Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

Peningkatan bertahap dalam harapan hidup di negara maju selama abad


terakhir telah menghasilkan peningkatan permintaan pada sistem perawatan
kesehatan bagi praktisi dengan gangguan dari populasi lansia. Prolaps organ
panggul dan inkontinensia urin adalah kondisi umum yang mempengaruhi banyak
wanita dewasa saat ini. Prolapas organ panggul adalah kondisi abnormal atau
herniasi organ panggul dari posisi normal di panggul (George, 2013).
Prolapsus yang sering ditemukan adalah Pelvic Organ Prolapse (POP) yaitu
prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel, atau rektokel. Prolaps uteri merupakan salah
satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah
cystourethrocele (bladder and urethral prolapse). Uretrokel saja jarang terjadi,
sedangkan enterokel lebih sering ditemukan terutama pada pasien-pasien pasca
tindakan histerektomi. Kasus ini sering terdapat pada wanita dengan paritas yang
tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan tindakan pengobatan dan kasus ini
jarang sekali ditemukan pada seorang wanita nullipara. Prolapsus organ genitalia
masih menjadi masalah kesehatan pada wanita yang insidennya mencapai 40%
pada wanita usia diatas 50 tahun (Detollenaere, 2011).
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita
prolapsus genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi
adalah akibat kasus prolapsus genitalia. Angka ini akan terus meningkat jumlahnya
akibat usia harapan hidup wanita Indonesia yang terus meningkat. Jumlah kasus
prolapsus uteri selama empat tahun di Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin
Banda Aceh adalah 71 kasus. Distribusi kasus pertahun adalah 19 kasus pada tahun
2007, 9 kasus di tahun 2008, 22 kasus ditahun 2009 dan 21 kasus di tahun 2010.
Terbanyak dari kasus adalah pada usia 60-80 tahun (57,74%) dan usia termuda
adalah 7 bulan. Kasus terbanyak ditemukan pada pasien yang sudah menopause
(90,14 %). Seluruh kasus disertai dengan sistokel dan rektokel. Sebagian besar
penderita diterapi dengan histerektomi pervaginam yaitu sebesar 90,14 %
(Khailullah, 2011)

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Panggul


Dasar panggul mempunyai 3 lapisan fungsional (Junizaf, 2011):
 Fasia (fasia endopelvik), yang melekat dan mengelilingi semua organ pelvis
(kandung kemih, uterus, rektum).
 Otot (levator ani dan koksigeus atau juga disebut difragma pelvis) berbentuk
otot yang terus menerus berkontraksi, terutama bila ada tekanan abdominal
yang meningkat.
 Membrana perineal (terdiri dari diafragma urogenital dan otot-otot yang
membentuk badan perineal dan sfingter uretra). Otot yang aktif sebagai
penggantung ini dengan syaraf-syarafnya penting untuk mempertahankan
posisi organ pelvis dan merupakan penyangga yang aktif. Dengan kata lain,
penyangga beban dilakukan oleh otot-otot pelvis. Di sisi lain jaringan ikat
(fasia) berfungsi untuk mempertahankan dan menstabilkan organ pelvis.
Jaringan – jaringan penyangga yang mempertahankan posisi dan letak
uterus dan vagina terdiri dari (Manuaba, 1998):
 Tulang Panggul
o 2 tulang pangkal paha (os coxae)
o 1 tulang Kelangkang (os Sacrum)
o 1 tulang tungging (os coccygis)
 Ligamentum latum dan ligamentum rotundum (teres uteri)
Ligamentum latum merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri
uterus meluas sampai dinding panggul,ligamentum latum seolah-olah
tergantung pada tuba fallopii. Tempat dimana terdapat banyak pembuluh
darah dan pembuluh limfe. ligmentum ini tidak berfungsi dalam menyangga
uterus untuk tetap dalam posisinya (tidak prolaps) kecuali bila terdapat
fibrosis atau radang.
Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan
mencapai labium mayus. Ligamentum rotundum yang termasuk dalam
ligamentum latum ini berfungsi terutama untuk mempertahankan uterus

