Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

CKD on HD dengan Diabetes Melitus Tipe II

Disusun Oleh :
Yesica
11.2016.297

Dokter Pembimbing :
dr. Ganda Tampubolon, Sp.P

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
RSUD TARAKAN JAKARTA
Periode 15 Januari 2018 – 24 Maret 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa : Yesica Tanda Tangan

NIM : 11-2016-297 ........................

Dr. Pembimbing : dr. Ganda E M Tampubolon, Sp.P ........................

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 13 April 1959
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang bangunan
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Raya Joglo RT005/008, Kembangan. Jakarta Barat
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 10 Januari 2018, 13:00 WIB

2
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis & alloanamnesis dengan anak pasien
Tanggal : 17 Januari 2018, Jam 13:30 WIB.

Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSUD Tarakan melalui instalasi gawat darurat dengan keluhan
sesak napas yang memberat. Sesak napas sudah dialami kurang lebih selama 1 bulan. Sesak
dirasakan tertama saat beraktivitas, dan berkurang jika duduk atau beristirahat. Selama ini
pasien tidur dengan diganjal 1 bantal. Pasien juga mengeluh sesak jika banyak berjalan.
Pasien mengatakan keluhannya diawali dengan batuk-batuk sekitar 1 minggu sebelum
muncul sesak. Pasien tidak berobat karena menurutnya batuk akan sembuh dengan
sendirinya. Batuk berdahak disertai dengan keringat malam. Pasien juga mengalami batuk
berdahak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan tidak mual dan tidak muntah, namun nafsu makannya dirasakan menurun. Pasien
juga tidak mengeluh sakit perut dan nyeri dada. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien mengatakan sudah pernah mengalami hal seperti ini dan sempat berobat di
RSUD Kembangan. Pasien sempat dirawat selama 1 minggu dengan keluhan batuk-batuk,
namum tidak ada perbaikan. Sehingga keluarga pasien meminta rujukan ke RSUD Tarakan.
Di keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama, baik pada istri dan
anaknya. Pasien tidak tahu pasti apakah ada tetangga di sekitar rumahnya yang memiliki
kondisi yang sama ataupun sedang dalam pengobatan TB paru. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit bawaan lainnya. Pasien menyangkal
riwayat alergi pada makanan ataupun obat-obatan. Pasien dulunya adalah perokok berat.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Batu Empedu (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Hernia
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik

3
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) HIV (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Operasi Prostat (-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Keadaan Penyebab
Kelamin Kesehatan Meninggal
Kakek Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Usia tua
Nenek Tidak diketahui Perempuan Meninggal Usia tua
Ayah - Laki-laki - -
Ibu - Perempuan - -

Istri - Perempuan Sehat -

Anak Laki-laki dan


Sehat -
(7 anak) perempuan

Adakah Kerabat yang Menderita:


Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi 
Asma 
Tuberkulosis 
Arthritis 
Hipertensi 
Jantung 
Ginjal 

4
Lambung 

I. ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Harap diisi: bila ya (+), bila tidak (-)

Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (+) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Anemis (-) Sekret
(-) Gangguan penglihatan (-) Ikterus (-) Radang
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma (-) Nyeri (-) Sekret
(-) Epistaksis (-) Penyumbatan (-) gangguan penciuman
Mulut
(-) Bibir (-) Gusi (-) Selaput
(-) Lidah (-) pengecapan (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Dada (Jantung/ Paru-paru)


(-) Nyeri dada (-) Berdebar (-) Ortopnoe
(+) Sesak napas (+) Batuk darah (+) Batuk

5
Abdomen (Lambung/ Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir (-) Mual
(-) Mencret (-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja dempul (-) Sukar menelan
(-) Nyeri perut kolik (-) benjolan (-) Perut membesar
Saluran kemih/ alat kelamin
(-) Kencing nanah (-) Disuria (-) Stranguri
(-) Kolik (-) Poliuri (-) Oliguri
(-) Polakisuria (-) Anuria (-) Hematuria
(-) Retensi urin (-) Ngompol (-) Kencing batu
(-) Kencing menetes (-) Penyakit prostat

Katamenia
(-) Leukore (-) Perdarahan (-) lain-lain

Ekstremitas
(-) Nyeri pinggang sampai ke paha (-) Bengkak
(-) Sianosis (-) Deformitas

Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 165 cm

III. PEMERIKSAAN JASMANI


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 45 kg
IMT : 16,52 (underweight)
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36,0 oC
Pernafasaan : 22 x/menit
Saturasi Oksigen : 99 %

6
Kulit : Turgor kulit sedikit melambat
Keadaan gizi : Kurang
Sianosis : -
Udema umum : -

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku, alam perasaan dan proses pikir : wajar

Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : -
Jaringan Parut :- Pigmentasi : Ada
Pertumbuhan rambut : Merata Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat Pembuluh darah :Tidak tampak pelebaran
Keringat : Umum
Turgor : Melambat
Ikterus :-
Lapisan Lemak : Merata
Oedem :-

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak membesar Leher : Tidak membesar
Supraklavikula : Tidak membesar Ketiak : Tidak membesar
Lipat paha : Tidak membesar

Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi wajah : Wajar
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam merata, tidak mudah dicabut, berminyak.

Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada

7
Kelopak : Tidak ada edema
Lensa : Jernih
Pupil : Bulat 3 mm kiri & kanan, isokor
Konjungtiva : Anemis -/-
Visus : Dalam batas normal
Sklera : Tidak ikterik
Telinga
Tuli : Tidak ada
Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Normal, kering, pucat Tonsil : T1 –T1 tenang
Langit-langit : Normal Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Tidak Lengkap Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak ada hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak tampak kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 - 2 cm H2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Dada
Bentuk : Tidak simetris kanan kiri, cembung sebelah kiri sela iga tidak
melebar
Pembuluh darah : Spider nevi (-), pembuluh darah kolateral (-), caput medusae (-).
Buah dada : Warnanya normal, simetris

