Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopathy of prematurity (retinopati pada prematuritas) adalah penyakit


vasoproliferatif pada retina yang dihubungkan dengan kelahiran prematur. Telah
diketahui bahwa penyakit tersebut merupakan penyebab gangguan penglihatan
utama pada bayi prematur yang sebenarnya sangat mungkin untuk dihindari.
Pemahaman mengenai retinopati pada prematuritas diddasarkan atas adanya 2
teori sederhana yang terjadi pada pembuluh darah di mata, yaitu vasculogenesis
dan angiogenesis yang terjadi pada waktu, lokasi dan prognosis visual yang
berbeda.[1,2]

Retinopathy of Prematurity atau retinopati pada prematuritas adalah


penyakit yang mengancam penglihatan yang terkait dengan perkembangan
pembuluh darah retina abnormal yang terjadi hanya pada bayi prematur. Berat
bayi lahir rendah dan prematuritas sangat terkait dengan peningkatan risiko
penyakit tersebut. Gangguan penglihatan ini bersifat permanen dan mempunyai
pengaruh besar terhadap kualitas hidup pasien. Sebagian besar ROP derajat
rendah dapat sembuh sendiri, walaupun demikian retina dapat lepas dan terjadi
kebutaan.[1,3]

Sebuah studi menjelaskan bahwa kelainan ini berkembang pada 68% bayi
prematur yang lahir di Amerika Serikat dengan berat lahir kurang dari 1251
gram; Di antara bayi dengan kelainan yang timbul saat lahir, retinopati
berkembang hampir 37% dari semua kejadian penyakit tersebut. Insiden
kelahiran prematur meningkat di seluruh dunia, dan dengan itu, retinopati pada
prematuritas sekarang muncul di negara-negara dengan teknologi yang sangat
baik untuk menyelamatkan bayi prematur. Dengan demikian, penyakit tersebut
telah menjadi penyebab utama kebutaan masa kecil di seluruh dunia.[3]

1
Pengelolaan retinopati pada prematuritas dengan cepat berkembang. Mulai
dari dilakukannya Screening dan intervensi perawatan meliputi pemeriksaan
retina pada bayi prematur berisiko tinggi, perawatan laser retina pada mata
dengan berbagai tingkat keparahan retinopati pada prematuritas serta rehabilitasi
visual dari pasien. Berdasarkan atas uraian diatas, maka dianggap perlu untuk
membahas lebih lanjut mengenai Retinopathy of Prematurity secara lebih
mendalam. Referat ini akan membahas secara rinci mulai dari definisi hingga
tatalaksana yang akan menunjang keberhasilan terapi penyakit tersebut serta
kegunaannya dalam proses pendidikan kedokteran.[3]

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinopati pada prematuritas adalah suatu retinopati vasoproliperatif


yang mengenai bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Retinopati pada
prematuritas sebelumnya disebut fibroplasia retrolental, yang diperkirakan
menyebabkan 550 kasus kebutaan pada bayi setiap tahunnya yang terjadi di
Amerika Serikat.[4]

Retinopati pada prematuritas awalnya diidentifikasi oleh Terry pada


1942 sebagai retrolental fibroplasia, yaitu massa fibroplastik di belakang
lensa. Istilah retinopathy of prematurity sendiri digagas oleh Heath pada 1952
dan didefinisikan sebagai proliferasi abnormal pembuluh darah retina pada
bayi baru lahir akibat seringnya terpapar dengan oksigen yang memiliki
konsentrasi tinggi.[5]

2.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia sekitar 10% kelahiran terjadi secara prematur


(sebelumnya usia kehamilan 37 minggu penuh). Kelahiran prematur paling
banyak menjadi penyebab umum kematian pada neonatal dan yang kedua
terbanyak adalah penyebab umum kematian pada anak-anak di bawah umur 5
tahun. Perbandingan kejadian retinopati pada prematuritas dari studi berbasis
populasi sulit dilakukan karena variabilitas substansial dalam desain studi,
usia kehamilan termasuk bayi, tingkat kelangsungan hidup, dan perawatan
yang digunakan dalam sebuah studi prospektif. Hasil yang ditemukan dari
Swedia menunjukkan bayi dengan usia gestasi kurang dari 27 minggu
kelahiran akan menyebabkan retinopati pada prematuritas (pada tahap
apapun) adalah dilaporkan pada 73% kelahiran (368/506) dan retinopati berat
pada prematuritas dilaporkan terjadi pada 35% (176/506).[6]