2
dalam anteflexsi serta memberikan stabilisasi pada sumbu dengan sudutnya
yang relatif sempit di atas vagina.
 Ligamentum kardinale dan ligamentum sacro-uterinum
Terdiri dari serabut otot yang kuat dan merupakan bagian yang
penting untuk mempertahankan kedudukan serviks dan vagina bagian atas.
Ligamentum ini menggantung serviks dan vagina bagian atas pada dinding
samping panggul. Sementara itu, ligamentum sakrouterina menggantung
serviks setinggi ostium uteri internum ke daerah tulang sakrum. Di dalam
kedua ligamentum ini terdapat pembuluh darah dan saluran limfe.
Kedua ligamentum dapat mengalami hipertrofi akibat tekanan
intraabdominal yang terus-menerus hingga menyebabkan lemahnya kedua
ligamentum ini.
 Diafragma Pelvis
Diafragma ini dibentuk oleh otot-otot pubokoksigeus dan otot
iliokoksigeus. Otot ini berawal pada tulang pubis bagian dalam dan
menyebar ke arah panggul dan terus ke belakang dan berakhir di tulang
koksigeus. Sebagian menyebar ke vagina sehingga disebut juga
pubovaginalis, sedangkan yang menyebar ke rektum disebut puborektalis.
 Diafragma urogenital
Otot pubokoksigeus kanan dan kiri bersatu dibelakang rektum seperti
membentuk huruf “U”. Tugas otot ini adalah menarik uretra, vagina dan
rektum ke arah atas, ke daerah simfisis.
 Perineum (perineal body)
Otot iliokoksigeus berasal dari arkus pubis tendinius, berjalan ke
belakang, bersama-sama dengan otot puborektalis, sebagian serabut-
serabutnya kanan dan kiri, terus berjalan menuju mediorafe dan ikut
membentuk perineum (perineal body). Otot levator ani berfungsi membuat
keseimbangan tekanan intrabdominal dan tekanan luar. Bila otot ini
melemah atau rusak, maka tekanan abdominal akan lebih tinggi dari pada
tekanan luar, dan ini akan menjadi faktor pendorong timbulnya prolapsus
uteri atau turunnya uterus ke dalam vagina.

3
2.2 Definisi Prolaps Uteri
Prolaps (dari kata latin Prolapsus) atau dikenal juga dengan desensus atau
prosidentia adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis (Barsoom, 2013).

4
Gambar 1. Normal Uterus dan prolaps Uterus.
Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Prolaps Uteri

Etiologi bersifat multifaktorial. Penyebab prolpas organ pelvis sulit untuk


di cari etiologinya karena secara teknis sulit membedakan mana yang disebut
normal dan mana yang abnormal. Namun pada dasarnya disebabkan oleh
kelemahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik, dan
ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia tersebut. Secara
hipotetik faktor risiko utamanya adalah persalinan multiparitas pervaginam dengan
bayi aterm. Keadaan ini akibat terjadinya kerusakan pada fasia penyangga dan
inervasi syaraf otot dasar panggul. Faktor lain seperti lemahnya kualitas jaringan
ikat, penyakit neurologik, keadaan penyakit menahun yang menyebabkan
meningkatnnya tekanan intra abdominal (seperti penyakit paru-paru obstruktif
kronis, konstipasi menahun) atau obesitas, asites, tumor pelvis, faktor genetik,
faktor anatomi, biokimiawi dan metabolisme jaringan penunjang, menopause,
defisiensi estrogen, dan riwayat pembedahan mempermudah terjadinya prolapsus
genitalis (Doshani, 2007).

Pada wanita yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon


estrogen (hipoestrogenism) yang dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur
menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma

5
urogenital dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta
terjadi atrofi vagina.

2.4 Klasifikasi Prolaps Uteri

Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli ginekologi. Friedman dan


little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi, tetapi klasifikasi yang
dianjurkan adalah sebagai berikut (Junizaf, 2011) :

 Desensus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih dalam vagina.


