I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis, suku,
agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal sebagai
masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya (cultural
background) beragam. Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Bila
dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas menghasilkan energi hebat. Sebaliknya,
bila tidak dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas bisa menimbulkan bencana
dahsyat. Kolaborasi positif orang buta dan orang lumpuh dapat meningkatkan produktivitasnya
belasan kali lipat. Dalam konteks membangun masyarakat multikultural, selain berperan
meningkatkan mutu bangsa agar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-
bangsa lain, pendidikan juga berperan memberi perekat antara berbagai perbedaan di antara
komunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang budaya berbeda-beda
agar lebih meningkat komitmennya dalam berbangsa dan bernegara. Pengalaman bangsa Indonesia
dalam membina kebangsaan genap lah satu abad, sejak tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian
dikokohkan melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 serta dilengkapi dengan kewujudan
Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945. Tentunya, sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak
pengalaman yang diperoleh bangsa ini tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional. Namun demikian, tidak
dapat dipungkiri lagi dalam realitasnya yang dihadapi bangsa ini, sebut saja selama lima tahun
terakhir telah terjadi krisis sosial yang tiada henti. Khalayak sering menyebutnya keadaan seperti
itu sebagai krisis multi-dimensial yang disebabkan oleh benteng terakhir masyarakat, yakni
pendidikan nasional cenderung tidak menjalankan fungsi sosial budayanya dalam memberikan
pencerahan. Dalam tataran itu, seolah-olah acuan kehidupan bernegara (governance) dan kerukunan
sosial (social harmony) menjadi tidak menentu dan acapkali menumbuhkan ketidakpatuhan sosial
(social disobedience). Yang kadangkalanya lagi, dari realitas seperti itu, berawal tindakan-tindakan
anarkis, pelanggaran-pelanggaran moral, dan tentunya pula tidak terkecuali pelanggaran hukum
serta meningkatnya kriminalitas.
Dari realitas sosial seperti itu, apakah disain penumbuhan semangat kebangsaan bagi segenap
warga negara Indonesia yang jumlahnya kini semakin besar serta tersebar di pelbagai kepulauan
sebagai tempat bermukim belum terwujud. Atau, sebagai warga negara lupa atas disain harmoni
sosial yang telah dibangun itu. Timbul pertanyaan : mengapa bangsa ini dicemooh oleh bangsa
lain? Mengapa pula ada sejumlah orang Indonesia yang tanpa canggung dan tanpa merasa risi
dengan mudah berkata, “Saya malu menjadi orang Indonesia” dan bukannya secara heroik
menantang dan mengatakan, “Saya siap untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ini”? Dan
masih banyak lagi pertanyaan serupa yang dapat diajukan terlebih dari sisi dunia pendidikan yang
bernuansa nasional. Perjalanan panjang selama enam puluh tiga tahun kemerdekaan Indonesia telah
memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara. Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional
sebagai wahana pemersatu bangsa cenderung belum terwujud. Malah akhir-akhir ini semangat yang
menjurus pada kesukubangsaan semakin bertambah besar sepertinya semangat mengutamakan
paham suku-bangsa lebih beradab dan maju ketimbang suku-bangsa yang lainnya cenderung
tumbuh. Padahal semangat kesukubangsaan yang lebih mengutamakan kebesaran suku-bangsanya
di tengah-tengah negara yang multikultur ini tentunya tidak sejalan dengan paham kebangsaan yang
1
dikembangkan sejak negara ini berdiri. Pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat
dengan itikad menjaga, melindungi, mempersatukan dan membangun bangsa untuk mampu meraih
kemajuan adab, setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia seolah-olah menjadi barang
usang yang sudah ditinggalkan. Manifesto kultural Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan tekad
untuk membentuk kohesi sosial dan integrasi sosial, serta menyiratkan landasan mutualisme
(kebersamaan, dalam perasaan maupun perilaku) dan kerjasama yang didasarkan atas kepentingan
bersama dan perasaan kebersamaan, itu pun semakin pudar. Padahal makna dari manifesto kultural
itu adalah ternanamnya perasaan saling memiliki dan menghargai sesama warganegara Indonesia,
meski dengan latar belakang etnik dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Dari uraian diatas maka penulis berasumsi untuk membuat makalah yang berjudul “Asi
Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era sekarang ini“.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Sejarah Peradaban Manusia Di Jawa , Sejarah Penciptaan Manusia Di Jawa , Faktor-faktor yang
menyebabkan manusia berperilaku beradab / biadab”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam
makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2. Makna dan Pentingnya Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
3. Prisip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
4. Pengamalan Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan
5. Landasan Hukum Persatuan dan Kesatuan Bangsa
6. Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua – Semboyan Negara Indonesia
7. Arti Penting Sumpah Pemuda ‘Sumpah Sakti’ Sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan
Bangsa
8. Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Serta Moraliras Modal Utama Kemajuan Bangsa Dan
Kokoh Serta Tegaknya NKRI
9. Cara Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini
adalah :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2. Untuk Mengetahui Makna dan Pentingnya Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
3. Untuk Mengetahui Prisip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
4. Untuk Mengetahui Pengamalan Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan
5. Untuk Mengetahui Landasan Hukum Persatuan dan Kesatuan Bangsa
6. Untuk Mengetahui Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua – Semboyan
Negara Indonesia
7. Untuk Mengetahui Arti Penting Sumpah Pemuda ‘Sumpah Sakti’ Sebagai Perekat
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
8. Untuk Mengetahui Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Serta Moraliras Modal Utama
Kemajuan Bangsa Dan Kokoh Serta Tegaknya NKRI
9. Untuk Mengetahui Cara Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2
BAB II
PEMBAHASAN
- Persatuan / Kesatuan:
Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah.