3
Insiden retinopati pada prematuritas ditemukan semakin meningkat di
negara berkembang, karena perbaikan perawatan neonatus, penurunan angka
kematian bayi prematur serta peningkatan kewaspadaan untuk melakukan
diagnosis dini retinopati pada prematuritas melalui skrining.[1]

2.3 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi Mata.[7]

Mata adalah suatu organ fotosensitif yang sangat berkembang dan


rumit, yang menganalisis bentuk, intensitas, dan warna cahaya yang
dipantulkan objek dan menimbulkan sensasi penglihatan. Salah satu bagian
penyusun mata adalah retina yang mengandung fotoreseptor, dan gangguan
pada bagian ini dapat menyebabkan kebutaan.[5]

Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan


kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum
informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.
Sel-sel batang dan sel kerucut pada lapisan fotoreseptor mengubah

4
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-
jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.[4]

Gambar 2.2. Histologi Retina. a) fotomikrograph. b) lapisan retina.[8]

Retina merupakan jaringan saraf dengan 10 lapisan yang terdiri atas 2


kelompok.[9]:

1. Lapisan Sensorik

Bagian tersebut merupakan bagian dari limitan interna, lapisan serabut


sel saraf, lapisan sel ganglion, lapisan pleksiform dalam, lapisan nukleus
dalam, lapisan pleksiform luar, lapisan nukleus luar, membran limitan luar,
laisan kerucut dan batang.[9]

2. Lapisan Epitel Pigmen

5
Retina melapisi bagian dalam bola mata kira-kira dua pertiga bagian
posterior sebelah dalam bola mata. Tebal retina di ora serata kira-kira 0,1 mm
dan di sentral tebal retina kira-kira 0,23 mm. retina paling tipis di daerah
fovea.[9]

Sepertiga retina bagian luar mulai dari lapisan epitel pigmen sampai
lapisan pleksiform luar, mendapat nutrisi aliran darah dari koriokapiler dan
dua pertiga retina bagian dalam mendapat aliran darah dari cabang sentral.
Fovea hanya mendapat aliran darah dari koriokapiler (avascular zone).[9]

Berdasarkan topografi, retina dibagi menjadi retina sentral yaitu kurang


lebih sama dengan daerah makula dan retina perifer yaitu di daerah retina luar
daerah makula. Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual
yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung
lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina yang
memiliki banyak sel batang.[9]

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut


meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan
kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan
hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf
yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman
penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan
pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di
foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan
gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).[4]

Cara untuk dapat memeriksa retina dengan baik, maka diperlukan


beberapa peralatan yang berguna untuk memberi visualisasi lebih baik ke
organ target. Pemeriksaan retina dapat dilakukan dengan menggunakan
oftalmoskop direk atau oftalmoskop indirek, foto fundus biasa dan
angiografi.[9]

6
2.4 Faktor Resiko

1. Penggunaan Oksigen (O2)

Peran oksigen sebagai faktor risiko retinopati pada prematuritas telah


mulai diteliti semenjak era 1950-an diawali oleh penelitian kolaboratif 18
rumah sakit yang dikoordinasi dokter V.E. Kinsey yang kemudian hasil
penelitian ini diperkuat oleh penelitian eksperimental lain. Efek primer
oksigen terhadap pembuluh darah retina yang belum matang pada binatang
percobaan adalah terjadinya vasokonstriksi retina. Apabila konstriksi ini
bertahan akan diikuti oleh penutupan pembuluh darah pada berbagai tingkat,
kemudian akan menimbulkan kerusakan endotel dan akan menyebabkan
penutupan sempurna pembuluh darah yang belum matang tersebut. Pembuluh
darah baru akan terbentuk pada daerah yang mengalami kerusakan kapiler
retina tersebut. Pembuluh darah baru ini akan menyebar di permukaan retina
dan berkembang sampai ke korpus vitreus.[10]