 Prolaps uteri tingkat I, uterus turun, dengan serviks uteri turun paling rendah
sampai introitus vagina.
 Prolaps uteri tingkat II,sebagian besar uterus keluar vagina
 Prolaps Uteri tingkat III atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari
vagina, disertai dengan inversio vaginae.

Gambar. 2 : Derajat Prolaps Uteri


Sumber : http://herminahospitalgroup.com/home/produk/78

Selain Klasifikasi di atas ada juga standar penentuan derajat prolaps


berdasarkan Standarisasi Terminologi POP-Q yang di adaptasi oleh International
Continence Society oleh American Urogynecology Society dan Society of
Gynecologic Surgeons dan klasifikasi menurut Baden-Walker (Doshani, 2007):

6
Gambar 3. Pembagian sistem POP-Q

Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/814321_2

7
Gambar 4. klasifikasi Baden-Walker

Sumber : http://www.medandlife.ro/medandlife498.html

2.5 Patofisiologi Prolaps Uteri


Prolaps uteri terjadi ketika otot-otot dasar panggul dan ligamen meregang
menjadi rusak dan lemah, sehingga mereka tidak lagi dapat mendukung organ-
organ panggul, memungkinkan uterus jatuh ke dalam vagina. Penyokong utama
viseral panggul terdiri atas kompleks otot levator ani dan jaringan ikat pelekat
organ-organ panggul (fasia endopelvic). Kerusakan atau disfungsi dari satu atau
kedua komponen ini dapat menyebabkan terjadinya prolaps. Kompleks otot levator
ani berkontraksi dengan kuat saat istirahat dan menutupi hiatus genitalis serta
memberikan dasar yang stabil untuk viseral panggul. Penurunan tonus otot levator
ani yang disebabkan oleh denervasi atau kerusakan otot secara langsung
menimbulkan pembukaan hiatus genitalis, kelemahan levator plate dan
pembentukan konfigurasi seperti mangkok. Defek yang nyata pada daerah
puboviceral dan iliococcygeal dari kompleks otot levator ani sesudah melahirkan
pervaginam terjadi pada 20% wanita primipara dengan pemeriksaan MRI,
sedangkan pada wanita nulipara tidak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa
melahirkan pervaginam berkontribusi untuk terjadinya prolaps melalui cedera pada
otot levator ani (Barsoom, 2013).

Cedera neuropati dari otot levator ani juga dapat disebabkan oleh
melahirkan pervaginam. Wanita yang pernah melahirkan pervaginam memiliki

8
resiko lebih tinggi mengalami defek neuropati dibandingkan dengan yang
melahirkan melalui seksio sesaria tanpa cedera. Mengedan terlalu sering saat BAB
juga dihubungkan dengan denervasi otot-otot panggul. Mengedan berlebihan dapat
menyebabkan cedera peregangan saraf pudendal sehingga menimbulkan neuropati
(Putra, 2010).

Fasia endopelvic merupakan jaringan ikat yang membungkus semua organ-


organ panggul dan menghubungkannya dengan otot-otot penyokong dan tulang-
tulang panggul. Jaringan ikat ini menahan vagina dan uterus pada posisi normalnya
sehingga memungkinkan pergerakan visceral untuk menyimpan urin dan feses,
berhubungan seksual, melahirkan, dan BAB. Kerusakan atau peregangan jaringan
ikat ini terjadi pada saat melahirkan pervaginam atau histerektomi, dengan
mengedan terlalu sering atau dengan proses penuaan normal. Bukti tentang
abnormalitas jaringan ikat dan proses perbaikannya pasca cedera menjadi faktor
predisposisi beberapa wanita mengalami prolaps. Wanita yang mengalami prolaps
dapat menunjukkan adanya perubahan metabolisme kolagen, meliputi penurunan
kolagen tipe I dan peningkatan kolagen tipe III (Putra, 2010).
2.6 Gejala Klinis Prolaps Uteri
Gejala klinik sangat berbeda dan bersifat individual ada penderita dengan
prolaps cukup berat tidak menunjukan keluhan apa pun. Sebaliknya, ada yang
dengan prolaps ringan, tetapi keluhannya banyak (Junizaf, 2011).
Keluhan yang dijumpai pada umumnya adalah perasaan mengganjal di
vagina atau adanya yang menonjol di genitalia eksterna, rasa sakit di panggul atau
pinggang dan bila pasien berbaring keluhan berkurang, bahkan menghilang.
Sistokel yang sering menyertai prolaps menyebabkan gejala-gejala polimiksi mula-
mula ringan pada siang hari, lama kelamaan bila prolaps lebih berat gejalanya juga
timbul pada malam hari. Adanya perasaan kandung kemih tidak dapat dikosongkan
secara tuntas, tidak dapat menahan kencing bila batuk (stress incontinence) dan
kadang dapat terjadi pula retensio urinae. Retrokel dapat menyebabkan gangguan
defekasi. Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gejala gangguan bila
berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri pada celana menimbulkan luka dan
dekubitus pada porsio uteri. Selain itu prolaps dapat menimbulkan kesulitan
bersenggama (Badash, 2011).

