Extremitas distalis tibiae
 Fibula
Fibula atau tulang betis memiliki bentuk lebih ramping
dibandingkan tibia. Fibula berartikulasi dengan tibia di proximal
dan distal. Di distal juga berartikulasi dengan talus. Fibula sebagai
tulang panjang yang relatif lebih kecil daripada tibia dibagi
menjadi:

3
 Caput fibulae
 Corpus fibulae
 Malleolus lateralis
2. Otot

Otot pada regio cruris dapat


dilihat dari 3 arah:

 Ventralis
 M. Tibialis Anterior
Origonya pada
condylus lateralis tibiae,
facies lateralis corpus
tibiae dan membrana
interossea. Insertionya
pada sisi medial os.
cuneiforme II dan basis
metatarsal I
 M. Extensor Hallucis
Longus
Otot ini berorigo pada facies anterior corpus fibulae
dan membrana interossea. Insertionya pada basis
phalangus distalis hallucis
 M. Extensor DigitorumLongus
Origo otot ini pada condylus lateralis tibiae, facies
anterior corpus fibulae dan membarna interossea. Tendo
insertio otot ini terbagi menjadi empat untuk empat digiti
yang lateral, kemudian berinsertio pada bases phalanges
mediae et distales digiti II-IV.
 M. Peroneus Tertius
Otot ini merupakan bagian yang terpisah dari
m.extensor digitorum longus. Origonya pada segitiga

4
bagian inferior facies anterior corpus fibulae dan
membrana interossea.
Insertionya pada basis
metatarsalis V.

 Lateralis
 M. Peroneus Longus
Origonya pada
condylus lateralis tibiae,
capitulum fibulae dan
facies lateralis corpus
fibulae. Insertionya pada
sisi lateral os cuneiforme
I dan basis metatarsal I
 M. Peroneus Brevis
Otot yang letaknya di profundus dari m. peroneus
longus ini origonya pada pertengahan facies lateralis
corpus fibulae. Insertionya pada tuberositas ossis
metatarsal V.

 Dorsalis
 M. Gastrocnemius
Otot ini terdiri dari
dua capita, yaitu caput
mediale dan caput
laterale. Caput mediale
berorigo pada planum
popliteum dan bagian
superior condylus
medialis femoris, sedang
caput laterale pada
bagian superior sisi

5
lateral condlus lateralis femoris. Kemudian keduanya
menyatu dan berakhir di pertengahan regio ini menjadi
satu tendo insertio lebar yang menyatu dengan tendo
insertio m. spleus membentuk tendo calcanei dan
berinsertio pada pertengahan permukaan posterior
calcaneus
 M. Soleus
Otot yang lebar, rata dan letaknya di profundus dari
m. gastrocnemius ini berorigo pada sisi psterior capitulum
fibulae, facies posterior corpus fibulae, linea solei dan
margo medialis corpus tibiae. Sebagai origo tambahan
adalah arcus tendineus, yang terbentang antara collum
fibulae sampai linea solei. Tendo insertio oto ini menyatu
dengan aponeurosis m. gastrocnemius untuk membentuk
tendo calcanei.
 M. Plantaris
Otot yang kecil ini berorigo pada linea
supracondylaris femoris dan ligamentum popliteum
obliquum. Tendo insertionya yang panjang dan ramping
berjalan serong di antara mm. gastrocnemius et soleus
untuk akhirnya berinsertio pada sisi medial tendo calcanei
 M. Popliteus
Otot yang tipis, rata dan mirip segi tiga ini
membentuk dasar fossa poplitea. Origonya pada
permukaan lateral condylus lateralis femoris dan meniscus
lateralis, sedang insertionya pada facies posterior corpus
tibiae
 M. Flexor Digitorum Longus
Otot ini letaknya di medial dan lebih kecil dari pada
m. flexor hallucis longus. Origonya pada facies posterior
corpus tibiae. Tendo insertionya berjalan ke inferior dan
berada di posterior dari tendo insertio m. tibialis posterior

