Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEPEMIPINAN Ir. SUKARNO HATTA


SEJARAH INDONESIA

Disusun Oleh :

RENI

KLS. 3 RPL 3

SMK DARUL MA’ARIF PAMANUKAN


Jln. Eyang Tirta praja No

PAMANUKAN – SUBANG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di setiap komunitas selalu ada pemimpinnya. Peran pemimpin beraneka ragam, di


antaranya adalah sebagai penggerak, motivator, inspirator, penunjuk arah, menyatukan,
pelindung, pengayom, penolong, pembagi kasih sayang, mencukupi serta mensejahterakan,
dan lain-lain. Tugas pemimpin, dengan demikian memang banyak dan berat. Semua peran itu
akan dipertanggung-jawabkan, baik di hadapan manusia yang dipimpinnya maupun di
hadapan Tuhan kelak.
Sebagai penggerak dan motivator, maka pemimpin harus menjadikan semua orang yang
dipimpinnya hidup. Jiwa, pikiran, dan semangat dari semua orang yang dipimpin menjadi
hidup dan berkembang. Untuk menggerakkan bagi semua yang dipimpinnya, seorang
pemimpin membutuhkan tipe atau gaya yang dimiliki pemimpin untuk memimpin semua
orang.
Ir. Soekarno adalah bapak proklamator, seorang orator ulung yang bisa
membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Beliau memiliki gaya
kepemimpinan yang sangat popularistik dan bertempramen meledak-ledak. Gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideology
yang mendasari Negara atau partai, sehingga konsisten dan sangat fanatic, cocok diterapkan
pada era tersebut.

Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode
1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial,
yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi
kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di
parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno
diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang
sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia

Soekarno diantara Pemimpin Dunia


Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan
Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri. Ia aktif
dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila,
UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah
proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa
Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia
yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian
menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia
sendiri. Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus
romusha.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat penjabaran rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Negara Indonesia di masa kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno ?
2. Bagaimana gaya kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno ?
3. Keberhasilan apa yang dihasilkan dari gaya kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno?
4. Kegagalan apa yang dihasilkan dari gaya kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno sebagai Presiden pertama
RI.
2. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno saat menjabat
menjadi Presiden ke pertama RI.
3. Untuk mengetahui dampak apa yang terjadi dari gaya kepemimpinan Presiden Ir.Soekarno
pada saat itu.
4. Untuk mengetahui kegagalan apa yang di dapat dari gaya kepemimpinan Presiden
Ir.Soekarno pada saat itu.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah :
Secara Akademis, berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Departemen Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