8
Paru – Paru Depan Belakang
Inspeksi
Kanan Simetris, pada pernapasan statis dan -
Kiri dinamis -
Palpasi
Kanan Vokal fremitus normal -
Kiri Vokal fremitus menurun -
Perkusi
Kanan Sonor diseluruh lapang paru kanan -
Kiri Redup diseluruh lapang paru kiri -
Auskultasi
Kanan SN vesikuler normal, Wheezing (-), -
Ronchi basah halus (-)
Kiri SN vesikuler melemah, Wheezing (-),
-
Ronchi (+)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V, 2 cm medial dari garis midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : sulit dinilai
Batas kiri : sulit dinilai
Batas atas : sulit dinilai
Batas pinggang jantung : sulit dinilai
Batas Bawah jantung : sulit dinilai
Auskultasi : BJ I- II reguler, Murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi

9
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Abdomen
Inspeksi : Datar, pembuluh darah kolateral (-), caput medusa (-), spider
nevi (-)
Palpasi
Dinding perut : nyeri tekan (+)
Hati : normal, tidak teraba membesar
Limpa : normal, tidak teraba membesar
Ginjal : Balotemen (-/-), CVA (-/-)

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)


Auskultasi : Bising Usus +

Colok dubur : Tidak dilakukan

Anggota Gerak
- Kekuatan motorik 5555 / 5555
5555 / 5555
- Kedua kaki teraba hangat

Refleks
Refleks tendon Kanan Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patela ++ ++
Achiles ++ ++
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis - -

10
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Jenis 10/01/2018
13:01 WIB
Darah Rutin
Hemoglobin 11,7
Hematokrit 33,6
Eritrosit 4,02
Leukosit 9,762
Trombosit 392,500
Gula darah
Glukosa darah sewaktu 110
Kimia klinik
Natrium 127
Kalium 3,6
Clorida 92
Fungsi ginjal
Ureum / kreatinin 13 / 0,42
Fungsi liver
SGOT 30
SGPT 40
Analisa gas darah
pH 7,492
PCO2 37,1
PO2 73,4
SO2 95,6
HCO3 28,7
BE 5,2

11
Rontgen Thoraks PA (10-01-2018)

Rontgen Thoraks PA (16-01-2018)

12
V. RINGKASAN
Pasien datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan sesak napas kurang lebih selama 1
bulan, dan memberat. Sesak dirasakan tertama saat beraktivitas, dan berkurang jika duduk
atau beristirahat. Selama ini pasien tidur dengan diganjal 1 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak jika banyak berjalan. Keluhannya diawali dengan batuk-batuk sekitar 1 minggu
sebelum muncul sesak. Batuk berdahak disertai dengan keringat malam. Pasien juga
mengalami batuk berdahak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam disangkal
oleh pasien. Mual (-), muntah (-), sakit perut (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun. BAK
dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien mengatakan sudah pernah mengalami hal seperti ini dan sempat berobat di
RSUD Kembangan. Pasien sempat dirawat selama 1 minggu dengan keluhan batuk-batuk,
namum tidak ada perbaikan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, dan penyakit bawaan lainnya. Pasien menyangkal riwayat alergi pada makanan
ataupun obat-obatan.
Pemeriksaan status generalis keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, TD 110/60 mmHg, HR 86x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36oC, Sa02 99%, konjungtiva
tampak tidak anemis kanan & kiri, pemeriksaan fisik paru didapatkan bentuk dada simetris
dada kiri saat pernapasan statis dan dinamis, sela iga tidak melebar, vokal fremitus dada kiri
melemah, perkusi dada kiri redup diseluruh lapang paru kiri, SN vesikuler melemah, ronchi
basah halus (+) pada paru kiri.
Pemeriksaan laboratorium : Hb 11,7 g/dL, HT 33,6% eritrosit: 4,02 juta/Ul, leukosit:
9,762/mm3, trombosit: 392,500, Na 127, K 3,6, Cl 92, GDS 110 g/Dl, SGOT/SGPT: 30/40
Ureum 13, kreatinin 0,42 mg/dl, pH: 7,492, PCO2/PO2/SO2/HCO3: 37,1/73,4/95,6/28,7, BE:
5,2. Rontgen Thoraks AP, kesan pulmo gambaran efusi pleura kiri masif.

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Diagnosis Kerja
 Efusi pleura sinistra et causa Tuberculosis Paru
2. Diagnosis Banding
 Pneumonia

Pemeriksaan yang dianjurkan


- Pemeriksaan BTA 3x

13
VII. RENCANA PENGELOLAAN
- Terapi oksigen 4 liter/menit (nasal cannul)
- Ambroxol 30mg 3x1
- Curcuma 2x1
- Rifampicin 1x450 mg po, INH 1x300 mg po, Pirazinamid 1x1000 mg po,
Etambutol 1x1000 mg po
- Ceftriaxone 1x2 gr IV
- Lesichol 300mg 2x1
- WSD (Water Sealed Drainage) + Pemasangan selang intra pleural

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan abnormal di ruang pleura akibat produksi
cairan yang berlebih atau penurunan penyerapan cairan atau campuran dari keduanya. Hal ini
merupakan manifestasi yang paling sering dari penyakit pleura, dengan penyebab yang
bervariasi mulai dari gangguan kardiopulmonal sampai dengan penyakit radang atau suatu
keganasan yang membutuhkan evaluasi dan pengobatan segera. Sekitar 1,5 juta efusi pleura
didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahun.
Ruang pleura dibatasi oleh pleura parietalis dan viseralis. Pleura parietalis melapisi
permukaan dalam dari rongga toraks, termasuk mediastinum, diafragma, dan tulang rusuk.
Pleura visceralis melapisi semua permukaan luar paru-paru, termasuk fisura interlobaris.
Ruang pleura kanan dan kiri dipisahkan oleh mediastinum. Kedua lapisan ini bersatu di
daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri, dan
vena bronkialis, serabut saraf, dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini

14
terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler, dan pembuluh getah
bening.
Ruang pleura memiliki peran penting dalam respirasi dengan menggabungkan
gerakan dinding dada dan paru-paru dengan 2 mekanisme utama. Pertama, ruang hampa
relatif di dalam ruang pleura membuat pleura viseralis dan parietalis saling berdekatan.
Kedua, adanya volume kecil cairan di ruang pleura, kurang lebih 0,13 Ml/kgBB dalam
keadaan normal, berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan pergerakan permukaan
pleura satu sama lain selama pernapasan. Adanya cairan ini dipertahankan melalui
keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik serta drainase limfatik, sehingga adanya
ketidakseimbangan dapat menyebabkan masalah.