6
dan malleolus medialis. Kemudian berjalan diagonal di
planta pedis, superficial terhadap tendo insertio m. flexor
hallucis longus. Ketika mencapai pertengahan planta
pedis, tendo insertionya terbagi menjadi empat untuk
berinsertio pada bases phalangesdistales digiti II-V
 M .Tibialis Posterior
Otot besar dan letaknya paling profundus di regio
cruris posterior ini berorigo pada membrana interossea,
facies posterior corpus tibiae dan facies posterior corpus
fibulae. Posisinya di antara mm. flexores digitorum longus
et hallucis longus. Tendo insertionya berjalan di posterior
dari malleolus medialis dan akhirnya berinsertio pada
tuberositas ossis navicularis, sustentaculum tali, ossa
cuneiformia, os cu boideum dan bases metatarsales II-IV
 M. Flexor Hallucis Longus
Otot terbesar di antara ketiga otot kelompok
profundus dan letaknya paling lateral ini berorigo pada
dua pertiga inferior facies posterior corpus fibulae dan
membrana interossea. Tendo insertionya berjalan di
posterior dari malleolus medialis, kemudian menyilang di
profundus tendo insertio m. flexor digitorum longus di
planta pedis. Insertionya pada basis phalangis distalis
halluces.

7
3. Arteri

Pada regio cruris terdapat arteri profundus


yang berasal dari pertemuan arteri femoralis
superior dengan femoralis profunda. Arteri
profundus akan bercabang menjadi dua yaitu
arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior.
Arteri tibialis anterior bergerak melintasi
pergelangan kaki menuju bagian dorsal yang
akan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis
posterior turun menyusuri betis dari kaki bagian
bawah dan bercabang menjadi arteri plantaris
medial dan arteri plantaris lateral

4. Saraf

Di regio cruris terdapat nervus peroneus


yang berasal dari nervus lumbal IV – sakral II.
Nervus peroneus akan bercabang menjadi
nervus peroneus superficial dan nervus
peroneus profundus.Nervus peroneus
supervicial akan bercabang menjadi nervus
cutaneus dorsali medial dan nervus cutaneus
dorsalis intermedius.

Pada kasus skenario 2 ‘Kaki Bernanah’,


struktur anatomi pada osteomyelitis yang
mengalami kerusakan ada pada bagian ventral
cruris. Kerusakan itu menyebabkan luka
potong pada m.tibialis anterior dan arteri tibialis anterior serta
menyebabkan fraktur pada os tibia bagian extremitas proximalis tibiae.

8
2.2. Histologi

2.2.1 Sel-sel Tulang


1. Osteoblast
Berasal dari sel sel mesenkim yang terletak berderet secara epithelial
di permukaan trabekula tulang muda. Sel ini berbentuk kuboid hinga
pyramid dan berinti besar. Sitoplasmanya basophil dan julurannya ke
arah matriks. Sel ini memproduksi organik matriks tulang, enzim
alkaline fosfatase yang berfungsi kalsifikasi.
2. Osteosit
Berasal dari osteoblast yang terpendam di dalam matriks tulang
terletak di Lakuna. Sitoplasma sel ini basofil dan juluran
sitoplasmanya masuk ke dalam Kanalikuli. Sel ini berinti gelap dan
mempunyai cadangan makanan berupa glikogen.
3. Osteoklast
Sel ini berasal dari gabungan (fusi) beberapa monosit. Sitoplasmanya
banyak mengandung vakuola sehingga seperti berbuih dan bersifat
acidofil. Sel ini berinti banyak dan mengandung lisosom berjumlah
banyak yang berfungsi untuk fagositosis. Di sel ini terdapat Lakuna
Howship dan Ruffel’s Fiber.

2.2.2 Bahan Antar Sel


1. Matriks Tulang
Matriks tulang terdiri dari dua unsur yaitu unsur organik dan
anorganik. Unsur organik sebanyak 35 % yang terdiri dari
osteokolagen dan kondrosit sulfat yang memberi sifat acidofil. Selain
itu, unsur anorganik sebanyak 65 % komposisinya di matriks. Di
bagian semen terdapat kalsium fosfat terutama dan sedikit kalsium
karbonat.