1.5 Tinjauan Pustaka


1.1.5 Teori-Teori Kepemimpinan
Untuk mengetahui dan memahami teori–teori kepemimpinan, dapat dilihat dari beberapa
literatur yang pada umumnya membahas yang sama. Dari literatur itu diketahui ada teori
yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada juga yang menyatakan
bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok orang–orang, dan ia melakukan
pertukaran dengan yang dipimpin. Dan teori yang paling mutakhir melihat kepemimpinan
lewat prilaku organisasi. Orientasi prilaku ini mencoba mengetengahkan pendekatan yang
bersifat ”social learning” pada kepemimpinan. Teori ini menekankan bahwa terdapat faktor
penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini. Faktor penentu ini ialah pemimpin
sendiri (termasuk didalamnya kognisinya). Situasi lingkungan (termasuk pengikut–
pengikutnya dan variabel–variabel makro) dan prilakunya sendiri. Tiga faktor penentu ini
merupakan dasar dari teori kepemimpinan yang diajukan oleh ilmu prilaku organisasi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing bagi literatur– literatur
kepemimpinan pada umumnya antara lain:
1. Teori Sifat (Trait Theory) Teori sifat barangkali dapat memberikan arti lebih realistik
terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran prilaku
pemikir psikologi, yaitu suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat–sifat kepimpinan
itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat dicapai lewat suatu pendidikan dan
pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada
sifat–sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu
dilahirkan atau dibuat. Keith Devis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain:
a. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umunya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian
pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan
mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas sosial.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan
motivasi yang kuat untuk berprestasi.
d. Sikap–sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin–pemimpin yang berhasil mau mengakui
harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
2. Teori Kelompok Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai
tujuan–tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan
pengikut–pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran
antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan juga konsep–konsep sosiologi tentang
keinginan–keinginan mengembangkan peranan. Para pemimpin yang memperhitungkan
pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan dan pelaksanaan kerja.
3. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler Model ini berisi tentang hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fielder dalam
hubungannya dengan dimensi–dimensi empiris sebagai berikut:
a. Hubungan pemimpin–anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling penting didalam
menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.
b. Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang sangat penting, dalam
menentukan situasi yang menyenangkan.
c. Politisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan
dimensi yang sangat penting ketika di dalam situasi yang sangat menyenangkan.
4. Teori Jalan Kecil–Tujuan (Path–Goal Theory) Secara umum berusaha untuk menjelaskan
pengaruh prilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasaan dan pelaksanaan pekerjaan
bawahannya. Adapun teori jalan kecil – tujuan, memasukkan empat tipe atau gaya utama
kepemimpinan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis.
Bawahan tahu senantiasa apa yang diharapkan dirinya dengan pengarahan yang khusus
diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung. Tipe kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan
untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap bawahan.
c. Kepemimpinan yang partisipatif. Gaya kepemimpinan ini berusaha meminta dan
mempergunakan sarana–sarana dari bawahannya untuk berprestasi.
1.1.6 Tipologi Kepemimpinan
Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang secara luas
dikenal bahwa dewasa ini, kiranya relevan untuk menekankan bahwa gaya kepemimpinan
yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk mengetahui situasi yang
dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan
tuntutan situasi yang dihadapinya. Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang
tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang
diakui keberadaannya ialah:
1. Tipologi yang Otokratik Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik
adalah seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya
memutar-balikkan kenyataan yang sebenar-benarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara
subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan. Dengan egoisme yang sangat besar demikian,
seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam
kehidupan organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam
organisasi, ketergantungan total para anggota organisasi megenai nasib masing-masing dan
lain sebagainya. Berangkat dari persepsi yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik
cenderung menganut nilai organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara yang
ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila
tindakan itu mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang
akan dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan
disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan. Berdasarkan nilai-nilai demikian,
seorang pemimpin otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya
antara lain dalam bentuk:
a. Kecenderungan melakukan para bawahan sama dengan alat-alat dalam organisasi, seperti
mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
c. Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, dengan cara
memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu
dan para bawahan tertentu itu diharapkan dan bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan juga pada prilaku pemimpin yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan pihak lain, terutama dengan para bawahannya dalam
organisasi. Yang menjadi masalah dalam hal kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan
mencapai tujuan dan berbagai sasaran-sasaran itu semata-mata karena takutnya bawahan
terhadap pemimpinnya dan bukan berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan
itu wajar dan layak untuk dicapai dan disiplin kerja yang terwujud pun hanya karena bawahan
selalu dibayang–bayangi ancaman seperti pengenaan tindakan disiplin yang keras, penurunan
pangkat, dan bahkan tanpa kesempatan membela diri.
2. Tipologi yang Paternalistik Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat dilingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat pedesaan. Persepsi
seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasional
dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada
umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang
bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh
petunjuk. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternalistik
mempunyai sifat-sifat tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan memberikan perhatian
terhadap kepentingan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi sebaliknya, pemimpin yang
paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya dalam organisasi tidak lagi
dipertanyakan oleh orang lain. Dengan perkataan lain, legitimasi kepemimpinannya
dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya seperti
kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para
bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat
menonjol juga. Artinya pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua
orang dan semua satuan kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata mungkin.
Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu, kecuali
sang pemimpin dengan dominasi keberadaanya.
3. Tipe yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi
oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara
konkrit mengapa orang tertentu tidak dikagumi. Sesungguhnya sangat menarik untuk
memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak
mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan prilaku dan gaya yang digunakan pemimpin
yang diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata bukan ukuran yang berlaku umum karena ada
pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik yang kalau dilihat dari
penampilan fisiknya saja sebenarnya tidak atau kurang mempunyai daya tarik. Usia pun tidak
selalu dapat dijasikan ukuran. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang yang berusia relatif
muda pun mendapat julukan sebagai pemimpin yang kharismatik. Jumlah harta yang dimiliki
pun nampaknya tidak bisa digunakan sebagai ukuran. Hanya saja jumlah pemimpin yang
tergolong sebagai pemimpin yang kharismatik tidak besar dan mungkin jumlah yang sedikit
ini juga yang menyebabkan, sehingga tidak cukup data empirik yang dapat digunakan untuk
menganalisis secara ilmiah karakteristik pemimpin yang sedemikian dengan rinci.
4. Tipe yang Laissez Faire Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez
faire tentang peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada
umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa-apa
yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus
ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang pemimpin tidak terlalu sering
melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional. Dengan sikap yang persuasif, prilaku
seorang pemimpin yang laissez faire cenderung mengarah kepada tindak-tanduk yang
memperlakukan bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin
diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur hirarki organisasi. Dengan telah mencoba
mengidentifikasi karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez faire ditinjau dari
kriteria persepsi, nilai dan prilaku diatas, mudah menduga bahwa gaya kepemimpinan yang
digunakannya adalah sedemikian rupa sehingga:
a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang lebih rendah dan
kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ternyata menuntut
keterlibatannya secara langsung.
c. Status quo organisasional tidak terganggu.
d. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inovatif dan
kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan prilaku dan prestasi kerja yang
memadai intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang
minimum.
5. Tipe yang Demokratik Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah
pemimpin yang demokratik. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya
selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga
bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari benar bahwa
akan timbul kecenderungan dikalangan para pejabat pemimpin yang paling rendah dan
dikalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan suatu kerja dimana mereka berada
sebagai peranan yang paling penting, paling strategis dan paling menentukan keberhasilan
organisasi mencapai berbagai sasaran organisasional, prilaku mendorong para bawahan
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-
sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik dari orang lain, terutama
bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para
bawahannya berkarya meskipun ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat kesalahan. Jika
terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratik berada disamping bawahan yang berbuat
kesalahan itu, bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya
sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan
demikian menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab. Karakteristik penting
seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif ialah dengan cepat menunjukkan
penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi.

Anda mungkin juga menyukai