Efusi Pleura
Ruang pleura normal terisi sekitar 10 mL cairan, menunjukkan adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di pembuluh darah pleura viseralis
dan parietalis serta drainase limfatik yang luas. Efusi pleura dapat terjadi akibat

terganggunya keseimbangan tersebut.1-3


Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan onkotik
plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke
dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.1-3
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empyema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.1-3
Efusi pleura merupakan indikator proses penyakit yang mendasarinya, dapat
berasal dari paru ataupun dari luar paru dan dapat bersifat akut maupun kronis. Meskipun
etiologi efusi pleura sangat luas, kebanyakan efusi pleura disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, pneumonia, tuberkulosis, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme berikut
berperan dalam pembentukan efusi pleura:1-3
Penurunan tekanan onkotik intravaskular (hipoalbuminemia akibat sindrom
nefrotik atau sirosis) Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskular (trauma,
keganasan, radang, infeksi, infark paru, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)

15
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan atau paru
(Gagal jantung kongestif, sindroma vena kava superior). Penurunan tekanan di ruang
pleura, karena ketidakmampuan paru-paru untuk sepenuhnya berkembang selama
inspirasi, dikenal sebagai "trapped lung" (misalnya, atelektasis luas karena obstruksi
bronkus atau fibrosis). Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan, termasuk
penyumbatan atau rupture duktus thoracicus (misalnya keganasan, trauma)
Secara umum efusi pleura diklasifikasikan menjadi transudat atau eksudat,
berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan karakteristik dari cairan pleura.
Transudat disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dan
hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari adanya inflamasi pada pleura atau
penurunan dari drainase limfatik. Dalam beberapa kasus, cairan pleura dapat merupakan
kombinasi karakteristik dari transudat dan eksudat.1-3

Transudat

Transudat diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan tekanan onkotik dan


hidrostatik. Transudat biasanya merupakan ultrafiltrates dari plasma di pleura karena
adanya ketidakseimbangan pada tekanan hidrostatik dan onkotik di rongga thoraks. Selain
itu, dapat juga disebabkan oleh adanya pergerakan cairan dari ruang peritoneal atau
kesalahan iatrogenik berupa kesalahan masuknya kateter vena sentral atau pemasangan
NGT ke dalam rongga pleura.

Transudat disebabkan oleh beberapa etiologi:1-3

Gagal jantung
kongestif Sirosis
hepatis
Atelektasis
Hipoalbumine
mia Sindrom
nefrotik
Dialisis
peritoneal
Myxedema
Eksudat

16
Eksudat adalah hasil dari inflamasi pleura atau penurunan drainase limfatik.
Eksudat diproduksi dari berbagai kondisi inflamasi dan seringkali memerlukan evaluasi
dan pengobatan yang lebih intensif daripada transudat. Eksudat timbul dari peradangan
pada pleura atau paru-paru, gangguan drainase limfatik pada ruang pleura, gerakan
transdiaphragmatik cairan inflamasi dari ruang peritoneal, permeabilitas permukaan
membran pleura yang berubah, dan peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau
gangguan vaskular. Membran pleura juga terlibat dalam patogenesis dari pembentukan
cairan.1-3

Penyebab eksudat yang lebih umum adalah sebagai berikut:1-3

Pneumonia (parapneumonic pleural effusion)


Keganasan (paling sering adalah kanker paru-paru atau payudara, limfoma,
dan leukemia. Dapat juga terjadi pada karsinoma ovarium, kanker
lambung, sarkoma, melanoma)
Emboli paru
Kelainan kolagen-vaskular (rheumatoid arthritis,
SLE) Tuberkulosis (TB)
Pankrea
titis
Trauma
Sarkoidos
is Infeksi
jamur
Sindrom Meigs (neoplasma pelvis jinak dengan asites dan efusi
pleura) Asbestosis

Trapped Lung (jaringan parut lokal pada pleura disertai adanya


pembentukan kulit fibrous yang mencegah ekspansi sempurna dari paru-
paru, kadang-kadang menyebabkan efusi pleura)

Anamnesis

Riwayat medis harus diperolah secara jelas pada pasien dengan efusi pleural, untuk
membantu dalam menentukan etiologi. Harus juga ditanyakan tentang riwayat keganasan

17
karena efusi pleura dapat berkembang bertahun-tahun setelah diagnosis awal ditegakkan.
Riwayat pekerjaan juga penting, seperti risiko terpaparnya asbes, yang dapat berujung
pada timbulnya mesothelioma atau efusi pleura asbestosis.2,4
Manifestasi klinis efusi pleura bervariasi dan sering dikaitkan dengan proses
penyakit yang mendasarinya. Gejala yang paling sering dikaitkan adalah sesak yang
progresif, batuk, dan nyeri dada pleuritik2,4

Dispneu

Dispneu adalah gejala yang paling umum berkaitan dengan efusi pleura dan
disebabkan oleh adanya distorsi dari diafragma dan dinding dada selama respirasi
dibandingkan akibat hipoksemia. Drainase dari cairan pleura dapat mengurangi sesak
meskipun pertukaran gas yang terjadi masih terbatas. Drainase cairan pleura juga
memungkinkan penyakit yang mendasari lebih mudah terlihat pada rontgen dada.2,4

Batuk
Batuk pada pasien dengan efusi pleura biasanya ringan dan tidak produktif. Batuk
yang lebih parah atau disertai dengan adanya produksi sputum purulen atau berdarah
menunjukkan adanya pneumonia atau lesi endobronkial lain yang mendasarinya.2,4