Penelitian dengan binatang percobaan yang diberi oksigen konsentrasi


tinggi menunjukkan hanya pembuluh darah yang belum matanglah yang
sensitif terhadap oksigen, semakin tidak matang pembuluh darahnya makin
besar risikonya terhadap pemberian oksigen, sehingga bayi dengan pembuluh
darah retina yang sudah matang atau pembuluh darah yang sudah penuh di
retina tidak memberi risiko terhadap retinopati pada prematuritas. Atas dasar
itulah predileksi retinopati pada prematuritas di bagian temporal retina dapat
diterangkan. Vasokonstriksi awal pada pembuluh darah retina yang imatur
terjadi dalam beberapa menit pertama setelah paparan terhadap oksigen,
ukuran pembuluh darah berkurang sampai 50%, namun kemudian kembali ke
ukuran normal. Oksigen yang dilakukan terus menerus 4 sampai 6 jam selama
akan menimbulkan vasospasme bertahap sampai pembuluh darah tersebut
mengecil sampai 80%. Sampai pada tahap ini vasokonstriksi pembuluh darah
retina masih bersifat reversibel, namun apabila keadaan ini bertahan
(misalnya pemberian oksigen sampai 10 sampai 15 jam) beberapa pembuluh

7
darah perifer retina yang belum matur tersebut akan mengalami penutupan
permanen.[10]

Beberapa peneliti melaporkan transfusi darah atau anemia sebagai


faktor risiko retinopati pada prematuritas, namun laporan ini masih
diperdebatkan. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa anemia adalah
faktor risiko untuk terjadinya retinopati pada prematuritas sedangkan laporan
lain mengatakan hematokrit yang tinggi dan transfusi berulang pada kejadian
anemia yang merupakan faktor independen terjadinya kasus retinopati pada
prematuritas. Sacks, dkk. pada penelitian 90 bayi dengan BB £ 1250 gram
(Pennsylvania, 1980) menemukan hubungan yang bermakna antara kejadian
retinopati pada prematuritas dengan transfusi tukar. Clark, dkk. menemukan
hubungan yang bermakna antara insiden retinopati pada prematuritas dengan
transfusi darah pada penelitian 58 bayi dengan BB £ 1000 gram dan 70 bayi
dengan berat lahir rendah yang mendapatkan terapi oksigen dengan berbagai
variasi berat badan.[10]

2. Anemia dan Transfusi Darah

Anemia pada BBLR yang kemudian ditangani dengan pemberian


transfusi darah berulang akan menyebabkan bayi menerima sejumlah darah
dari orang dewasa (donor dewasa). Masuknya darah dari orang dewasa ini
meningkatkan risiko retinopati pada prematuritas yang dihubungkan dengan
peningkatan penumpukan zat besi pada bayi-bayi prematur ini. Hal ini akan
meningkatkan aktivitas anti oksidan yang terkait dengan penumpukan zat
besi. Brooks dkk, pada penelitian 50 bayi dengan BB £ 1250 gram tidak
menemukan perbedaan insiden retinopati pada prematuritas antara kelompok
bayi yang diberikan transfusi untuk mengatasi anemia (24 bayi) dengan
kelompok bayi yang diberikan transfusi untuk mempertahankan kadar
hematokrit >40 % (26 bayi).[10]

8
3. Defisiensi Vitamin E

Flynn mengutip dari Owens dan Owens melaporkan peran vitamin E


dalam mencegah kejadian retinopati pada prematuritas pada kelompok bayi
prematur. Pemberian 50 mg vitamin E secara oral tiga kali sehari bersamaan
dengan dimulainya pemberian makanan peroral diketahui dapat menekan
insiden retinopati pada prematuritas. Penelitian ini dilakukan pada bayi-bayi
dengan BB £1360 gram. Payne mengutip dari Kretzer dan Hittner,
memperlihatkan adanya perubahan dasar pada struktur sel spindel retina bayi-
bayi prematur berisiko tinggi. Sel spindel retina bayi prematur yang mendapat
oksigen secara terus menerus akibat distres pernafasan memperlihatkan
peningkatan gap junction, diyakini bahwa peningkatan Gap Junction ini
mengganggu proses pembentukan pembuluh darah yang normal. Pada bayi
prematur yang mendapat vitamin E peningkatan gap junction dapat
ditekan.[10]

Vitamin E secara invitro merupakan anti oksidan lipofilik yang poten,


sedangkan kadar vitamin ini pada bayi prematur lebih rendah sehingga
keterkaitan ini menjadi dasar asumsi faktor risiko retinopati pada
prematuritas. Namun sulit untuk dibuktikan bahwa peningkatan kadar vitamin
E di dalam serum bayi akan dapat mencegah kejadian retinopati pada
prematuritas. Pemberian vitamin E pada bayi prematur diketahui memiliki
beberapa kemungkinan efek samping seperti enterokolitis nekrotikans, sepsis,
perdarahan intra ventrikular, perdarahan retina, perubahan respons imun dan
penekanan aktifitas bakteriostatik sel leukosit.[10]