9
2.2.3 Jenis Jaringan Tulang
1. Jaringan Tulang Muda
 Tidak ada sistem havers
 Trabeculae tulang muda
 Periosteum tebal
 Kolagen kasar
 Osteoblast banyak
 Osteosit terbenam di matriks
 Osteoklast di Lakuna Howship
 Biasanya terdapat di tulang Remodeling

2. Jaringan Tulang Dewasa


 Terdapat Sistem Havers
 Saluran Havers
 Lamel-lamel Havers
 Lakuna
 Kanalikuli
 Saluran Volkman
 Terdapat Lamel-lamel Havers
 Terdapat Lamel-lamel Interstitial
 Terdapat Outer Circumferential Lamel
 Terdapat Inner Circumferential Lamel

2.2.4 Jaringan Ikat


1. Periosteum (Pembungkus Tulang) dua lapis
a. Lapisan Fibrous berupa kolagen
b. Lapisan Osteogenik (Kambium ) berupa osteogenik
2. Endosteum
a. Tipis
b. Melingkupi ruang sum-sum
c. Osteogenik
d. Hemopoietik (membentuk sel darah)

10
2.2.5 Osifikasi
1. Osifikasi Primer (Membranosa)
Bertempat di membrane mesenkimal. Membrane mesenkimal
yang vaskuler mempengaruhi sel sel mesenkim yang berdiferensiasi
menjadi sel sel osteoblast. Sebagian sel sel osteoblast membelah diri
dengan menjauhi pusat osifikasi. Setalh itu, terbentuk jaringan tulang
muda baru sehingga seluruh membran mengalami penulangan dan
terbentuklah tulang pipih.
2. Osifikasi Sekunder (Proses Osifikasi Endokondral)
Pada daerah Epifisis tidak terbentuk periostel bone colar dengan
prose berjalan secara radier. Pada daerah epiphicial disc (perbatasan
antara diafisi dan epifisis) terdapat jaringan tulang rawan hyaline yang
terbagi dalam zona-zona:
a. Zona Istirahat
Terdiri atas jaringan tulang rawan hyalin yang belum aktif
b. Zona Proliferasi
Zona yang aktif, kondrosit membelah diri, berjejal-jejal seperti
berbaris sejajar sumbu panjang model tulang rawan, dengan sedikit
bahan antar sel dan berbentuk pipih-pipih. Selama zona ini masih
aktif, model tulang rawan terus bertambah panjang.
c. Zona Maturasi
Kondrosit gemuk-gemuk dan besar-besar, kaya glikogen dan
menghasilkan enzim alkalin fosfatase.
d. Zona Kalsifikasi
Diendapkan bahan kapur di dalam matriks sehingga matriks
tampak lebih gelap.
e. Zona Retrogresi
Kondrosit mati hancur karena kurang nutrisi, sebagian diresobsi
sehingga timbul lubang-lubang seperti sarang lebah yang disebut
ruang sum-sum primer.

11
f. Zona Osifikasi
Osteoblast memasuki ruang sum-sum primer, meletakkan diri
secara epitalial di tepi sisa sisa tulang rawan hyaline yang hancur.
Dibentuk jaringan tulang muda dengan kerangka sisa-sisa tulang
rawean hyaline yang tidak diresobsi.
g. Zona Resorbsi
Jaringan tulang muda yang dibentuk makin luas, kemudian
tengahnya diresorbsi sehingga terbentuk ruangan yang besar
disebut runag sum-sum sekunder yang dikelilingi oleh tulang
muda.

2.3. Biokimia

2.3.1 Matriks Extra Seluler Dalam Tulang


Matriks extraseluler termasuk jaringat ikat. MES memiliki 3
komponen penting yaitu protein struktural, (Kolagen,Elastin,Fibrilin),
Protein khusus (Fibronektin & Laminin), Proteoglikan. Fungsi matriks
extra seluler yaitu Mengintegrasikan sel ke jaringan, dukungan
mekanis untuk sel dan jaringan Mempengaruhi bentuk sel & pergerakan
sel.

2.3.2 Tulang
Tulang dibagi menjadi dua bagian. Matriks tulang yang terdiri
dari (Kolagen,proteoglikan,dll) dan sel sel pembentuk tulang. Pada
pembahasan ini lebih ditekankan pada kolagen dan proteoglikan.

