Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KELUARGA


1. Pengertian Keluarga
Friedman (2005) mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Pengertian keluarga yang lain sebagaimana dinyatakan oleh Suprajitno (2004)
yaitu suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa
yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan
yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi
yang tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sementara itu Effendi (2005)
mendefinisikan keluarga sebagai perkumpulan dua atau lebih dari dua individu
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan
dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di
dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan.
Berdasarkan ketiga pengertian tersebut diambil kesimpulan (Suprajitno,
2004) bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua
orang atau lebih yang tinggal disuatu tempat atau rumah dan berinteraksi satu
sama lain, mempunyai perannya masing-masing-masing-masing dan
mempertahankan suatu kebudayaan. Maka untuk itu indonesia merupakan salah
satu negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang menekankan bahwa
keluarga harus dibentuk atas dasar perkawinan, seperti yang tertulis dalam
peraturan pemerintah (PP) No. 21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah.

1
2. Tipe – tipe keluarga menurut suprajinto (2004)
a. Keluarga inti ( Nuclear family ) adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar ( Exstended family ) adalah keluarga inti
ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, paman, atau bibi.
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (the unmarried teenage mother).
f. Orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone).
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital
heterosecual cohabiting family).
h. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family).

3. Tahap perkembangan keluarga dan tugas perkembangan menurut


Suprajitno (2004)
Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluargapun
memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan masing-
masing. Tahap–tahap perkembangan itu antara lain:
a) Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning family).
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami)
dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti

2
psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal
dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian
peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi
dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun
pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan
1) Membina hubungan intim dan memuaskan.
2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami,
keluarga istri dan keluarga sendiri.
b) Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family).
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
sexual dan kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana orang
tua berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan
orang tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang
antara bayi dan orang tua dapat tercapai.
c) Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool).
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun.

3
Tugas perkembangan
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal,
privasi dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak lain
juga harus terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun
dengan masyarakat.
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d) Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with children).
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan
berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga
mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di
sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua
mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi
kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di
sekolah maupun di luar sekolah
e) Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun
kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan
yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.

4
Tugas perkembangan
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua.
f) Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center
family).
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah
anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal
bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g) Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families).
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa
pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan
anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan
anak- anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah
raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

5
h) Tahap VIII keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dan
keduanya meninggal.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik
dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama
keluarga pada tahap ini.

4. Struktur Keluarga menurut Suprajino (2004)


Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan
fungsi keluarga di masyarakat, antara lain:
a) Struktur peran keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga
sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan
informal
b) Nilai dan norma keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga,
khususnya yang berhubungan dengan kesehatan
c) Pola komunikasi keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua
dengan anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain dengan keluarga
inti.

6
d) Struktur kekuatan keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan.

5. Fungsi keluarga menurut Friedman (2005)


Secara umum fungsi keluarga (friedman, 2005) adalah:
a. Fungsi afektif
Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi
Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di
luar rumah
c. Fungsi reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi pemerliharaan kesehatan
Adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas tinggi

6. Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004)


keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan antara lain:

7
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak berarti dan karena kesehatanlah
kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga akan habis.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa
diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga itu
sendiri.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitar keluarga.

B. Konsep Dasar Stroke


1. Pengertian Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena
berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang
mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke
disebut dengan CVA (cerebrovaskular accident). Orang awam cederung
menganggap stroke sebagai penyakit. Sebaliknya, para dokter justru menyebutnya
sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh darah jantung yang
bermasalah, penyakit jantung atau secara bersamaan (Auryn, Virzara, 2009).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian dari
otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik

8
disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu
sumbatan karena trombosis (pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di
pembuluh darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada
didalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah kedalam
otak) ke bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang subaraknoid
adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah stroke iskemik sekitar 83% dari
seluruh kasus stroke. Sisanya sebesar 17% adalah stroke hemoragik (Joyce and
Jane, 2014). Jadi dapat disimpulkan stroke adalah kerusakan jaringan otak atau
perubahan neurologi yang disebabkan oleh berkurangnya atau terhentinya suplay
darah secara tiba-tiba ke otak.