Defisiensi vitamin E dapat meningkatkan toksisitas oksigen karena


terjadi kerusakan yang diinduksi oleh SOR. Selain itu, pemberian vitamin E
pada bayi secara parenteral dalam dosis tinggi dapat melindungi bayi
prematur yang terekspos lingkungan kaya oksigen dan ventilator.[11]

9
4. Paparan Cahaya

Cahaya terang yang mengenai mata bayi prematur diduga menimbulkan


pengaruh untuk terjadinya retinopati pada prematuritas, namun masih terdapat
perbedaan pendapat terhadap mekanisme terjadinya ROP dalam hubungan
dengan paparan cahaya terang pada tempat perawatan bayi intensif. Glass,
melaporkan bahwa bayi prematur yang dirawat di ruangan dengan cahaya
terang benderang 32% lebih besar peluangnya terkena retinopati pada
prematuritas dibanding mata bayi yang mendapat perlindungan dari paparan
cahaya, meskipun hasil ini tidak secara kuat menunjuk kepada pengaruh
cahaya pada retinopati pada prematurias, tapi Glass menyatakan bahwa tidak
ada satupun penelitian yang menyatakan cahaya fluoresen aman bagi mata
bayi. Reynold, dkk. pada penelitian 188 bayi prematur yang mendapatkan
paparan cahaya terkontrol dengan cara memberikan pencahayaan ruangan
memakai lampu yang berputar (hidup-mati), dengan kontrolnya bayi yang
terpapar cahaya terang terus menerus, mendapatkan hasil bahwa pengurangan
intensitas cahaya ini (399 Lux untuk kelompok studi dan 447 Lux untuk
kelompok kontrol) tidak mengubah insiden retinopati pada prematuritas (53%
kelompok studi dan 52% kelompok kontrol). Hasil yang didapat pada
penelitian ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan intensitas paparan yang tidak
terlalu besar.[10]

5. Septikemia

Beberapa penulis melaporkan septikemia sebagai salah satu faktor risiko


untuk terjadinya retinopati pada prematuritas. Gunn, dkk. pada penelitian 150
bayi prematur dengan berat badan £ 1500 gr dan mendapatkan suplementasi
oksigen, melaporkan sepsis sebagai faktor yang sangat kuat hubungannya
dengan kejadian retinopati pada prematuritas. Mittal, dkk,. melaporkan bahwa
sepsis oleh kandida adalah faktor risiko yang berdiri sendiri dalam
memperberat kejadian retinopati pada prematuritas dan menyebabkan bayi
prematur tersebut membutuhkan terapi bedah laser.[10]

10
2.5 Patogenesis dan Diagnosis

Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh saat usia 16


minggu masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari diskus optikus
menuju ora serata. Pembuluh darah akan mencapai daerah nasal pada usia 8
bulan kehamilan dan daerah temporal setelah bayi lahir, jadi pada bayi yang
lahir prematur, pembuluh darah retina sudah komplit.[12]

Bila bayi lahir secara prematur sebelum pertumbuhan pembuluh darah


ini mencapai tepi retina, maka pertumbuhan pembuluh darah (yang normal
akan terhenti sehingga bagian tepi retina yang tidak ditumbuhi pembuluh
darah) tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup.[12]

Gambar 2.3 Perkembangan Retinopathy Of Prematurity.[6]

Hal ini menyebabkan bagian tepi retina akan mengirimkan sinyal ke


daerah retina yang lain untuk mecukupi kebutuhan oksigen dan nutrisinya.
Sebagai akibatnya maka pembuluh darah abnormal mulai tumbuh dimana
pembuluh darah (neovaskularisasi) ini sangat lemah dan mudah pecah atau
berdarah serta menyebabkan pertumbuhan jaringan perut pada retina yang

11
dapat menyebabkan tarikan pada retina sampai terlepasnya retina dari
tempelannya atau ablasio retina.[12]

Gangguan pada vaskularisasi dapat terjadi akibat dari 2 hal yaitu,


vasculogenesis dan angiogenesis. Vasculogenesis merupakan pembentukan
pembuluh darah baru dari transformasi sel-sel prekursor dengan karakteristik
pada zona I penyakit. Angiogenesis merupakan pertumbuhan cabang baru dari
bagian pembuluh darah yang telah ada sebelumnya dengan karakteristik pada
zona II penyakit.[2]

2.4 Klasifikasi

Gambar 2.4 Zona dan stadium Retinopathy of Prematurity.[6]

12
Classification of Retinopathy of Prematurity yang dicanangkan pada
tahun 1984. Terdapat empat parameter klasifikasi retinopati yang dijelaskan
pada prematuritas, yaitu.[12]:

1. Zona retinopati pada prematuritas merupakan lokasi antara anterior dan


posterior retina yang terbagi atas tiga zona, yaitu :
a) Zona I adalah area yang mengelilingi optic nerve dan macula dengan
jarak dua kali dengan pusat optic nerve (retina posterior dalam area
60cc lingkaran dengan titik pusat nervus optikus).
b) Zona II berbentuk donat yang merupakan perluasan dari batas zona I
yang menyentuh oraserata daerah nasal. (Dari cincin posterior (zona I)
kearah oraserata nasal).
c) Zona III adalah sisa zona yang berbentuk seperti bulan sabit (sisa
daerah retina temporal).[12]
2. Retinopathy of prematurity stage (tingkat keparahan atau beratnya
retinopati pada prematuritas terbagi menjadi 5 stadium.
a) Stadium I, ditemukan demarcation line (yaitu adanya garis batas antara
daerah vaskularisasi dan non vaskularisasi di retina).
b) Stadium II, ditemukan ridge (garis batas meninggi/melebar dan berisi
(ridge).
c) Stadium III, ditemukan proliferasi pembuluh darah retina. (ridge diikuti
proliferasi fibrovaskuler).
d) Stadium IV, terjadi partial retinal detachment (lepasnya retina
subtotal).
e) Stadium V, terjadi toal retinal detachment.[12]
3. Retinopathy of prematurity extent (perluasan retinopathy prematurity).
Perluasan retinopati pada prematuritas memperhitungkan keadaan
pembuluh Arti Lukitasari, Retinopati pada Prematuritas darahnya. Disini
derajat beratnya penyakit ditentukan dengan menghitung atau menganggap
mata sebagai sebuah jam yang terbagi atas 12 area dan setiap area adalah
30 derajat.[12]

13
4. Plus disease. Kita harus memperhatikan apakah Retinopati pada
Prematuritas disertai dengan plus disease atau tidak yaitu dengan adanya
pembuluh darah yang berotasi dan berkelok-kelok plus disease dapat
muncul pada stadium manapun. Plus disease menunjukkan tingkat yang
signifikan dari dilatasi vaskuler dan urtuosity yang ada dipembuluh darah
retina belakang. Adanya plus disease menggambarkan adanya peningkatan
aliran darah yang melewati retina.[12]

Gambar 2.5 Plus Disease.[6]

2.5 Metode Pemeriksaan

Binocular Indirect Opthalmoscopy (BIO)

Gambar 2.6 Teknik Pemeriksaan Binocular Indirect Opthalmoscopy (BIO).[7]

14
Skrining terhadap ROP telah dianjurkan di banyak negara. American
Academy of Pediatrics (AAP), American Association for Pediatric
Opthalmology and Strabismus serta American Academy of Opthalmology
telah memberikan rekomendasi bersama untuk pemeriksaan ROP pada
neonatus.[1]

Skrining ROP dilakukan pada semua bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu, serta pada
bayi-bayi tertentu dengan berat badan lahir antara 1500-2000 gram atau usia
kehamilan lebih dari 32 minggu dengan klinis yang tidak stabil, diantaranya
bayi yang membutuhkan bantuan kardiorespirasi, dan dinilai oleh dokter
neonatologi sebagai risiko tinggi.[1]

Pemeriksaan dilakukan dengan binocular indirect opthalmoscopy (BIO)


setelah dilatasi pupil, pada usia gestasi 31 minggu atau usia kronologis empat
minggu.[1]

Dua atau tiga jam sebelum pemeriksaan, pupil didilatasi dengan


tropicamide 0,5% dan phenilephrin 2,5% (diberikan bergantian setiap 30
menit). Saat akan diperiksa, bayi dibedong dan diberi tetes mata tetracaine
hydrochloride 0,5% untuk analgetik, kemudian dipasang spekulum mata.
Fundus diperiksa dengan BIO. Pemeriksaan dilakukan pada bayi dibedong
dan kemudian berikan susu atau kempeng (pacifier). Hasil pemeriksaan
diklasifikasikan sesuai dengan International Classification of Retinopathy of
Prematurity (ICROP). Semua hasil pemeriksaan dicatat pada buku khusus.
ROP dinyatakan sebagai ROP berat, dan harus segera dilakukan tindakan
jika[1]:

a) Berada di zona I, ROP derajat berapa saja, dengan plus disease.