2.3.3 Matriks Tulang dalam MES


1. Kolagen
 Kolagen membentuk sekitar 25% protein mamalia
 Kolagen adalah glikoprotein dimana glukosa dan galaktosa
sebagai bagian karbohidrat,dan kandungan proteinnya sekitar
25-30%

12
 Kolagen mengandung dua Asam Amino, yaitu hidroksiprolin
dan hidroksisilin. Hidroksiprolin menempati 1 dari 10 residu
sementara hidroksisilin menempti 1 dari 200 residu
 Ada berbagai macam jenis-jenis kolagen. Diantaranya kolagen
tipe I,II,III,V, dan XI yang membentuk fibril
Namun yang paling penting dalam kasus ini adalah kolagen tipe I
dan V
 Tipe I & V ditemukan di kulit, tulang,tendon,kornea,& organ
internal
 Semua kolagen terdiri dari tiga rantai alfa polipeptida yang
melilit satu sama lain untuk membentuk konfigurasi 3 helix atau
triple helix .
2. Proteoglikan
 Adalah protein yang mengandung glikosaminoglikan-
glikosaminoglikan yang disatukan oleh ikatan kovalen
 Proteoglikan adalah protein dengan rantai polisakarida
 Merupakan komponen penting dari kartilago artikular

2.3.4 Sel-sel Pembentuk Tulang


Diantaranya yaitu osteoblas dan osteoklas. Mereka berperan pada
proses remodelling tulang alveolar. Osteoblas berperan sebagai
pembentukan tulang baru, sedangkan osteoklas berperan pada resorbsi
tulang.

2.3.5 Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus adalah penyebab umum infeksi logam-
biomaterial, tulang sendi, dan jaringan lunak. Infeksi osteoblast oleh S.
aureus adalah fondasi, elemen yang menentukan pengembangan
osteomielitis dalam jaringan tulang. S. aureus langsung berinteraksi
dengan osteoblast di ruang ekstraseluler dan intraseluler. S. aureus
memiliki PAMP yang berinteraksi dengan osteoblas untuk merangsang
produksi chemokines dan sitokin yang kemudian merekrut dan

13
mengaktifkan sel kekebalan tubuh bawaan dan adaptif. Selain respon
peradangan, S. aureus juga dapat menginduksi kematian osteoblas dan
meningkatkan osteoclatogenesis melalui stimulasi osteoblas yang
menyebabkan hemeostasis tulang terganggu.
Di samping itu, Matriks Eksraseluler Tulang (MET) adalah aktor
penting pada langkah pertama infeksi S. aureus karena terhubung
langsung dengan osteoblas. Hal ini memungkinkan bakteri untuk
mengikat dan menginfeksi disekitar osteoblast. Fibronectin menjadi
jembatan penghubung antara S. aureus dengan osteoblas.

S. Aureus berinteraksi dapat berinteraksi dengan Matriks Ekstraseluler Tulang


dan berkonsentrasi di sekitar osteoblast. Kolagen Adhesin (Cna) berhubungan
dengan kolagen tipe 1. Sialoprotein tulang mengikat protein (Bbp). Fibronectin
mengikat protein A dan B (FnBP A/B) dan bertindak sebagai jembatan antara S.

14
Aureus dengan osteoblas melalui integrin α5β1. Sinyal mekanisme S. Aureus
setelah berinteraksi dengan osteoblas. Setelah internalisasi, S. Aureus juga dapat
berinteraksi dengan reseptor ekstraseluler TLR2 dan TNFR-1 dan reseptor
intraseluler TLR9 dan NODs setelah internalisasi osteoblast yang dibantu α5β1
dan aktivitas filamen.

Internalisasi S. Aureus kepada osteoblast adalah elemen kunci


dalam penyebaran infeksi. Hal ini memungkinkan S. Aureus bertahan
dalam osteoblast dan berkesempatan untuk mempertahankan infeksi. S.
Aureus juga dibantu koloni SCV untuk bertahan di dalam osteoblast.
Dari penjelasan di atas terdapat dampak S. aureus pada osteoblast
dan kelangsungan hidup, diantaranya:
1. S. Aureus juga dapat menyebabkan hilangnya produksi mediator
inflamasi tulang oleh osteoblast
2. S. Aureus juga dikenal sebagai penghambat prosesi mineralisasi
kalsium
3. S. Aureus menyebabkan apoptosis osteoblast
4. S. Aureus dapat menyebabkan nekrosis pada osteoblast
5. Kematian induksi osteoblast juga faktor penting S. Aureus menyebab
osteomielitis.

