Anda di halaman 1dari 4

RAKTIKUM VII

SUHU TUBUH
Kegiatan I
A. Judul : Pengukuran Suhu Tubuh
B. Tujuan : 1. Mengukur Suhu Tubuh Homeoterm
: 2. Mengukur Suhu Tubuh Poikiloterm
C. Dasar teori :
Pada hewan berdarah panas (homoeterm), hipotalamus berperan sebagai pengatur suhu
tubuh agar suhu tubuh tetap dalam keadaan optimal (37, 10C, pada manusia). Oleh karena itu
panas yang dihasilkan pada berbagai proses metabolisme harus seimbang dengan panas yang
dikeluarkan dari tubuh. Proses pembebasan panas dari tubuh dapat melalui berbagai cara,
misalnya lewat kulit, saluran pernapasan, mulut, feses, dan urine, plaing banyak (hampir
80%) dikeluarkan melalui kulit. Disamping panas yang dihasilkan oleh tubuh sendiri, tubuh
juga memperoleh panas dari lingkungan sekitar. Untuk proses regulasi panas ini, sel-sel saraf
dalam hipotalamus sangat peka terhadap perubahan suhu internal (darah) baik karena
pengaruh suhu lingkungan atau dari dalam tubuh itu sendiri. Proses mekanisme pengaturan
panas tersebut berjalan sangat cepat karenaterlibat mekanisme neuroendokrin, dan sistem
negatif feedback (umpan balik negatif). Pada suhu lingkungan tinggi atau suhu tubuh
dinaikkan 1 atau 20C, maka kenaikan suhu ini akan mempengaruhi sel-sel saaraf dalam
hipotalamus. Selanjutnya dari hipotalamus diintruksikan lewat neurohormonal ke saraf
perifer (tepi) untuk meningkatkan sirkulasi darah perifer lewat kulit dan pengeluaran
keringat, sehingga panas banyak terbuang. Kemudian suhu darah yang telah turun tersebut
akan kembali ke hipotalamus dan mempengaruhi sel-sel sarafnya untuk menurunkan
aktifitasnya, sehingga suhu tubuh tetap dalam keadaan optimal (Team teacing, 2014).
Pada hewan poikiloterm (berdarah dingin) belum mempunyai pengatur suhu tubuh,
sehingga suhu tubuhnya cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar. Pada
lingkungan panas seekor katak akan naik suhu tubuhnya, dan pada suhu lingkungan dingin
seekor katak suhu tubuhnya akan turun (Team teacing, 2014).
Suhu merupakan salah satu faktor pembats penyebaran hewan, dan selanjutnya
menentukan aktifitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu
lingkungan, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah dingin” atau poikioterm atau
koniomer suhu (termokonformer). Poikiotermik berrarti suhu berubah (labil). Sebetulnya
suhu tubuh tidak betul-betul sama dengan lingkungan, sebab kalau diukur dengan teliti, suhu
selnya sedikit di atas suhu lingkungannya. Lebih sedikit hewan yang mempertahankan suhu
tubuhnya, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah panas” atau homeotermik atau
regulator suhu (termoregulator). Yaitu kelompok hewan yang mengatur suhu tubuh secara
parsial, yaitu bahwa regulasinya terbatas pada bagian tubuh tertentu (Soewolo, 2000).
Strategi untuk mengurangi laju metabolisme dan temperature badan akibat udara dingin
harus dilakukan hewan untuk mengatur pengurangan temperature badan karena perbuatan
temperature. Banyak hewan yang mempertahankan dingin dan sangat dingin melalui gerakan
yang lambat (Sukarsono, 2009).
Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal seekor hewan.
Sebagai contoh, laju respirasi seluler meningkat seiring peningkatan suhu sampai titik
tertentu dan kemudian menurun ketika suhu itu sudah cukup tinggi sehingga mulai
mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah dengan perubahan suhu. Seekor
hewan endotermik memanaskan tubuhnya terutama dengan cara menyerap panas dari
sekelilingnya. Jumlah panas ini diperoleh dari metabolismenya sendiri umumnya dapat
diabaikan, sebaliknya seekor hewan endotermik mendapatkan sebagian besar atau semua
panas tubuhnya dari metabolisme tubuhnya sendiri (Campbell, 2000).