Sakit dada
Adanya nyeri dada, yang diakibatkan oleh iritasi dari pleura, menimbulkan
kemungkinan adanya etiologi eksudatif, seperti infeksi pleura, mesothelioma, atau infark
paru.2,4
Nyeri dapat ringan ataupun berat. Nyeri yang dirasakan biasanya tajam atau seperti
tertusuk dan dieksaserbasi dengan inspirasi yang dalam. Nyeri dapat terlokalisir di dinding
dada atau menjalar ke bahu ipsilateral atau perut bagian atas karena iritasi diafragma.
Nyeri dapat berkurang akibar efusi pleura yang bertambah parah dan banyak sehingga

permukaan pleura yang meradang tidak lagi bersentuhan satu sama lain.2,4

Gejala Tambahan

18
Gejala lain yang berhubungan dengan efusi pleura berhubungan dengan penyakit
yang mendasarinya. Edema pada ekstremitas bawah, ortopneu, dan paroxysmal nocturnal
dyspnea dapat timbul akibat penyakit gagal jantung kongestif yang mendasarinya.2,4
Keringat malam, demam, hemoptisis, dan penurunan berat badan dapat mengarah
ke tuberkulosis. Hemoptisis juga meningkatkan kemungkinan adanya keganasan, kelainan
endobronkial lainnya, atau infark paru. Demam yang akut, produksi dahak purulen, dan
nyeri dada pleuritik mungkin terjadi pada pasien dengan efusi yang berhubungan dengan
pneumonia.2,4

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada efusi pleura bervariasi dan bergantung pada volume dari
efusi. Bila efusi kurang dari 300 mL, tidak akan ada pemeriksaan fisik yang bermakna.
Pada efusi yang lebih besar dari 300 mL, dapat ditemukan:2,4
Perkusi redup, taktil fremitus yang menurun, dan pengembangan dada yang
asimetris, dengan pengembangan dada yang terhambat pada sisi yang sakit. Perpindahan
mediastinum ke kontralateral. Hal ini dapat terlihat pada volume efusi yang lebih dari 1000
mL. Suara nafas yang berkurang atau menghilang. Egophony (Perubahan suara “e”
menjadi “a”), Pleural Friction Rub.
Pemeriksaan fisik lainnya, yang dapat menunjukkan etiologi dari efusi pleura:
Edema perifer, peningkatan JVP, dan bunyi jantung S3 gallop
menunjukkan adanya gagal jantung kongestif.
Edema juga dapat merupakan manifestasi dari sindrom nefrotik
Perubahan warna kulit dan asites menunjukkan adanya gangguan hati
Limfadenopati atau adanya massa yang teraba menunjukkan kemungkinan
keganasan

Pemeriksaan penunjang

Thoracentesis harus dilakukan untuk efusi pleura yang baru dengan etiologi yang
masih belom jelas. Uji laboratorium dilakukan untuk membantu membedakan cairan
pleura berupa transudat ataupun eksudat. Beberapa jenis efusi pleura eksudatif mungkin
dapat dicurigai hanya dengan mengamati karakteristik makroskopik dari cairan yang
diperoleh selama thoracentesis.2,4. Cairan purulen menunjukkan empyema. Bau yang

busuk menunjukkan empiema anaerobic. Cairan susu menunjukkan chylothorax, paling

19
sering terjadi akibat obstruksi limfatik akibat keganasan atau cedera duktus thoracicus oleh
trauma atau prosedur pembedahan. Cairan berdarah dapat disebabkan oleh trauma,
keganasan, sindrom postpericardiotomy, atau efusi akibat asbestosis. Tingkat hematokrit
cairan pleura lebih dari 50% dari tingkat hematokrit perifer mendefinisikan hemothorax,
yang seringkali memerlukan torakostomi tabung. Cairan pleura hitam menunjukkan
sejumlah penyakit, termasuk infeksi oleh Aspergillus niger atau Rizopus oryzae,
melanoma, kanker paru-paru, atau pseudokista pankreas yang pecah.

Cairan pleura normal

Cairan pleura normal memiliki karakteristik sebagai berikut:2,4

Cairan ultrafiltrate plasma jernih yang berasal dari pleura parietalis


PH 7,60-7,64
Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)
Kurang dari 1000 sel darah putih (leukosit)/mm3
Kandungan glukosa yang mirip dengan plasma
Laktat dehidrogenase (LDH) kurang dari 50% LDH plasma

Membedakan Transudat Dari Eksudat

Hal penting dalam menegakkan diagnosis dimulai dari membedakan cairan


pleura transudate dari eksudate. Meskipun sejumlah tes kimia telah diajukan untuk
membedakan transudat cairan pleura dari eksudat, tes yang pertama kali diusulkan
oleh Light dkk telah menjadi kriteria standar.2-4

Cairan pleura dianggap eksudat jika ada yang ditemukan:2-4

Rasio protein cairan pleura terhadap protein serum lebih besar dari
0,5 Rasio LDH cairan pleura terhadap LDH serum lebih besar dari
0,6
Cairan pleura LDH lebih besar dari dua pertiga dari batas atas nilai serum
normal
Cairan pleura dianggap transudat jika semua hal di atas tidak ada.

Cairan pleura abnormal

20
Tingkat LDH cairan pleura lebih besar dari 1000 IU/L menunjukkan
kemungkinan empiema, efusi ganas, efusi rheumatoid, atau paragonimiasis
pleural. Tingkat cairan pleura LDH juga meningkat pada efusi dari pneumonia
akibat Pneumocystis jiroveci.2-4

pH cairan pleura dan glukosa cairan pleura juga harus diukur selama
thoracentesis untuk menegakkan diagnosis.2-4

Konsentrasi glukosa pleura yang rendah (30-50 mg/dL) menunjukkan


adanya efusi ganas, efusi pleura tuberkulosis, ruptur esofagus, atau efusi pleura
lupus. Konsentrasi glukosa pleura yang sangat rendah (yaitu <30 mg/dL)
cenderung memberikan diagnosis efusi pleura rheumatoid atau empiema.2-4

PH cairan pleura sangat berhubungan dengan kadar glukosa cairan pleura. PH


cairan pleura kurang dari 7,30 dengan tingkat pH darah arteri normal disebabkan oleh
diagnosis yang sama seperti glukosa cairan pleura yang rendah. Namun, untuk efusi
parapneumonik, tingkat pH cairan pleura yang rendah lebih menunjukkan efusi berat
yang memerlukan drainase daripada tingkat glukosa cairan pleura yang rendah.
Dalam kasus tersebut, pH cairan pleura kurang dari 7,1-7,2 mengindikasikan
kebutuhan akan drainase efusi yang harus dilakukan sesegera mungkin, sedangkan pH
cairan pleura lebih dari 7,3 menunjukkan bahwa efusi dapat dikelola cukup dengan

antibiotik sistemik.2-4

Pada efusi akibat keganasan, pH cairan pleura kurang dari 7,3


berhubungan dengan keterlibatan pleura yang lebih luas, hasil sitologi yang lebih
buruk, penurunan keberhasilan pleurodesis, dan waktu hidup yang lebih singkat.2-
4