2.4 Osteomielitis

2.4.1. Definisi
Proses inflamasi akut atau kronis pada tulang dan struktur
sekundernya akibat infeksi oleh bakteri piogenik.

2.4.2. Patogenesis
Infeksi yang terjadi pada tulang berbeda dengan infeksi jaringan
lunak mengingat tulang terdiri atas kompartemen yang keras. Hal ini
menjadikan tulang lebih rentan terhadap kerusakan vaskular dan
kematian sel karena peningkatan terkanan intrakompartemen pada fase

15
inflamasi akut. Apabila infeksi tidak segera ditangani dan tekanan
intrakompartemen tidak diturunkan, aka dapat terjadi nekrosis tulang.
Terdapat beberapa cara bagi mikroorganisme untuk mencapai
jaringan muskuloskeletal, yaitu : (1) kontak langsung melalui luka
terbuka (tusukan, injeksi, laserasi, fraktur terbuka, atau operasi), (2)
penyebaran langsung dari fokus infrksi yang berdekatan, hinga (3)
penyebaran tidak langsung melalui aliran darah dari tempat atau sistem
organ lain yang jauh.
Infeksi dapat mengakibatkan osteomielitis pigenik, artritis septik,
reaksi granulomatosa kronis (manifestasi klasik berupa tuberkulosis
tulang atau sendi), atau respons indolens terhadap organisme tertentu
(misal infeksi jamur), tergantung dari tipe bakteri yang menyerang,
tempat infeksi, dan respon tubuh. Infeksi jaringan lunak yang terjadi
dapat berupa sepsis akibat luka superfisial sampai selulitis nekrotikans
yang mengancam nyawa.
Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya (1) faktor
lokal berupa trauma, jaringan parut, sirkulasi yang buruk, berkurangnya
kepekaan sensorik, penyakit kronis tulang atau sendi dan adanya korpus
alienum, (2) faktor sistemik seperti malanutrisi, diabetes, gangguan
vaskuler, penyakit reumatik, konsumsi steroid dan jenis imunosupresan,
serta usia terlalu muda atau terlalu tua.

2.4.3. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam osteomielitis, di antaranya yaitu acute
hematogenenous osteomielitis, subacute hematogenous osteomielitis,
post-traumatic osteomielitis, chronic osteomielitis, Garre’s sclerosing
osteomielitis, multifocal non-suppurative osteomielitis/chronic
reccurent multifokal osteomielitis.
Osteomielitis banyak terjadi pada anak-anak dangan perbandingan
laki-laki:perempuan = 3:1 karena sistem imun anak-anak yang belum
sebaik orang dewasa. Dapat terjadi pada orang dewasa dengan
penurunan kekebalan seperti pada penderita AIDS atau diabetes

16
melitus. Predileksi terutama pada tulang-tulang panjang (femur, tibia,
humerus, radius, ulna dan fibula). Regio tulang yang paling sering
terkena adalah metafisis. Pada bayi, infeksi dapat terjadi pada epifisis
larena adanya arteri nutrivum yang mempenetrasi regio fisis. Pada
orang dewasa, fisis berperan sebagai barrier, sehingga infeksi terjadi
pada metafisis sehingga infeksi tidak menyebar lansung ke sendi.
2.4.4. Etiologi
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenza
Kingella kingae
Pseudomonas aeruginosa