2. Etiologi
Seperti yang sudah disinggung di atas, stroke terjadi karena adanya
penghambatan atau penyumbatan aliran darah sel-sel darah merah yang menuju
ke jaringan otak, sehingga menyebabkan pembuluh darah otak menjadi tersumbat
(iskemic stroke) atau pecah (hemoragik stroke). Secara sederhana stroke terjadi
jika aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat tergantung pada pasokan yang
berkesinambungan, yang dialirkan oleh arteri.
Asupan oksigen dan nutrisi akan dibawa oleh darah yang mengalir kedalam
pembuluh-pembuluh darah yang menuju ke sel-sel otak. Apabila aliran darah atau
aliran oksigen dan nutrisi itu terhambat selama beberapa menit saja maka dapat
terjadi stroke. Penyempitan pembuluh darah menuju sel-sel otak menyebabkan
aliran darah dan asupan nutrisi ke otak akan berkurang. Selain itu, endapan zat-zat
lemak tersebut dapat terlepas dalam bentuk gumpalan-gumpalan yang suatu saat
dapat menyumbat aliran darah ke otak sehingga sel-sel otak kekurangan oksigen dan
nutrisi itulah penyebab mendasar bagi terciptanya stroke. Selain itu, hipertensi juga
dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar sehingga dinding pembuluh darah
menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Hemoragik stroke dapat juga
terjadi pada mereka yang menderita penyakit hipertensi (Auryn, Virzara, 2009).

9
Sedangkan Menurut Widyanti & Triwibowo 2013 yaitu Faktor resiko terjadinya
stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan dapat
diubah yaitu :
1. Yang tidak dapat diubah: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
transient Ishemic Attack (TIA) atau stroke, penyakit jantung.
2. Yang dapat diubah: Hipertensi, kadar hemotokrit tinggi, diabetes, merokok,
penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit
meninggi dan hiperurisehol
Menurut Ginsberg Lionel 2007, penyebab terserang stroke adalah penyakit
degenaratif arterial, baik aterosklerosis pada pembuluh darah besar maupun
penyakit pembuluh darah kecil. Kemungkinan berkembangnya penyakit
degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor risiko vaskular
diantaranya: Umur, Riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, Hipertensi,
Merokok, Diabetes melitus dan Alkohol.

3. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitive terhadap kondisi penurunan hilangnya suplai darah.
Hipoksia dapat menyebabkan iskemeik serebral kerena tidak seperti jaringan pada
bagian tubuh lain, misalnya otak, otak tidak bisa menggunakan metabolism
anaerobic terjadi kekurangan oksigen atau glukosa. Otak diperfusi dengan jumlah
yang banyak dibandingkan dengan orang lain yang kurang vital untuk
mempertahankan metabolisme serebral. Iskemik jangka pendek dapat mengaruh
pada penurunan system nuerologi sementara atau TIA (Transient Ishemic Attack).
Jika aliran darah tidak diperbaiki, terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki
dijaringan otak, atau infrak dalam hitungan menit. Luasnya infrak bergantung
pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat dari kekuatan sirkulasi kolarteral
kearah yang disuplai.
Iskemik dengan cepat mengganggu metabolisme kematian sel dan perubahan
yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit. Dalam waktu yang singkat

10
pasien yang suadah kehilangan kompensasi autoregulasi akan mengalami
manifestasi dari gangguan neurologi. Beberapa proses reaksi biokimia akan
terjadi dalam hitungan menit pada kondisi iskemik serebral. Reaksi-reaski
tersebut seperti neurotoksin, oksigen radikal bebas, mikrooksidasi. Hal ini dikenal
dengan perlukaan sel-sel saraf sekunder bagia neuropenubra paling dicurigai
terjadi sebagi akibat iskemik serebral. Bagian membengkak setelah iskemik bisa
mengarah kepada penurunan fungsi saraf sementara. Edema bisa berkurang dalam
beberapa jam atau hari klien bisa mendapatkan kembali beberapa fungsi-
fungsinya (Joyce and Jane, 2014).
Strok hemoragik disebabkan oleh pecahannya pembuluhan darah otak
pecahan pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus hemoragik terjadi pada
penderita hipertensi. Perdarahan intracranial biasanya disebebkan oleh rupture
arteri serebral. Ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan begeser dan tertekan. Darah ini
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme serebral
(menyempitnya lumen pembuluh darah yang terdapat pada kranial) merupakan
komplikasi yang serius pada perdarahan sebaraknoid mekanisme yang
bertangguang jawab terjadi spasme tidak jelas tetapi adanya vasospasme
dihubungkan dengan meningkat jumlah darah didalam ruang subaraknoid dan
fisura serebral, sebagaimana terlihat oleh permindaian CT. vasospasme sering
menggambarkan adanya sakit kepala yang buruk, penurunan tingkat kesadran
(konfusi, letargik, disoreientasi). Vasospasme terjadi dalam hari ke-4 sampai ke-
12 setelah awal perdarahan (Widyanto dan Triwibowo, 2013)

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum

11
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama
ekspresif atau reseptif.
Menurut Tarwoto, dkk (2007) Manifestasi klinis Stroke tergantung dari sisi
atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Gejala klinis pada Stroke akut:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul
secara mendadak.