Pemeriksaan Hitung Jenis Cairan Pleura

Limfositosis cairan pleura, dengan nilai limfosit lebih besar dari 85% dari
total sel, menunjukkan TB, limfoma, sarkoidosis, pleuritic rheumatoid, dan
chylothorax. Nilai limfosit pleura 50-70% menunjukkan keganasan.2-4

Eosinofilia pada cairan pleura (pleural fluid eosinophilia/PFE), dengan


nilai eosinofil lebih besar dari 10% dari total sel, terlihat pada sekitar 10% efusi
pleura dan tidak berhubungan dengan eosinofilia darah tepi. PFE paling sering

21
disebabkan oleh adanya udara atau darah di ruang pleura. Darah di ruang pleura
yang menyebabkan PFE mungkin disebabkan oleh adanya emboli paru dengan
infark atau efusi pleura asbestosis. PFE dapat dikaitkan dengan penyakit lainnya,
termasuk penyakit parasit (terutama paragonimiasis), infeksi jamur
(coccidioidomycosis, cryptococcosis, histoplasmosis). Kehadiran PFE tidak
menyingkirkan kemungkinan efusi keganasan, terutama pada populasi pasien

dengan prevalensi keganasan yang tinggi.2-4

Sel mesothelial ditemukan pada sebagian besar efusi, dimana nilai lebih
dari 5% dari total sel memperkecil kemungkinan efusi pleura akibat TB.
Peningkatan jumlah sel mesothelial, terutama pada hemotoraks atau eosinofilik,
menunjukkan emboli paru sebagai penyebab dari efusi.2-4

Kultur dan Sitologi Cairan Pleural

Kultur dari cairan pleura yang terinfeksi positif pada kira-kira 60% kasus
dan lebih jarang lagi pada organisme anaerobik. Untuk patogen yang anaerob,
dapat ditingkatkan dengan membiakkan cairan pleura secara langsung ke dalam
botol kultur darah.2-4

Keganasan dicurigai pada pasien dengan kanker yang sudah diketahui atau
dengan limfositik, efusi eksudatif, atau cairan pleura darah. Keterlibatan tumor
pada efusi pleura didiagnosis paling baik dengan melakukan sitologi cairan
pleura.2-4

Sampel heparinized (1 mL 1:1000 heparin per 50 mL cairan pleura) harus


dilakukan analisis jika cairan pleura merupakan darah dan harus didinginkan jika
sampel tidak diproses dalam waktu satu jam.2-4

Penanda tumor, seperti carcinoembryonic antigen (CEA), Leu-1, dan


mucin, menunjukkan efusi keganasan (terutama adenokarsinoma) bila nilai
didapatkan sangat tinggi. Namun, karena sensitivitas rendah, nilai menjadi tidak
bermakna apabila didapatkan hasil yang normal atau sedikit meningkat.2-4

Radiografi Dada

Adanya cairan lebih dari 175 mL biasanya tampak sebagai sudut


costophrenikus yang tumpul pada rontgen thoraks posisi PA. Adanya efusi akan

22
tampak sebagai garis meniscus sign yang menunjukkan ketinggian efusi dimana
bagian lateral akan lebih tinggi dibanding bagian medial. Selain itu efusi akan
mendorong mediastinum dan trakea ke sisi yang sehat. Peleberan sela iga juga
dapat ditemukan. Pada rontgen thoraks posisi supine, yang biasanya digunakan
dalam perawatan intensif, efusi pleura sedang sampai besar dapat tampak sebagai

kesuraman homogen yang tersebar di lapang paru-paru yang lebih rendah.5,6

Foto lateral decubitus lebih baik dalam mendeteksi efusi pleura yang lebih
sedikit. Lapisan efusi pada foto lateral decubitus akan menunjukkan cairan yang
mengalir bebas, dan jika cairan setebal 1 cm, menunjukkan efusi lebih besar dari
200 mL yang dapat dilanjutkan dengan thoracentesis.5,6

Diagnostik Thoracentesis

Suatu thoracentesis diagnostik harus dilakukan jika etiologi efusi tidak jelas
atau jika dugaan penyebab efusi tidak merespons terapi seperti yang diharapkan. Efusi
pleura tidak memerlukan thoracentesis jika terlalu sedikit untuk dilakukan aspirasi. 5,6
Kontraindikasi relatif terhadap thoracentesis diagnostik adalah cairan
pleura yang terlalu sedikit (ketebalan <1 cm pada foto lateral dekubitus),
antikoagulasi sistemik, ventilasi mekanik, dan penyakit kulit di tempat yang akan
ditusuk.5,6
Komplikasi dari thoracentesis diagnostic meliputi nyeri pada tempat
tusukan, perdarahan kulit atau internal akibat laserasi arteri interkostalis atau
tusukan pada limpa/hati, pneumotoraks, empiema, edema pulmonal, dan efek
samping akibat anestesi yang digunakan pada prosedur tersebut. Penggunaan
jarum yang lebih besar dari 20G meningkatkan risiko pneumotoraks yang dapat
mempersulit tindakan thoracentesis. Selain itu, penyakit paru obstruktif kronik

atau fibrotik dapat meningkatkan risiko pneumotoraks.5,6

Biopsi
Biopsi pleura harus dipertimbangkan, terutama jika curiga adanya
keganasan. Pemeriksaan thoracoscopy medis pada pasien dengan anestesi lokal
dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat secara langsung dan
mengambil spesimen biopsi dari pleura parietalis pada kasus efusi eksudatif yang
tidak terdiagnosis.5,6

23
Efusi Pleura Tuberkulosis
Efusi pleura tuberkulosis terjadi terutama pada pasien dengan riwayat kontak TB
atau temuan PPD positif, dengan efusi eksudatif limfositik dan terutama jika sel
mesothelial kurang dari 5% pada hitung jenis.5-7

Karena kebanyakan efusi pleura tuberkulosis mungkin diakibatkan oleh reaksi


hipersensitivitas terhadap Mycobacterium daripada invasi mikrobial pleura, pewarnaan
basil tahan asam pleura jarang memberikan hasil positif (<10% kasus). Kultur cairan
pleura dengan hasil positif Mycobacterium tuberculosis kurang dari 65% kasus.
Sebaliknya, kombinasi histologi dan kultur jaringan pleura yang diperoleh dengan biopsi
pleura meningkatkan hasil diagnostik TB sampai 90%.5-7

Aktivitas adenosin deaminase (ADA) lebih besar dari 43 U/mL pada cairan pleura
mendukung diagnosis efusi pleura TB. Tes ini hanya memiliki sensitivitas 78%. Oleh
karena itu, nilai ADA pleura kurang dari 43-50 U/mL tidak menyingkirkan kemungkinan
diagnosis pleuritis TB.5-7 Konsentrasi gamma interferon pada cairan pleura yang lebih
besar dari 140 pg/mL juga mendukung diagnosis efusi pleura TB. Namun tes ini jarang
dilakukan secara rutin.5-7

Tatalaksana

Efusi transudatif dikelola dengan mengobati etiologi yang mendasarinya. Terlepas


dari efusi pleura transudatif atau eksudatif, efusi yang besar, refrakter dan menyebabkan
gejala pernafasan berat dapat diambil cairannya untuk menghilangkan sesak yang
terjadi.5,6
Pengelolaan efusi eksudatif bergantung pada etiologi yang mendasari efusi.
Pneumonia, keganasan, dan TB merupakan penyebab eksudatif yang paling sering, dan
sisanya biasanya dianggap idiopatik. Efusi parapneumonic dan empiemas biasanya harus
diambil cairannya untuk mencegah terjadinya fibrosis pada pleura. Efusi keganasan
biasanya diambil cairannya untuk meredakan gejala dan mungkin memerlukan pleurodesis
untuk mencegah kekambuhan.5,6
Obat-obatan hanya menyebabkan sebagian kecil dari efusi pleura dan berhubungan
dengan efusi pleura eksudatif. Namun, mengetahui penyebab awal dari efusi pleura

24
menghindari perlunya dilakukan prosedur diagnostik tambahan dan mengarah pada terapi
definitif, yaitu menghentikan obat penyebab. Obat yang dapat menyebabkan efusi
misalnya, procainamide, hydralazine, quinidine, nitrofurantoin, dantrolene, methysergide,
procarbazine, dan methotrexate.5,6

Efusi parapneumonik
Dari penyebab umum dari efusi pleura eksudatif, efusi parapneumonik
merupakan yang tersering. Bahkan dengan terapi antibiotik, efusi pleura yang
terinfeksi dapat terkoagulasi dengan cepat dan membentuk kulit fibrosis yang
memerlukan bedah dekortikasi. Ini lebih sering terjadi pada pneumonia anaerobik
daripada pada community-acquired pneumonia.5,6
Indikasi untuk drainase segera efusi parapneumonik adalah (1) cairan yang
purulen, (2) pH cairan pleura kurang dari 7,0-7,1, (3) efusi yang terlokalisir, dan
(4) bakteri pada pewarnaan Gram atau kultur.5,6
Pasien dengan efusi parapneumonic yang tidak memenuhi kriteria drainase
segera harus membaik secara klinis dalam waktu satu minggu dengan perawatan
antibiotik yang tepat. Menilai ulang pasien dengan efusi parapneumonik yang
tidak membaik atau memburuk secara klinis, menggunakan CT scan thoraks
dan/atau ultrasonografi untuk mengevaluasi ruang pleura, dan mengarahkan
drainase, jika diperlukan.5,6

Efusi pleura ganas


Efusi pleura keganasan biasanya menunjukkan suatu penyakit yang tidak
bisa disembuhkan dengan morbiditas yang cukup tinggi dan kelangsungan hidup
kurang dari satu tahun. Pada beberapa pasien, drainase efusi ganas yang besar
mengurangi sesak akibat distorsi dari diafragma dan dinding dada yang dihasilkan
oleh efusi. Efusi tersebut cenderung berulang pada 90% pasien, memerlukan
thoracentesis berulang, pleurodesis, atau indwelling tunneled catheters. Sistem
drainase menggunakan tunneled catheters memungkinkan pasien mengambil
cairan dengan mandiri sesuai kebutuhan di rumah.5,6
Untuk pasien dengan trapped lung akibat efusi pleura keganasan sistem
drainase tunneled catheters adalah pengobatan pilihan dan memberikan kesembuhan
dari gejala yang ada. Pada pasien tanpa trapped lung, pleurodesis (juga dikenal

25
sebagai sklerosis pleura) adalah pilihan lain untuk mencegah terjadinya efusi pleura

rekuren.5,6

Efusi Pleura tuberkulosis


Efusi pleura tuberkulosis biasanya sembuh dengan sendirinya. Namun,
karena 65% pasien dengan efusi pleura primer dapat kembali muncul dalam waktu
lima tahun, pengobatan anti-TB empiris biasanya dimulai sambil menunggu hasil
kultur bila ada kecurigaan klinis, seperti efusi eksudatif atau limfositik yang tidak
dapat dijelaskan pada pasien dengan PPD positif.5-7
Efusi chylous

Efusi chylous biasanya ditangani dengan diet dan pembedahan. Namun,


penelitian menunjukkan bahwa analog somatostatin juga dapat membantu
mengurangi masuknya cairan kilus ke dalam ruang pleura.5,6
Pembedahan

Intervensi bedah biasanya diperlukan untuk efusi parapneumonik yang tidak dapat
didrainase secara adekuat dengan jarum atau kateter. Pembedahan diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi sklerosis pleura pada efusi eksudatif.5,6
Pleurodesis dengan memasukkan talc langsung ke permukaan pleura menggunakan
thoracoscopy adalah alternatif selain menggunakan talc slurries.5,6
Dekortikasi biasanya diperlukan untuk paru-paru yang terperangkap/trapped lung
untuk menghilangkan kulit pleura yang tebal dan inelastis yang menghambat ventilasi dan
menghasilkan sesak yang progresif atau refrakter.5,6
Shunt pleuroperitoneal adalah pilihan pengobatan lain untuk efusi pleura yang
rekuren, paling sering dalam kondisi keganasan, namun juga dapat digunakan pada
pengelolaan efusi chylous. Namun, shunt cenderung tidak berfungsi seiring berjalannya
waktu, memerlukan revisi bedah dan tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.5,6