2.4.5. Patofisiologi
Akut hematogenous osteomielitis menunjukkan progresi yang khas
ditandai dengan inflamasi, supurasi, nekrosis tulang, pembentukan
tulang reaktif baru, dan resolusi serta penyembuhan atau bisa juga
menjadi kronis. Gambaran klinis pada kondisi ini sangat bervariasi,
tergantung pada usia pasien, tepat infeksi, virulensi organisme, dan
respon pejamu. Literatur menyebutkan bahwa pada anak-anak,
gambaran klasis terlihat pada usia 2-6 tahun.
Pada awalnya, terjadi fokus infeksi dengan hiperemi dan edema
pada tulang panjang. Terjadi reaksi inflamasi akut dengan kongesti
vaskular, eksudasi cairan, dan infiltrasi oleh sel-sel PMN. Keadaan ini
berpotensi menyebabkan peningkatan terkanan ontraoseus. Berhubung
jaringan tulang tidak cukup lunak untuk mengompensasi peningkatan
tekanan ini, terjadi nyeri yang berat dan menetap disertai obstruksi
aliran darah serta trombosis intravaskular. Meskipun masih stadium
awal, kombinasi aktivitas fagositik, akumulasi lokal sitokin, fator
pertumbuhan, prostaglandin, dan enzim bakteri mengancam terjadinya
iskemik dan resorpsi pada tulang. Pada akhirnya akan terjadi nekrosis

17
tulang. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan osteolisis sehingga
bakteri dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan menyebabkan
septikemia. Selanjutnya pus mulai terbentk di antara tulang dan
mendesak ke Kanal Volkman sampai ke permukaan untuk
memproduksi abses subperiosteal. Hal ini dimungkinkan karena
terutama pada anak-anak, periosteum belum melekan kuat dengan
tulang. Dari abses subperiosteal, pus dapat menyebar sepanjang tulang
panjang dan memasuki jaringan lunak di sekitarnya. Infeksi pada
jaringan lunak akan menyebabkan selulitis hingga abses. Apabila
infeksi terus menyebar ke sendi, akan terjadi artritis septik.
Peningkatan tekanan intraoseus, stasis vaskular, dan trombosis
pembuluh darah kecil akan diikuti dengan gangguan aliran darah,
sehingga kematian tulang terjadi. Kepingan tulang nekrotik dapat
terpisah satu sama lain. Kepingan tulang yang sudah mati ini disebut
sebagai skuestrum. Sebagai respon, kejadian ini akan diikuti dengan
pembentukan jaringan tulang baru yang disebut involukrum. Apabila
infeksi yang terjadi tidak teratasi, bakteri dapat menyebar ke tulang
lain, bahkan ke organ lain dan menimbulkan komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian.

2.4.6. Faktor Risiko


1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Fraktur
4. Diebetes mwlitus
5. AIDS

2.4.7. Manifestasi Klinis


1. Nyeri konstan dan berat pada dekat ujung tulang yang terlibat.
2. Gejala lain terkait septikemia, seperti malaise, anoreksia, dan
demam (dalam 24 jam).
3. Adanya riwayat trauma atau infeksi saluran pernapasan atas pada

18
anak memperkuat diagnosis osteomielitis.

2.4.8 Diagnosis
Tanda kardinal acute hematogenous osteomielitis
A. Pada anak :
1. Nyeri
2. Demam
3. Menolak untuk menahan beban
4. Menolak menggerakkan bagian tubuh yang terlibat
5. Tidak mau disentuh pada bagian yang nyeri
6. Terkadang ditemukan limfadenopati.
B. Pada dewasa :
1. Predileksi tersering adalah vertebra torakolumbar
2. Riwayat prosedur urologi yang diikuti dengan demam dan sakit
punggung
3. Tulang lain jarang terlibat, kecuali jika terdapat diabetes,
malanutrisi, adiksi obat, leukemia, terapi imunosupresan.

2.4.9. Pemeriksaan Penunjang


1. Rontgen
Foto rontgen biasa masih merupakan pilihan dalam investigasi
awal. Pada fase awal osteomielitis akut seperti misalnya 2 sampai 3
hari pertama foto rontgen akan menunjukkan hasil normal tetapi
setelah hari ke 6 sampai 7 akan terlihat adanya osteopenia,
destruksi tulang hingga menembus korteks, reaksi periosteal dan
terbentuknya involucrum. Sekuestra akan terlihat pada hari ke-10.
Setelah beberapa minggu, seluruh tulang menjadi osteopenia akibat
tidak digunakan. Beberapa daerah di korteks tulang yang tersisa
tanpa osteopenia menjadi avaskular.
2. Ultrasound Scanning
Digunakan dalam indentifikasi awal adanya abses jaringan
lunak dan efusi sendi.

19
3. Computer Tomography (CT)
Suatu pemeriksaan yang sensitif untuk melihat destruksi
tulang. Potongan CT dapat menemukan sekuestra yang kecil dan
membantu dalam merancang pendekatan bedah tetapi CT hanya
memiliki sedikit kemampuan dalam mendiagnosis infeksi.
4. Scanning
Scanning dengan menggunakan isotop telah dianjurkan
dengan isotop tulang tropik (99mTC) yang malabel sel darah putih,
antibodi, dan antibiotik, namun pemeriksaan ini memiliki hasil
yang lebih rendah dibandingkan MRI.
5. MRI
Suatu pemeriksaan tunggal yang paling efektif untuk
menemukan infeksi ditulang. MRI dapat memperlihatkan
perubahan inflamasi, memperlihatkan infeksi yang luas, dan
memperlihatkan perubahan sekuestra, saluran sinus dan
menemukan fokal infeksi yang jauh dari tulang yang terkena. Pada
MRI korteks tulang akan tampak hitam atau gelap. Korteks tulang
yang mati atau terinfeksi juga berwarna hitam atau gelap. Diagnosa
osteomielitis pada korteks tulang dengan menggunakan MRI
berdasarkan perubahan pada jaringan sekitarnya namun daerah
tulang yang terinfeksi dapat tak terlihat. Kelemahan MRI adalah
bila ada implan metal dan membutuhkan keahlian dalam
mempertimbangkan interpretasi gambar osteomielitis. MRI dapat
memberikan penilaian yang berlebihan pada infeksi medula tulang
yang luas pada fase akut akibat edema tulang yang luas sehingga
mengaburkan batas dari infeksi aktif. Hasil MRI juga
berubah pada pasca operasi dimana perubahan akan menetap atau
bahkan berahun-tahun dan dapat sulit dibedakan dari infeksi yang
rekuren.

20
Modalitas Sensitivitas Spesifisitas
Probe to 0,60 (0,46-0,73) 0,91 (0,86-0,94)
bone/exposed
Radiografi 0,54 (0,44-0,63) 0,68 (0,53-0,80)
konvensional
MRI 0,90 (0,82-0,95) 0,79 (0,62-0,91)
Bone scan 0,81 (0,73-0,87) 0,28 (0,17-0,42)
Leukosit scan 0,74 (0,67-0,80) 0,68 (0,57-0,78)

2.4.10. Tatalaksana pada Osteomielitis


Prinsip tata laksana meliputi :
1. Mengistirahatkan bagian yang terinfeksi
2. Pemberian antibiotik spektrum luas
3. Mengurangi nyeri dan sebagai tata laksana suportif
4. Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi
5. Mengeluarkan pus secepat dan sebersih mungkin serta mengurangi
tekanan intraoseus
6. Stabilisasi tulang apabila terjadi fraktur
7. Mengeradikasi jaringan avaskular dan nekrotik serta
mengembalikan kontinuitas apabila terjadi gap pada tulang
8. Memperthankan jaringan tulang pada kulit.
Tatalaksana osteomielitis meliputi mempertimbangkan masalah-
masalah yang berhubungan dengan debridemen yang setepat
pemilihan dan lama pemberian antibiotik. Terapi ajuvan dan
komplikasi juga didiskusikan pada bagian ini.
Debridemen, osteomielitis sering membutuhkan terapi
pembedahan untuk debridemen material nekrotik bersamaan dengan
pemberian terapi antimikroba untuk mengeradikasi infeksi. Pada
keadaan seperti ini, terapi pembedahan juga membutuhkan
pemasangan ataupun pengangkatan peralatan serta dengan atau tanpa