Latar Belakang

Setiap spesies memerlukan tingkat kondisi yang optimum sehingga spesies tersebut dapat
menampilkan dirinya paling baik. Aktivitas biologis akan menurun bila kondisi di bawah atau
di atas kondisi optimum. Penampilan terbaik suatu individu dapat diartikan yaitu bila
individu tersebut dapat meninggalkan keturunan paling banyak. Dengan kata lain bila
individu tersebut paling sesuai dengan kondisi atau paling berhasil meninggalkan
keturunannya, tetapi dalam prakteknya sangat sulit walaupun kita mengukur pengaruh
kondisi terhadap beberapa sifat yang dipilih seperti kecepatan pertumbuhan, reproduksi, dan
kecepatan respirasi. Bagaimanapun juga pengaruh rentang kondisi pada berbagai sifat
tersebut tidak akan sama.
Secara garis besar, suhu mempengaruhi proses metabolism, penyebaran, dan kelimpahan
organisme. Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor: sifat siklusnya
(harian, diurnal dan musiman, seasonal) seperti siang dan malam, musim kemarau dan musim
penghujan; garis lintang (latitudinal) seperti daerah ropika, temperata, dan kutub; ketinggian
tempat (altitudinal) seperti daerah pantai dan pegunungan; dan kedalaman (untuk perairan).
Krebs (1978) menyatakan bahwa perbedaan suhu di muka bumi di sebabkan oleh dua faktor:
radiasi (penyinaran) cahaya matahari yang dating dan distribusi daratan dan perairan. Suhu
merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat
beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis
organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan
metabolik, misalnya dalam hal respirasi
Bila kita lihat hubungan antara organisme dengan suhu lingkungan, organisme
digolongkan menjadi dua golongan yaitu hewan berdarah panas dan hewan berdarah dingin,
tetapi penggunaan ini adalah tidak tepat dan subjektif sehingga tidak akan digunakan.
Pengelompokan lain yaitu homeotermi dan poikilotermi. Bilamana suhu lingkungan
bervariasi, hewan homeotermi memelihara suhu tubuhnya tetap konstan, sedangkan hewan
poikilothermi ikut berubah sesuai suhu lingkungan. Hewan poikilotermi seperti ikan
Antartika variasi suhunya hanya sepersepuluh derajat walaupun suhu lingkungannya sangat
bervariasi. Selanjutnya hewan poikilotermi diduga memiliki system pengaturan, bahkan hal
ini hanya melibatkan tanggapan tingkah laku dengan bergerak menuju arah yang sesuai atau
cocol selama naik turunnya suhu. Sebagai contoh spesies ikan yang berbeda bila ditempatkan
di dalam gradient suhu laboratorium akan berkumpul di daerah suhu yang disukainya.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas suatu enzim.
Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan
meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat
aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu,
kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastic. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal
di mana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan
molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim itu. Sebagian besar enzim manusia
memiliki suhu optimal sekitar 35̊C sampai 40̊C (mendekati suhu tubuh manusia). Bakteri
yang hidup dalam sumber air panas mengandung enzim dengan suhu optimal 70̊C atau lebih.
Suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan dan metabolisme
untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai dengan proses
pencernaan san metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi uang optimal untuk
pertumbuhan. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga di bawah
batas yang mematikan. Berdasarkan hukum van’t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10 ̊C akan
menyebabkan kecepatan reaksi metabolism meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pada
kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang
optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada suhu 20 ̊C pada ikan Channel Catfish
(Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum dengan kadar protein 35%,
sedangkan pada suhu 25 ̊C membutuhkan protein 40%.
Berbagai jenis hewan dapat bertahan hidup tergantung pada timbunan lemak atau bahan
makanan lain di dalam tubuhnya. Banyak pula jenis hewan yang dapat bertahan hidup
beberapa waktu lamanya tanpa air. Akan tetapi hamper tidak satu jenis hewan pun yang dapat
bertahan hidup lama tanpa oksigen, oleh karena oksigen tidak pernah ditimbun di dalam
tubuh. Hewan memperoleh oksigen dari lingkungannya. Udara mengandung 21% (210
cc/liter) oksigen, sedang air hanya mengandung 0,7 (7 cc/liter). Oksigen yang terikat di dalam
molekul air (42̊) tidak dapat digunakan dalam respirasi.

Anda mungkin juga menyukai