9
10
2.7 Diagnosis Prolaps Uteri
1. Anamnesis (POGI, 2013) :

2. Pemeriksaan Fisik (POGI, 2013) :


• Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.

• Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain

• Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:

o Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.

o Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,ulkus yang


bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.

11
o Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.

• Manuver Valsava.

o Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan


melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver
Valsava.

o Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,


serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.

o Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada posisi
berdiri di atas meja periksa.

o Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.

• Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan


otot levator ani

• Pemeriksaan rektovagina

o untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri.

3. Pemeriksaan Penunjang (POGI, 2013) :


 Urin residu pasca berkemih
o Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikutin dengan pengukuran volume
urin residu pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
 Skrining infeksi saluran kemih
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus

12
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan
(Barsoom, 2013).
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain (Barsoom, 2013).
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis lainnya yang termasuk ke dalam prolap organ pelvis adalah:
- Sistokel adalah penurunan kandung kemih
- Sistouretrokel adalah sistokel yang mengikutsertakan uretra sebagai bagian
dari kompleks organ yang prolaps
- Rektokel adalah protrusi rektum menuju lumen vagina posterior
- Enterokel adalah herniasi usus halus menuju lumen vagina
2.9 Penatalaksanaan
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala.
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang
lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi
lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala
untuk mencari perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air
kecil atau buang air besar terhambat, erosi vagina) (Putra, 2010).

2. Terapi Konservatif
 Latihan otot dasar panggul (kegel exercises)
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi
miksi. Caranya dengan menahan otot-otot panggul seolah-olah sedang
mencoba untuk menahan urin. Tahan posisi ini selama sepuluh hitungan,
kemudian lepaskan perlahan-lahan. Lakukan selama sepuluh kali, empat
kali sehari (George, 2013).

 Pemasangan pessarium
Pada kehamilan awal untuk mencegah gejala penyempitan dari 10
sampai 14 minggu akibat prolaps uterus digunakan pesarium (pesary)

13
yang sesuai dan digunakan sampai bulan ke 4. Apabila dasar panggul
terlalu lemah hingga pessarium terus jatuh maka pasien di anjurkan
istirahat rebah sampai bulan ke 4. Pernah dilaporkan keberhasilan
kehamilan dan pelahiran per vagina setelah fiksasi uterosakrum
sakrospinosum yang dilakukan sebelum kehamilan (Cunningham, 2012).
Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat
tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah
dapat digunakan pessarium Napier (Doshani, 2007).

Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan


prolaps tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini
digunakan oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini
pertama prolaps. Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran,
serta dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau
desak ruang(seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan
pada prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong),
Gellhorn, donat, dan pesarium cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang
berhubugnan dengan derajat prolaps (POGI, 2013).

14
Ada banyak jenis dan bentuk pesarium untuk mempertahankan
uterus pada tempatnya. Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun asal
diawasi secara teratur. Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila
ukurannya terlalu besar dapat menyebabkan perlukaan pada dinding
vagina dan dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Pesarium
diindikasikan bagi mereka yang belum siap untuk dilakukan tindakan
operatif atau bagi mereka yang lebih suka pengobatan konservatif (POGI,
2013).