b) Berada di zona I, ROP derajat 3 tanpa plus disease.
c) Berada di zona II, ROP derajat 2 dan 3 dengan plus disease.[1]

2.6 Penatalaksanaan

15
Terapi retinopati pada prematuritas didasarkan pada klasifikasi dan
stadium klinis dari penyakit. Perlu dicatat bahwa sejumlah pasien retinopati
pada prematuritas mengalami regresi spontan. Kelainan-kelainan di retina
perifer pada retinopati yang sudah regresi yaitu retina avaskular, lipatan-
lipatan perifer, dan robekan retina; kelainan-kelainan penyerta di kutub
posterior, antara lain melurusnya pembuluh-pembuluh darah temporal,
meregangnya makula ke temporal, dan jaringan retina yang tampak seperti
ditarik menutupi diskus.[4]

Retinopati pada prematuritas yang ringan (stadium I dan II) pembuluh


darah retina yang abnormal dapat beregresi secara spontan dan bayi akan
tumbuh dengan penglihatan normal. Namun pada tingkat yang lebih berat
yaitu grade III, IV, V diperlukan terapi yang lebih agresif, misalnya
krioterapi, foto koagulasi laser, skleral buckle dan vitrektomi.[12]

1. Krioterapi. Teknik pembekuan ini telah cukup lam digunakan,


namun saat ini telah jarang digunakan.
2. Foto koagulasi laser. Terapi laser adalah terapi yang tepat mengenai
jaringan yang terkena. Terapi fotokoagulasi laser cenderung lebih
aman disbanding krioterapi, karena tidak menyebabkan kerusakan
pada struktur jaringan yang lain.
3. Skleral buckle. Terapi ini merupakan terapi bedah yang digunakan
bila terapi lerio laser gagal dalam mencegah terjadinya retinopati
pada prematuritas stadium IV dan V. Pitasilikon diletakkan disekitar
ekuator dan dikencangkan untuk mengurangi traksi dari cairan
vitreous pada jaringan parut fibrous dan retina sehingga
menyebabkan retina kembali ke permukaan dinding bola mata.
4. Vitrektomi. Vitrektomi diindikasikan pada retinopati pada
prematuritas stadium V, namun pada stadium ini kemampuan untuk
dapat melihat lagi juga rendah. Terapi untuk Retinopati pada
Prematuritas harus dilakukan sedini mungkin agar dapat
menyelamatkan penglihatan bayi.[12]

16
Agar dapat melakukan terapi sedini mungkin untuk retinopati pada
prematuritas ini perlu deteksi dini dan skrining pad bayi dengan resiko tinggi
terkena retinopati pada prematuritas. Terapi yang dilakukkan disaat
pernyakitnya belum terlalu parah merusak retina, akan mempunyai tingkat
keberhasilan yang tinggi dan menyelamatkan bayi dari kebutaan permanen.[12]

Gambar 2.7 Panduan manajemen Retinopathy of Prematurity.[3]

17
BAB III

KESIMPULAN

1. Retinopati pada prematuritas adalah suatu retinopati vasoproliperatif yang


mengenai bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Retinopati pada
prematuritas sebelumnya disebut fibroplasia retrolental yang terjadi pada usia
kehamilan rata-rata dibawah 36 minggu.
2. Terdapat beberapa faktor resiko yang memicu terjadinya Retinopati pada
prematuritas antara lain penggunaan oksigen, anemia dan transfusi darah,
vitamin E, paparan cahaya, septikemia.
3. Retinopati pada prematuritas dapat dideteksi secara dini dengan dilakukan
screening menggunakan Binocular Indirect Opthalmoscope dengan beberapa
kriteria temuan yang mendasari dilakukannya terapi lanjutan.
4. Retinopati pada prematuritas yang ringan (stadium I dan II) pembuluh darah
retina yang abnormal dapat beregresi secara spontan dan bayi akan tumbuh
dengan penglihatan normal sehingga tidak memerlukan intervensi lanjut.
5. Retinopati pada prematuritas pada tingkat yang lebih berat yaitu grade III, IV,
V diperlukan terapi yang lebih agresif, misalnya krioterapi, foto koagulasi
laser, skleral buckle dan vitrektomi.

18

Anda mungkin juga menyukai