21
revaskularisasi. Pemilihan antibiotik, seharusnya disesuaikan dengan
hasil kultur dan tes sensitivitas. Jika hasil kultur tidak ada, terapi
empirik spektrum luas seharusnya diberikan.
Pemberian antibiotik intravena biasanya diberikan selama 3
minggu, selanjutnya dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 3
minggu. Dibutuhkan pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencapai
konsentrasi terapeutik dari obat tersebut didalam tulang yang akan
sejalan dengan hal tersebut dapat meningkatkan juga efek toksik
sistemik dari penggunaan antibiotik jangka panjang dalam terapi.
Osteomielitis yang disebabkan oleh Methicillin susceptible
Staphylococcus aureus (MSSA) sering diterapi secara parenteral
dengan antibiotik yang sesuai seperti misalnya,
1. Nafcillin, oxacillin, cefazolin, vancomycin, penicillin G dengan
alternatif daptomycin 6 mg/kg berat badan sekali sehari
2. Linezolid, quinupristin-daltopristin, trimetrophrim-sulfametoxazole
dengan dosis trimetrophrim 5 mg/kg berat badan setiap 12 jam
3. Mynociclyn 100 mg sekali sehari
4. Levofloxacin 500 mg sekali sehari
5. Clyndamcin 600 mg setiap 8 jam
6. Teicoplanin 10 mg/kg berat badan sekali sehari secara intravena
Kombinasi nafcillin dan gentomicin yang ternyata lebih baik
daripada penggunaan nafcillin saja. Lama terapi antibiotik oleh
beberapa ahli dikatakan diberikan sampai sekurang-kurangnya tulang
yang didebridement telah ditutupi oleh jaringan lunak yang sudah ada
vaskularisasinya, biasanya sekurang-kurangnya selama 6 minggu
setelah tindakan debridemen. Terapi adjuvan untuk osteomielitis
meliputi hyperbaric oxygen (HBO) dan terapi luka dengan (NPWT).

22
2.5 Kedokteran Islam

1. Dalil Sabar dan ikhlas dalam Menghadapi Sakit

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa innaa ilaihi
raaji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (QS: Al-Baqarah 155-157)

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan
menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan
bermukim”. (HR. Bukhari)

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya. Pasti
akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-
daunnya”. (HR. Al-Bukhari No. 5661 dan Muslim No. 651)

23
2. Berkendara

َ ‫َو ْال َخ ْي َل َو ْال ِبغا َل َو ْال َح ِم‬


‫ير ِلتَ ْر َكبُوها َو ِزينَةً َو َي ْخلُ ُق َما ال‬
َ‫تَ ْعلَ ُمون‬
“Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa
yang kamu tidak mengetahuinya”. (QS. An-Nahl: 8).

َ ‫ه َ ْد َم ْحل َ ه َ ْد َم ْحل‬
َ َُُّ ‫اوَ ْحسَرَ ْال هغ ْيالَه َدو َُُّ َ ََِّْ ََ َدو َُُّ َ ََِّْ ََدو‬ َ ََ ‫د أإَ ْلَُنهْاَ َ ْإس َ ْس هال َْ هد ْيالَنهإا َُفَيَ ْس هال‬
َ ‫ت ِْ َمهإَ َِّنهإهك ْي‬
ََ ََِّْ ‫َ ْد َم ْحل َ ه‬
“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah yang
menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak
mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb
kami (pada hari kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Allah Maha Besar (3x),
Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka
ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa
kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

‫َر ِبِّ ُك ْم ِإذَا ا ْستَ َو ْيت ُ ْم‬ َ‫ور ِه ث ُ َّم تَ ْذ ُك ُروا نِ ْع َمة‬
ِ ‫ظ ُه‬ُ ‫ِلتَ ْستَ ُووا َعلَى‬
ُ ‫َهذَا َو َما ُكنَّا لَه‬ َ ‫س ْب َحانَ الَّذِي‬
‫س َّخ َر لَنَا‬ ُ ‫َعلَ ْي ِه َوتَقُولُوا‬
َ‫ُم ْق ِر ِنين‬
“Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat
Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengucapkan," Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi
kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,”(QS: Az
Zukhruf 13)

24
3. Semua Penyakit Ada Obatnya

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS: Asy-


Syu’ara 80)

“Dan jika Allah, menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang
dapat menghilangkannya selain Dia , dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS: Al-An’am 17)

25

Anda mungkin juga menyukai