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma).

4. Afasia (kesulitan dalam bicara).

5. Gangguan penglihatan, diplopia, Ataksia.

6. Verigo, mual, muntah dan nyeri kepala.

Sedangkan menurut Widyanto dan Triwibowo (2013) manifestasi yang umum


terjadi pada penderita stroke yaitu :

12
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron atas
melintas, gangguan kontrol motor voluter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada neuron motor pada sisi yang berlawanan dari
otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu bagian tubuh). Bila stroke menyerang bagian kiri otak, terjadi hemiplegia
kanan. Bila yang terserang adalah bagian kanan otak, yang terjadi adalah
hemiplegi kiri dan yang lebih ringan disebut hemiperesis kiri.
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsia bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti (bicara pelo atau cedal) yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresi atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya) seperti dilihat ketika penderita stroke mengambil sisir dan
berusaha menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan:
a. Disfungsi persepsi visual : terjadi karena gangguan jarak sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan gangguan dua atau lebih
objek dalam area spasial) : Sering terjadi pada klien hemiplegia kiri.
Penderita mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.

13
c. Kehilangan senrori : dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin berat dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimulus visual dan auditorius.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat dibuktikan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita
menghadapi masalah frustasi. Masalah psikologik lain juga umunya terjadi
dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan frustasi, dendam
dan kurang berkerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke, klien dapat mengalami inkonensia urinarius sememtara
karena konfunsi dan ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Penatalaksanaan untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor
faktor kritis sebagai berikut:
a) Berusaha menstabilkan tanda – tanda vital
b) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
d) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.

14
2. Tindakan konservatif
1) Fasodilator yang meningkatkan aliran darah cerebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibutuhkan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, acetazolamide, papaverin intra
arterial.
3) Anti agregasi trombosis seperti aspirin, digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi. Trombosis yang terjadi ulcerasi alteroma
3. Tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran darah cerebral, misalnya
pada tindakan endarterectomy carotis.
b. Perawatan Penderita Stroke di Rumah
Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di
rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau
mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan
petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang
lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di
rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat
dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera
bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien dan
orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan
tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau
fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih
memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian,
makan, dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan
komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga,
perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara,

15
dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan
fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan oleh
keluarga di rumah.
a. Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata
mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea.
Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep,
atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas (Edmund, 2007). Penderita
stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan
mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar
satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk
penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).
b. Menangani masalah makan dan minum
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan
seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan
miktonutrien. Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita
stroke dapat diberi makanan ringan tinggi - kalori yang lezat dalam
jumlah terbatas setiap 2 -3 jam, bersama dengan minuman suplemen
nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan
berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi (John, 2004;
Lotta, 2006; David 2004). Keluarga dapat melakukan modifikasi dalam
penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip
pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga
makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alat
- alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan,
seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004;
Lotta, 2006; David 2004).

16
c. Kepatuhan program pengobatan di rumah
Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan,
diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan
(rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam, 2008). Dukungan keluarga
diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan
jangka panjang (Schatz, 1998 dalam Stanley, 2006). Keluarga
bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota
keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat - alat
khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 2005).
d. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai
akibat kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak
mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa
orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga
kali lebihbesar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan penderita
stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan orang yang
merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal - hal yang dapat
dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri
akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah
emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu
pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian
mereka. Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap
perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah
untuk berjalan - jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan
penderita stroke harus didorong untuk membahas kekhawatiran mereka
akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi

17
sebanyak mungkin (Lotta, 2006). Pada sebagian besar kasus, masalah
emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat
menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi
untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan
penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara
substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan
dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka
adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk
mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong
timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya
membaca, memasak, berjalan -jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara.
Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak
suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi
cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan
penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin merasa nyaman
jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke lain
(Lotta, 2006). Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan
konseling individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat
membantu sebagian penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis
berat, depresi, tak tertarik atau menentang pengobatan. Jika masalahnya
menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat
antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin) atau berkonsultasi
dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya
dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat,
terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006). Masalah
kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir, memusatkan
perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat
rencana, dan belajar. Hal - hal ini sering menjadi komplikasi stroke,
mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan

18
menyebabkan demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih
lanjut. Namun, bagi banyak penderita stroke, masalah kognitif yang
ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan
mereka akan pulih sepenuhnya (John, 2004). Jika penderita stroke tidak
dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu
menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat
yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian,
obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas (John, 2004).
Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya
demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring
dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang
pernah mengalami beberapa kali stroke serta mengidap penyakit -
penyakit lain (John, 2004).
e. Pencegahan cedera/ jatuh
Thomas (2004) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang
mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan
keseimbangan, obat - obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari -
hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya
kekuatan tungkai bawah. Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik
bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih
tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah
mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang
asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu penderita,
terutama pada tahap - tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita
stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh
dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut sebisa
mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke
sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya
beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan

19
peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara yang paling aman
dan efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat berjalan di lantai yang
datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi tetap memperhatikan bahwa
susunan tangganya telah aman dan kuat. Selain itu, Graham (2006)
menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya
rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu
atau beton. Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintu - pintu
rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam rumah.
Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi
dan adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke

C. ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


I. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
a. Data Subyektif :
 kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
 mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
b. Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.
 gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
a. Data Subyektif : Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
b. Data obyektif :
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG

20
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3. Integritas ego
a. Data Subyektif : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
 kesulitan berekspresi diri.
4. Eliminasi
a. Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
a.Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
b. Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
 Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
a. Data Subyektif:
 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
 nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati

21
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama)
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
b. Data obyektif:
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
(kontralateral)
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motoric
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
7. Nyeri / kenyamanan
a. Data Subyektif : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
b. Data obyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /
fasial
8. Respirasi
a. Data Subyektif : Perokok ( factor resiko )
Tanda:
 Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
 Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur

22
 Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
a. Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan
 terhadap bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif : Riwayat hipertensi keluarga, stroke, penggunaan kontrasepsi
oral
12. Pertimbangan rencana pulang
 menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
 bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri
dan pekerjaan rumah (Doenges E, Marilynn,2000)

II. Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
 Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori

23
 Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
 Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
 Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
 Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
sensori / motoric
 Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
 Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
Intervensi :
 Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/
penyebab koma /
 penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
 Monitor dan catat status neurologis secara teratur
 Monitor tanda-tanda vital
 Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
 Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan
lapang pandang / persepsi lapang pandang
 Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami
gangguan fungsi
 Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
 Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur
kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi : Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
Berikan medikasi sesuai indikasi :
 Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
 Antihipertensi
 Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
 Manitol

24
2. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular,
ketidakmampuan dalam persespi kognitif
Dibuktikan oleh :
 Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan,
koordinasi,
 keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
 Tidak ada kontraktur, foot drop.
 Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari
bagian tubuh
 Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana
permulaannya
 Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
 Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
 Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
 Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat
selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
 Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
 Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
 Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau
menormalkan Sirkulasi
 Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang
Kolaborasi
 Konsul ke bagian fisioterapi
 Bantu dalam memberikan stimulasi elektrik
 Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi

25
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Ditandai :
 Gangguan artikulasi
 Tidak mampu berbicara / disartria
 ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek
 Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
 Pasien mampu memahami problem komunikasi
 Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
 Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
 Bantu menentukan derajat disfungsi
 Bedakan antara afasia dengan disartria
 Sediakan bel khusus jika diperlukan
 Sediakan metode komunikasi alternative
 Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
 Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
 Bicara dengan nada normal
Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan
otak. Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama. Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: Infark
Ischemik (Stroke non Hemoragi) Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan
pembuluh darah otak, dan Perdarahan (Stroke Hemoragi) Terjadi pecahnya
pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu
faktor risiko utama seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung,
Transient Ischemic Attack (TIA) dan faktor resiko tambahan seperti Kadar
lemak darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida, Kegemukan atau
obesitas, Merokok, Riwayat keluarga dengan stroke, Lanjut Usia, Penyakit
darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia, Kadar asam urat darah tinggi,
Penyakit paru-paru menahun.

B. Saran

Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca


khususnya perawat dengan kasus stroke mengetahui tentang: Faktor-faktor
resiko yang dapat ditemui pada lansia dengan stroke, laboratorium yang perlu
dilakukan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan sroke.

27
Daftar Pustaka

Auryn, Vizrzara. 2009. Mengenal dan Memahami Stroke. Jogjakarta : Kata Hati
Carpenito, L. J. (2004) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa
Monica Ester. Jakarta: EGC
Effendy. N (2005). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2.
Jakarta; EGC
Friedman, M. M. (2005). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta:
EGC
Ginsberg, Lionel. 2007. Lectrure Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga
Joyce and Jane. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia : CV Pentaseda Media
Edukasi
Nablyl R.A. 2012. Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Stroke. Yogyakarta : Auliya
Publishing
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini). Jakarta :
CV. Trans Info Media

28

Anda mungkin juga menyukai