 Stimulasi otot-otot dengan listrik.


Kontraksi otot dasar panggul dapat pula di timbulkan dengan alat
listrik, elektrodanya di pasang dalam pesarium yang dimasukan ke dalam
vagina (Junizaf, 2011).
 Estrogen
Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu pentalaksanaan prolaps
bila dikombinasikan dengan intervensi lainnya melalui mekanisme
penguatan struktur penunjang dan mencegah penipisan jaringan vagina
dan panggul (Barsoom, 2013).
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani

15
pula. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri vagina ialah
bila ada keluhan berikut (Junizaf, 2011) :
 Sistokel
Operasi yang lazimnya dilakukan ialah kolporafi anterior. Kadang-
kadang operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress
incontinence yang berat. Dalam hal ini perlu diadakan tindakan
khusus. Untuk kasus berat sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
uroginekologi.
 Retrokel dan entrokel
Operasi yang dilakukan disini adalah kolpoperineoplastik. Retrokel
yang berat sering menjadi satu entrokel. Tindakan operatif sebaiknya
dirujuk ke dokter spesialis uroginekologi.
 Prolapsus uteri
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274
operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan
bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina
pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri
tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk
masih mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolaps,
dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps uterus sebagai
berikut (Junizaf, 2011) :
 Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.

 Operasi Manchester

16
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo
ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale
di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi,
dan turunnya uterus dapat dicegah.

 Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari.

 Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)


Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak
aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding
vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina
tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak
hilang.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah (Badash, 2011) :

17
 Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan
serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
 Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berusia lanjut
 Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat,
karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan
pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
 Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae
atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
 Infeksi Saluran Kemih
 Hemoroid
2.11 Prognosis
Pada prolaps uteri jika dilakukan management konservatif dan terapi
operatif yang tepat dapat membuat prognosis jangka panjang yang baik (Barsoom,
2013).

18
BAB 3

KESIMPULAN

Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang


diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia). Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus
dengan penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps
yang sudah ada. Prolapsus uteri tingkat I,dimana serviks uteri turun sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina, prolapsus ini
juga dinamakan prosidensia uteri. Gejala yang sering mucul adalah Perasaan
adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia eksterna. Rasa sakit
di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang. Penatalaksanaan pada prolaps uterus yaitu:
observasi, konservarif, dan terapi pembedahan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Badash M. 2011. Uterine Prolapse. Ebsco Publishing. [cited on jan 20, 2018].

Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape


Article. [database on the medscape] 2013. [cite on jan 20, 2018]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.

Cunningham, F.G et al. 2012. Kelainan saluran reproduksi. Dalam : Obstetri


Williams vol 2 ed 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.


Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter
Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy (SAVE
U Trial). BMC Womens Health Journals 2011. [database on the NCBI]. [cited
on jan 20, 2018]; 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/pdf/1472-6874-11-
4.pdf.

Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical Review
2007. [database on the NCBI]. [cited on jan 20, 2018]; 335:819-823.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-
cr-00819.pdf.

George, Lazarou. Uterine Prolapse. Medscape Article. [database on the medscape]


2013. [cite on jan 20, 2018]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/264231-overview#showall.

Junizaf, Soejoenoes A. 2011. Kelainan Letak Alat-Alat Genital. Dalam : Ilmu


Kandungan edisi ke 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Khailullah SA, Masnawati, Saputra RW, dan Hayati M. 2011. Prolapsus Uteri pada
Rumah Sakit Umum DR.Zainoel Abidin Banda Aceh, Indonesia selama 2007
sampai 2010. Departemen Obsgyn FK Univ Syiahkuala.

20
Manuaba I.B.G. 1998. Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi. Dalam : Ilmu
Kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan
bidan. Jakarta : EGC.

POGI. 2013. Panduan Penatalaksanaan Organ Panggul.

Putra IGM, Pratiwi KY. 2010. Prolaps Organ Panggul. Bagian Obsgyn FK
Udayana / RSU Pusat Sanglah. Denpasar.

21

Anda mungkin juga menyukai