Terapi Thoracentesis
Thoracentesis terapeutik digunakan untuk drainase sejumlah besar cairan pleura
untuk mengurangi sesak dan untuk mencegah inflamasi dan fibrosis pada efusi

26
parapneumonik. Terdapat tiga pertimbangan tambahan saat melakukan thoracentesis
terapeutik.5,6
Pertama, untuk menghindari terjadinya pneumotoraks selama pengangkatan cairan
dalam jumlah banyak, sebaiknya cairan didrainase selama thoracentesis terapeutik dengan
kateter, dan bukan dengan jarum, untuk dimasukkan ke dalam ruang pleura.5,6
Kedua, pemantauan oksigenasi secara ketat selama dan setelah thoracentesis
berlangsung karena tekanan oksigen arteri dapat memburuk setelah drainase cairan pleura
akibat pergeseran perfusi dan ventilasi pada paru yang sedang berkembang. Pertimbangkan
penggunaan oksigen tambahan empiris selama prosedur.5,6
Ketiga, keluarkan cairan pleura dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk
menghindari edema paru dan menghindari pneumotoraks. Pengambilan cairan 400-500 mL
cairan pleura seringkali cukup untuk mengurangi sesak nafas. Batas maksimal yang
direkomendasikan adalah 1000-1500 mL dalam satu kali prosedur thoracentesis. Strategi
pencegahan meliputi pemantauan tekanan pleura dengan manometer.5,6
Jumlah cairan pleura dapat diambil lebih banyak apabila tekanan pleura yang
dipantau oleh manometri dipertahankan di atas -20 cm air. Namun, pemantauan ini jarang
digunakan oleh sebagian besar prosedural.5,6
Timbulnya sesak pada dada atau nyeri selama pengangkatan cairan
mengindikasikan paru-paru yang tidak mengembang secara spontan, dan prosedur harus
segera dihentikan untuk menghindari edema paru. Sebaliknya, batuk sering terjadi saat
pengangkatan cairan, dan ini bukan indikasi untuk menghentikan prosedur, kecuali batuk
yang menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien.5,6

Tube Thoracostomy

Meskipun efusi pleura parapneumonik yang sedikit dapat didrainase dengan


thoracentesis terapeutik, efusi parapneumoni yang besar atau empyema memerlukan
tindakan drainase dengan tabung torakostomi.5,6
Secara tradisional, tabung dada (chest tube) berukuran besar (20-36F) telah
digunakan untuk drainase cairan pleura yang tebal dan untuk memecah lokulasi/kantong-
kantong empyema. Namun, tabung yang besar tidak selalu ditoleransi dengan baik oleh
pasien dan terkadang sulit untuk langsung dimasukkan ke dalam romgga pleura. Di sisi
lain, tabung dada berukuran kecil (7-14F) yang dimasukkan biasanya dengan panduan

27
radiografi telah menunjukkan hasil drainase yang memadai. Tabung ini mengurangi rasa
kurang nyaman dan lebih mudah dimasukkan ke dalam kantong cairan pleura.5,6
Penyisipan kateter pleura tambahan, biasanya dengan bantuan radiografi, atau
memasukkan agen fibrinolitik (misalnya streptokinase, urokinase, atau alteplase) melalui
kateter pleura dapat membantu dalam melakukan drainase efusi pleura multilokulasi.5,6

Pleurodesis

Pleurodesis (juga dikenal sebagai sklerosis pleura) adalah suatu prosedur memasukkan
zat iritan ke dalam ruang pleura sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi yang berujung
pada fibrosis antara permukaan pleura viseralis dan parietalis, yang secara efektif
menghilangkan rongga pleura. Pleurodesis paling sering digunakan untuk efusi keganasan
yang rekuren, seperti pada pasien dengan kanker paru-paru atau kanker metastase dari
payudara atau ovarium. Dengan harapan hidup pasien yang terbatas, tujuan terapi adalah untuk
meredakan gejala sambil meminimalkan ketidaknyamanan pasien, mengurangi lama tinggal di

rumah sakit, dan biaya.5,6

Pasien dengan kondisi yang buruk dan harapan hidup kurang dari 3 bulan tidak boleh
ditangani dengan pleurodesis, dan dapat diobati dengan thoracentesis rawat jalan berulang
untuk meredakan gejala. Kerugiannya adalah efusi pleura dapat terakumulasi kembali dengan
cepat, dan risiko komplikasi meningkat dengan drainase berulang.5,6
Pasien dengan trapped lung akibat efusi keganasan kurang baik apabila dilakukan
thoracentesis berulang, karena tidak akan meredakan sesak yang timbul, atau untuk
pleurodesis, karena permukaan pleura viseralis dan parietalis tidak dapat bertahan untuk
memungkinkan terjadinya fibrosis. Pengobatan terbaik untuk efusi pada pasien tersebut
adalah pemasangan indwelling tunneled catheter, yang memungkinkan pasien
mengeluarkan cairan pleura sesuai kebutuhan di rumah.5,6 Pleurodesis hanya akan berhasil
jika ruang pleura di drainase dengan sempurna sebelum tindakan pleurodesis dan jika paru-
paru sepenuhnya mengembang kembali.

Agen sklerosis
Berbagai zat, termasuk talc, doksisiklin, bleomycin sulfat (Blenoxane), zinc sulfat,
dan hidroklorida kuinakrin, dapat digunakan untuk sklerosis rongga pleura dan secara
efektif mencegah rekurensi dari efusi pleura keganasan.5,6

28
Talc adalah agen sklerosis yang paling efektif dan dapat diberikan sebagai slurry
melalui tabung dada atau kateter pleura. Menurut tinjauan sistematis menunjukkan bahwa
memasukkan langsung talc melalui thoracoscopy lebih efektif daripada slurry.
Doxycycline dan bleomycin juga efektif pada kebanyakan pasien dan dapat diberikan
dengan lebih mudah melalui kateter kecil, meskipun agak kurang efektif dan jauh lebih
mahal daripada talc. Semua agen sklerosis dapat menghasilkan demam, nyeri dada, dan
mual. Talc jarang menyebabkan efek samping yang lebih serius, seperti empyema dan
acute lung injury.5,6 Injeksi 50 mL lidokain hidroklorida 1% sebelum memasukkan agen
sklerosis dapat membantu mengurangi rasa sakit namun masih jarang digunakan.
Analgesia tambahan mungkin diperlukan dalam beberapa kasus. Tutup tabung dada selama
kurang lebih dua jam setelah memasukkan agen sklerosis.5,6

Tunneled pleural catheters (TPC)

TPC telah disetujui oleh FDA pada tahun 1997 dan merupakan alternatif yang
dapat digunakan selain pleurodesis pada efusi pleura keganasan. TPC dapat dimasukkan
sebagai prosedur rawat jalan sehingga drainase dapat dilakukan di rumah, meminimalkan
jumlah waktu yang dihabiskan di rumah sakit terutama pada pasien dengan prognosis yang
buruk. Berbeda dengan pleurodesis, TPC dapat digunakan untuk pasien dengan trapped
lung.2,5
Pleurodesis talc dan TPC menghilangkan sesak saat digunakan untuk efusi
keganasan, namun pleurodesis talc membutuhkan waktu yang lebih lama dirawat di rumah
sakit. Karena itu, TPC adalah penanganan yang paling efektif untuk pasien dengan efusi
ganas dengan harapan bertahan hidup kurang dari 3 bulan.2,5
Komplikasi yang dilaporkan dari penggunaan TPC meliputi kerusakan kateter
(9,1%), penyumbatan (3,7%), dan nyeri (5,6%). Komplikasi yang lebih jarang namun
serius terkait dengan TPC adalah infeksi (2,8%) atau, bila digunakan untuk efusi
keganasan adalah invasi tumor pada jalur kateter (kurang dari 1%).2,5

Pemantauan Drainase Pleura

Catat jumlah dan kualitas cairan yang di drainase dan monitor ada atau tidaknya
kebocoran udara (gelembung yang timbul dari segel air). Kebocoran udara yang besar
(aliran udara yang stabil sepanjang siklus pernafasan) mungkin dikarenakan adanya

29
konektor yang longgar atau port drainase pada kateter telah bermigrasi keluar menuju
kulit.2,5
Secara cepat menjepit kateter pada kulit membantu menentukan apakah kebocoran
udara berasal dari dalam rongga pleura (dalam hal ini, berhenti saat tabung dijepit) atau
dari luar dada (dalam hal ini, kebocoran tetap ada).2,5
Ulangi foto thoraks dada saat drainase berkurang hingga kurang dari 100 mL/hari
untuk mengevaluasi apakah efusi telah terkuras habis. Jika efusi besar masih terlihat dari
foto thoraks, evaluasi ulang posisi kateter dada dengan menggunakan CT scan untuk
memastikan bahwa port drainase masih berada dalam rongga pleura. Jika kateter sudah
diposisikan dengan tepat, pertimbangkan untuk menyuntikkan trombolitik melalui tabung
dada untuk memecah adanya gumpalan yang mungkin menghalangi drainase. Sebagai
alternatif, CT-scan di dada juga dapat memperlihatkan ada atau tidaknya trapped lung.2,5

Prognosis

Prognosis efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologinya. Pasien yang


mendapatkan perawatan medis lebih cepat dalam perjalanan penyakit akan memiliki
kemungkinan komplikasi yang lebih rendah.6

Morbiditas dan mortalitas efusi pleura berhubungan langsung dengan penyebab dan stadium
penyakit yang mendasarinya serta temuan biokimia pada cairan pleura. Morbiditas dan tingkat
kematian pada pasien dengan pneumonia disertai efusi pleura lebih tinggi daripada pasien
dengan pneumonia saja. Efusi parapneumonik, apabila dikenali dan diobati dengan segera,
biasanya dapat disembuhkan tanpa sekuele yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik
yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan empyema, fibrosis konstriktif,

dan sepsis.6

Perkembangan dari efusi pleura akibat keganasan biasanya memberikan prognosis


yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata kurang dari satu tahun.
Keganasan yang paling sering terjadi pada pria adalah kanker paru-paru sedangkan yang
paling sering terjadi pada wanita adalah kanker payudara. Efusi akibat kanker yang lebih
responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih cenderung
memiliki kelangsungan hidup yang lama, dibandingkan dengan kanker paru-paru atau
mesothelioma.6

30
Temuan seluler dan biokimia dalam cairan juga bisa menjadi indikator dari
prognosis. Misalnya, pada efusi pleura dengan pH cairan yang lebih rendah sering
biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk.

Kesimpulan

Laki-laki usia 47 tahun dengan efusi pleura sinistra eksudative. Etiologi dari efusi
pleura belum dapat dipastikan sehingga dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berupa analisa
cairan pleura yang lebih lanjut, seperti hitung sel limfosit, sel mesotelial, glukosa, pH,
kultur Mycobacterium Tuberculosis, atau jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
Adenosine Deaminase (ADA). Pasien sudah diterapi dengan paracetamol 3x500 mg,
codein 3x10 mg, dan tindakan thoracentesis sebanyak 2x dengan total volume 1500 cc.
Penegakkan etiologi pasti dibutuhkan untuk menentukan tindakan tatalaksana selanjutnya.

Daftar Pustaka

1. Saguil A, Wyrick K, Hallgren J. Diagnostic approach to pleural effusion.


American Academy of Family Physician, 2014.p.1-6.
2. Rubins J, Byrd RP. Pleural effusion. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview, updated Mar 30, 2017.
3. British Thoracic Society. Investigation of a unilateral pleural effusion in
adults: BTS pleural disease guideline 2010.vol 65, ii4.
4. Bickley LS. Bate’s guide to physical examination and history taking. 11th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkians, 2013.p.209-43.
5. Light RW. Disorders of the pleura. In: Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 19th ed. Philadelphia: The McGraw Hill Companies,2015.p.1716-
8.
6. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing. 2014.h.1630-9.
7. Zhai K, Lu Y, Shi HZ. Tuberculous pleural effusion. Journal of Thoracic
Disease 2016;8(7).p.486-94.

31

Anda mungkin juga menyukai