Persatuan/kesatuan mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi.”
- Indonesia :
Mengandung dua pengertian, yaitu pengertian Indonesia ditinjau dari segi geografis dan dari segi
bangsa.
Dari segi geografis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95° sampai 141° Bujur
Timur dan 6° Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan atau wilayah yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke.
Indonesia dalam arti luas adalah seluruh rakyat yang merasa senasib dan sepenanggungan yang
bermukim di dalam wilayah itu.
Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat.
Kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis
dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh
dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu
yang lama sekali.
Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong.
Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas
kemanusiaan dan kebudayaan. Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses
akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam,
Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan
dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia. Kemudian sifat-sifat lain terlihat dalam
setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan
dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa
Indonesia. Jadi makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat
kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya
Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling menonjol ialah sebagai
berikut:
1. Perasaan senasib.
2. Kebangkitan Nasional
3. Sumpah Pemuda
4. Proklamasi Kemerdekaan
Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji lebih
jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
Prinsip-prinsip itu adalah :
3
1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri
dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Salah satu misi utama kedatangan Islam di muka bumi ini adalah menyebarluaskan rasa
kasih sayang, kerukunan, kedamaian , persatuan dan kesatuan. Tak hanya antar-sesama manusia,
tetapi juga pada makhluk-makhluk Allah lainnya, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, air, bumi,
hutan, dan lain sebagainya. Karena itu sulit dipahami jika manusia yang satu dengan yang lainnya
tidak berusaha mewujudkan perdamaian. Misi perdamaian Islam juga tercermin dalam kata ‘Islam’
itu sendiri yang berarti selamat, sejahtera, aman, dan damai. Tetapi menyatakan Islam
berarti “salam” [damai] saja tak cukup. Setiap individu Muslim harus membuktikan tak hanya
dengan perkataan, tetapi lebih penting lagi dengan amal perbuatan, bahwa Islam dan kaum
Muslimin adalah cinta damai dan betul-betul mengorientasikan diri menuju ke “Dar al-
Salam” dengan cara damai pula. Menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar merupakan perintah
Islam; tetapi nahyi munkar harus dilakukan dengan cara-cara ma’ruf, yakni cara-cara yang baik,
damai, persuasif, hikmah, kebijaksanaan dan pengajaran yang baik; bukan dengan cara yang justru
mengandung kemungkaran, seperti pemaksaan, kekerasan, apalagi terorisme.
4
E. Lampiran Tabel
5
F. Lampiran Gambar
6
BAB III
PENUTUP
Segala sesuatu yang kita nikmati keberadaannya kita terima begitu saja tanpa
membayangkan betapa sulitnya meraih, antara lain bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,
kemerdekaan, dan pembangunan-pembangunan yang kita nikmati saat ini. Maka, tanggung jawab
generasi saat ini adalah bagaimana mempertahankan apa yang telah ada dan jauh lebih penting lagi
mengembangkannya. Untuk mengemban misi itu, kesatuan dan persatuan amat dibutuhkan
mengingat begitu banyaknya rintangan-rintangan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Masalah persatuan dan kesatuan bangsa bukan hanya diperlukan pada saat bangsa Indonesia
menghadapi kekuasaan asing saja, melainkan terus diperlukan hingga sekarang, agar kemerdekaan
bangsa dan negara yang berhasil dicapai oleh para pendahulu kita tidak digoyah dan hancur di
tangan kita. Persatuan dan kesatuan menjadi obat penenang keonaran dan kekicruhan kondisi
bangsa, sekaligus menjadi harga mati yang harus senantiasa dikedepankan dan dijaga dengan baik
Begitu juga dengan nilai moralitas sebagai pembatas dari perbuatan tidak waras.
Sumpah Pemuda mempunyai nilai-nilai strategis yang mendukung ke arah kesatuan dan
persatuan bangsa seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kalau sekarang nilai-nilai itu
sepertinya terabaikan dalam berbangsa, itu adalah kesalahan transformasi nilai. Maka, yang kita
butuhkan di masa depan adalah sejarah sebagai pembelajaran moral untuk kepentingan kebangsaan.
Masa lalu sebagai pengalaman adalah guru dan darinya kita dapat berefleksi dan memperoleh
banyak nilai yang terkandung di dalamnya.
“Persatuan dan kesatuan yang dibangun bangsa Indonesia bukanlah uniformasi, dan juga
bukan untuk meniadakan kemajemukan masyarakat. Karena itu, harus didasari bahwa persatuan
dan kesatuan nasional yang kita inginkan adalah persatuan dan kesatuan yang tetap menghargai
pluralisme dan sekaligus menghormati dan memelihara keberagaman yang dimiliki bangsa
Indonesia. Atau, dengan kata lain, kita tetap menginginkan adanya Bhinneka Tunggal Ika,” Dan
kemajemukan masyarakat bukanlah merupakan hambatan atau kendala bagi penguatan persatuan
dan kesatuan bangsa, bahkan kemajemukan merupakan potensi dan kekuatan yang amat kaya untuk
memajukan bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA